Sepertinya Jessie memang tidak mengetahuinya.Kakak tingkat berkata dengan tersenyum, “Nanti akan ada banyak yang menyaksikan pertandingan. Kalau kamu ingin nonton, kami bisa ambilin tempat duduk buat kamu. Kami pasti akan ambilin tempat duduk terbagus buat kamu.”Hiro melihat ke sisi Jessie.Jessie merangkul lengan Lisa. “Apa aku boleh pergi bareng Lisa?”Si lelaki hanya mengundang Jessie sendiri saja. Hanya saja, ketika dihadapkan dengan pertanyaan Jessie, dia pun merasa bingung.Lisa bisa merasakannya. Dia segera menurunkan tangan Jessie, lalu berkata dengan tersenyum, “Jessie, kamu sendiri saja. Belum pasti aku bisa di hari itu.”“Aku ….”“Dik Jessie, kamu datang, ya.” Kakak tingkat mengundang dengan tulus. Jessie juga tidak enak hati untuk menolak, dia pun terpaksa menyetujuinya.Sejak meninggalkan perpustakaan, Hiro dan kedua kakak tingkat terus berjalan di sisi Jessie bagai pelindung saja. Lisa berjalan di belakang. Orang-orang di depan sana berbicara dengan gembira. Suasana ter
Saat Melia berpikir bagaimana memarkirkan mobil, tampak seorang lelaki turun dari mobil sebelah. Si lelaki mengenakan pakaian formal dengan celana berwarna cokelat. Dia juga sedang menenteng tas kerja. Intinya, si lelaki sangatlah tampan. Melia tidak pernah bertemu dengan lelaki rapi dan tampan ini sebelumnya.Pada saat ini, Melia menurunkan jendela mobilnya. “Pak.”Hendri menghentikan langkahnya. “Kamu lagi panggil aku?”Melia tersenyum canggung, lalu membuka pintu mobil. “Maaf, aku nggak bisa parkirin mobil. Apa kamu bisa bantuin aku?”Hendri melihat ke mobil Melia sejenak, lalu mengangguk. “Biar aku coba.”Melia memiringkan tubuhnya. “Terima kasih banyak, ya.”Hendri memasuki mobil, mengatur posisi bangku, lalu memundurkan mobil dengan perlahan. Dia tak berhenti memutar setir mobil untuk mengatur posisi badan mobil. Tak sampai lima menit, mobil pun sudah selesai diparkirkan.Hendri menyerahkan kunci mobil kepada Melia. “Selesai.”Melia mengambil kunci, lalu berkata dengan tersenyum,
Widya tidak meladeninya.Setelah Widya selesai memasak, Melia pun berlari ke rumah sebelah untuk mengetuk pintunya.Beberapa saat kemudian, Hendri baru membuka pintu. Sepertinya dia baru selesai mandi, masih tercium aroma sabun wangi di tubuhnya. Dia pun mengenakan kaos dan celana panjang santai. “Maaf, sudah menunggu lama.”“Nggak masalah. Kamu tinggal sendiri?” Usai berbicara, Melia sengaja mengintip ke dalam ruangan.Ruang tamu sangat luas dan bersih. Tidak tampak ada sepatu wanita di rak sepatu. Sepertinya dia memang tinggal sendiri!“Ergh ….” Hendri merasa canggung. “Masalah makan malam, aku rasa ….”Melia tidak memberinya kesempatan untuk menolak. Dia langsung menarik Hendri. “Aku sudah suruh adikku masak begitu banyak makan malam. Kalau kamu nggak makan, sia-sia dong.”Hendri dipaksa ke rumah sebelah. Saat Widya mendengar ada suara dari luar pintu, dia menengadah kepalanya, lalu bertatapan dengan Hendri. Sendok di tangannya hampir saja jatuh.Melia tidak memperhatikan ekspresi W
Widya memutar bola matanya. “Apa kamu nggak bisa bantu? Cuma tahu ngomong saja.” Widya mengambil piring ke dalam dapur.Melia berdecak. Dia memasang headset, lalu kembali ke kamarnya.…Menjelang malam, tetiba seluruh kota diguyur oleh hujan lebat. Saking lebatnya, bahkan jalanan menjadi agak banjir.Lampu di dalam kamar berwarna kuning remang. Noni berdiri di depan jendela memandang tetesan hujan yang menempel di jendela kaca. Hans memasuki kamar, lalu melangkah mendekatinya, memeluknya dari belakang. “Kenapa berdiri di depan jendela?”Dari dalam jendela, samar-samar dapat terlihat bayangan tubuh kabur Hans. “Aku suka musim hujan.”Hans membenamkan kepala ke dalam leher Widya. Dia tersenyum. “Oh ya?”Bulu mata Noni tampak bergerak. “Karena air hujan bisa mencuci sesuatu yang kotor.”Hans membalikkan tubuh Noni, lalu menopang wajahnya. “Apa kamu tahu lumut?”Noni menatapnya dengan tersenyum, lalu terdengar suara Hans lagi. “Lumut memang jenis tanaman kelas rendah, nggak bisa dibanding
