Emir menunduk, tidak berbicara lagi.Emir berjalan keluar ruang tunggu. Kebetulan dia bertemu dengan Widya di koridor. Emir pun terkejut. “Kenapa kamu bisa ada di sini?”Widya juga tidak menyangka akan bertemu ayah tirinya di sini!Pada saat ini, Claire juga berjalan keluar. Saat melihat Emir sedang berbincang dengan Widya, Claire pun merasa bingung. “Apa Pak Emir kenal dengan Widya?”Tanpa menunggu balasan dari Emir, Widya segera berkata, “Paman Emir, aku … aku bekerja di Perusahaan Soulna.”Emir mengangguk. “Ternyata selama ini kamu kerja di Soulna?”Widya mengiakannya.Claire berjalan ke sisi Emir, lalu melihat ke sisi Widya. “Apa Pak Emir punya hubungan saudara dengan Widya?”Sebab, Widya juga bermarga Gozali.Widya menunduk dan tidak menjawab. Lebih tepatnya, dia tidak berani menjawab.Emir terdiam sejenak, lalu menjawab dengan tersenyum, “Dia adalah putri dari istriku.”Widya spontan merasa syok. Sepertinya ini pertama kalinya Emir memperkenalkan hubungan mereka kepada orang lain
Claire spontan tersenyum. “Kamu bahkan telah memikirkan apa yang mungkin dilakukan ayah tirimu. Sepertinya kamu melakukan semua ini memang demi dia.”Jujur saja, Claire cukup iri ketika melihat Widya bisa begitu memperhatikan Melia yang bukan merupakan saudara kandungnya. Dia spontan kepikiran dengan sosok Kayla ….Kayla juga bukan jahat sejak kecil. Claire masih ingat momen dia dan Imelda baru datang ke rumah. Kayla lebih tinggi sedikit daripada Claire. Rambutnya dikepang dua. Waktu itu dia kelihatan sangat pemalu. Ayah mendorong Kayla ke hadapan Claire, lalu memperkenalkannya, ‘Claire, kelak Kayla itu kakakmu.’Waktu itu Claire tidak begitu menyambut kedatangan Kayla. Sebab, ibunya Claire meninggal tak sampai satu tahun, ayahnya pun sudah mencarikan ibu tiri, bahkan seorang kakak untuknya. Saking kesalnya, Claire langsung berlari ke lantai atas.Sejak saat itu, Kayla tidak berani berbicara dengan Claire. Dia selalu bersikap waswas di rumah, tapi sebenarnya Claire tahu Kayla ingin ber
Jerry tahu jelas dengan karakter Jessie. Setelah dipikir-pikir, pada akhirnya Jerry memutuskan untuk tidak mengatakannya.Di sisi lain, tak lama kemudian Delon pun keluar dari rumah sakit. Paul yang menjemputnya pulang.Saat pulang ke rumah, Paul membujuk Delon untuk tidak membuat gara-gara lagi. Namun dia tetap tidak bisa menerima dipukul tanpa sebab.Ketika Lisa pulang sekolah, dia menyadari Delon sedang main gim di ruang tamu, raut wajahnya spontan berubah. Dia tidak menyapa Delon, langsung masuk ke kamar.Pintu kamar dibanting dengan kuat. Saking kuatnya, Paul yang sedang memasak di dapur pun melihat keluar ruangan. Dia tahu masalah kematian Stella telah menciptakan pukulan yang sangat kuat di hati Lisa. Hanya saja, Paul sudah mencari tahu dari pihak kepolisian. Masalah itu tidak ada hubungannya dengan Delon. Delon berutang banyak di luar sana, jadi orang-orang itu datang ke rumah untuk menagih utang. Saat tak sengaja menjatuhkan Stella, mereka terkejut berbondong-bondong meningga
Sepertinya Jessie memang tidak mengetahuinya.Kakak tingkat berkata dengan tersenyum, “Nanti akan ada banyak yang menyaksikan pertandingan. Kalau kamu ingin nonton, kami bisa ambilin tempat duduk buat kamu. Kami pasti akan ambilin tempat duduk terbagus buat kamu.”Hiro melihat ke sisi Jessie.Jessie merangkul lengan Lisa. “Apa aku boleh pergi bareng Lisa?”Si lelaki hanya mengundang Jessie sendiri saja. Hanya saja, ketika dihadapkan dengan pertanyaan Jessie, dia pun merasa bingung.Lisa bisa merasakannya. Dia segera menurunkan tangan Jessie, lalu berkata dengan tersenyum, “Jessie, kamu sendiri saja. Belum pasti aku bisa di hari itu.”“Aku ….”“Dik Jessie, kamu datang, ya.” Kakak tingkat mengundang dengan tulus. Jessie juga tidak enak hati untuk menolak, dia pun terpaksa menyetujuinya.Sejak meninggalkan perpustakaan, Hiro dan kedua kakak tingkat terus berjalan di sisi Jessie bagai pelindung saja. Lisa berjalan di belakang. Orang-orang di depan sana berbicara dengan gembira. Suasana ter
