Ariel dan Dacia memang tidak tergolong teman, tetapi Mellisa malah memarahi dirinya dan juga Dacia. Wanita itu memang hebat sekali, ya!Kali ini, Ariel melangkah maju. “Aku punya sopan santun atau nggak, juga nggak ada hubungannya sama kamu. Memangnya aku dinafkahi sama kamu? Kamu malah menyindir pemilik rumah di rumahnya. Kamu kira kamu itu siapa? Jangan-jangan kamu kira kamu baru nyonya rumah ini?”Ekspresi Mellisa langsung berubah. “Kamu … kenapa kamu malah omong kosong?”“Kenapa malah panik? Kamu juga nggak mungkin jadi nyonya rumah ini. Aku rasa selera Tuan Muda Jerry nggak akan buruk sampai menyukai wanita sepertimu.”Selesai berbicara, Ariel langsung teringat siapa wanita ini. Dokumen yang dibaca Jodhiva waktu itu adalah identitas dari wanita ini, ‘kan?Mellisa bahkan lebih buruk daripada Sania. Setidaknya, Sania blak-blakan, tidak bermuka dua seperti Mellisa.Kali ini, Mellisa tidak bisa menahan emosinya lagi. “Kamu ….”Namun, jika Mellisa meluapkan amarahnya di sini dan diperg
Mellisa mengambil tisu. “Nggak kenapa-napa. Hanya ada sedikit masalah dengan Clara. Apa aku boleh bertemu dengan Tuan Muda Jerry? Ada urusan sangat penting yang ingin aku beri tahu kepadanya.”Edwin merasa serbasalah. “Emm … Tuan Muda Jerry lagi rapat. Dia tidak ada waktu sekarang.”Mellisa berkata, “Nggak masalah. Aku bisa menunggunya.”Edwin memanggil Mellisa untuk duduk di ruangannya. Setelah menunggu sekitar setengah jam, akhirnya rapat berakhir. Jerremy berjalan kembali ke ruangannya. Sewaktu di koridor, Edwin mengatakan apa yang terjadi tadi.Tatapan Jerremy menjadi muram. Dia membuka pintu ruang kantor. Ketika melihat Jerremy, Mellisa berdiri dengan perlahan. “Tuan Muda Jerry.”Jerremy berdiri di belakang sofa. Ekspresinya kelihatan serius. Dulu Jerremy pernah mengatakan, Mellisa boleh melaporkan apa pun tentang kondisi Clara. Hanya saja, belakangan hari ini, frekuensi kedatangan Mellisa sudah terlampau sering. Setiap kalinya, dia juga tidak memberi tahu informasi yang berguna.
“Tuan Muda Jerry, jangan-jangan kamu nggak pernah kepikiran kenapa Clara begitu menolak pengobatan? Dia bisa menolak juga karena dia sangat memedulikan tantenya. Clara sangat peduli dengan tantenya. Clara ingin memonopoli tantenya. Dia takut akan dicampakkan. Kalau dia masih menolak untuk diobati, kondisinya akan semakin serius lagi.”Jerremy terdiam. Dia tidak memiliki alasan untuk membantah Mellisa. Mellisa adalah seorang psikiater. Dari sudut pandangannya, Clara melakukan semuanya memang demi pasiennya.“Kamu pulang dulu sana.”Mellisa diam-diam menghela napas lega. Dia pun tersenyum. “Oke.”Setelah berjalan ke luar pintu, Jerremy pun menghentikannya. “Belakangan waktu ini Clara tidak membutuhkanmu lagi. Kamu tidak usah ke Villa Kandara lagi.”Mellisa menggertakkan giginya, lalu membalas, “Oke, aku mengerti.”Setelah berjalan meninggalkan ruangan, raut wajah Mellisa kelihatan sangat muram. Gara-gara dua murahan itu, sekarang Mellisa malah diragukan. Dia pasti tidak akan melepaskan m
Ariel langsung tertawa. “Tentu saja boleh. Clara itu anak yang patuh. Jadi, kamu bisa melakukan apa pun yang kamu inginkan.”Clara berjalan ke sisi rerumputan. Anak-anak sedang menendang bola dan ada juga yang sedang bermain layang-layang. Terdengar suara girang anak-anak di lapangan.Saat ini, Clara sedang berdiri di samping, tidak berani mendekat sama sekali.Sebuah bola bergelinding ke bawah kaki Clara. Clara menunduk untuk melihatnya. Tiba-tiba terdengar suara. “Hei, adik di sebelah sana, tolong tendang bolanya ke sini.”Beberapa anak laki-laki sedang bermain sepak bola. Usia mereka sebaya dengan Clara. Clara menendang bola di bawah kakinya. Seorang anak laki-laki berjalan pergi memungut bola, lalu memalingkan kepalanya menatap Clara dengan tersenyum. “Apa kamu mau main bersama kita?”Clara terbengong sejenak, lalu menggeleng sembari berkata, “Aku nggak pintar main sepak bola.”Si anak laki-laki menepuk-nepuk dadanya. “Tidak masalah. Aku akan ajari kamu.”“Wesly, yang cepat!”Wesly
