Javier meraih bahu Claire dan menghibur, "Jangan khawatir, berikan nomor telepon Candice kepadaku. Biar aku selidiki lokasinya dan kamu yang kabari Roger."Claire mengangguk. Dia menghubungi Roger sekalian mengabari Louis. Sementara itu, Javier yang duduk di samping segera menyelidiki lokasi Candice dengan laptopnya. Javier berujar, "Dia ada di Jalan Dorsea."Di suatu tempat di Jalan Dorsea, Candice yang disiram air dingin seketika sadar. Jaket yang dikenakan Candice basah sehingga menempel di tubuhnya. Candice yang kedinginan terbatuk-batuk, dia juga menyadari kedua tangannya diikat sehingga dirinya tidak bisa bergerak.Tiba-tiba, terdengar suara yang familier. "Akhirnya kamu sadar juga."Candice tertegun, lalu memandang wanita di depannya dengan tubuh gemetaran. Ternyata orang ini adalah Freda.Suara Candice agak serak dan dia segera mengamati sekeliling. Kelihatannya, ini adalah lantai sebuah gedung yang belum direnovasi. Dindingnya hanya dilapisi semen, bahkan besi betonnya juga te
Candice yang berusaha memberontak ditekan di lantai. Dia menggigit tangan salah satu pria dan pria yang kesakitan itu menampar Candice. Tamparan pria itu sangat kuat.Jaket Candice dibuka dengan kasar, begitu pula dengan kemeja yang dikenakannya. Candice yang ketakutan menangis. Sementara itu, Freda merekam adegan ini dengan ponselnya sambil memerintahkan, "Telanjangi dia!"Ketika pria itu hendak melepaskan pakaian dalam Candice, tiba-tiba orang yang menerobos masuk menendang pria yang menindih Candice, lalu meninju 2 pria lainnya. Freda pun mundur ketakutan.Louis segera melepaskan jaketnya dan menutupi tubuh Candice yang dingin. Dia menggendong Candice seraya memanggil, "Candice!"Candice yang setengah sadar melihat pria yang memeluknya, lalu berucap sembari terisak-isak, "Louis ... aku takut sekali."Sekujur tubuh Candice gemetaran. Dia merasa kedinginan dan juga takut. Ketika melihat Louis, air matanya tidak terbendung lagi. Louis tidak bicara, dia hanya memeluk Candice dengan erat
Izza menjambak rambut Freda dan menariknya ke hadapan Javier dan Claire. Freda tetap berlutut di lantai. Wajah Freda memucat sewaktu melihat apa yang dialami beberapa pria suruhannya.Claire mengambil ponsel yang dipegang Freda. Setelah melihat gambaran di layar ponsel, Claire langsung membanting ponselnya dan menginjak ponsel itu sampai layarnya retak."Aku mohon ... lepaskan aku. Aku nggak akan mengulanginya lagi," pinta Freda sambil terisak-isak. Saat ini, ekspresinya tampak tulus saat memohon.Claire mencengkeram kerah baju Freda dan berujar dengan ekspresi datar, "Melepaskanmu? Nggak mungkin."Claire mencibir saat melihat ekspresi Freda yang ketakutan, lalu melanjutkan, "Kamu membuat Candice dituduh selama 10 tahun dan kamu bahkan berani melukainya. Sekarang, kamu malah memohon kepadaku untuk melepaskanmu? Apa kamu akan melepaskan Candice kalau Candice memohon kepadamu untuk melepaskannya?"Freda tidak bisa menjawab. Claire tersenyum sinis dan meneruskan ucapannya, "Wanita seperti
