Claire menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan hatinya, lalu tersenyum, "Aku tidak mengerti sikap apa yang ingin dilihat Tuan Javier. Kalau Anda menginginkan permintaan maaf, aku bisa mewakilinya minta maaf."Bukankah pria ini hanya menginginkan permintaan maaf darinya?Claire membungkuk dengan sopan kepadanya dan berkata, "Maaf, Tuan Javier."Melihat Claire merendahkan dirinya, Javier malah merasa agak sinis. "Tak kusangka, Nona Claire bisa meminta maaf demi temannya, tetapi malah tega melukai kakaknya sendiri."Claire berdiri tegak, lalu bertanya, "Apa maksud ucapan Tuan Javier?Melukai kakaknya sendiri? Maksudnya Kayla?Javier berjalan mendekati Claire, lalu berkata dengan nada dingin, "Kukira kamu orang yang berani bertanggung jawab atas perbuatanmu sendiri. Sekarang kelihatannya tidak seperti itu."Sambil berbicara, Javier menoleh dengan acuh tak acuh. "Lupakan saja masalah hari ini."Melihat kepergian mereka, beban di hati Candice langsung terangkat. Namun, mengingat perka
Claire kehabisan kata-kata melihat mereka bersusah payah mengundangnya pulang untuk makan malam. Selain itu, mereka juga mengundang Javier dan bersikeras menyuruh Claire untuk makan malam di sana.Claire justru ingin melihat apa yang ingin dilakukan oleh ibu dan anak ini.Dia mendongak dan tersenyum tipis sambil berkata, "Baiklah, kalau begitu aku ikut makan."Kayla dan Imelda tidak menyangka bahwa Claire akan menyetujuinya. Namun, hal ini justru sesuai dengan rencana mereka.Sepanjang makan malam, Claire hanya menunduk dan menyantap makanannya. Mungkin karena ada Javier yang hadir, Rendy dan Imelda juga tampak agak pendiam.Javier tidak banyak makan. Awalnya ketika Kayla menyuruhnya untuk menemani makan malam di kediaman Keluarga Adhitama, Javier sebenarnya ingin menolak. Namun, Kayla mengungkit tentang Claire.Lantaran Kayla mengatakan bahwa Claire yang mengundangnya, Javier ingin melihat apa yang ingin dilakukan oleh Claire."Claire, bagaimana kehidupanmu di luar negeri selama ini?"
"Tuan Javier, maksudnya sengaja apaan? Bukankah aku berbaik hati menjodohkanmu dengan Kayla?" Sambil berbicara, Claire berusaha melepaskan tangannya.Javier menariknya kembali dengan kuat, membuat Claire hampir saja menabrak dada Javier.Pria itu mendengus, lalu berkata, "Ini tujuannya kamu menyuruh Kayla mengundangku makan di Keluarga Adhitama?"Claire tertegun dan merasa heran. Dia menatap Javier dengan geli, "Aku menyuruh Kayla mengundangmu ke Keluarga Adhitama? Hebat sekali aku?"Tatapan Javier tampak dingin ketika berkata, "Claire, kamu tidak berhak ikut campur dalam hubunganku dan Kayla. Apa pun tujuanmu, jangan sok pintar.""Javier, biar kutegaskan sekali lagi. Aku nggak menyuruh Kayla untuk mengundangmu. Meski aku nggak tahu apa yang dibilang Kayla padamu, aku sama sekali nggak ada hubungannya dengan hal ini."Claire menepis tangannya, lalu berkata dengan serius, "Aku juga nggak peduli dengan hubungan kalian. Beri tahu wanita itu, jangan lemparkan semua kesalahan padaku. Aku bu
