Widya memutar bola matanya. “Apa kamu nggak bisa bantu? Cuma tahu ngomong saja.” Widya mengambil piring ke dalam dapur.Melia berdecak. Dia memasang headset, lalu kembali ke kamarnya.…Menjelang malam, tetiba seluruh kota diguyur oleh hujan lebat. Saking lebatnya, bahkan jalanan menjadi agak banjir.Lampu di dalam kamar berwarna kuning remang. Noni berdiri di depan jendela memandang tetesan hujan yang menempel di jendela kaca. Hans memasuki kamar, lalu melangkah mendekatinya, memeluknya dari belakang. “Kenapa berdiri di depan jendela?”Dari dalam jendela, samar-samar dapat terlihat bayangan tubuh kabur Hans. “Aku suka musim hujan.”Hans membenamkan kepala ke dalam leher Widya. Dia tersenyum. “Oh ya?”Bulu mata Noni tampak bergerak. “Karena air hujan bisa mencuci sesuatu yang kotor.”Hans membalikkan tubuh Noni, lalu menopang wajahnya. “Apa kamu tahu lumut?”Noni menatapnya dengan tersenyum, lalu terdengar suara Hans lagi. “Lumut memang jenis tanaman kelas rendah, nggak bisa dibanding
Upah yang didapatkan selebritas tidaklah sedikit, mereka pasti tidak akan membayar penata rias mereka dengan harga rendah. Apalagi setelah penata rias itu terkenal, bisa jadi dia akan menjadi rebutan orang-orang. Pada saat itu, harga pun bisa dikendalikan oleh penata rias itu sendiri.Hendri tersenyum. “Kedengarannya aku kekurangan uang, ya.”“Kurang. Siapa juga yang nggak kekurangan uang?” balas Widya dengan langsung, “Untuk apa kita bekerja di kota besar ini? Bukannya demi mencari uang?”Hendri mengangguk. “Betul juga.”Setelah berjalan ke depan mobil, Hendri menghentikan langkahnya, lalu menatap ke sisi Widya. “Apa perlu aku bawa kamu ke sana?”“Nggak usah, aku bisa bawa mobil sendiri ….” Widya membongkar tasnya. Keningnya spontan berkerut. “Hei, di mana kunci mobilku?”Widya tak berhenti mencari. Seingatnya, semalam Widya telah memasukkan kunci mobil di dalam tas.“Widya!” Terdengar suara teriakan Melia dari lantai 12. Mereka mengangkat kepala, lalu tampak Melia sedang berdiri di s
Hendri mengangkat-angkat pundaknya. “Emm, memang agak sulit dalam berbahasa di awal. Tapi lambat laun, aku kenal dengan teman baru, orangnya cukup baik.”Claire tersenyum. “Bagus, tapi siapa nama temanmu itu? Nanti ajak dia untuk ke sini, aku ingin traktir dia makan.”“Namanya Eric. Oh ya, ayahnya dulu adalah pemegang saham dari Perusahaan Luxury. Apa Kak Claire kenal sama dia?”Claire tertegun sejenak. “Pemegang saham yang mana?”Hendri menjawab, “Aldrich.”Claire kembali terbengong sejenak. Tetiba dia tertawa. “Ternyata putra dari Pak Aldrich. Kamu memang cukup beruntung.”Aldrich adalah lelaki yang sangat ramah. Dia juga memiliki koneksi yang sangat luas di Negara Shawana. Anak hasil didikannya pasti akan seunggul dirinya. Nasib Hendri memang cukup bagus.Selesai mereka berdua sarapan dan hendak meninggalkan restoran, mereka bertemu dengan Hans. Hans sedang menggendong seorang anak dengan satu tangan, lalu menggandeng tangan wanita tersebut. Gambaran kelihatan sangat bahagia.Claire
Roger menggaruk kepalanya. Dia juga merasa bingung. “Katanya demi menyatakan rasa terima kasih, dia ingin menyerahkan pengembangan Hotel Luxe kepada kami. Tuan Javier, menurutmu, sebenarnya apa yang lagi dipikirkan Hans? Jangan-jangan dia lagi gembira karena Noni dan putranya kembali ke sisinya?”Javier meletakkan cangkir kopi ke atas meja kerja. “Dia bukan sedang berterima kasih sama aku.”Roger tertegun sejenak. “Bukan berterima kasih kepadaku?”Javier tersenyum. “Sama Claire.” Usai berbicara, Javier mengangkat kepalanya. “Claire menyuruh Noni untuk melepaskan masa lalu. Jadi, Noni setuju untuk menikah dengan Hans pada akhir tahun ini.”Roger terbengong. “Hanya karena setuju untuk menikah, dia malah gembira seperti ini?”Javier duduk di bangku kerjanya. “Awalnya Noni tidak berencana untuk menikah dengannya. Sekarang dia malah menyetujuinya, menurutmu dia itu gembira atau tidak.”Akhirnya Roger mengerti. Jadi, Hans menyerahkan proyek besar ini kepada Grup Angkasa demi berterima kasih
