Marry menepis tangan Hillary, lalu mengangkat kepalanya. “Bukannya semua ini berkat Nona Hillary?”Hillary tertegun di tempat. Wajahnya seketika memucat. Tatapan Marry masih tertuju pada dirinya. “Sepertinya kamu terlalu percaya diri. Tuan Muda Jules hanya ingin kamu tahu. Dia nggak perlu meminta dukungan siapa pun, bahkan nggak usah bersusah payah untuk bisa menghancurkan Keluarga Jalma.”“Dia juga nggak perlu lenyapin seluruh Keluarga Jalma, dia hanya perlu menggantikan kepemimpinan Keluarga Jalma saja. Sekarang Pak Kevin sudah dijebloskan ke penjara. Grup Jalma sudah pasti akan berpindah kepemilikan. Pak Raymond juga mendapat dukungan dari para direksi. Sekarang setengah kekuasaanmu dan ayahmu direbut oleh Pak Raymond. Kamu pasti merasa nggak enak, ‘kan?”Hillary memeluk kepalanya, lalu menjerit dengan histeris, “Aku nggak percaya! Kalian pasti lagi bohongi aku!”Marry tersenyum sinis. “Terserah kamu percaya atau nggak. Kenyataannya memang seperti ini. Cepat pulang sana!”Kedua kak
Jules menunduk, lalu mengecup bibir wanitanya. Inilah kehangatan yang didambakan Jules selama beberapa hari ini.Jessie memeluk leher kekasihnya. Beberapa saat kemudian, kedua bibir baru berpisah. Jessie menunduk. Bulu matanya tampak bergetar. Terlihat juga sedikit air mata berlinang di matanya. “Kita sudah berpisah selama setengah bulan.”Terlintas sedikit senyuman di wajah Jules. Dia mengecup kening Jessie, lalu berkata, “Emm, sudah setengah bulan.”Terdengar lagi bisikan Jessie. “Apa nggak ada yang ingin kamu katakan sama aku?”Jules meraba bibirnya, lalu membalas, “Ada.”Jules mendekat. “Selama kamu tidak di sisiku. Aku sangat merindukanmu. Bahkan, selalu ada kamu di dalam mimpiku.”Wajah Jessie terasa panas. Dia menghindari tatapan Jules, lalu berkata, “Dasar gombal.” Hanya saja, Jessie masih penasaran. “Apa yang kamu mimpikan?”Jules tersenyum, lalu berbisik di samping telinga Jessie, “Aku mimpi lagi menyantap Jessie.”Jessie langsung memukul si Jules. “Dasar nggak beres!”Jules
Tubuh Dacia tertegun. Hati yang hampir luluh itu dihancurkan oleh ucapan sang ibu.Daniel juga terbengong. Dia ingin melepaskan genggaman tangan Lidya, tetapi Lidya malah mendorongnya. “Dacia, aku hanya memilikimu saja. Kamu tidak boleh mencampakkanku, ya. Aku itu ibumu!”“Plak!” Suara tamparan keras terdengar di dalam ruangan. Saat Dacia masih belum sempat merespons, dia pun menyadari Lidya sudah memiringkan tubuhnya, lalu terjatuh di atas ranjang.Disusul, terdengar suara marah Daniel. “Apa maumu!”Lidya memegang pipinya, tertegun di atas ranjang. Dia tidak berbicara sama sekali.Daniel menarik napas dalam-dalam. “Apa yang pernah kamu janjikan sama aku? Kamu akan menjalin hubungan baik dengan Dacia. Ternyata kamu lagi membohongiku!”Kedua mata Daniel tampak memerah. Dia pun melanjutkan dengan kesal, “Apa belum cukup kamu menghancurkan satu anak! Sekarang, apa kamu masih ingin memanfaatkan putrimu untuk merebut kekuasaan? Anak lak-laki kita sudah tiada! Semua itu juga akibat dari perb
Saat ini, hanya tersisa Jessie dan Jules di ruang tamu. Jessie mengangkat kepalanya melihat ke sisi tangga. “Apa Paman benar-benar lagi marah?”Jules berdiri. “Tenang saja, Ibu bisa menghiburnya.”Langkah kaki Jules berhenti. Dia mengulurkan tangannya untuk memeluk Jessie. Jessie pun terbengong, menatap ke sisi Jules. “Ada apa?”Ujung jari Jules mengusap wajah Jessie. Kemudian, dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga Jessie. “Gimana kalau kita ke kamar?”Jessie refleks mengalihkan pandangannya. Dia merasa gugup. “Ngapain ke kamar?”Jules menunduk, lalu menggigit pelan telinga Jessie. “Aku ingin berdua dengan Jessie.”Seluruh bulu kuduk Jessie berdiri. Wajahnya seketika merona. Dia berusaha menelan air liur dengan susah payah. “Bukannya kita lagi berdua sekarang?”“Beda.” Jules mengusap bibir Jessie. “Aku ingin menciummu. Kalau kamu tidak takut dilihat orang lain ….”Jessie langsung menutup mulut Jules. Daun telinganya semakin memanas. “Aku sudah tahu!”Baru saja memasuki kamar, J