Claire menatapnya dengan kedua tangan yang disilangkan di depan dadanya. "Kenapa kamu nggak tanya pacarmu saja? Untuk apa kamu tanya padaku?"Menggelikan sekali, seolah-olah Claire ingin merebut pacarnya saja!Kayla kesal hingga wajahnya memucat. "Claire, kamu nggak akan bisa sombong terlalu lama, tunggu saja!"Setelah mengancamnya, Kayla langsung berbalik dan pergi.Melihat kepergian Kayla, Claire tersenyum dan membatin, 'Masih belum tentu siapa yang akan menang nantinya.'Di ruangan kantor.Claire duduk di depan komputer sedang memeriksa sesuatu. Tiba-tiba, seorang staf masuk ke ruangannya dengan tergesa-gesa dan berkata, "Nona Zora, gawat!"Melihat kepanikan staf itu, Claire malah mendongak dengan tenang dan bertanya, "Ada apa?""Ada beberapa pelanggan yang membeli perhiasan di toko kita dan menyadari bahwa semuanya adalah barang palsu. Sekarang mereka datang ke perusahaan untuk membuat perhitungan. Staf bagian pembelian bilang, semua bahan mentah dibeli sesuai dengan daftar yang An
Claire menatap Kayla sekilas, lalu meletakkan kembali gelang mutiara itu. Kemudian, dia berkata sambil menyunggingkan senyuman, "Bukan aku yang memesan barang palsu, jadi aku nggak akan menanggung kesalahannya."Kayla mendekatinya dan menarik tangan Claire. "Claire, sebaiknya kamu jujur saja. Bagaimanapun, Perusahaan Vienna ini adalah jerih payah ayahmu. Nggak mungkin kamu akan menghancurkannya, 'kan?""Yang kukatakan tadi semua jujur." Claire menarik kembali tangannya dengan ekspresi datar, lalu mengambil gelang mutiara itu ke hadapan wanita paruh baya tersebut. "Nyonya, aku mengerti perasaan kalian. Setelah menghabiskan begitu banyak uang, malah mendapatkan barang palsu, wajar saja marah.""Tapi, kalian tenang saja. Aku nggak akan membiarkan nama Vienna tercoreng karena masalah barang palsu ini. Setelah kebenarannya terbukti, aku jamin akan mengembalikan uang kalian, sekaligus memberikan kalian perhiasan yang asli."Wanita itu tertegun sejenak. Bukan hanya uangnya yang bisa kembali,
Mendengar ucapan Javier, Claire juga tidak ingin berkata apa-apa lagi. Dia hanya melambaikan tangan sambil berkata, "Terserah Anda saja, Anda yang jadi pemegang sahamnya."Selanjutnya, dia berjalan ke hadapan beberapa pelanggan itu dengan wajah tersenyum. "Nyonya-nyonya sekalian, silakan ikuti saya ke ruang VIP untuk negosiasi."Beberapa pelanggan itu mengangguk, lalu mengikuti Claire ke ruang VIP.Kayla mendengar Javier yang membelanya, diam-diam merasa senang. Dia tahu bahwa Javier tetap berpihak padanya dalam hati."Javier, aku juga nggak tahu kenapa hal seperti ini bisa terjadi. Aku akan lebih berhati-hati kelak," ujar Kayla meminta maaf.Javier hanya meliriknya sekilas, lalu membalas dengan acuh tak acuh, "Kamu nggak mengerti tentang hal ini. Lain kali, jangan sembarangan ikut campur, kalau ada masalah biar Claire saja yang mengatasinya."Setelah itu, Javier dan Roger beranjak dari tempat itu.Kayla menundukkan pandangannya, tangannya mengepal erat hingga kukunya menancap pada tel
Di dalam mobil.Javier termenung menatap luar jendela mobil, seolah-olah masih teringat dengan perkataan Claire. Bahkan saat Roger memanggilnya beberapa kali pun, dia tidak mendengarnya."Tuan Javier," panggil Roger dengan volume suara yang lebih keras.Javier baru tersadar dan mengerutkan dahinya. "Ada apa?"Roger menyerahkan ponselnya sambil memberi tahu, "Ada telepon dari Tuan Steven."Javier mengambil ponselnya dan menjawab telepon tersebut, "Ayah."Di Kediaman Fernando."Anak sialan, kamu punya anak di luar sana ya?"Steven sedang duduk di paviliun halaman sambil menikmati teh. Di layar tablet di mejanya, terlihat foto dua orang anak kecil yang mirip dengan Javier.Javier terdiam, lalu menjawab, "Nggak ada.""Nggak ada? Lalu, bagaimana dengan kedua anak yang dikontrak oleh Agensi Majestik ini? Wajah mereka sama persis denganmu."Steven meletakkan gelasnya dengan keras di atas meja. "Aku mau bertemu dengan kedua anak ini.""Ayah, aku nggak pernah berhubungan dengan wanita mana pun.
