Hans menarik tangannya, lalu bertanya dengan tenang, "Apa yang terjadi?"Selly tertegun sejenak. Air matanya mengalir dari sudut matanya dan terlihat begitu malang. Kemudian, dia berkata, "Kalau aku mengatakannya, apa kamu bakal percaya?"Hans hanya melihatnya. Selly pun memaksakan diri untuk duduk, lalu berbicara dengan lemas, "Pelakunya ... Noni. Dia nggak mau aku melahirkan anak ini, jadi mengutus orang untuk mencariku dan bikin aku keguguran."Namun, Hans tetap diam. Selly menambahkan sambil terisak pelan, "Semua ini salahku. Seharusnya aku nggak kembali ke sisimu, seharusnya aku nggak berharap untuk menjadi istrimu. Anak malangku, dia belum sempat lahir dan melihat dunia ini, tapi sudah meninggalkan kita. Hans, aku sedih banget, aku nggak mau hidup lagi."Hans tampak menggerakkan matanya. Dia bangkit dan membantu Selly untuk berbaring, lalu berkata, "Istirahatlah dengan baik, jangan bicara yang aneh-aneh."Selly memandangnya sambil bertanya, "Hans, anak kita sudah nggak ada, apa k
Akan tetapi, apakah Selly akan menyerah begitu saja? Tentu tidak mungkin.....Pada jam makan siang, Widya dan Naomi pergi ke toko dessert terdekat untuk mencoba dessert baru yang baru saja dirilis. Widya berkata, "Toko dessert yang terkenal ini bagus, 'kan? Toko ini sangat populer di internet. Aku juga FOMO karena melihatnya di internet."Naomi yang kebingungan bertanya, "Apa itu FOMO?"Widya terkejut sejenak, lalu menjelaskan, "Orang-orang biasanya membagikan barang atau toko bagus di internet supaya orang lain tahu ada. FOMO itu singkatan dari Fear of Missing Out, yang artinya takut ketinggalan tren."Usai berkata demikian, Widya pun menopang kepalanya. Dia menatap Naomi sambil bertanya, "Kamu jarang main internet, ya? Padahal kamu masih muda, tapi kenapa rasanya kita seperti beda generasi?"Sementara itu, Naomi menyelipkan rambutnya ke belakang, lalu berkata sembari tersenyum canggung, "Aku nggak terlalu suka main internet.""Pantas saja," ucap Widya. Kemudian, dia menyendok krim d
Naomi tidak menjawab. Dia membuka pintu, lalu mengejar Hardy. Di sisi lain, Hardy sudah tiba di parkiran. Begitu melihat pantulan dari jendela mobilnya, tangan Hardy tertahan di gagang pintu. Dia menoleh ke arah Naomi yang sedang mengejarnya sembari bertanya, "Naomi, ada urusan apa?"Naomi masih terengah-engah. Setelah napasnya teratur, dia berdiri tegak sambil menimpali, "Maaf, Pak Hardy. Kami nggak bermaksud untuk membicarakanmu. Tolong jangan dimasukkan ke hati."Hardy menatapnya dan membalas, "Aku bukan orang yang berpikiran sempit. Lagi pula, rumor itu belum tentu salah. Bagaimana kalau itu mungkin terjadi?"Naomi sontak tercengang.Hardy tersenyum tipis sambil bertanya, "Sepertinya kamu gampang percaya pada orang lain. Menurutmu, aku bukan pria seperti itu, tapi bagaimana kalau aku memang pria seperti itu?"Naomi menunduk seraya mengepalkan tangannya dan berujar, "Beri tahu aku kalau kamu bukan pria seperti itu."Hardy melirik Naomi sekilas, lalu tertawa. Dia menimpali, "Aku tida
Selly tahu keretakan hubungan mereka disebabkan karena masalah kegugurannya. Hans tidak bisa menerima kenyataan ini. Selly menggigit ujung kuku jempolnya. Hans bahkan bisa menerima wanita seperti Noni, bagaimana mungkin pria itu tidak bisa menerima dirinya?Hans pasti akan mencurigai Noni atas kejadian ini. Apalagi, Noni pernah merencanakan hal jahat terhadap orang lain. Menurutnya, masuk akal jika kesalahan ini dilemparkan kepada Noni.Saat ini, Hans sedang menyelidiki kejadian yang menimpa Selly. Ketika sedang meminta penjaga keamanan untuk memeriksa kamera pengawas koridor, Hans melihat ada 3 orang pria. Di layar monitor, terlihat ciri-ciri 3 pria itu dari belakang. Dia meminta pengawal untuk menyelidiki identitas mereka.Setelah keluar dari ruang kamera pengawas, Hans mengeluarkan ponselnya. Dia mengernyit begitu melihat ada beberapa pesan yang belum dibaca. Bukannya membaca semua pesan itu, dia malah langsung menghapusnya. Tiba-tiba, ada satu pesan lagi yang masuk.Di sisi lain, N
