Tiba-tiba Jodhiva menyuruh sopir untuk menghentikan mobilnya. “Aku dan Jessie pulangnya naik taksi saja. Kamu pergi ikuti Dacia. Kamu mesti melihatnya sampai ke rumah dengan selamat.”Sopir mengangguk.Mereka berdua menuruni mobil. Jessie memalingkan kepala melihat ke sisi Jodhiva. “Kak, kamu memang baik sekali, ya.”Jodhiva mengusap kepala adiknya. “Kakak melakukannya karena Kakak tahu kamu sangat peduli dengan temanmu ini.”Jessie merangkul lengan Jodhiva, lalu menyandarkan kepala di atas pundaknya sembari tersenyum. “Kak Jody memang paling memahamiku.”Malam harinya, di Kediaman Keluarga Tanzil.Silvia sedang berada di dalam kamar. Dia tak berhenti menghubungi Jules, tetapi panggilan Jules tidak bisa terhubung.Hengky baru saja keluar dari kamar mandi. Dia sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk. “Ada apa?”Silvia membalikkan tubuhnya. Dia kelihatan cemas. “Hengky, kata Derrick, Jules lagi dinas. Tadi aku coba telepon Jules, tapi panggilannya tidak bisa terhubung.”Hengky pun te
Silvia melepaskan tangannya, lalu terhuyung-huyung ke belakang. Wajahnya yang pucat itu kelihatan muram.Pada saat yang sama, pelayan yang ditahan selama seminggu itu sudah dibebaskan. Dia berjalan keluar pintu kantor polisi. Jendela mobil yang diparkirkan tak jauh di sana tampak sedang diturunkan dengan perlahan. Orang yang duduk di dalam sana tak lain adalah Hillary.Pelayan disuruh untuk memasuki mobil. Begitu memasuki mobil, dia yang merasa panik itu memelas, “Nona Hillary, aku bersumpah aku tidak mengkhianatimu. Mohon lepaskan aku!”Hillary mengeluarkan sebuah amplop berisi uang dari tasnya. Dia menyerahkannya ke tangan si pelayan. “Aku tahu kamu nggak bakal khianati aku. Jadi, kamu pantas mendapatkan uang ini.”Pelayan mengambil amplop yang cukup tebal dan berat itu. Dapat diketahui bahwa isinya tidaklah sedikit.Hillary memalingkan kepala untuk melihatnya. Senyuman di wajahnya semakin lebar lagi. “Aku ingin kamu bantu aku satu hal lagi.”Si pelayan kelihatan syok. Dia segera me
Dokter menjawab, “Bu, aku sungguh minta maaf. Pasien yang mengidap kanker memiliki nama dan marga yang sama sepertimu. Suster salah mengambil laporan. Ayo, cepat turun.”Jessie berjalan menuruni jendela, lalu menarik sang dokter. Dia seolah-olah sedang menahan sesuatu. “Apa benar diagnosisnya salah? Kenapa aku merasa aku hampir mati!”Pertanyaan terakhir Jessie membuat dosen merasa kaget.Setelah dosen di bawah pentas membuka naskah awal, dia baru menyadari ternyata alur cerita kembali disambung!Dalam naskah aslinya, karakter Jessie memang adalah pasien kanker stadium akhir. Sesuai dengan alur cerita aslinya, dokter tidak salah diagnosis, melainkan hanya ingin menyelamatkan pasien dari aksi bunuh dirinya. Dia menenangkan pasien dengan mengatakan bahwa pasien masih bisa hidup lama dan bisa disembuhkan, sehingga muncul dialog selanjutnya.Namun, dokter tetap tidak berakting sesuai dengan naskah dan mencoba mendistraksi Jessie.Jessie bukan hanya mesti melakukan improvisasi dalam dialog
Jessie meremas koran itu dengan raut muram.Di ruang rapat Istana Luama.Para anggota dewan di kedua sisi meja sedang mendiskusikan berita tersebut. Suasana terasa sangat serius karena tergolong masalah besar.Tentu saja, ada banyak perbedaan pendapat. Di satu sisi, ada yang berpendapat ada yang sengaja merusak hubungan bisnis antar dua negara. Namun di sisi lain, ada juga yang mengira Negara Makronesia berniat untuk menyerang Negara Hyugana.Willie mengangkat termos dari tas meja, lalu menyesap teh dengan perlahan. Ruangan sangatlah ribut. Dia pun membanting termos ke atas meja dengan kuat. Ruang rapat menjadi hening dalam seketika.Jari tangan Willie saling bertautan. Ekspresinya kelihatan sangat serius. “Aku mengerti kekhawatiran kalian semua. Tapi hanya dengan berita ini, kalian malah berasumsi masalah berhubungan dengan politik. Sepertinya kalian terlalu gegabah dalam mengambil keputusan.”“Yang Mulia, semua ini memang tidak bisa membuktikan apa-apa. Tapi, memang sudah saatnya unt
