Ekspresi Candice menjadi masam, dia berucap dengan kesal, "Si ... siapa yang mengintipmu? Jangan mimpi! Lagi pula, memangnya ada yang menarik dari kamu?"Louis menggoda, "Siapa tahu kamu punya niat jahat kepadaku?"Candice menunjuk dirinya sendiri seraya bertanya, "Aku punya niat jahat kepadamu? Huh. Kalau memang begitu, sejak awal aku pasti ...."Louis mengangkat alis dan bertanya, "Pasti apa?"Candice berdeham dan menyahut, "Mau tahu saja!"Louis tidak berbicara. Melihat cairan infus yang hampir habis, dia menekan bel. Kemudian, suster berjalan masuk dan mengganti botol infus, lalu berkata dengan lembut, "Tuan, besok dan lusa kami akan menyuntikkan obat untuk meredakan peradangan."Louis mengangguk. Setelah suster keluar, Candice berdecak dan berkomentar, "Suster ini lembut sekali kepadamu. Kalau dia bisa begini juga kepadaku, mungkin aku akan cepat sembuh setelah disuntik beberapa kali." Candice sangat kesakitan setiap kali disuntik.Louis memandang Candice sembari bertanya, "Mau ta
Perasaan khawatir dan takut muncul di hati Javier, seolah-olah dia pernah merasakan hal yang sama dulu. Javier punya firasat buruk karena Claire tiba-tiba menghilang. Javier merogoh sakunya, dia baru sadar ternyata dia lupa membawa ponsel saat keluar.Cahya menyerahkan ponselnya kepada Javier dan berkata, "Coba kamu telepon dia."Javier juga tidak menolak bantuan Cahya. Pada saat-saat genting seperti ini, Javier tidak memedulikan hal lain lagi. Namun, Javier malah tidak bisa mengingat nomor telepon Claire.Javier memegang ponsel dengan erat dan berusaha mengingat nomor telepon Claire. Kenapa dia tidak bisa ingat? Tidak mungkin dia melupakan nomor telepon Claire.Cahya melihat gerakan Javier yang terhenti saat hendak memasukkan nomor telepon. Cahya langsung membuka daftar kontak dan berujar, "Ketik saja namanya."Raut wajah Javier menjadi muram. Namun, sekarang Javier tidak sempat menanyakan alasan Cahya mempunyai nomor telepon Claire. Javier langsung menelepon Claire.Akan tetapi, Clai
Ini adalah pertama kalinya Cahya memukul orang di depan Claire. Sementara itu, Claire juga baru pertama kali melihat Cahya begitu marah sampai-sampai tidak memedulikan citranya.Cahya berkata kepada Javier dengan ekspresi datar, "Tiga tahun yang lalu, saat kamu bilang di hadapan Claire bahwa kamu menyerahkan Claire kepadaku, aku sudah berniat memukulmu."Javier terdiam. Cahya maju dan mencengkeram kerah baju Javier, lalu membentak, "Kita tumbuh besar bersama, seharusnya kamu memahamiku. Kalau aku memang berniat merebut Claire darimu, aku pasti sudah turun tangan sejak awal. Apa aku akan memberimu kesempatan untuk bertindak?"Javier tetap tidak berbicara. Claire melepaskan kepalan tangannya, lalu menarik napas dalam-dalam dan berujar, "Tuan Cahya, kamu lepaskan dia dulu. Aku mau bicara dengannya."Cahya melepaskan tangannya, lalu mengambil topeng dan membersihkan pasir di tubuhnya. Setelah itu, Cahya baru pergi.Claire memandang Javier dengan sikap yang tenang dan menjelaskan, "Aku puny
Dessy terdiam sejenak, lalu berujar, "Oke, aku juga nggak bisa mengaturmu. Hanya ini yang mau aku bicarakan."Setelah mengakhiri panggilan telepon, Cahya menyerahkan ponsel kepada Rina. Kemudian, Rina berkata seraya menatap Cahya, "Fergus itu sutradara yang sangat terkenal di dunia hiburan. Semua aktor atau aktris tenar pun menghormatinya. Kalau kamu menolaknya, takutnya dia ...."Cahya menyela, "Nggak masalah, nanti aku akan menjelaskan kepadanya. Lagi pula, waktu yang diberikan Keluarga Chaniago kepadaku nggak banyak lagi. Aku nggak mungkin terus mengandalkan pencapaianku di dunia hiburan untuk membujuk keluargaku."Jika ingin meninggalkan Keluarga Chaniago, Cahya harus mendapatkan pengakuan kakeknya. Bagaimanapun, Cahya harus berhasil berinvestasi pada proyek di Pulau Yanno.Di sisi lain, Claire melempar bantal dan selimut ke sofa dan berucap pada Javier, "Malam ini kamu tidur di sini."Selesai bicara, Claire langsung kembali ke kamar tidur dan menutup pintu tanpa menoleh sedikit pu
