Louis memegang bahu Candice, lalu bertanya, "Kamu tidak percaya diri, ya?"Candice mendorongnya perlahan sembari menjawab, "Aku benar-benar nggak bisa ...."Saat ini, pria tua itu tiba-tiba berdiri sambil berucap, "Bagaimana kalau kamu coba memainkannya?"Candice sangat terkejut mendengarnya. Dia sontak melambaikan tangan dan menolak, "Kakek, aku ...."Akan tetapi, pria tua itu malah berkata sembari tersenyum ramah, "Nggak apa-apa, dicoba saja. Kalau mainnya jelek, aku juga nggak akan menyalahkanmu."Segera setelah itu, Louis pun mendorong Candice ke depan. Wanita itu menoleh untuk melihatnya, lalu mengambil tehyan dari tangan si pria tua. Candice sudah sangat lama tidak menyentuh alat musik. Begitu memegangnya lagi, dia amat terkejut dan kembali merasakan apa yang sudah lama tidak dirasakannya.Kemudian, Candice duduk di tempat pria tua itu tadi. Kini, orang-orang yang sedang berjalan di taman menatap ke arahnya. Usai menenangkan pikiran, Candice mulai menarik senarnya. Mungkin karena
Saat ini, Candice tampak mencubit pipinya sendiri, lalu memandang Louis sambil bertanya, "Ini bukan mimpi, 'kan? Kakek yang tadi, dia ternyata adalah ... idolaku!"Louis pun bantu mencubitnya sembari bertanya, "Sakit, 'kan?"Candice tampak mengangguk seraya menjawab, "Sakit!"Sementara itu, Louis yang mencubitnya malah enggan melepaskan tangannya. Kemudian, dia segera melanjutkan, "Baguslah kalau sakit. Kamu cukup beruntung bisa bertemu dengannya."Candice hanya menatapnya. Setelah sekian lama, dia baru sadar dan menepis tangan pria itu sembari bertanya, "Kamu pasti sengaja, 'kan?"Namun, Louis malah mengangkat alis seraya berbalik bertanya, "Sengaja apa?"Segera setelah itu, Candice menunjuknya dan kembali bertanya, "Kamu itu guru di Akademi Musik Royal. Sejak awal, kamu sudah tahu bahwa dia adalah Senior Johan, 'kan?"Louis segera menepis jari wanita itu, lalu menjelaskan dengan serius, "Memangnya kenapa kalau aku tahu? Bukan berarti aku yang sengaja mempertemukan kalian. Apalagi, ka
Rina sontak tidak bisa berkata apa-apa. Kenapa dia merasa agak prihatin dengan Javier? Sementara itu, Javier dan Cahya kembali ke dalam mobil dengan ekspresi suram. Melihat keadaan ini, Rina pun bertanya, "Kenapa? Apa kalian nggak mencapai kesepakatan?"Javier segera mencibir, lalu menatap Cahya sekilas sebelum berkata, "Ada orang bodoh yang tidak cocok berbisnis. Kalau bukan karena aku, dia pasti sudah dibodohi orang lain." Sementara itu, Cahya menoleh ke arahnya sambil membalas, "Aku rela dibodohi. Memangnya apa hubungannya denganmu?"Javier tampak melipat kedua tangannya, lalu berkata, "Benar juga. Lagi pula, itu bukan uangku."Segera setelah itu, Cahya langsung menginjak pedal gas dan beranjak pergi. Begitu kembali ke hotel, Cahya memberikan kunci mobil kepada Rina dan langsung kembali ke kamarnya tanpa berbasa-basi. Sementara itu, Rina menoleh ke arah Claire sambil berucap, "Nyonya Claire, aku akan menyusul Kak Cahya dulu."Claire pun mengangguk. Javier yang berada di sisinya so
Rina mengangguk sambil menjawab, "Untungnya ada Tuan Javier. Kak Cahya selalu berkecimpung di industri hiburan, jadi dia nggak tahu apa-apa tentang industri bisnis. Kemarin, kalau bukan Tuan Javier, Kak Cahya benar-benar akan dibodohi.""Pihak lain meminta Kak Cahya untuk berinvestasi sebanyak 100 miliar dan kontraknya sebenarnya sangat jelas, tapi dia bilang nggak akan ada keuntungan di tahap awal," jelas Rina.Claire meminum jusnya, lalu menjelaskan dengan santai, "Pengembangan industri hotel pemandian air panas di Pulau Yanno memang sangat bagus dan menarik banyak pebisnis dari luar daerah untuk berinvestasi. Tapi, mereka juga menentukan target.""Bagaimanapun, ini adalah investasi besar. Pebisnis yang berpengalaman akan sangat berhati-hati. Sementara itu, Cahya jarang terlibat dalam industri bisnis. Mereka seharusnya menargetkannya karena ini," timpal Claire.Ketika pihak lain berani mengajukan permintaan agar Cahya menyuntikkan dana sebesar 100 miliar sebagai investor, itu artinya