Saat Melia berpikir bagaimana memarkirkan mobil, tampak seorang lelaki turun dari mobil sebelah. Si lelaki mengenakan pakaian formal dengan celana berwarna cokelat. Dia juga sedang menenteng tas kerja. Intinya, si lelaki sangatlah tampan. Melia tidak pernah bertemu dengan lelaki rapi dan tampan ini sebelumnya.Pada saat ini, Melia menurunkan jendela mobilnya. “Pak.”Hendri menghentikan langkahnya. “Kamu lagi panggil aku?”Melia tersenyum canggung, lalu membuka pintu mobil. “Maaf, aku nggak bisa parkirin mobil. Apa kamu bisa bantuin aku?”Hendri melihat ke mobil Melia sejenak, lalu mengangguk. “Biar aku coba.”Melia memiringkan tubuhnya. “Terima kasih banyak, ya.”Hendri memasuki mobil, mengatur posisi bangku, lalu memundurkan mobil dengan perlahan. Dia tak berhenti memutar setir mobil untuk mengatur posisi badan mobil. Tak sampai lima menit, mobil pun sudah selesai diparkirkan.Hendri menyerahkan kunci mobil kepada Melia. “Selesai.”Melia mengambil kunci, lalu berkata dengan tersenyum,
Widya tidak meladeninya.Setelah Widya selesai memasak, Melia pun berlari ke rumah sebelah untuk mengetuk pintunya.Beberapa saat kemudian, Hendri baru membuka pintu. Sepertinya dia baru selesai mandi, masih tercium aroma sabun wangi di tubuhnya. Dia pun mengenakan kaos dan celana panjang santai. “Maaf, sudah menunggu lama.”“Nggak masalah. Kamu tinggal sendiri?” Usai berbicara, Melia sengaja mengintip ke dalam ruangan.Ruang tamu sangat luas dan bersih. Tidak tampak ada sepatu wanita di rak sepatu. Sepertinya dia memang tinggal sendiri!“Ergh ….” Hendri merasa canggung. “Masalah makan malam, aku rasa ….”Melia tidak memberinya kesempatan untuk menolak. Dia langsung menarik Hendri. “Aku sudah suruh adikku masak begitu banyak makan malam. Kalau kamu nggak makan, sia-sia dong.”Hendri dipaksa ke rumah sebelah. Saat Widya mendengar ada suara dari luar pintu, dia menengadah kepalanya, lalu bertatapan dengan Hendri. Sendok di tangannya hampir saja jatuh.Melia tidak memperhatikan ekspresi W
Widya memutar bola matanya. “Apa kamu nggak bisa bantu? Cuma tahu ngomong saja.” Widya mengambil piring ke dalam dapur.Melia berdecak. Dia memasang headset, lalu kembali ke kamarnya.…Menjelang malam, tetiba seluruh kota diguyur oleh hujan lebat. Saking lebatnya, bahkan jalanan menjadi agak banjir.Lampu di dalam kamar berwarna kuning remang. Noni berdiri di depan jendela memandang tetesan hujan yang menempel di jendela kaca. Hans memasuki kamar, lalu melangkah mendekatinya, memeluknya dari belakang. “Kenapa berdiri di depan jendela?”Dari dalam jendela, samar-samar dapat terlihat bayangan tubuh kabur Hans. “Aku suka musim hujan.”Hans membenamkan kepala ke dalam leher Widya. Dia tersenyum. “Oh ya?”Bulu mata Noni tampak bergerak. “Karena air hujan bisa mencuci sesuatu yang kotor.”Hans membalikkan tubuh Noni, lalu menopang wajahnya. “Apa kamu tahu lumut?”Noni menatapnya dengan tersenyum, lalu terdengar suara Hans lagi. “Lumut memang jenis tanaman kelas rendah, nggak bisa dibanding
Upah yang didapatkan selebritas tidaklah sedikit, mereka pasti tidak akan membayar penata rias mereka dengan harga rendah. Apalagi setelah penata rias itu terkenal, bisa jadi dia akan menjadi rebutan orang-orang. Pada saat itu, harga pun bisa dikendalikan oleh penata rias itu sendiri.Hendri tersenyum. “Kedengarannya aku kekurangan uang, ya.”“Kurang. Siapa juga yang nggak kekurangan uang?” balas Widya dengan langsung, “Untuk apa kita bekerja di kota besar ini? Bukannya demi mencari uang?”Hendri mengangguk. “Betul juga.”Setelah berjalan ke depan mobil, Hendri menghentikan langkahnya, lalu menatap ke sisi Widya. “Apa perlu aku bawa kamu ke sana?”“Nggak usah, aku bisa bawa mobil sendiri ….” Widya membongkar tasnya. Keningnya spontan berkerut. “Hei, di mana kunci mobilku?”Widya tak berhenti mencari. Seingatnya, semalam Widya telah memasukkan kunci mobil di dalam tas.“Widya!” Terdengar suara teriakan Melia dari lantai 12. Mereka mengangkat kepala, lalu tampak Melia sedang berdiri di s