Jessie menoleh melihatnya. "Kami juga pernah melihat seorang paman yang sangat mirip dengan kami, lho!""Oh?" Ketika Steven baru saja hendak bertanya, tiba-tiba terdengar suara seorang pengawal dari luar halaman, "Tuan Javier."Javier berjalan masuk ke paviliun dan melihat kedua anak di samping Steven, dia berkata, "Ayah, kenapa Ayah membawa anak-anak ini kemari sesuka hati?""Kenapa nggak boleh? Aku lihat kedua anak ini mirip denganmu, jadi aku mengundang mereka untuk bertamu. Memangnya kenapa?"Steven mengelus kepala Jessie, lalu mengambil sebuah kue untuk mereka berdua. "Ini kue paling enak di desa kami, coba kalian cicipi.""Terima kasih, Kakek ...."Setelah keduanya mengambil kue itu, Jessie buru-buru melahapnya.Javier merasa tidak berdaya, dia tidak menyangka ayahnya akan membawa kedua anak ini setelah melihat foto mereka."Kalian tunggu di sini dulu ya, Kakek akan kembali sebentar lagi."Selesai berkata demikian, Steven berdiri dan berkata kepada Javier, "Ikuti aku."Melihat me
Yura meneguk alkohol di gelas hingga tidak bersisa. Dia pun menuangkannya lagi hingga penuh.Kedua sahabatnya hendak menari. Mereka menarik Yura. Yura melambaikan tangannya. “Aku nggak mau ikut. Kalian saja.”“Kalau begitu, kamu tunggu kami di sini.”Mereka berdua berlari ke kerumunan. Yura menghabiskan semua alkohol di dalam botol. Kemudian, dia menyuruh pelayan untuk mengantar beberapa botol bir lagi. Dia memabukkan dirinya hendak meredakan rasa sakit di hati.Namun, tidak peduli berapa botol bir dihabiskan Yura, dia masih saja kepikiran dengan sosok Hiro. Hatinya terasa semakin penat lagi.Sepertinya karena minum kebanyakan, Yura berjalan ke toilet dengan terhuyung-huyung. Begitu memasuki bilik, dia langsung berjongkok dan muntah ke dalam kloset. Selesai muntah, dia pun kembali menangis.Yura berusaha menenangkan dirinya di dalam bilik toilet. Setelah keluar dari bilik, riasan di wajahnya sudah berantakan. Dia juga tidak mengindahkannya, langsung berjalan kembali ke tempat duduknya
Yura dan dua sahabat lainnya sedang jalan-jalan di mal. Semua barang yang dilihat mereka adalah barang mewah.Saat mereka memasuki sebuah toko mewah dan hendak mencoba pakaian, Yura pun menemukan keberadaan Hiro. Salah seorang teman Yura bertanya, “Eh? Bukannya dia itu Tuan Hiro? Kenapa dia bisa ada di toko busana wanita?”Yura berjalan menghampiri Hiro. “Kenapa kamu bisa ada di sini?”Hiro tertegun sejenak, lalu memalingkan kepalanya. Belum sempat dia menjawab, seorang wanita berjalan keluar ruang ganti. “Kak Hiro, gimana dengan pakaian tadi? Cantik?”Yura melihat ke sisi wanita itu dan dia pun terbengong. Dari segi wajah dan juga tinggi badan, wanita yang berjalan keluar ruang ganti itu sungguh mirip dengan Jessie. Hati Yura bagai ditusuk sesuatu. Namun, dia tidak mengekspresikannya. “Dia ….”Saat Hiro belum menjawab, si wanita langsung merangkul lengan Hiro, lalu berkata dengan tersenyum, “Aku kekasihnya Kak Hiro. Namaku Jeska Chia.”Jessie? Jeska? Sepertinya Yura memahami sesuatu.
