Bantal yang dilemparkan ke tubuh Jodhiva bagai sepotong tahu yang menghantam batu saja, tidak terasa sakit sama sekali. Jodhiva langsung menarik Ariel, lalu menindihnya.Ariel kembali tertegun. Dia tidak berani meluapkan emosinya lagi. “Kamu … jangan sembarangan.”Jodhiva mengangkat-angkat alisnya, kemudian mendekati Ariel. Napasnya berembus di wajah Ariel. “Bukannya nyali kamu besar sekali?”Ariel pun tersenyum. “Nggak, nggak, nyaliku kecil sekali.”Bibir Jodhiva hampir menempel di daun telinga Ariel. “Apa yang kamu takutkan? Bukannya kamu dan Clara bilang aku tidak akan makan orang?”Ariel menggigit bibirnya. Bulu matanya bergetar. Jantung yang tidak penurut itu berdetak tidak karuan. Tatapan Jodhiva masih tertuju pada wajah Ariel. Dia mengusap ujung bibir Ariel. Suasana kasmaran di dalam kamar terasa kental. Ketika melihat Jodhiva semakin mendekat, Ariel pun memejamkan matanya.Beberapa saat kemudian, Jodhiva pun tersenyum. Bibirnya malah menempel di atas kepala Ariel. “Sudah saat
Jodhiva mengusap jam tangannya sembari mengangkat kelopak matanya. “Psikiater itu?”Sepertinya Jodhiva menyadari sesuatu.Edwin bergumam, “Entah ada apa dengan Tuan Muda Jerry. Dia suruh aku untuk selidiki psikiater itu.”Terlukis senyuman di wajah Jodhiva. “Apa yang kamu temukan?”“Belum ada ….” Selesai Edwin berbicara, dia kepikiran sesuatu, lalu tertegun sejenak. “Belakangan ini Nona Mellisa sering datang ke perusahaan. Aku juga merasa ada yang aneh.”Jodhiva menyipitkan matanya. “Sejak kapan desas-desus Dacia mulai tersebar di perusahaan?”Edwin berpikir beberapa saat, baru menjawab, “Emm … Tuan Muda Jerry pernah menanyakan masalah ini sama karyawan perusahaan. Kata mereka, gosip ini sudah ada sejak setengah tahun lalu. Hanya saja, mereka tidak berani mengatakannya di hadapan aku dan Tuan Muda Jerry saja.”Tiba-tiba Edwin merasa bingung. “Tuan Muda Jerry, kenapa kamu menanyakan masalah ini?”Jodhiva menepuk pundaknya dengan tersenyum lebar. “Memang sudah seharusnya psikiater yang b
Dacia menatap kepergian mereka berdua. Pelayan yang berada di samping pun berkata dengan tersenyum, “Sepertinya Nona Clara benar-benar suka bermain dengan Nona Ariel.”Beberapa saat kemudian, pelayan menimpali, “Aku percaya Nona Ariel pasti bisa membuka hati Clara.”Ariel dan Clara berjalan keluar halaman. Mereka berdua memasuki mobil.Pada saat ini, mobil yang diparkirkan tidak jauh dari mobil mereka juga mengikuti mereka.Ariel membuka lagu anak-anak untuk Clara. Dia juga memberikan boneka Barbie yang sudah dia persiapkan kepada Clara.Clara yang duduk di baris belakang terpikat dengan boneka Barbie itu.Ariel melihat kaca spion sekilas dengan tersenyum. “Apa Clara suka boneka Barbie?”Clara mengangkat kepalanya. “Suka.”“Baguslah kalau kamu menyukainya.” Ariel memutar bola matanya, kemudian berkata dengan tersenyum, “Gimana kalau malam ini Clara tinggal di rumah Kakak saja? Kakak sudah beliin kamu banyak mainan.”Selama ada Clara, seharusnya Jodhiva tidak berani menyentuhnya, ‘kan?