Claire membujuk Liliana, "Bibi, jangan emosi. Mereka sudah ditangkap polisi, yang penting Kak Louis dan Candice baik-baik saja.""Baguslah kalau mereka baik-baik saja, aku benar-benar syok. Aku akan lihat kondisi Louis dulu," ucap Liliana. Kemudian, dia berjalan ke kamar Louis.Javier datang menjemput Claire. Dalam perjalanan pulang, Claire terus memandang ke luar jendela. Javier menggenggam tangan Claire dan bertanya, "Kamu masih khawatir, ya?"Claire mengalihkan pandangannya, lalu memandang Javier sembari menjawab, "Mereka sudah aman, sekarang aku nggak usah khawatir lagi."Javier menimpali, "Claire, kejadian yang dialami Candice dan Louis hari ini membuatku teringat sesuatu."Claire terdiam, dia hanya menatap Javier dan tidak berbicara. Javier yang fokus menyetir memandang ke depan seraya berbicara, "Apa dulu kita pernah mengalami hal seperti ini? Aku merasa kita pasti pernah mengalaminya."Claire tersenyum dan menyahut, "Um, kita pernah mengalaminya."Javier menghentikan mobilnya s
Tirai jendela perlahan terbuka, pemandangan laut pun terlihat dari ruang tamu. Kemudian, Claire berjalan ke kamar tidur. Di luar kamar tidur terdapat balkon dan di bawah kanopi ada kursi lipat, bahkan ada ayunan.Javier membuka kancing lengan bajunya dan bersandar di samping pintu, lalu bertanya, "Apa kamu suka?"Claire duduk di ayunan sembari berkomentar, "Kamu pandai memilih tempat."Javier berjalan ke belakang Claire, lalu merangkul bahu Claire dan berbisik di telinganya, "Tentu saja tempatnya harus romantis karena kita mau menikmati waktu berdua."Pada siang hari, Claire dan Javier makan di restoran. Claire memakai gaun sutra lengan panjang yang dipadukan dengan rompi. Gaunnya sepanjang betis.Kebetulan, mereka berdua bertemu dengan Cahya yang sedang makan di restoran ini. Cahya mengangkat gelasnya, lalu tersenyum pada Javier dan Claire sembari berucap, "Kalau kalian nggak keberatan, mau makan sama-sama?"Claire tidak keberatan. Bagaimanapun, Cahya adalah teman mereka. Dia langsung
Bisnis pemandian air panas di Kota Jimbar memang tidak sebagus Pulau Yanno. Alasan utamanya adalah pemandangan di Pulau Yanno sangat bagus. Cuacanya juga tidak terlalu dingin sehingga tidak akan turun salju pada musim dingin.Berbeda dengan Kota Jimbar yang akan turun salju saat musim dingin. Bahkan, salju di jalan akan membeku ketika suhu udaranya sangat rendah sehingga jalanan akan sulit dilewati. Hanya pemandangan salju yang bisa dilihat jika pergi berlibur ke Kota Jimbar. Namun, orang yang pernah direpotkan oleh jalanan bersalju pasti tidak ingin mengunjungi Kota Jimbar lagi.Javier meletakkan peralatan makan, lalu menyeka jari-jarinya dengan saputangan dan berujar seraya memandang Cahya, "Aku tidak ingat kamu tertarik dengan bidang ini."Cahya menunduk, jari-jarinya mengetuk gelas saat dia berbicara, "Keluargaku mempersulitku. Selain karier di dunia hiburan, bisnis lain nggak cukup memenuhi standarku untuk hidup mandiri.""Hidup mandiri?" tanya Claire yang terkejut. Apa ini artiny
Claire membenamkan wajahnya di bahu Javier, benar-benar memalukan! Javier meletakkan Claire di kursi, lalu bertanya sambil mendekati Claire, "Mau main apa lagi?"Saat berada di rumah hantu, Claire sangat ketakutan sampai menangis. Kala ini, matanya masih basah karena air mata. Tampangnya sangat menyedihkan.Claire mengeluh, "Aku nggak mau main lagi."Javier tertawa dan menyeka air mata Claire, lalu berucap, "Ternyata kamu ada sisi penakutnya juga."Claire mendengus dan memalingkan wajahnya. Tatapan Claire tertuju pada bianglala yang berada tak jauh dari sana. Javier yang menyadarinya bertanya, "Kamu mau naik itu?"Claire mengangguk. Kemudian, Javier membawa Claire ke bagian bawah bianglala, lalu membayar tiketnya. Setelah itu, mereka berdua pun masuk ke kabin penumpang.Kabin penumpang bergerak ke atas dengan perlahan. Claire memandang ke luar dan tersenyum, dia berkomentar, "Kita pertama kali naik bianglala di Negara Shawana."Javier menatap Claire. Ketika bianglala bergerak makin tin
