Setelah pertandingan selama dua jam berakhir, Jessie mengikuti Hiro berjalan keluar lapangan basket. Pada saat ini, Jessie memalingkan kepala untuk menatapnya. “Kak Hiro, apa kamu ingin main bola?”Hiro tersenyum. “Biasa saja.”“Bukannya penyakitmu sudah sembuh? Kalau kamu pengen main, kamu bisa main, ‘kan?” Jessie meletakkan tangan di belakang punggungnya. Gayanya bagai seorang senior saja.Dua kakak tingkat yang tadinya bertanding sudah mengganti seragam mereka. Mereka pun berlari ke sisi Hiro, lalu merangkul pundaknya. “Kak Hiro-mu itu kutu buku. Dia cukup fokus dalam pelajaran saja. Masalah main bola tidak cocok sama dia.”Hiro hanya tersenyum.Jessie melipat kedua tangannya sembari menatap mereka berdua. “Kenapa nggak cocok?”Kedua lelaki saling bertukar pandang dan tersenyum. “Kalau Hiro mahir dalam segala hal, apa kami masih ada jalan hidup lagi?”Hiro tampan, kaya, dan juga murid unggulan. Dia sudah menjadi yang nomor satu di angkatan SMA. Kalau dia juga menguasai teknik bermai
Paul terbengong sejenak. Dia melihat sosok Lisa yang tidak berbicara sama sekali. “Lisa, apa benar semua ini ulahmu?”Raut wajah Paul menjadi muram. Dia masih tidak berbicara.Delon sungguh emosi saat ini, tapi dia tidak bisa melampiaskannya. Dengan terpaksa, dia menendang rak di sampingnya hingga pajangan di dalamnya bergetar, lalu jatuh ke lantai. “Inilah putri yang kamu didik. Tak disangka dia hebat sekali.”“Delon, jangan bicara lagi.”“Kamu mulai pilih kasih lagi?” Delon tersenyum, lalu menekan-nekan gigi geraham dengan lidahnya. “Demi putri kesayanganmu, kalian rela keluar uang banyak untuk sekolahkan dia di sekolah konglomerat. Tapi apa yang dia pelajari? Oh nggak, dia belajar gimana cara untuk menyogok. Dia lebih pintar daripada aku.”Raut wajah Paul berubah muram. Dia tidak berbicara. Namun pada saat ini, tetiba Lisa berlari keluar.“Lisa!” Setelah matahari terbenam, langit semakin gelap lagi. Lisa berjalan di trotoar diterangi dengan cahaya lampu jalan dan toko di tepi jalan
Lisa segera berlari keluar kelas. Dia langsung bersembunyi di dalam bilik toilet. Tanpa menunda waktu, Lisa membuka ponsel dengan tangan gemetar. Semua netizen sedang mengomentarinya dengan kasar, mengatakan dirinya tidak memiliki hati nurani.Semua orang yang ingin mengikuti akun Lisa adalah penggemar Cahya. Ketika membaca caci makian kasar itu, kedua kaki Lisa spontan menjadi lemah. Dia langsung duduk di atas kloset.Dia membuka berita dunia hiburan, semuanya berisi video yang direkamnya semalam. Tak disangka video itu sudah disebarluaskan hingga tahap seperti ini. Kali ini masalah benar-benar menjadi serius.Saat ini, Keluarga Chaniago sudah mengutus anggota untuk mencabut berita. Sayangnya, foto anak sudah tersebar luas ke mana-mana.Meskipun berita telah dicabut, tidak dapat dijamin bahwa bahan pembicaraan ini akan berhenti sampai di situ.Grace sedang bersandar di dalam pelukan Ester. Dia mengambil sisir, menyisir rambut si kecil. Berhubung Grace masih kecil, dia tidak tahu apa y
Jessie memiliki apa pun dari kecil. Tentu saja dia tidak dapat memahami, ketika seseorang mendapatkan sesuatu tanpa harus berusaha, mereka akan berpikir bahwa hal-hal berharga seringkali bisa didapati dengan gampangnya.Semuanya seperti yang dikhawatirkan Claire sebelumnya. Dia menopang keningnya. “Aku akan mengatasi masalahnya.”Cherry menghela napas, lalu mencondongkan tubuhnya melihat Claire. “Lebih baik kamu nggak usah tunjukin diri. Suruh guru atau ayahnya saja yang nasehati dia. Bagaimanapun, Jessie sangat menyukai temannya yang satu ini. Nggak bagus kalau kamu turun tangan sendiri.”Claire memandang ke atas meja. Entah apa yang sedang dia pikirkan.Di sekolah swasta.Lisa menarik Jessie ke lantai teratas dengan buru-buru. Dia mengamati sekeliling dengan gugup. Jessie ikut memalingkan kepala dan melihat. Dia mengamati Lisa dengan bingung. “Lisa, kamu lagi sembunyi dari siapa?”Jessie masih belum membaca berita. Dia tidak tahu apa yang telah terjadi. Terlebih, berita sudah dicabut