Setelah pertandingan selama dua jam berakhir, Jessie mengikuti Hiro berjalan keluar lapangan basket. Pada saat ini, Jessie memalingkan kepala untuk menatapnya. “Kak Hiro, apa kamu ingin main bola?”Hiro tersenyum. “Biasa saja.”“Bukannya penyakitmu sudah sembuh? Kalau kamu pengen main, kamu bisa main, ‘kan?” Jessie meletakkan tangan di belakang punggungnya. Gayanya bagai seorang senior saja.Dua kakak tingkat yang tadinya bertanding sudah mengganti seragam mereka. Mereka pun berlari ke sisi Hiro, lalu merangkul pundaknya. “Kak Hiro-mu itu kutu buku. Dia cukup fokus dalam pelajaran saja. Masalah main bola tidak cocok sama dia.”Hiro hanya tersenyum.Jessie melipat kedua tangannya sembari menatap mereka berdua. “Kenapa nggak cocok?”Kedua lelaki saling bertukar pandang dan tersenyum. “Kalau Hiro mahir dalam segala hal, apa kami masih ada jalan hidup lagi?”Hiro tampan, kaya, dan juga murid unggulan. Dia sudah menjadi yang nomor satu di angkatan SMA. Kalau dia juga menguasai teknik bermai
Paul terbengong sejenak. Dia melihat sosok Lisa yang tidak berbicara sama sekali. “Lisa, apa benar semua ini ulahmu?”Raut wajah Paul menjadi muram. Dia masih tidak berbicara.Delon sungguh emosi saat ini, tapi dia tidak bisa melampiaskannya. Dengan terpaksa, dia menendang rak di sampingnya hingga pajangan di dalamnya bergetar, lalu jatuh ke lantai. “Inilah putri yang kamu didik. Tak disangka dia hebat sekali.”“Delon, jangan bicara lagi.”“Kamu mulai pilih kasih lagi?” Delon tersenyum, lalu menekan-nekan gigi geraham dengan lidahnya. “Demi putri kesayanganmu, kalian rela keluar uang banyak untuk sekolahkan dia di sekolah konglomerat. Tapi apa yang dia pelajari? Oh nggak, dia belajar gimana cara untuk menyogok. Dia lebih pintar daripada aku.”Raut wajah Paul berubah muram. Dia tidak berbicara. Namun pada saat ini, tetiba Lisa berlari keluar.“Lisa!” Setelah matahari terbenam, langit semakin gelap lagi. Lisa berjalan di trotoar diterangi dengan cahaya lampu jalan dan toko di tepi jalan
Lisa segera berlari keluar kelas. Dia langsung bersembunyi di dalam bilik toilet. Tanpa menunda waktu, Lisa membuka ponsel dengan tangan gemetar. Semua netizen sedang mengomentarinya dengan kasar, mengatakan dirinya tidak memiliki hati nurani.Semua orang yang ingin mengikuti akun Lisa adalah penggemar Cahya. Ketika membaca caci makian kasar itu, kedua kaki Lisa spontan menjadi lemah. Dia langsung duduk di atas kloset.Dia membuka berita dunia hiburan, semuanya berisi video yang direkamnya semalam. Tak disangka video itu sudah disebarluaskan hingga tahap seperti ini. Kali ini masalah benar-benar menjadi serius.Saat ini, Keluarga Chaniago sudah mengutus anggota untuk mencabut berita. Sayangnya, foto anak sudah tersebar luas ke mana-mana.Meskipun berita telah dicabut, tidak dapat dijamin bahwa bahan pembicaraan ini akan berhenti sampai di situ.Grace sedang bersandar di dalam pelukan Ester. Dia mengambil sisir, menyisir rambut si kecil. Berhubung Grace masih kecil, dia tidak tahu apa y
Jessie memiliki apa pun dari kecil. Tentu saja dia tidak dapat memahami, ketika seseorang mendapatkan sesuatu tanpa harus berusaha, mereka akan berpikir bahwa hal-hal berharga seringkali bisa didapati dengan gampangnya.Semuanya seperti yang dikhawatirkan Claire sebelumnya. Dia menopang keningnya. “Aku akan mengatasi masalahnya.”Cherry menghela napas, lalu mencondongkan tubuhnya melihat Claire. “Lebih baik kamu nggak usah tunjukin diri. Suruh guru atau ayahnya saja yang nasehati dia. Bagaimanapun, Jessie sangat menyukai temannya yang satu ini. Nggak bagus kalau kamu turun tangan sendiri.”Claire memandang ke atas meja. Entah apa yang sedang dia pikirkan.Di sekolah swasta.Lisa menarik Jessie ke lantai teratas dengan buru-buru. Dia mengamati sekeliling dengan gugup. Jessie ikut memalingkan kepala dan melihat. Dia mengamati Lisa dengan bingung. “Lisa, kamu lagi sembunyi dari siapa?”Jessie masih belum membaca berita. Dia tidak tahu apa yang telah terjadi. Terlebih, berita sudah dicabut