Silvia bertanya kembali, “Gimana kalau terjadi apa-apa dengannya?”Suara Willie sangat tegas. “Tidak akan terjadi apa-apa.”Setelah hening beberapa saat, Silvia berdiri dengan perlahan. “Ayah, seandainya ada yang turun tangan terhadap Jules, apa yang akan kamu lakukan?”Willie terbengong sejenak, kemudian memberi jawaban pasti. “Aku tidak akan melepaskan mereka.”Terlintas senyuman sinis di wajah Silvia. “Aku harap Ayah ingat dengan ucapanmu hari ini.”Ketika Silvia berjalan keluar istana, kebetulan dia bertemu dengan Hillary yang baru datang. Hillary kelihatan sedang tersenyum lebar, sepertinya suasana hatinya sedang sangat bagus. “Bu Silvia, apa kamu datang untuk mencari Yang Mulia?”Silvia menatap Hillary dengan wajah tak berekspresi. “Aku sudah meremehkanmu.”“Bu Silvia, apa yang lagi kamu katakan? Aku itu korban. Semua ini ulah Jessie.” Hillary berdiri di hadapan Silvia. “Bu Silvia, aku juga sedang membantumu. Keluarga Fernando nggak menganggap keluarga kerajaan, apalagi Keluarga
Dacia merasa bingung. “Tapi, dia itu adikmu. Apa kamu ingin biarin dia disalahpahami oleh reporter itu?”Jodhiva melepaskan Dacia. Tatapannya kelihatan datar, tetapi terlihat senyuman tipis di wajahnya. “Dacia, apa kamu tidak merasa ucapanmu itu saling bertentangan?”Kali ini, Dacia terbengong sejenak.Tatapan Jodhiva tertuju pada kerumunan. “Katamu, perlindungan berlebihan aku dan Jerry itu adalah beban bagi Jessie. Sekarang kamu malah berharap aku bisa membantunya. Kalau aku membantunya, dia pun tidak akan bisa belajar untuk mengatasi masalah sendiri.”Dacia merasa syok. Dia tidak menyangka Jodhiva masih ingat dengan ucapannya waktu itu. Dia bersuara, “Tapi, maksudku bukan dalam hal ini.”Maksud Dacia adalah mereka tidak seharusnya terlalu ikut campur dalam masalah pernikahan atau pertemanan Jessie.Jodhiva memiringkan kepala, kemudian menyipitkan matanya. “Bukannya semua sama saja?”Dacia sungguh kehabisan kata-kata.Pada saat ini, terdengar suara Jessie dari dalam kerumunan. “Kalau
Jodhiva mengangguk.Dacia menuruni mobil, lalu memasuki rumah.Kemudian, Jodhiva mengendarai mobilnya kembali ke Vila Bagya. Mobil diparkirkan. Jodhiva pun menuruni mobil. Saat ini, tampak Jerremy sedang bersandar di depan pohon. Dia melepaskan headset-nya, lalu berkata, “Kak, apa perlu kamu berhubungan sedekat itu dengan Dacia?”Jodhiva berhenti di depan Jerremy, lalu tersenyum padanya. “Dia itu temannya Jessie. Aku hanya mengantarnya pulang saja. Memangnya kenapa?”Jerremy melipat kedua tangannya di depan dada. Dia memalingkan kepalanya. “Teman apaan! Hati manusia bisa berubah. Sekarang mereka memang masih berteman, tapi tidak berarti mereka akan berteman di kemudian hari.”Kali ini, terdengar suara tawa Jodhiva. “Sepertinya kamu memiliki bias terhadapnya?”Jerremy tertegun sejenak. Raut wajahnya kelihatan muram. “Dia itu wanita yang sangat arogan. Cuma Jessie saja yang peduli sama dia. Sekarang, bahkan, Kak Jody juga …. Pokoknya jangan sampai kalian dimanfaatin dia nantinya.”Jodhiv
Jessie berbisik, “Dia memang begitu. Setiap bulan pasti akan kambuh beberapa hari.”Langkah kaki Jerremy berhenti. Dia membalikkan tubuhnya. “Aku sudah mendengarnya.”Jessie pun merasa merinding. Dia langsung menunjukkan senyuman di wajahnya. Namun, raut Jerremy masih kelihatan sangat muram.“Kamu masuk kelas dulu. Dia tinggal di sini. Ada yang ingin aku tanyakan sama dia.” Jerremy menunjuk ke sisi Dacia.Dacia merasa kaget.Jessie melihat mereka berdua. “Sebenarnya apa yang ingin kamu tanyakan sama Dacia?”Jerremy mendorong Jessie. “Kamu ke kelas dulu. Yang patuh!”Pada akhirnya, Jessie mengikuti ucapan Jerremy untuk pergi duluan. Baru berjalan beberapa langkah, dia kembali menoleh. “Kak, jangan tindas Dacia, ya! Kalau nggak, aku nggak bakal maafin Kakak!”Urat hijau di ujung kening Jerremy tampak menonjol. Dia juga tidak menghiraukan Jessie.Jerremy membawa Dacia ke belakang gedung akademi. Hampir tidak ada orang yang melewati tempat ini. Dacia bersandar di balik dinding, menatapnya