Cherry menatap Candice sembari meledek, "Kamu cemburu, ya."Beberapa saat kemudian, Candice baru merespons. Dia mengambil bantal dan melemparkannya pada Cherry, lalu berseru, "Jangan memancing amarahku!"Cherry membungkuk untuk mengambil bantal, lalu meletakkannya kembali ke atas ranjang. Dia berkata, "Sudahlah, bagaimanapun juga Louis yang menyelamatkanmu. Lukamu nggak separah Louis. Kamu seharusnya pergi menjenguknya."Mendengar ini, Candice hanya diam. Sore hari, Candice menuju kamar rawat Louis. Setelah berdiri di depan pintu dan ragu untuk sejenak, dia akhirnya membuka pintu. Terlihat Louis yang sedang duduk di atas ranjang sambil membaca majalah. Pipinya masih diperban dan sudut bibirnya tampak memar.Setelah melihat Candice, Louis seketika menghentikan aktivitasnya. Dia langsung meletakkan majalahnya seraya bertanya, "Kenapa kamu kemari?"Candice berhenti di sebelah ranjang Louis. Dia seketika merasa gugup dan tidak tahu harus berbuat apa. Dia melipat kedua tangannya dengan gel
“Oh, ya, di mana Kak Ariel?” tanya Bastian.Jodhiva membalas, “Dia lagi temani ayahnya untuk jalan-jalan. Sekarang aku juga mau nyusul ke sana. Aku permisi dulu.”Usai berbicara, Jodhiva meninggalkan tempat.Bastia berdecak sembari menggeleng. “Orang yang sudah punya istri memang berbeda.”“Kamu ngomongnya seolah-olah kamu nggak sama dengan dia.” Yura juga meninggalkan tempat.Bastian meletakkan gelasnya, lalu mengikuti langkah Yura. “Hei, kenapa kamu malah meninggalkanku. Tunggu aku.”Claire berhenti di hadapan Javier. Javier menggandeng tangannya. “Sudah selesai mengenang masa lalu?”“Menurutmu? Bukannya sore nanti, kamu dan Ayah akan pergi ke Kediaman Keluarga Tanaka?”Javier tersenyum. “Aku lagi menunggumu untuk makan di sana.”Roger berjalan di sisi Izza, lalu menatap mereka. “Tuan Javier, Nyonya Claire. Kalau begitu, kamu pergi cari Ayah Angkat dulu.”Javier mengangguk. Dia merangkul pundak Claire, lalu berjalan ke koridor. Cahaya matahari dipantulkan ke sisi jendela. Bayangan d
Jessie tersenyum lebar. “Kalau begitu, aku akan mengenakan mahkota ini saat pernikahanku nanti. Anggap saja sebagai iklan desain ibuku.”Jules memeluk Jessie dari belakang. “Yang penting kamu suka.”…Anggota Keluarga Fernando baru tiba di Negara Hyugana dua hari sebelum resepsi pernikahan. Mereka tinggal di hotel yang dipesan Jules. Seluruh hotel ini telah dipesan oleh anggota keluarga kerajaan untuk menjamu para hadirin.Keluarga Chaniago dan Keluarga Kenata juga telah datang. Tobias juga tidak absen. Bahkan Shinta, Erin, Levin, dan Samuel yang berasal dari dunia hiburan juga telah datang. Tentu saja, Yura dan Bastian juga masuk dalam daftar undangan.Claire tiba di restoran. Pelayan membawanya ke dalam ruangan VIP. Ketika melihat pria yang duduk di dalam sana, dia pun tersenyum. “Ayah Angkat.”Owl memutar tubuhnya dengan perlahan. Sudah bertahun-tahun mereka tidak bertemu. Owl masih seperti dulu saja, tapi tubuhnya kelihatan lebih kurus dari sebelumnya. Claire langsung maju untuk m