Keesokan harinya, Jessie tampak tidak bersemangat ketika di akademi.Semalam Jessie tidur siang kelamaan di rumah Jules. Jadi, ketika pulang ke vila, dia pun tidak bisa tidur lagi. Seingat Jessie, dia baru tidur pada jam lima subuh.Jessie mengeluarkan cermin kecil untuk becermin. Kantong mata kelihatan sangat hitam. Dia sungguh mirip dengan panda sekarang.Tiba-tiba, ada yang menepuk pundaknya. Dia terkejut, lalu menoleh. “Kak Jerry?”Jerremy melipat kedua tangan di depan dada, lalu mengamati “mata pandanya”. “Semalam kamu jadi maling?”“Kamu yang maling!” Jessie memalingkan wajahnya, lalu berbohong. “Aku minum kebanyakan kopi. Jadi, nggak bisa tidur, deh.”“Di mana Dacia?”Jessie tertegun sejenak. Dia menatap sang kakak dengan tatapan bingung. “Kak, ngapain kamu cari Dacia?”Jerremy mengalihkan pandangannya. Raut wajahnya masih tidak berubah. “Tidak kenapa-napa.” Lantaran merasa alasannya kurang meyakinkan, dia pun menambahkan, “Aku ada urusan mencarinya.”“Urusan apa?”“Kenapa kamu
Di dalam rumah sakit, Dacia sedang berbaring di ranjang dengan tangan diinfus. Jessie pun menjaga di sebelah.Pada saat ini, Dacia mulai menyadarkan diri. Jessie segera berdiri. “Dacia, apa kamu baik-baik saja?”Dacia tersenyum. “Terima kasih, ya.”Jessie kembali duduk. “Kamu mengejutkanku saja. Untung saja aku datang mencarimu. Kalau nggak, sepertinya nggak ada yang tahu kalau kamu pingsan.”Dacia menopang tubuhnya untuk duduk. “Kamu yang antar aku ke rumah sakit?”“Aku suruh Kak Jody untuk mengantar kita kemari,” jawab Jessie.Dacia tidak berbicara.Sekarang Jodhiva sedang berada di luar kamar. Dia bersandar di sisi pintu, lalu mengetuknya. “Sudah enakan?”Dacia tertegun sejenak, lalu mengangguk. “Aku sudah merepotkan kalian.”Jessie berkata, “Nggak repot, kok. Oh, ya, di mana pengasuh Clara?”Dacia menunduk. “Hari ini dia bawa Clara keluar. Aku kira aku akan membaik setelah tidur.”Pengasuh sudah cukup lelah untuk menjaga Clara. Jadi, saat Dacia merasa tidak enak badan semalam, dia
Suara klakson mengejutkan para pejalan kaki. Mereka memiringkan kepala melihat ke arah datangnya suara. Mengenai apa yang dimaki Dacia, mereka pun tidak kedengaran. Namun, Jerremy yang duduk di bangku pengemudi memiliki reaksi yang berbeda. Jerremy dapat mendengar dengan saksama. Jadi, raut wajahnya kelihatan sangat muram.“Dacia.” Jerremy menuruni mobil, lalu meraih pergelangan tangannya. “Tadi kamu bilang aku apa?”Dacia tidak berhasil melepaskan tangan Jerremy. Pergelangan tangannya terasa sakit lantaran digenggam erat oleh pria itu. “Lepaskan!”Jerremy mencubit dagu Dacia, lalu mendekatinya. “Coba kamu ulangi sekali lagi?” Terdengar nada mengancam dalam ucapan itu.Dacia tidak meronta lagi. Dia berkata dengan tersenyum, “Kenapa? Apa kamu ingin pukul aku?”Jerremy pun tersenyum. “Sejak kapan aku pernah memukulmu ….” Tiba-tiba Jerremy menghentikan ucapannya. Waktu itu, Jerremy tidak berhasil mengontrol emosinya. Namun, dia tidak memukuli Dacia!“Ternyata kamu orangnya pelupa, ya. Wa
“Clara!” Dacia sungguh kehabisan akal. Sejak Clara dilahirkan, dia tidak pernah bertemu dengan ayah kandungnya sendiri. Jadi, dia selalu memanggil pria mana pun dengan sebutan “Ayah”.Lantaran merasa tidak berdaya, Dacia terpaksa menjelaskan kepada Jerremy, “Jerry, Clara masih kecil, kamu jangan masukin ke hati, ya. Kamu pulang sana. Aku nggak antar kamu lagi.”Saat Dacia menggendong Clara ke dalam rumah, dedua tangan kecil Clara malah meremas pakaian Jerremy. Pengasuh pun terkejut, langsung melangkah maju. “Clara, jangan tidak sopan.”Dacia hendak menghalangi Clara yang bernyali besar itu. Siapa sangka, Jerremy malah mengulurkan tangan untuk menggendongnya. Dacia merasa syok. “Kamu ….”Jerremy menggendong Clara ke dalam pelukannya. Tak disangka dia malah sangat mahir dalam menggendong anak kecil, tidak kelihatan bagai pertama kali saja. Clara yang berada di dalam pelukan Jerremy tidak menangis, malah kelihatan semakin gembira. Dia bahkan memainkan rambut Jerremy.Dacia sungguh kaget k