Ariel memangku Clara. “Apa kamu takut banget sama Paman yang satu ini? Dia nggak bakal makan orang, kok. Kamu nggak usah takut.”Jodhiva memicingkan matanya. Paman?Clara berbisik, “Paman nggak suka sama aku.”Ariel tahu maksud Clara adalah adiknya Jodhiva. Dia mencubit tangan kecil Clara. “Kalau begitu, apa kamu bisa kasih tahu Kakak, kenapa paman itu nggak suka sama kamu?”Clara masih saja tidak berbicara.Ariel menjelaskan, “Paman ini nggak sama dengan paman yang tinggal sama kamu. Mereka itu abang beradik, makanya wajah mereka mirip. Coba kamu lihat paman ini.”Ariel menyuruh Clara untuk memalingkan kepalanya. Dia menatap Jodhiva, lalu berkata, “Paman ini kelihatannya memang jahat dan punya banyak ide buruk, tapi sebenarnya dia sangat menyukai Clara.”Jodhiva tersenyum tidak berdaya. Kelihatan jahat? Banyak ide buruk? Ternyata begini kesan Jodhiva di hati Ariel?Sepertinya Clara juga menyadari sesuatu. Dia tidak setakut tadi lagi.Ariel membelai rambutnya. “Apa kamu bisa kasih tahu
Seandainya Clara tidak bisa keluar dari dunia suramnya, apalagi tidak bisa menerima desas-desus yang beredar, semuanya akan sangat menyiksa bagi anak-anak. Hal yang paling bisa meruntuhkan dunia seseorang tak lain adalah desas-desus.Jika masalah ini tidak ditangani dengan langsung, Clara akan terdampak, nantinya malah akan masuk ke jalan yang salah.Ariel membuka mulutnya dengan perlahan. “Aku nggak ingin Clara tumbuh besar di jalur yang salah. Dia itu anaknya patuh. Kita nggak boleh menilainya hanya karena kesalahan yang pernah dia buat waktu itu. Apalagi latar belakang keluarganya bukanlah keputusannya. Atas dasar apa dia mesti menanggung kesalahan yang bukan miliknya?”“Apalagi, psikiater yang dicari adikmu malah berani menghasut Clara untuk bunuh diri. Aku rasa yang sakit itu psikiater itu.”Kening Jodhiva berkerut. “Ada masalah seperti ini?”Sebelumnya Jodhiva memang telah menyelidiki Mellisa. Mellisa pernah satu sekolah dengan Jessie dan Jerremy. Tidak ada yang aneh dengan latar
Dacia menggandeng tangan Clara. “Ayo, kita makan di dalam.”Menjelang pukul sembilan malam, akhirnya Jerremy pulang juga. Dia berjalan ke dalam ruang tamu. Kebetulan pelayan sedang membereskan sisa makanan di atas meja. “Tuan Muda, kamu sudah pulang.”Jerremy mengiakan dengan datar seraya melepaskan dasinya. “Apa Clara sudah kembali?”“Nona Ariel sudah mengantar Clara pulang. Setelah Clara pulang dari bermain, selera makannya semakin bagus saja. Dia bahkan menghabiskan dua porsi nasi. Itu berarti Clara sangat gembira.”Gerakan tangan Jerremy berhenti. Seingat Jerremy, selera makan Clara sangat tidak bagus. Berat badannya menurun, bahkan tergolong kekurangan gizi. Dacia sangat sakit kepala ketika memikirkan masalah itu.Itulah sebabnya Jerremy mencari cara untuk menyembuhkan Clara. Dia tidak berharap Dacia terlampau khawatir dalam masalah Clara.Ketika berjalan ke lantai atas dan melewati kamar Clara, Jerremy dapat mendengar suara tawa dari dalam kamar. Suara tawa itu adalah suara Clara
Jerremy berdiri, lalu menghentikan langkahnya di hadapan Dacia. “Baguslah kalau kamu gembira.”Bulu mata Dacia berkedut. “Jerry, apa kamu melakukan semuanya demi membuatku gembira?”Demi membuat Dacia gembira, Jerremy baru menyetujui permintaannya?Jerremy memeluk Dacia, lalu menyandarkan dagu di atas pundak Dacia. Dia menggigit erat bibirnya. “Maaf.”Sebenarnya Jerremy sudah mendengar semuanya sewaktu di luar pintu.Bahkan Dacia saja sedang mencurigai Mellisa. Jerremy malah mengira masalah ada di diri Clara. Daripada mengatakan Jerremy tidak memercayai Mellisa, lebih tepatnya dia tidak memercayai Clara.Sebelumnya Clara pernah melakukan perilaku yang “kelewat batas”, tentu saja Jerremy mesti mewaspadainya, terutama di saat Dacia sedang mengandung. Jerremy hanya memikirkan anak di dalam kandungan Dacia saja. Itulah sebabnya dia tidak mencurigai Mellisa.Tak disangka Jerremy malah mewaspadai seorang anak kecil hanya karena kesalahan sepele yang pernah dia lakukan sebelumnya. Jerremy bah