Ketika mendengar kabar ayahnya baik-baik saja, Ariel pun merasa tenang. Dia merangkul pundak Dessy, lalu membawanya ke area istirahat. “Kenapa kamu nggak telepon aku? Biar aku pergi menjemputmu?”“Nggak usah repot-repot. Nona pernah beri tahu aku alamatmu. Aku pun mencari sesuai dengan alamat itu. Tapi, aku nggak nyangka ternyata kalian sudah pindah. Untung saja lokasinya nggak jauh.”Setelah berjalan ke area istirahat, kebetulan Devin dan beberapa anggota lainnya berjalan keluar ruangan. Saat seorang anggota melihat Ariel merangkul seorang wanita berjalan ke area istirahat pekerja, dia pun tertegun. “Nona, siapa dia?”“Oh, dia itu sahabatku yang tinggal di Pulau Persia, namanya Dessy. Kami tumbuh besar bersama. Dia tergolong putri ayahku juga.”Dessy mengangguk kepada mereka dengan hormat. “Halo.”Dari luar, Dessy kelihatan lemah lembut, apalagi dia memiliki paras yang indah. Alhasil, para lelaki itu pun merasa agak canggung. “Salam kenal, Nona Dessy.”“Sudah dulu, biar aku jamu teman
Ketika melihat Ariel yang terus melayaninya, Jodhiva mengangkat-angkat alisnya. “Ada apa denganmu hari ini?”Ariel menggeser mangkuk ke hadapan Jodhiva. “Aku hanya masak makan malam saja. Memangnya kenapa?”Jodhiva pun tersenyum, lalu mencicipi sup masakan Ariel. “Sedikit asin.”“Oh, asin?” Ariel berdiri. “Kalau begitu, aku tambahkan sedikit air lagi.”Jodhiva meraih pergelangan tangan Ariel, lalu menatapnya. “Aku bohong. Memangnya kamu sendiri tidak mencobanya? Tidak asin, kok.”Ariel tidak berbicara.Jodhiva menarik Ariel untuk duduk di atas pangkuannya. Dia mengusap wajah Ariel, lalu berkata, “Kamu tidak usah memaksakan dirimu untuk melakukan hal yang tidak kamu sukai. Istriku tidak mesti bisa masak, kok.”Ariel memeluk Jodhiva, lalu menempelkan wajahnya di leher Jodhiva.Gerakan tangan Jodhiva terkaku sejenak. Dia pun membelai rambut Ariel. “Ada apa?”Suara Ariel sangat kecil. “Kamu yang cariin tempat baru untuk buka balai, ‘kan? Dasar pembohong!”Jodhiva terdiam lagi. Dia tidak me
Ariel memang tidak mengancam mereka.Mana mungkin Ariel melakukan hal seperti itu?Yogi juga tidak mengatakan apa-apa lagi.Satu minggu kemudian, balai seni bela resmi pindah ke tempat baru. Selain ruang pribadi Yogi di lantai tiga, lantai satu dan dua sudah disusun dengan rapi. Mereka pun sudah bisa mulai beroperasi.Pada hari ini, Riko dan Hendra membawa anggotanya untuk ikut meramaikan. Mereka juga membawa banyak papan bunga dipajang di depan pintu untuk memberi ucapan selamat atas pembukaan balai mereka. Suasana terasa sangat meriah.Ariel melihat orang-orang yang keluar-masuk untuk memindahkan barang dan juga anggota yang sedang sibuk di dalam ruangan, tiba-tiba dia merasa sangat gembira. Sebab, semuanya terlihat sangat kompak.Tiba-tiba pandangan Ariel tertuju pada mobil yang berhenti di luar sana. Jendela kaca pintu baris belakang diturunkan. Orang yang duduk di dalam mobil adalah Jodhiva.“Kak, mau dipindahkan ke mana?” tanya Hendra. Ariel menoleh untuk melihat peralatan yang c
