Malam harinya, Claire pergi menjemput Candice.Candice mengenakan rok gantung dengan menguncir dua rambutnya. Dia kelihatan sangat muda dan berenergik. Candice memasuki mobil, lalu memasang sabuk pengaman. “Kenapa kamu tiba-tiba ajak aku untuk minum?”Claire menjalankan mobilnya. Dia hanya tersenyum saja. “Suasana hatiku lagi buruk.”“Apa kamu lagi berantem sama Javier? Atau?” Candice merasa ada yang aneh dengan diri Claire. “Bukankah sebelum kalian ke Negara Shawana, kalian itu baik-baik saja?”Bulu mata Claire bergerak. Hingga detik ini, dia masih tidak sanggup untuk mengatakan kata “cerai”.Claire tidak ingin mengatakannya. Mungkin dia ingin semua orang menganggap mereka masih merupakan suami istri yang saling mencintai satu sama lain. Meskipun harus berakting dan membohongi diri sendiri, Claire juga tidak keberatan.Setelah mereka sampai di sebuah pub, mereka berdua memesan cocktail. Candice menyedot minuman sembari mengaduknya. “Claire, sepertinya kamu lagi ada masalah?”Claire te
“Louis, tak disangka kamu akan panggil calon istrimu untuk minum bersama. Langka sekali!” Hans menggenggam gelas anggur, lalu menatap Louis sembari menyindir.Louis pun tidak menjawabnya.Candice melempar beberapa butir kacang ke sisi Hans. “Jangan sembarangan bicara!”Hans segera mengelak, lalu berkata dengan tersenyum, “Mana mungkin kami tidak tahu masalah pertunangan Keluarga Kenata dengan Keluarga Suryono?”Masalah pertunangan mereka memang telah diketahui oleh kalangan mereka. Informasi ini juga aktual. Meski Candice tidak mengakuinya, kenyataan sudah terpampang di luar sana.Donni yang duduk di samping Louis pun menyindir Cahya, “Cahya, apa kamu tidak mempertimbangkan masalah pernikahanmu?”Cahya meletakkan gelas minumannya. “Aku tidak buru-buru.”“Tidak buru-buru? Tapi umurnya sebaya dengan Tuan Javier. Ngomong-ngomong, sudah lama Tuan Javier tidak kumpul bersama kita.”Hans menatap Donni. “Dia sudah berkeluarga. Mana mungkin dia keluar untuk kumpul bersama si jomlo yang kerjaan
Candice juga tidak ingin sendirian di dalam ruangan. Saat dia mengambil tasnya, dia pun menyadari ponsel Claire ketinggalan di atas sofa.“Eh, kenapa dia ….”Saat menyentuh layar ponsel Claire, terlihat sebuah notifikasi pesan belum dibaca. Ketika terbaca isi dari pesan itu, Candice pun terbengong.Louis menatap Candice. “Ponselnya Claire?”Candice tidak berbicara. Dia mengambil ponsel, lalu segera mengejar langkah Claire.“Louis, ada apa dengan mereka …,” tanya Donni. Kedua lelaki lainnya juga terbengong.Louis menarik napas dalam-dalam, lalu berdiri. “Kalian minum dulu. Biar aku cari mereka.”Baru saja Candice hendak berjalan keluar pub, Louis pun langsung menariknya dan berkata dengan perlahan, “Coba telepon Cahya, tanya dia lagi di mana. Biar aku antar kamu ke sana.”Candice masih tidak merespons.Louis mengira Candice tidak kedengaran. Saat dia hendak mengulangi ucapannya, tiba-tiba Candice melihatnya. “Tuan Javier … dia mau bercerai sama Claire.”…Claire sedang duduk di bangku p
“Emm, aku iri dia memiliki orang tua yang begitu mencintainya. Aku juga iri dengan kebebasan yang dimilikinya.” Cahya pun tersenyum.Kesepian di mata Cahya membuat Claire yakin bahwa dia memang sangat iri dengan Javier. Cahya kembali berkata dengan nada datar, “Dulu pernah ada yang bilang sama aku. Kalau kita hidup tanpa impian dan tidak berani hidup menjadi diri sendiri, kehidupan itu akan sangat menyedihkan.”Cahya memalingkan kepala untuk menatap wanita di sampingnya. “Orang yang mengatakan ucapan itu adalah ibunya Javier, Tante Prisca.”Kali ini Claire terbengong melongo dan tidak berbicara.Kemudian, Cahya menambahkan, “Aturan keluargaku sangatlah ketat. Sejak kecil, selain harus belajar tata krama, aku juga diwajibkan untuk belajar banyak pengetahuan lainnya. Setelah aku bersekolah di sekolah swasta, bidang studi yang harus kupelajari pun semakin banyak lagi. Aku bahkan tidak punya waktu untuk rileks sama sekali. Bahkan, aku tidak berani berharap untuk bisa berteman.”Claire men
