"Oke," sahut Aditya.Naomi menaruh gelas anggurnya ke meja, lalu segera berlalu. Dia menyusuri koridor panjang sambil memandang ke sekeliling. Akhirnya, dia memilih untuk pergi ke taman. Air mancur di sana dihiasi lampu warna-warni yang indah. Naomi duduk di bangku taman. Dia menutup erat mantelnya dan menghangatkan diri dengan menggosokkan kedua tangan.Mendadak, terdengar suara denting piano tidak jauh dari sana. Naomi menyapukan pandangan ke sekeliling, lalu berjalan ke asal suara. Ada kerumunan orang di depan yang tampak sedang memperhatikan sesuatu.Naomi menyelip ke tengah kerumunan, lalu melihat seorang pria berkarisma yang memakai kacamata berbingkai emas sedang memainkan piano. Setelah lagu selesai dimainkan, semua orang di sekitar memberikan tepuk tangan."Lagu apa kamu mainkan tadi?" tanya seseorang di tengah kerumunan.Sebelum pemain piano itu sempat menjawab, Naomi mendahuluinya dengan menjawab, "'Keheningan Malam'."Pria itu memandang Naomi dan bertanya sambil tersenyum t
Naomi perlahan berdiri. Baru melangkah sedikit, kakinya sudah terasa nyeri. Hardy kembali menghampiri Naomi dan mencengkeram tangannya sambil berujar, "Jangan memaksakan diri."Naomi hendak menarik kembali tangannya dari genggaman Hardy. Namun, pria itu langsung menggendongnya, membuat Naomi seketika tertegun.Hardy berujar, "Baru kali ini aku bertemu wanita seceroboh kamu." Dia langsung pergi dengan membawa Naomi dalam gendongannya.Untuk sesaat, Naomi tidak tahu harus memandang ke mana. Dia terdiam di gendongan Hardy dengan jantung berdebar kencang.Hardy menurunkan Naomi di sofa lounge di sebelah ruang pesta. Menyadari Naomi terus memegang telapak tangannya, dia berujar dengan alis berkerut, "Buka tanganmu."Naomi membuka telapak tangannya dengan patuh. Telapak tangannya yang tergores sedikit berdarah. Hardy segera keluar dan menyuruh seorang pelayan untuk mengambil kotak obat. Beberapa saat kemudian, dia kembali duduk di samping Naomi dengan membawa kotak obat.Naomi melirik Hardy
"Naomi, rupanya kamu di sini," kata Aditya sambil menghela napas lega. Lantaran mengkhawatirkan Naomi yang tidak kunjung kembali, dia keluar untuk mencarinya. Alhasil, dia mendapati putrinya berdiri di depan pintu lounge."Ayah, aku ... aku kebetulan ketemu temanku dan mengobrol dengannya," ujar Naomi sambil menyembunyikan tangan yang terluka ke balik punggungnya.Aditya membalas tanpa daya, "Jangan lupa kasih tahu Ayah dulu lain kali, jadi Ayah tidak akan cemas.""Maaf Ayah, lain kali aku bakal kasih tahu," sahut Naomi. Dia merasa bersalah telah membuat ayahnya khawatir.Aditya tidak bertanya terlalu banyak. Setelah acara pesta selesai, ayah dan putrinya itu pun segera pulang. Naomi berjalan sambil melamun ke kamar. Usai menutup pintu, dia menyandar ke sana dan membuka telapak tangannya yang diperban. Jantungnya kembali berdebar kencang saat memikirkan kejadian tadi. Sepertinya dia jatuh cinta!...."Katanya kekasih Hans melompat dari rumah sakit, ya? Seram sekali.""Apa wanita itu se
Widya mendadak merasa iba pada Naomi. Apakah peraturan di rumahnya seketat itu hingga dia tidak diizinkan bergaul dengan orang-orang di masyarakat? Jadi, Naomi diwajibkan untuk tinggal di rumah seperti wanita-wanita di zaman kuno? Tidak heran jika Naomi tidak memiliki Line dan harus diajari cara memakainya. Dia bahkan tidak tahu caranya mengakses internet!Widya tiba-tiba kepikiran sesuatu dan berujar, "Aduh! Kalau begitu, bukannya aku sudah mencelakai Naomi?"Claire mengernyit dan bertanya, "Maksudnya?"Widya menjawab, "Anu ... aku pikir aneh saja kalau wanita secantik Naomi nggak punya pacar. Jadi, aku menjodohkannya dengan Hardy. Aku rasa Naomi juga tertarik pada Hardy, jadi mungkin saja ....""Hardy yang mana?" tanya Claire.Widya berujar pelan dengan kepala tertunduk, "Tuan muda dari Keluarga Chaniago."Widya lantas menceritakan semua yang terjadi selama beberapa hari terakhir. Belakangan, setelah dia mengetahui identitas Hardy, dia juga mengingatkan Naomi. Bahkan pria itu juga se
Hans tersenyum dan berucap, "Aku bisa membantu Noni mengklarifikasi rumor di internet."Elsa tertegun, lalu menimpali, "Kalaupun kamu tidak turun tangan untuk mengurus masalah ini, anak kami memang tidak bersalah."Hans bertanya, "Masalahnya, apa ada yang percaya?"Ucapan Hans membuat wajah Elsa pucat pasi. Elsa bertanya balik, "Apa maksudmu?"Hans menjawab dengan tenang, "Selly memang sudah mati, tapi orang lain menganggap kematian Selly berhubungan dengan Noni. Selly pernah bilang kepadaku dia keguguran karena Noni ...."Elsa menggebrak meja, lalu marah-marah, "Omong kosong! Hans, aku tidak peduli apa tujuanmu. Tapi, kamu dan wanita sialan itu tidak boleh sembarangan menuduh anakku."Hans berkata, "Orang lain tidak peduli dengan kebenarannya. Mereka hanya ingin melihat hasilnya. Kamu pasti tidak ingin melihat anakmu terpuruk lagi karena rumor yang tersebar."Wajah Elsa menjadi muram. Hans melanjutkan, "Sebenarnya, kalau bukan karena waktu itu kalian dan ayahku memutuskan untuk menika