Jessie mengangkat kepalanya. “Tapi ….”“Jessie, kesalahannya harus ditanggung oleh dirinya sendiri. Kamu sudah membantunya berkali-kali, apa kamu bisa membantunya seumur hidup?” Claire menyimpan ponselnya. “Apa dia yang suruh kamu untuk cari Ibu?”“Bukan ….” Jessie tidak pintar dalam berbohong. Telinganya akan memanas ketika berbohong.Kening Claire berkerut. “Teman yang sejati nggak akan memilih untuk memanfaatkanmu.”Jessie langsung berlari ke lantai atas. Dia menutup pintu kamar, lalu berbaring telungkup ke atas ranjang dengan raut kecewa. Dia sungguh tidak mengerti kenapa Lisa akan membohonginya. Apa sebenarnya dia hanya takut disalahkan saja?Entah sejak kapan Jerry berdiri di depan pintu. “Dasar bodoh! Apa kamu tidak merasa Lisa sudah berubah?”Jessie duduk, lalu melirik Jerry. “Nggak mungkin, mana mungkin Lisa akan berubah?”Jerry melipat kedua tangannya berjalan mendekatinya. “Semua orang akan berubah. Dia memang adalah Lisa, tapi dia sudah bukan Lisa yang dulu lagi.”Jessie ti
Setelah kembali ke ruang kelas, Jessie mengeluarkan ponsel untuk mengirim pesan kepada Lisa. Dia ingin menjelaskan kesalahpahaman ini. Namun ketika pesan dikirim, baru diketahui ternyata nomornya sudah diblokir.Di sisi lain, Lisa yang memblokir Jessie tidak sadar bahwa dirinya telah melakukan kesalahan. Lagi pula, nantinya Jessie pasti akan mencari Lisa untuk menjelaskan semua ini. Dia memblokir Jessie juga demi membuat Jessie merasa terancam saja.Jessie sangat menghargai pertemanan ini. Sekarang dia pasti sangat sedih, ‘kan? Lisa hanya perlu menunggu Jessie datang untuk mengajak berbaikan saja.Lisa menghapus komentar-komentar kasar di akunnya, lalu mengunggah postingan terbaru.Beberapa hari kemudian, saat selesai pelajaran olahraga, Jessie pun pergi ke perpustakaan. Suasana hatinya masih terasa buruk lantaran diblokir oleh Lisa. Dia hanya bisa melampiaskan emosinya dengan membaca buku saja.Jessie mencari buku di depan rak. Samar-samar terdengar suara seseorang. “Kenapa beberapa h
Sore harinya setelah pulang sekolah, Lisa berdiri di depan gerbang sekolah. Sepertinya dia sengaja menunggu Jessie mencarinya. Dia sudah berpikir sebelumnya. Seandainya Jessie mengajaknya bicara, Lisa pun akan memaafkan Jessie. Dengan begitu, lain kali dia akan takut untuk kehilangan temannya yang satu ini.Jessie berjalan keluar sekolah. Dia dapat melihat Lisa sedang berdiri di depan gerbang sana. Langkah kakinya langsung berhenti.Lisa melirik Jessie sekilas, berlagak tidak meladeninya.Lisa membatin, ‘Dia pasti akan cari aku.’Namun pada saat ini, tetiba muncul sekelompok orang. “Dia orangnya!”Mereka berjalan ke sisi Jessie. Belum sempat Jessie merespons, dia pun didorong hingga jatuh ke lantai. Lisa pun terbengong. Saat dia hendak menghampiri Jessie, sekelompok wanita yang mengenakan masker memotret sembari memaki, “Pengkhianat!”“Padahal Cahya baik banget sama kamu, kamu malah bocorin rahasianya!”“Apa ayahmu tahu kamu melakukan hal rendahan ini?”Jessie tidak mengerti apa yang t
Javier dan Steven hanya fokus dengan makanan mereka. Mereka tidak berani berbicara sama sekali.Claire langsung naik ke lantai atas.Steven pun memelototi Javier. “Apa kamu sudah dengar ucapan istrimu? Kelak jangan terlalu memanjakan Jessie.”Javier menjawab dengan acuh tak acuh, “Seolah-olah kamu tidak memanjakannya saja.”Steven mencemberutkan bibirnya. Siapa suruh Jessie adalah cucunya? Lagi pula, keluarga mereka juga tidak kekurangan apa pun. Jadi tidak ada salahnya Steven memberikan apa pun yang ingin dia berikan kepada cucu-cucunya.Jujur saja, Jessie memang tumbuh dengan dilindungi banyak orang. Boleh dikatakan bahwa dia bagai bunga yang ditanam dengan perlindungan ketat saja. Begitu meninggalkan perlindungan mereka, Jessie pasti tidak bisa hidup mandiri.Jessie tidak tahu bagaimana cara berinteraksi dengan yang lain lantaran dirinya terlalu lugu. Seandainya tidak ada Jerry yang menjaga Jessie di rumah, sepertinya dia sudah dibohongi oleh banyak orang.Hanya saja, semoga dari ma