Orang lainnya juga ikut tersenyum.Menjelang malam, seluruh kota diselimuti dengan cahaya lampu neon. Setelah Jessie dan Jules menyelesaikan makan malam, mereka pun kembali ke Kompleks Amara.Jessie baru selesai mandi. Rambutnya pun masih basah. Jules mengambil handuk dari tangan Jessie, lalu membantunya untuk mengeringkan rambut.Saat ini, Jessie duduk di depan meja rias sembari menatap orang di dalam cermin. Senyuman merekah di atas wajahnya. “Kak Jules, aku sangat menantikan resepsi pernikahan kita.”“Oh, ya?” Jules mengusap rambut lembut Jessie. “Aku juga menantikannya.”“Aku merasa hidupku sangat sempurna karena bisa menikah dengan orang yang paling aku cintai, apalagi bisa bersama orang yang aku cintai berjalan ke jenjang berikutnya.”Jules pun tertawa, lalu membungkukkan tubuhnya untuk berbisik di samping telinga Jessie. “Apa kamu tahu, keinginan dalam hidupku juga sudah terwujud.”Jessie menoleh untuk menatapnya. “Keinginan apa?”Jules berbisik di samping telinga Jessie, “Menik
Hiro mengiakan.“Setelah di luar beberapa saat, kamu menjadi semakin dewasa saja.” Naomi menepuk-nepuk pundaknya. “Semoga kamu bisa semakin baik lagi.”Hiro hanya tersenyum dan tidak berbicara.…Dalam sekejap mata, akhirnya telah sampai ke akhir bulan. Liburan Jessie dan yang lain sudah berakhir. Mereka pun kembali ke ibu kota.Claire dan Javier berdiri di depan halaman untuk menunggu mereka. Setelah mereka menuruni mobil, Jessie langsung berlari ke sisi mereka. “Ayah, Ibu!” Dia langsung memeluk kedua orang tuanya.Javier mengusap kepala Jessie dengan tidak berdaya. “Padahal kamu sudah dewasa, masih saja minta dipeluk.”Senyuman di wajah Jessie semakin lebar lagi. “Tapi, di mata kalian, selamanya aku itu anak kecil!”Claire tersenyum tipis. Dia menatap beberapa orang yang berjalan kemari. “Baguslah kalau kalian bermain dengan gembira. Ayo, kita ke dalam dulu. Nanti malam kita makan bersama.”Setelah Dacia dan Ariel memasuki rumah, mereka duluan naik ke lantai atas untuk melihat anak.
Jules menatap mereka. “Kebetulan sekali kalian juga ada di sini.”Yura membalas, “Aku dan Bastian memang ada di sini. Setelah lihat unggahan Jessie, aku baru tahu ternyata kalian juga di sini.”Jessie membawanya ke tempat duduk. “Kalau begitu, kita tinggal beberapa hari bersama.”Setelah Bastian duduk, Jodhiva memperkenalkannya kepada Dacia dan Jessie. “Ini adik iparku, Dacia, dan adikku, Jessie.”“Aku pernah bertemu mereka di pernikahanmu.” Bastian masih mengingatnya. Dia pun berkata, “Adikmu itu satu sekolah dengan istriku. Istriku sering mengungkitnya.”Yura menatapnya. “Istrimu? Belum pasti aku akan menjadi istrimu.”Kening Bastian berkerut. “Kita saja sudah tunangan. Apa kamu masih bisa menikah sama orang lain?”Semua orang pun tertawa. Hanya Jessie saja yang terbengong. “Tunangan apaan? Yura, kamu sudah tunangan?”Yura berdeham ringan. “Aku lupa beri tahu kamu.”“Kamu nggak setia kawan banget, sih. Malah nggak beri tahu aku. “Jessie mencemberutkan bibirnya. Dia benar-benar tidak
Bos pemilik permainan berkata, “Dua puluh ribu diberi tiga kesempatan.”“Mahal sekali? Dua puluh ribu hanya diberi tiga kali kesempatan saja?” Dacia merasa sangat tidak menguntungkan.Bos mengangkat kepalanya. “Ini sudah paling murah. Tempat lain malah tiga puluh ribu.”Jessie menarik Dacia. “Dua puluh ribu juga nggak masalah. Nggak gampang bagi mereka untuk berbisnis. Kita juga cuma main-main saja.”Seusai berbicara, Jessie mengeluarkan uang tunai sebesar empat puluh ribu kepada bos. “Berarti enam kali kesempatan, ya.”Bos menyerahkan enam gelang kepada Jessie. Jessie menyukai sebuah gelang. Dia tahu gelang itu hanya barang KW, tapi kelihatannya sangat cantik. Jessie melempar ke sana, tetapi dia tidak berhasil mendapatkannya.Setelah melempar dua kali lagi, Jessie masih saja tidak berhasil mendapatkan targetnya. Sekarang hanya tersisa tiga kali kesempatan.Ketika melihat Jessie putus asa, Ariel pun mengambil sisa gelang dari tangan Jessie. “Coba lihat aku.”Ariel melirik tepat ke sisi