Tidak mungkin! Balai seni bela diri ini adalah jerih payah Bos Yogi!“Bukan mau ditutup.” Yogi menjelaskan dengan perlahan, “Tapi mau pindah.”“Pin … pindah?” Devin merasa kaget.Yogi mengangguk, lalu memalingkan kepalanya untuk melihat mereka. Kali ini, dia tidak bisa tersenyum lagi. “Ganti lingkungan baru.”“Jangan-jangan kita dikomplain sama mereka? Tapi, kita mau pindah ke mana? Kita sudah di sini selama 10 tahun. Lagi pula, apa ada tempat yang lebih bagus dari sini?”Tidak lama kemudian, Devin pun tertampar dengan ucapannya. Mereka tiba di depan pintu gedung baru yang memiliki tiga lantai. Tempat ini lebih luas berkali-kali lipat daripada balai mereka sebelumnya!“Bos, besar sekali!”“Iya, lokasinya juga cukup bagus. Yang paling penting, tempat ini menghadap jalan raya. Lokasinya sangat mencolok dan gampang untuk ditemukan. Begitu keluar dari kereta bawah tanah, langsung bisa melihat balai kita.”Tadinya mereka semua khawatir lokasi balai baru tidak sebagus balai sebelumnya. Siapa
Saat Ariel hendak pergi, Yogi menghentikannya, “Sebentar.”Ariel memalingkan kepalanya dengan tersenyum. “Apa kamu setuju untuk pindah?”Yogi meletakkan gelasnya. “Aku hanya ingin bertanya, kenapa kamu ingin membantuku?”Ariel tertegun sejenak, lalu menjawab dengan perlahan, “Mungkin karena aku menganggapmu sebagai temanku.”Yogi merasa syok. “Teman?”“Iya, Yogi, kamu itu temanku. Berhubung aku menganggapmu sebagai temanku, tentu saja aku mesti setia kawan.”Usai berbicara, Ariel meninggalkan ruang kerja.Yogi menunduk dengan tersenyum. Teman … sepertinya hubungan itu lumayan bagus.Di sisi lain, Sulivan dan Emiko melihat gadis berambut merah mengembalikan segepok uang tunai kepada mereka. Mereka berdua saling bertukar pandang. Ekspresi bingung terlukis di atas wajah mereka.“Ambillah! Ke depannya aku nggak akan cari masalah sama kalian lagi. Aku kembalikan uang kepada kalian.” Si Rambut Merah menyerahkan uang ke tangan Emiko. Kemudian, dia mengenakan helm, lalu mengendarai sepeda moto
“Emm?”“Kata Devin, tadinya pemilik toko nggak berencana sewa tempat kepada Yogi untuk buka balai seni bela diri. Yogi yang membujuk pemilik toko hingga dia setuju. Tapi, Devin nggak beri tahu aku masalah batas waktu sewa toko mereka.”Ariel berpikir sejenak. “Tadi, pemilik bilang sama aku kalau mereka hanya sewa 15 tahun saja. Sekarang hanya sisa 5 tahun lagi. Bukannya itu berarti nggak peduli balai seni bela dirinya bikin masalah atau nggak, pada akhirnya balai itu juga mesti ditutup?”Jodhiva memutar bola matanya. Dia tidak berbicara sama sekali.Ariel melingkari leher Jodhiva, lalu mendekati wajah si pria. “Tuan tanah itu juga menawarkan aku untuk melihat tempat yang lebih baru dan juga besar. Lokasinya bahkan sangat bagus kalau dibandingkan dengan lokasi balai seni bela diri yang sekarang.”“Menurutmu, meski klinik kecantikan yang sudah menyewa selama enam tahun mengakhiri masa sewanya, seharusnya ada yang akan lanjut menyewa tempat sebagus itu, ‘kan? Tapi tempat itu malah dibiark
Usai berbicara, Riko melanjutkan lagi, “Tapi kamu tenang saja. Aku bisa bayar separuh.” Kemudian, Riko melihat ke sisi Hendra. “Kenapa kamu malah diam?”Hendra juga menunjukkan sikap royalnya. “Tenang saja. Aku masih sanggup untuk mengeluarkan uang satu miliar.”Ketika Ariel mendengar mereka berdua sedang membahas soal pembagian porsi pembayaran toko, dia langsung tertawa sembari melipat kedua lengan di depan dada. Saat menoleh, dia melihat mereka berdua. “Nggak disangka, kalian cukup setia kawan juga.”Riko berkata, “Aku sudah menganggapmu sebagai kakakku. Bukannya sudah seharusnya aku bersikap seperti ini?”Ariel menepuk lengannya. “Bagus! Mulai sekarang, kita lupakan apa yang pernah terjadi sebelumnya. Ke depannya ada aku yang akan melindungi kalian berdua.”Riko dan Hendra saling bertukar pandang, lalu berkata dengan serempak, “Baik, Kak!”Di Grup Angkasa.Jodhiva sedang duduk di depan meja kerja sembari membaca dokumen. Pada saat ini, dia menerima sebuah pesan masuk di ponselnya.