Bel pintu kamar tiba-tiba berbunyi. Javier bangun, lalu berjalan ke ruang tamu dan membuka pintu. Ternyata itu adalah Rina. Wanita itu bertanya dengan sangat cemas, "Tuan Javier, apa ... apa kamu bisa menghubungi Kak Cahya? Dia masih belum pulang setelah pergi hari ini. Teleponku juga nggak diangkat."Javier memicingkan mata sambil bertanya, "Kapan dia pergi?"Rina yang wajahnya sudah pucat segera menjawab, "Pukul 09.00 tadi. Dia bilang ada urusan, lalu langsung pergi sendiri dengan membawa mobil. Aku sudah meneleponnya, tapi nggak diangkat terus.""Nggak bisa menghubungi Cahya?" tanya Claire. Saat ini, dia berjalan keluar dari kamar dan kebetulan mendengar percakapan antara Rina dan Javier.Rina mengangguk dengan cemas, lalu menjawab, "Iya. Aku ... aku khawatir Kak Cahya pergi mencari orang-orang itu. Bagaimanapun, ini adalah Pulau Yanno. Apalagi, Kak Cahya juga pergi sendiri dan belum pulang sampai sekarang."Javier segera mencoba menghubungi Cahya. Akan tetapi, tidak disangka bahwa
Pria paruh baya itu bergegas maju, lalu membungkuk sambil menyapa, "Kak Mike."Mike menyelipkan rokok di mulutnya dan mengisapnya dalam-dalam. Alhasil, kabut asap pun menutupi matanya. Saat ini, dia memicingkan mata ke arah Javier seraya berkata, "Aku bahkan belum pergi mencari kalian, tapi kalian malah datang sendiri?"Javier menunduk, lalu bertanya sambil tersenyum, "Di mana temanku?"Mike pun menatap si pria paruh baya. Setelah itu, pria paruh baya itu mengisyaratkan bawahannya untuk membawa Cahya keluar. Tak lama kemudian, Cahya telah dibawa ke sisi Javier. Begitu melihat Cahya, Javier langsung memperhatikannya dengan saksama. Selain sedikit luka memar di wajahnya, tidak ada anggota tubuhnya yang berkurang."Temanmu yang adalah artis ini bertemperamen buruk. Dia nggak ingin berunding dengan kami, jadi kami terpaksa memberinya pelajaran," jelas Mike. Setelah itu, dia mengangkat gelas dan menegak habis anggur yang tersisa di dalamnya.Javier sontak berkata sambil tersenyum, "Kalau wa
Uang 200 miliar adalah godaan yang besar. Hati siapa yang tidak akan tergerak? Mike memang melakukan ini untuk mencari uang dan keuntungan. Kehilangan 100 miliar dan mendapatkan 200 miliar memang adalah transaksi yang menguntungkan.Saat ini, Javier mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Roger, lalu meminta bank untuk menyiapkan uang tunai sebanyak 200 miliar. Roger sudah tahu bahwa sesuatu telah terjadi pada mereka di Pulau Yanno. Momen ketika dia meminta bank untuk menyiapkan uang, dia juga menggerakkan orang-orangnya untuk bergegas ke Pulau Yanno.Selama proses panggilan telepon, Mike selalu berada di samping Javier. Lantaran pemuda ini tidak macam-macam, Mike pun berkata sambil tersenyum, "Tuan, kamu memang luar biasa karena bisa memberikan uang 200 miliar dengan semudah itu. Kalau boleh tahu, siapa nama Tuan dan dari mana kamu berasal?"Javier menjawab sambil tersenyum, "Aku berasal dari ibu kota dan memiliki perusahaan sendiri. Margaku Kumala.""Oh, ternyata Tuan Kumala. Maafka
Pria paruh baya merasa ucapan Javier masuk akal, dia berkata, "Kak Mike, 200 miliar bukan nominal kecil."Namun, Mike tidak memedulikan pria paruh baya, dia menatap Javier sembari bertanya, "Aku penasaran, kalau kamu punya 200 miliar, kenapa kamu nggak langsung mentransfer uangnya, tapi malah menarik uang tunai?"Javier mengerjap dan menyahut, "Tadi kamu juga setuju waktu aku menyebut uang tunai 200 miliar."Mike tiba-tiba memikirkan sesuatu, lalu langsung berdiri dan berucap dengan ekspresi muram, "Kamu mau mengulur waktu, ya?"Javier tidak berkomentar. Kala ini, orang yang bergegas masuk dari luar berteriak, "Kak Mike!" Dia menghampiri Mike dan berbisik kepada Mike.Mike membanting gelas di tangannya dan membentak, "Ternyata kamu mengelabuiku!" Anak buah Mike segera mengepung Javier dan Cahya serta memblokir jalan keluar. Di pusat pemandian yang berada di lantai 5, Cahya dan Javier juga akan kesulitan kabur.Javier tetap tampak tenang, tetapi dia mengepalkan tangannya yang dimasukkan