Si pria berambut pirang segera mengeluarkan ponselnya, lalu mencari nomor itu.Ariel mengambil ponsel, lalu menunduk untuk melihat nomor kontak. Tiba-tiba seorang pria menyerang dari belakang Ariel. Dengan kecepatan kilat, Ariel langsung mengangkat kakinya untuk menendang kepala pria yang hendak menyerangnya. Alhasil, si pria pun melayang terpelanting tiga meter ke belakang.Pria yang tadinya ingin melakukan serangan mendadak itu langsung kalah telak. Dia merasa syok hingga tidak berani berdiri lagi.Si pria berambut pirang semakin takut lagi. Wanita ini hebat sekali!Ariel mencatat kontak pria itu, lalu melihat ke sisi si Pirang. “Kalian bukanlah apa-apa bagiku. Hanya dengan kemampuan kalian yang seperti ini, kalian malah berani untuk menyerangku?”Kaki si Pirang gemetar. Dia langsung berlutut di tempat. “Bos! Nona! Kami tahu kesalahan kami! Kami tidak berani mengulanginya lagi.”Ariel mengembalikan ponsel kepada si Pirang. Saat si Pirang hendak mengambilnya, Ariel malah menyimpan pon
“Iya, Mellisa orangnya angkuh sekali. Mana mau dia ngomong sama kami yang cuma suster ini? Biasanya dia sangat dekat dengan dokter-dokter bedah.”Edwin menyipitkan matanya, seolah-olah sedang memikirkan sesuatu. Sepertinya para suster ini sangat tidak menyukai Mellisa.“Kenapa Nona Mellisa mengundurkan diri? Apa kalian tahu alasannya?”Suster itu pun tersenyum. “Tentu saja karena Dokter Rangga. Mellisa itu mantannya Dokter Rangga. Mereka berdua sudah pacaran selama setengah tahun. Dengar-dengar demi menikahi Mellisa, Dokter Rangga juga sudah membeli rumah di Kota Warma. Hanya saja, siapa sangka Mellisa ketahuan hamil.”“Katanya sih, anak itu anaknya dengan Dokter Rangga. Tapi kami semua juga tahu selama satu bulan itu, Dokter Rangga selalu ambil sif malam. Mereka sama sekali nggak ketemuan. Nggak mungkin anak itu anaknya Dokter Rangga.”“Setelah Dokter Rangga tahu masalah ini, mereka sempat bertengkar hebat. Kemudian, dia mengajukan untuk mengundurkan diri dan meninggalkan rumah sakit.
Clara melihat anak-anak sebayanya sudah pergi bersama dengan orang tua mereka. Dia memegang erat cone es krim di tangan. Terlukis ekspresi kecewa di wajahnya.Saat mendengar suara langkah kaki, Clara memalingkan kepalanya. Dia melihat ada seorang wanita berwajah asing berdiri di sampingnya. Lantaran merasa takut, Clara langsung berdiri.Clara ditampar wanita itu hingga jatuh ke lantai. Es krim di tangan juga ikut jatuh berserakan di atas tanah.Wanita itu masih belum melepaskan Clara. Dia bagai orang yang kehilangan kewarasannya langsung menjambak rambut Clara. “Dasar anak sialan! Akhirnya kamu tertangkap juga! Masih kecil, tapi sudah pintar dalam menggoda pria. Kamu sama saja dengan ibumu yang nggak tahu malu itu. Aku pasti akan habisi kamu hari ini.”Wanita itu menendang-nendang Clara. Clara kesakitan tak berhenti menangis. Tiba-tiba terlintas gambaran pemukulan yang dilakukan neneknya dulu. Dia mulai merasa putus asa. Tidak ada lagi kilauan di dalam matanya.Setelah menendang berkal
Ariel memaksa si Pirang untuk menghubungi pria tersebut. Setelah membuat janji lokasi pertemuan si pria dan si Pirang besok, Ariel sekalian pergi ke pusat komunikasi untuk mencari tahu nama pemilik nomor telepon tersebut.Ariel mengira tidak akan ada masalah meninggalkan Clara di taman bersama dengan anak-anak lain. Siapa sangka, malah terjadi masalah seperti ini.Ketika melihat lebam di tubuh Clara, apalagi bekas cekik di leher, Ariel sungguh merasa bersalah.Pada saat ini, sekelompok orang berjalan keluar lift, Ariel langsung mengangkat kepalanya. Orang yang berjalan di depan pengawal adalah Jodhiva.Kening Jodhiva kelihatan berkerut. Dia menghentikan langkah kakinya di hadapan Ariel. “Ada apa dengan Clara?”“Masih belum tahu ….” Ariel berdiri tegak, lalu menunduk. “Maaf, semua ini salahku.”Jodhiva meletakkan kedua tangan di atas pundaknya. “Tidak ada gunanya mengatakan semua ini sekarang. Kita lihat saja apa kata dokter.”Tak lama kemudian, dokter berjalan keluar kamar pasien.Arie
“Tentu saja,” balas Ariel dengan serius, “Clara bisa masuk rumah sakit karena kelalaianku. Apa pun ceritanya, aku punya tanggung jawab besar dalam masalah ini.”Jodhiva memasukkan Ariel ke dalam pelukannya. Ariel pun merasa syok. Saking dekatnya, bibir Jodhiva hampir menempel di atas kening Ariel. “Ada aku. Kamu tidak usah khawatir.”Bulu mata Ariel bergetar. Dia segera mengalihkan pandangannya. “Kamu nggak usah bantu aku ….”Jodhiva mencubit dagu Ariel. “Kamu pikirkan sendiri. Sekarang Dacia sedang mengandung. Kalau dia tahu terjadi sesuatu sama Clara dan terjadi sesuatu dengan kandungannya, apa kamu sanggup menanggung akibatnya?”Ariel langsung terbengong. Kelihatan sekali dia tidak memikirkan masalah ini. Ibu hamil paling tidak boleh emosi. Seandainya terjadi sesuatu dengan Dacia, bisa jadi Keluarga Fernando akan mencincang Ariel!Ariel menggigit bibirnya. “Bagaimana kamu membantuku?”Jodhiva tersenyum. “Namanya keluarga sendiri. Semuanya bisa dibicarakan.”Ariel menatapnya beberapa