Upah yang didapatkan selebritas tidaklah sedikit, mereka pasti tidak akan membayar penata rias mereka dengan harga rendah. Apalagi setelah penata rias itu terkenal, bisa jadi dia akan menjadi rebutan orang-orang. Pada saat itu, harga pun bisa dikendalikan oleh penata rias itu sendiri.Hendri tersenyum. “Kedengarannya aku kekurangan uang, ya.”“Kurang. Siapa juga yang nggak kekurangan uang?” balas Widya dengan langsung, “Untuk apa kita bekerja di kota besar ini? Bukannya demi mencari uang?”Hendri mengangguk. “Betul juga.”Setelah berjalan ke depan mobil, Hendri menghentikan langkahnya, lalu menatap ke sisi Widya. “Apa perlu aku bawa kamu ke sana?”“Nggak usah, aku bisa bawa mobil sendiri ….” Widya membongkar tasnya. Keningnya spontan berkerut. “Hei, di mana kunci mobilku?”Widya tak berhenti mencari. Seingatnya, semalam Widya telah memasukkan kunci mobil di dalam tas.“Widya!” Terdengar suara teriakan Melia dari lantai 12. Mereka mengangkat kepala, lalu tampak Melia sedang berdiri di s
Hendri mengangkat-angkat pundaknya. “Emm, memang agak sulit dalam berbahasa di awal. Tapi lambat laun, aku kenal dengan teman baru, orangnya cukup baik.”Claire tersenyum. “Bagus, tapi siapa nama temanmu itu? Nanti ajak dia untuk ke sini, aku ingin traktir dia makan.”“Namanya Eric. Oh ya, ayahnya dulu adalah pemegang saham dari Perusahaan Luxury. Apa Kak Claire kenal sama dia?”Claire tertegun sejenak. “Pemegang saham yang mana?”Hendri menjawab, “Aldrich.”Claire kembali terbengong sejenak. Tetiba dia tertawa. “Ternyata putra dari Pak Aldrich. Kamu memang cukup beruntung.”Aldrich adalah lelaki yang sangat ramah. Dia juga memiliki koneksi yang sangat luas di Negara Shawana. Anak hasil didikannya pasti akan seunggul dirinya. Nasib Hendri memang cukup bagus.Selesai mereka berdua sarapan dan hendak meninggalkan restoran, mereka bertemu dengan Hans. Hans sedang menggendong seorang anak dengan satu tangan, lalu menggandeng tangan wanita tersebut. Gambaran kelihatan sangat bahagia.Claire
Roger menggaruk kepalanya. Dia juga merasa bingung. “Katanya demi menyatakan rasa terima kasih, dia ingin menyerahkan pengembangan Hotel Luxe kepada kami. Tuan Javier, menurutmu, sebenarnya apa yang lagi dipikirkan Hans? Jangan-jangan dia lagi gembira karena Noni dan putranya kembali ke sisinya?”Javier meletakkan cangkir kopi ke atas meja kerja. “Dia bukan sedang berterima kasih sama aku.”Roger tertegun sejenak. “Bukan berterima kasih kepadaku?”Javier tersenyum. “Sama Claire.” Usai berbicara, Javier mengangkat kepalanya. “Claire menyuruh Noni untuk melepaskan masa lalu. Jadi, Noni setuju untuk menikah dengan Hans pada akhir tahun ini.”Roger terbengong. “Hanya karena setuju untuk menikah, dia malah gembira seperti ini?”Javier duduk di bangku kerjanya. “Awalnya Noni tidak berencana untuk menikah dengannya. Sekarang dia malah menyetujuinya, menurutmu dia itu gembira atau tidak.”Akhirnya Roger mengerti. Jadi, Hans menyerahkan proyek besar ini kepada Grup Angkasa demi berterima kasih
Setelah pertandingan selama dua jam berakhir, Jessie mengikuti Hiro berjalan keluar lapangan basket. Pada saat ini, Jessie memalingkan kepala untuk menatapnya. “Kak Hiro, apa kamu ingin main bola?”Hiro tersenyum. “Biasa saja.”“Bukannya penyakitmu sudah sembuh? Kalau kamu pengen main, kamu bisa main, ‘kan?” Jessie meletakkan tangan di belakang punggungnya. Gayanya bagai seorang senior saja.Dua kakak tingkat yang tadinya bertanding sudah mengganti seragam mereka. Mereka pun berlari ke sisi Hiro, lalu merangkul pundaknya. “Kak Hiro-mu itu kutu buku. Dia cukup fokus dalam pelajaran saja. Masalah main bola tidak cocok sama dia.”Hiro hanya tersenyum.Jessie melipat kedua tangannya sembari menatap mereka berdua. “Kenapa nggak cocok?”Kedua lelaki saling bertukar pandang dan tersenyum. “Kalau Hiro mahir dalam segala hal, apa kami masih ada jalan hidup lagi?”Hiro tampan, kaya, dan juga murid unggulan. Dia sudah menjadi yang nomor satu di angkatan SMA. Kalau dia juga menguasai teknik bermai