Claire sudah mengetahuinya sejak awal. Entah kenapa Javier tidak suka dengan Cahya. Claire berujar, "Jelas-jelas kamu yang selalu mencari masalah, tapi kamu malah menyalahkan orang ...."Javier mencium Claire untuk membuatnya diam. Claire menggunakan topi untuk menutupi wajah mereka berdua karena takut dilihat orang. Javier tersenyum puas, dia membenamkan wajahnya di leher Claire dan bersungut-sungut, "Claire, kapan kita baru bisa berduaan? Aku tidak mau membawa 2 pengganggu lagi. Selain itu ...."Claire mengangkat alis dan bertanya, "Apa?"Javier mengeluh, "Kamu juga tidak membolehkan aku tidur denganmu waktu malam."Javier bermanja-manja dengan Claire sehingga membuat Claire gugup. Claire mengamati sekeliling, lalu mendorong Javier dan mengingatkan, "Jangan macam-macam, banyak orang di sini."Javier tersenyum dan menimpali, "Bagaimana kalau waktu sepi?"Wajah Claire memerah dan dia membentak, "Jangan keterlaluan!"Javier berkata dengan tegas, "Aku tidak peduli."Saat pandangan semua
Javier yang tampak seksi memerangkap Claire sehingga Claire tidak bisa kabur lagi.....Javier menggendong Claire kembali ke kamar. Claire bersandar di pelukan Javier dan rambut Claire yang basah menempel di lehernya. Wajah Claire yang memerah tampak menawan.Javier meletakkan Claire di sofa. Kemudian, Claire menendang Javier, lalu berpindah ke sisi lain dan berbaring di tempat itu.Javier mengambil handuk di kamar mandi, lalu duduk di sofa sambil menyeka rambut Claire. Javier tertawa dan bertanya, "Kamu marah lagi, ya?"Claire mendengus dan mengabaikan Javier. Sementara itu, Javier menyeka rambut Claire dengan sabar dan berujar, "Siapa suruh kamu mengelabuiku?"Claire berbalik, lalu menopang kepalanya dan memandang Javier seraya membentak, "Jadi, ini salahku?"Javier tertawa dan menyahut, "Bukan."Claire berbaring di kaki Javier, sedangkan Javier membelai rambut Claire yang setengah basah. Javier tersenyum dan berkomentar, "Rambutmu sangat bagus."Claire menatap Javier dan menimpali,
Rina duduk di hadapan Claire dan berkata, "Maaf sudah merepotkanmu, Nyonya Claire.""Nggak apa-apa." Claire tersenyum sembari melanjutkan, "Nggak repot sama sekali. Aku justru datang karena ingin meminta bantuanmu."Rina bertanya dengan bingung, "Bantuan apa yang Nyonya ingin aku lakukan?"Claire tersenyum dan menjawab, "Tentu saja berpura-pura pacaran."Mendengar ini, Rina sontak terbelalak. "Kamu jangan salah paham. Maksudku adalah Cahya dan Javier berteman sejak kecil. Nggak ada salahnya kalau kita memanfaatkan kesempatan ini untuk membuat hubungan mereka makin erat." Claire menambahkan, "Beberapa hari ini, kamu juga sudah melihat interaksi mereka berdua. Mereka memang terlihat berselisih, tapi aku merasa hubungan mereka sebenarnya baik-baik saja."Rina tentu saja bisa melihat dengan jelas. Dia sudah mengikuti Cahya untuk waktu yang lama. Meskipun memiliki banyak kenalan di dunia hiburan, Cahya hanya memiliki sedikit teman dekat. Rina tahu bahwa Cahya dan Javier sudah kenal lama. M
Claire menopang dagu dengan tangannya sembari bertanya, "Mungkin dia bukan meneleponmu untuk urusan kantor?"Javier mendongak untuk melihat istrinya sejenak. Belum lama yang lalu, telepon dari Roger telah terputus. Namun, pria itu malah lagi-lagi menelepon. Kali ini, Javier memutuskan untuk mengangkat teleponnya, lalu bertanya, "Ada apa?"Begitu telepon tersambung, Roger langsung berkata, "Tuan Javier, kenapa kamu baru mengangkat teleponku? Aku sudah diteror media secara gila-gilaan!"Mendengar ini, Javier agak memicingkan matanya sambil bertanya, "Untuk apa mereka mencarimu?""Bukannya kamu mengajak Tuan Cahya bekerja sama dalam proyek investasi Pulau Yanno? Para wartawan itu meneleponku demi menanyakan hal ini." Usai berkata demikian, Roger kembali bergumam, "Tapi, bukannya kamu lagi berbulan madu sekarang? Kenapa malah sibuk dengan proyek investasi? Apa kamu ingin membuat hotel pemandian air panas?"Begitu mendengar penjelasannya, Javier tampak mengernyit. Kemudian, dia tiba-tiba me