Noni membalikkan badannya membelakangi Hans. Kala ini, dia membuka matanya dan mengatupkan bibirnya dengan erat.Ketika memeluk Noni dari belakang, Hans merasa bahwa tubuh Noni bergetar. Dia membalikkan badan Noni. Matanya masih terpejam, tetapi terlihat air mata yang mengalir dari sudut matanya. Hans menyekanya dengan lembut seraya berujar, "Aku minta maaf. Bisakah kita melupakan kesalahan masing-masing?"Noni membuka matanya, lalu menimpali dengan suara serak, "Bukan aku yang melakukannya."Hans menatap Noni. Sebenarnya, dia sama sekali tidak mencurigai Noni. Dia hanya ingin menggunakan alasan ini untuk menahan Noni. "Mau kamu melakukannya atau tidak, aku tetap tidak akan melepaskanmu," timpalnya.Hans melepaskan pelukannya. Dia berdiri dan mengambil pakaiannya, lalu pergi. Begitu mendengar pintu dibanting dengan keras, Noni memejamkan matanya. Ketika keluar dari hotel, Hans menerima panggilan dari pengawalnya. "Tuan Hans, aku sudah berhasil menyelidiki orang-orang itu. Mereka bekerj
"Selly, kalau tadi kamu jujur kepadaku, aku akan percaya kalau kamu sedang mengalami kesulitan. Tapi, kamu malah menyembunyikannya dariku lagi. Bagaimana aku harus percaya padamu?" Hans menengadah. Setelah emosinya mereda, dia melanjutkan, "Kamu bahkan mengarang cerita dan bilang ini semua perbuatan Noni. Selly, apa kamu tahu kamu sudah berubah?"Jantung Selly berdetak dengan kencang. Dia mengepalkan tangannya dengan erat sambil menitikkan air mata. "Aku berubah?" Dia menengadah menatap Hans dan bertanya, "Aku atau kamu yang berubah?"Hans tidak menjawab pertanyaannya.Selly berteriak dengan terisak, "Sejak aku hamil, sikapmu berubah menjadi dingin padaku. Kamu yang membuatku terus khawatir. Aku takut kehilanganmu sehingga nggak berani berkata jujur padamu.""Hans, aku ini wanita. Intuisi wanita nggak pernah salah. Entah sejak kapan, sikapmu pada Noni juga berubah," lanjut Selly meluapkan emosinya.Mendengar ini, Hans sontak tertegun. Dia juga tidak tahu sejak kapan dirinya berubah. Di
Hans berujar, "Ya, mungkin kamu benar, akulah yang berpikir terlalu tinggi tentangmu. Sejarah memalukan Noni tidak bisa dibandingkan dengan kesempurnaanmu. Jadi, aku tetap memilihmu setelah kamu kembali.""Kukira aku masih mencintaimu. Tapi, sekarang aku tidak yakin apa aku benar-benar mencintaimu atau hanya merasa bersalah. Atau apakah yang kucintai itu kamu yang sempurna di masa lalu atau kamu yang sekarang," tambah Hans.Selly bergeming di ranjang. Setelah beberapa lama, dia bertanya dengan suara serak, "Jadi, kamu nggak mencintaiku lagi?"Hans berkata pelan, "Bagaimana kalau itu kenyataannya?"Selly tidak menyahut. Keheningan ini berlangsung cukup lama sebelum dia berujar dengan air mata berlinang, "Aku mengerti. Kita nggak akan bisa balik ke masa lalu."Hans berbalik dan hendak pergi, tetapi dia mendadak berhenti melangkah dan berkata, "Aku akan melunasi utangmu. Selly, cuma itu yang bisa kulakukan untukmu." Usai meninggalkan kata-kata itu, dia pun berlalu.Selly menangisi kepergi
"Oke," sahut Aditya.Naomi menaruh gelas anggurnya ke meja, lalu segera berlalu. Dia menyusuri koridor panjang sambil memandang ke sekeliling. Akhirnya, dia memilih untuk pergi ke taman. Air mancur di sana dihiasi lampu warna-warni yang indah. Naomi duduk di bangku taman. Dia menutup erat mantelnya dan menghangatkan diri dengan menggosokkan kedua tangan.Mendadak, terdengar suara denting piano tidak jauh dari sana. Naomi menyapukan pandangan ke sekeliling, lalu berjalan ke asal suara. Ada kerumunan orang di depan yang tampak sedang memperhatikan sesuatu.Naomi menyelip ke tengah kerumunan, lalu melihat seorang pria berkarisma yang memakai kacamata berbingkai emas sedang memainkan piano. Setelah lagu selesai dimainkan, semua orang di sekitar memberikan tepuk tangan."Lagu apa kamu mainkan tadi?" tanya seseorang di tengah kerumunan.Sebelum pemain piano itu sempat menjawab, Naomi mendahuluinya dengan menjawab, "'Keheningan Malam'."Pria itu memandang Naomi dan bertanya sambil tersenyum t