Larut malam, kota kuno ini terasa sunyi dan hening, hanya suara serangga yang bergema di antara rerumputan.Sebuah lampu menerangi rerumputan di luar tenda, menambah suasana menjadi semakin hening dan tenang.Jessie membalikkan tubuhnya masih belum tertidur. Saat sebuah tangan panjang merangkul pinggangnya, lalu memasukkan Jessie ke dalam pelukannya. “Tidak bisa tidur?”“Emm.” Jessie bersandar di dalam pelukannya. “Kak Jules, aku ingin ke toilet, tapi aku nggak berani.”Jules mencium kening Jessie. “Biar aku temani.”Mereka berdua berjalan keluar tenda. Jules mengeluarkan senter, lalu berjalan bersama Jessie. Saat mereka tiba di depan pepohonan, Jessie membalikkan tubuhnya untuk menatap Jules. “Tunggu aku di sini.”Jules mengangguk. “Panggil aku kalau ada apa-apa.”Jessie berjalan ke dalam pepohonan, tetapi dia juga tidak berani berjalan terlalu jauh.Setelah buang air, Jessie segera keluar dan memeluk lengannya. “Selesai.”Jules mengulurkan tangan untuk merangkul Jessie.Setelah kemba
Jodhiva juga tersenyum. “Cepat juga, tapi masih tergolong pagi.”Jessie menyandarkan kepalanya di atas paha Jules sembari memandang langit. Beberapa saat kemudian, dia bertanya, “Kenapa rasanya bakal turun hujan?”Orang-orang langsung melihat ke sisi Jessie.Jerremy menarik napas dalam-dalam. “Kamu jangan sembarangan bicara.”Dacia memandang ke atas langit. Langit memang kelihatan cerah, tetapi malah kelihatan mendung di bagian atas gunung. “Mungkin cuma mendung saja?”Sudah jam segini, tapi matahari masih belum menampakkan diri. Seharusnya hanya mendung, tidak sampai tahap turun hujan.Ariel berkata, “Ramalan cuaca hari ini tidak mengatakan akan turun hujan hari ini. Aku merasa seharusnya tidak akan turun hujan.”Kecuali, ramalan cuaca tidak akurat!Beberapa orang tinggal sejenak. Jules merasa ada tetesan air di wajahnya. Dia mengusap sejenak. “Eh, turun hujan, deh.”Ariel duduk di tempat. “Apa?”Jessie menunjukkan senyuman canggung di wajahnya. “Firasatku mengatakan bakal turun hujan
Yang lain juga sudah setuju.Setelah masakan disajikan, Jessie melihat makanan berwarna putih dengan berbentuk seperti kipas. Dia bertanya pada bos, “Apa ini?”Bos memperkenalkan dengan tersenyum, “Ini namanya ‘milk fan’, terbuat dari susu. Karena warnanya putih dan agak transparan, ditambah bentuknya seperti kipas, makanan ini pun diberi nama ‘milk fan’.”Ariel mencicipinya. “Emm, rasanya enak juga.”Dacia dan Jerremy juga telah mencicipinya. Rasanya memang cukup enak.Setelah masakan selesai dimasak, Bos pun menyajikan ke atas meja. “Ini adalah mie beras dengan ditaburi ayam dingin dan berbagai bahan tambahan. Ayam dimasak dengan bumbu khas, lalu disiram dengan saus buatan sendiri, minyak cabai, minyak lada hitam, dan ditambahkan kenari panggang. Ini adalah salah satu makanan khas daerah kami. Biasanya para wisatawan juga sangat menyukainya.”Jessie mencicipi sesuap. Ariel pun bertanya, “Gimana rasanya?”Jessie mengangguk, lalu menyantapnya dengan suapan besar.Yang lain juga ikut me