Rina yang duduk di samping Cahya sengaja mengalihkan pembicaraan untuk mencairkan suasana di ruangan, "Semalam kita belum sempat pergi ke pemandian air panas. Bagaimana kalau malam ini kita pergi?"Cahya menjepit sushi dengan sumpit ke piringnya, sedangkan Javier mengambil cangkir dan meminum teh. Sementara itu, Rina memandang Claire yang tenang dengan tatapan memelas. Claire melirik Javier dan Cahya sekilas, lalu berujar, "Javier, bagaimana dengan janjimu semalam?"Gerakan Javier yang sedang meminum teh terhenti. Dia meletakkan cangkir teh di atas meja dan menatap Cahya lekat-lekat. Cahya menyipitkan matanya.Setelah beberapa saat, Javier melontarkan satu kata dengan enggan, "Maaf."Cahya sama sekali tidak mendongak saat berucap, "Aku nggak dengar."Javier memegang cangkir teh dengan erat dan berkata dengan geram, "Aku bilang maaf, semalam aku memukulmu. Tapi, kamu sudah memukul balik, jadi kita impas."Cahya menatap Javier sembari menyahut, "Oh. Karena Tuan Javier sudah minta maaf, a
Chelsea tertawa saat melihat Candice yang bersikap waswas kepadanya. Chelsea berkata dengan lugas, "Nona Chelsea nggak perlu khawatir, aku nggak akan berbuat macam-macam kepadamu. Aku hanya ingin berbincang."Hujan masih belum reda. Suasana di dalam kamar menjadi hening sesaat. Candice menunduk saat berbicara, "Kamu pasti mau memintaku meninggalkan Louis, 'kan? Tenang saja. Asalkan pertunangan kita dibatalkan, aku nggak akan berebut denganmu."Daripada membiarkan orang lain bicara sembarangan, lebih baik Candice langsung membicarakannya sekarang. Chelsea mengamati Candice beberapa saat, lalu tertawa dan berujar, "Aku memang berpikiran seperti itu sebelum pulang dari luar negeri."Chelsea memandang ke luar jendela sambil melanjutkan ucapannya dengan ekspresi kecewa, "Aku sudah menemaninya selama 6 tahun. Aku pikir sekalipun Louis minta putus, aku tetap bisa kembali ke sisinya setelah pulang."Candice tertegun, lalu menatap Chelsea dengan kebingungan. Raut wajah Chelsea tampak kecewa dan
Candice ragu-ragu sesaat, lalu membuka pintu dan menatap Louis seraya menyahut, "Mau."....Di Pulau Yanno, Claire, Javier, Cahya, dan Rina duduk di mobil sambil menikmati pemandangan di sekitar pulau. Kedua sisi jalan dipenuhi dengan pohon sakura yang berdampingan dengan laut. Ketika mobil memasuki terowongan bawah laut, mereka bisa menikmati pemandangan yang berbeda dari platform observasi.Tempat parkir di platform observasi dipenuhi dengan mobil turis. Banyak turis berdiri di platform observasi untuk menikmati pemandangan biota laut. Mobil Claire dan lainnya berhenti di tempat parkir, lalu Claire dan Nina berjalan menuju platform observasi.Terowongan bawah laut di Pulau Yanno merupakan proyek paling hebat di Negara Makronesia. Ini satu-satunya terowongan yang memungkinkan para pendatang untuk menikmati pemandangan laut. Selain itu, terowongan ini terdiri dari 2 tingkat. Tingkat atas dibuat untuk lintasan kereta api dan tingkat bawah dijadikan jalan bebas hambatan untuk dilalui mob
Claire sudah mengetahuinya sejak awal. Entah kenapa Javier tidak suka dengan Cahya. Claire berujar, "Jelas-jelas kamu yang selalu mencari masalah, tapi kamu malah menyalahkan orang ...."Javier mencium Claire untuk membuatnya diam. Claire menggunakan topi untuk menutupi wajah mereka berdua karena takut dilihat orang. Javier tersenyum puas, dia membenamkan wajahnya di leher Claire dan bersungut-sungut, "Claire, kapan kita baru bisa berduaan? Aku tidak mau membawa 2 pengganggu lagi. Selain itu ...."Claire mengangkat alis dan bertanya, "Apa?"Javier mengeluh, "Kamu juga tidak membolehkan aku tidur denganmu waktu malam."Javier bermanja-manja dengan Claire sehingga membuat Claire gugup. Claire mengamati sekeliling, lalu mendorong Javier dan mengingatkan, "Jangan macam-macam, banyak orang di sini."Javier tersenyum dan menimpali, "Bagaimana kalau waktu sepi?"Wajah Claire memerah dan dia membentak, "Jangan keterlaluan!"Javier berkata dengan tegas, "Aku tidak peduli."Saat pandangan semua