Claire tidak bersuara.Sebelumnya Claire pernah mendengarnya dari Yvonne. Waktu itu, jika Zefri tidak melepaskan Prisca, mungkin tidak akan ada Javier di dunia ini. Bahkan, bisa jadi Cahya juga bukan Cahya yang sekarang.Semuanya sudah ditakdirkan. Jika waktu itu para senior tidak melakukan keputusan itu, mungkin sekarang tidak akan ada Javier di dalam kehidupan Claire.Enam tahun silam, Claire hidup dalam kebimbangan. Enam tahun lalu, takdir kembali mempertemukan mereka. Mereka bisa saling bertemu, bukankah semua ini adalah pilihan Claire? Jika waktu itu Claire tidak nekat untuk kembali merebut Perusahaan Vienna, melainkan tinggal di Negara Shawana. Sepertinya seumur hidup Claire, dia tidak akan bertemu dengan ayah dari anak-anak.Cahya melihat jam tangan. “Sudah malam, aku antar kamu pulang.”Setelah mendengar cerita panjang Cahya, suasana hati Claire juga tidak terasa penat lagi. Dia pun berdiri. “Terima kasih.”“Kamu tidak usah sungkan sama aku. Berhubung kita saling kenal, kita pu
“Javier, kamu ….” Louis ingin sekali maju untuk meninjunya lagi. Namun, Candice terus menahannya. Dia juga tidak mungkin mendorong Candice.Biasanya Louis jarang bersikap gegabah, apalagi memukul orang. Hanya saja, Javier sudah keterlaluan!“Cukup.”Ekspresi Claire sangatlah tenang bagai sudah kehilangan semangat hidupnya saja. Kedua tangan yang dikepal erat juga terasa dingin dan sedikit gemetar.Claire mengangkat kepalanya untuk menatap Javier. Pada akhirnya, kedua matanya merona. Air mata yang berlinang di dalam matanya pun mulai menetes.Namun, Javier tidak melihatnya sama sekali, sepertinya Javier tidak berani menatapnya.“Javier, kalau aku nggak mau cerai, apa yang bisa kamu lakukan?” Claire bahkan sudah tidak memedulikan harga dirinya lagi. Dia masih ingin mengalah dan berusaha untuk berbaikan dengan Javier. Meski dia sudah diusir, dia juga tidak ingin pergi.Sewaktu di Negara Shawana, Javier bahkan rela mengorbankan nyawanya untuk melindungi Claire. Jadi, mana mungkin Javier ti
Waktu yang diberikan … tidaklah panjang.Pintu mobil ditutup dengan kuat. Mobil hitam melaju kencang dan menghilang di dalam kegelapan.Claire berdiri di tempat. Saat menunduk, tatapannya menjadi buram dan air mata menetes ke atas sepatunya.Candice segera berlari ke sisinya dan menahan pundaknya. “Claire, kenapa kamu nggak bersedia untuk melepaskannya? Padahal dia sudah begini ….”“Kalian nggak bakal mengerti.” Claire memotong ucapan Candice. Beberapa saat kemudian, Claire berkata, “Antar aku kembali ke Kediaman Adhitama.”Claire tidak mengangkat kepalanya sama sekali.Cahya menatap Claire sejenak, lalu berkata, “Aku bawa mobilku ke sini.”Saat perjalanan pulang ke Kediaman Adhitama, Claire menggenggam ponselnya, lalu berterima kasih pada Cahya, kemudian menuruni mobil.Tatapan Cahya tertuju pada bayangan punggung si wanita. Setelah Claire masuk ke dalam rumah, kening Cahya spontan berkerut. Dia seolah-olah kepikiran sesuatu, lalu mengirim pesan kepada seseorang.Saat ini, di vila Jav
“Kamu nggak usah kerja?”“Haih, bisa minta cuti, ‘kan? Paling-paling gajiku dipotong,” balas Candice sembari melambaikan tangannya.Claire mengangkat gelas kopi, lalu menyesapnya. Tiba-tiba dia merasa sangat mual. Dia segera meletakkan gelas kopi ke atas meja, kemudian berlari ke toilet.“Claire?” Candice juga ikut berdiri.Setelah Claire masuk ke kamar mandi, dia langsung membuka tutup kloset, lalu muntah ke dalamnya.“Claire, apa kamu baik-baik saja?”Candice melihat Claire sedang muntah. Dia pun merasa kaget. “Claire, jangan-jangan kamu ….”Claire pun kepikiran sesuatu. Dia tertegun sejenak. Belakangan ini, Claire memang sering mual, tidak selera makan, dan juga belum datang bulan. Jangan-jangan?Setelah keluar dari bilik toilet, Claire memegang perutnya sembari terbengong di tempat. Wajahnya terlihat agak pucat saat ini.Candice sungguh mencemaskannya. “Gimana kalau aku temani kamu untuk periksa ke rumah sakit?”Kali ini, Claire juga tidak menolak. Bagaimana jika Claire mengandung