Cahya dan Javier memang berteman. Kini, perihal kerja sama proyek investasi antara keduanya di Pulau Yanno telah terungkap di internet. Hal ini pun makin memvalidasi hubungan dekat mereka.Tindakan Cahya yang menolak tawaran pekerjaan demi membantu teman akan sangat mudah mendapatkan dukungan dari para penggemar. Selain itu, berita negatif juga tidak bisa menyerangnya begitu saja.Pihak yang batal bekerja sama dengan Cahya mungkin akan merasa kesal. Namun, mengingat kedudukan Javier di dunia bisnis, termasuk kekuatan finansial Grup Angkasa yang tidak bisa diremehkan, kalaupun mereka berani bergosip secara diam-diam, tetapi siapa yang akan berani mempermasalahkannya?Setelah berdiri di depan jendela dan merenung sejenak, Cahya pun kembali ke mejanya untuk meminum kopi, lalu berucap, "Dari apa yang kutahu, Javier bukan tipe orang yang akan secara tiba-tiba mengulurkan tangan tanpa diminta."Mendengar ini, Rina sontak menunduk sambil menjelaskan, "Maaf, Kak Cahya. Sebenarnya, Nyonya Clair
George yang sopan pun menjabat tangan Louis, lalu menyebutkan namanya, "George."Louis segera berkata, "Ternyata kamu adalah George."George tampak memicingkan mata sembari bertanya, "Apa kamu mengenalku?"Sementara itu, Candice yang kebingungan pun mendekati Louis untuk bertanya, "Kenapa kamu bisa tahu George?"Louis menatapnya dan menjawab dengan jujur, "Dari foto itu."Setelah tertegun sejenak, Candice baru tersadar kembali dan segera bertanya, "Apa? Ayahku mengirim foto itu kepadamu?"Mendengar ini, Louis pun berkata sambil tersenyum, "Dia hanya mengirimkan foto tunanganku. Apa ada yang salah?""Kamu ...." Candice sontak tidak bisa berkata-kata.George hanya diam dan menyaksikan interaksi mereka sejenak. Beberapa saat kemudian, dia berpamitan seraya tersenyum, "Aku jenguk nenekku dulu, ya."Begitu mendengar perkataannya, Candice langsung mengabaikan Louis, lalu menatap George sambil bertanya, "Nenekmu dirawat inap?" Hal ini membuat raut wajah Louis menjadi suram.Sementara itu, Geo
Louis memegang bahu Candice, lalu bertanya, "Kamu tidak percaya diri, ya?"Candice mendorongnya perlahan sembari menjawab, "Aku benar-benar nggak bisa ...."Saat ini, pria tua itu tiba-tiba berdiri sambil berucap, "Bagaimana kalau kamu coba memainkannya?"Candice sangat terkejut mendengarnya. Dia sontak melambaikan tangan dan menolak, "Kakek, aku ...."Akan tetapi, pria tua itu malah berkata sembari tersenyum ramah, "Nggak apa-apa, dicoba saja. Kalau mainnya jelek, aku juga nggak akan menyalahkanmu."Segera setelah itu, Louis pun mendorong Candice ke depan. Wanita itu menoleh untuk melihatnya, lalu mengambil tehyan dari tangan si pria tua. Candice sudah sangat lama tidak menyentuh alat musik. Begitu memegangnya lagi, dia amat terkejut dan kembali merasakan apa yang sudah lama tidak dirasakannya.Kemudian, Candice duduk di tempat pria tua itu tadi. Kini, orang-orang yang sedang berjalan di taman menatap ke arahnya. Usai menenangkan pikiran, Candice mulai menarik senarnya. Mungkin karena
Saat ini, Candice tampak mencubit pipinya sendiri, lalu memandang Louis sambil bertanya, "Ini bukan mimpi, 'kan? Kakek yang tadi, dia ternyata adalah ... idolaku!"Louis pun bantu mencubitnya sembari bertanya, "Sakit, 'kan?"Candice tampak mengangguk seraya menjawab, "Sakit!"Sementara itu, Louis yang mencubitnya malah enggan melepaskan tangannya. Kemudian, dia segera melanjutkan, "Baguslah kalau sakit. Kamu cukup beruntung bisa bertemu dengannya."Candice hanya menatapnya. Setelah sekian lama, dia baru sadar dan menepis tangan pria itu sembari bertanya, "Kamu pasti sengaja, 'kan?"Namun, Louis malah mengangkat alis seraya berbalik bertanya, "Sengaja apa?"Segera setelah itu, Candice menunjuknya dan kembali bertanya, "Kamu itu guru di Akademi Musik Royal. Sejak awal, kamu sudah tahu bahwa dia adalah Senior Johan, 'kan?"Louis segera menepis jari wanita itu, lalu menjelaskan dengan serius, "Memangnya kenapa kalau aku tahu? Bukan berarti aku yang sengaja mempertemukan kalian. Apalagi, ka