Hans mendekati Noni dan menyahut, "Selly sudah mati. Bagaimana kalau kelak kamu menggantikan Selly untuk mendampingiku?"Tubuh Noni gemetaran dan air matanya mengalir. Dia bertanya, "Aku nggak melakukan apa pun, kenapa kamu memperlakukanku seperti ini?""Kamu memang tidak melakukan apa pun. Tapi, sayang sekali kita berdua sudah terikat," ucap Hans. Dia memegang leher Noni dan menariknya, lalu melanjutkan dengan geram, "Kalau dulu tidak ada kamu, aku dan Selly tidak akan berakhir seperti ini. Selly juga tidak akan memilih untuk mati."Melihat air mata Noni yang mengalir, Hans mendorong Noni. Dia membelakangi Noni dan meneruskan perkataannya, "Kalau begitu, kita lanjutkan kesalahan ini saja. Noni, kalau kamu tidak mau foto ini diserahkan kepada orang tuamu, kamu harus mendampingiku sampai kamu melahirkan anak untuk kami."Setelah itu, Hans pergi. Noni termenung saat melihat pintu yang ditutup. Jelas-jelas dia ada di dalam kamar, tetapi dia merasa kedinginan.....Naomi mengetuk pintu kan
Cherry yang berdiri di samping melihat Cahya mengakhiri panggilan telepon. Cherry bertanya, "Dia mau ikut, nggak?"Cahya meletakkan ponselnya di atas meja, lalu memeluk Cherry dan menyahut, "Mau. Tapi, takutnya nanti dia akan kesal kalau tahu kita berniat menjodohkannya."Cherry merapikan kerah baju Cahya sembari berujar, "Claire bilang, kemungkinan keberhasilannya 89 persen.""Claire begitu yakin?" tanya Cahya seraya menyipitkan matanya. Dia penasaran siapa wanita yang akan dijodohkan dengan Hardy.Cherry memandang Cahya, lalu tertawa dan berucap, "Nanti kamu juga akan tahu."Saat akhir pekan, Claire dan Javier membawa 2 anak mereka ke daerah pinggiran kota untuk memilih tempat. Akhirnya, mereka memilih sebuah tempat dengan pemandangan yang indah. Tempat ini sangat cocok untuk berkemah. Air danau sangat dangkal dan jernih, jadi batu-batu kecil dan tumbuhan di dasar danau bisa terlihat jelas."Ayah, Ibu, ada banyak kecebong!" seru Jessie yang berjongkok di tepi danau. Dia terlihat gemb
Cherry memperkenalkan kepada Jerry dan Jessie, "Paman itu adik sepupunya ayah angkat kalian.""Oh ...," sahut Jerry dan Jessie sembari mengangguk. Kemudian, mereka memanggil dengan sopan, "Halo, Paman."Hardy mengamati Jerry dan Jessie. Seharusnya, mereka berdua adalah anaknya Claire dan Javier karena tampang kedua anak ini sangat mirip dengan mereka berdua.Cherry memandang Cahya sembari berucap, "Aku bantu mereka dulu."Cahya mengangguk dan menyahut, "Oke."Cherry membawa kedua anak itu ke sekitar tenda. Hardy melirik tempat kemah sekilas, lalu melipat kedua tangan di dada dan berkomentar, "Kenapa aku merasa seperti ditipu kalian?"Cahya tersenyum dan meletakkan tangan di bahu Hardy. Dia berujar, "Kamu sudah sampai di sini, memangnya kamu mau balik lagi?"Hardy berdecak, lalu melihat ke tempat kemah sekali lagi. Saat melihat seseorang, Hardy tertegun.Kala ini, Naomi sedang berjongkok di samping Claire untuk memasang alat pemanggang, lalu menambah arang dan menyalakan api. Claire mel
Jules menatap mereka. “Kebetulan sekali kalian juga ada di sini.”Yura membalas, “Aku dan Bastian memang ada di sini. Setelah lihat unggahan Jessie, aku baru tahu ternyata kalian juga di sini.”Jessie membawanya ke tempat duduk. “Kalau begitu, kita tinggal beberapa hari bersama.”Setelah Bastian duduk, Jodhiva memperkenalkannya kepada Dacia dan Jessie. “Ini adik iparku, Dacia, dan adikku, Jessie.”“Aku pernah bertemu mereka di pernikahanmu.” Bastian masih mengingatnya. Dia pun berkata, “Adikmu itu satu sekolah dengan istriku. Istriku sering mengungkitnya.”Yura menatapnya. “Istrimu? Belum pasti aku akan menjadi istrimu.”Kening Bastian berkerut. “Kita saja sudah tunangan. Apa kamu masih bisa menikah sama orang lain?”Semua orang pun tertawa. Hanya Jessie saja yang terbengong. “Tunangan apaan? Yura, kamu sudah tunangan?”Yura berdeham ringan. “Aku lupa beri tahu kamu.”“Kamu nggak setia kawan banget, sih. Malah nggak beri tahu aku. “Jessie mencemberutkan bibirnya. Dia benar-benar tidak
Bos pemilik permainan berkata, “Dua puluh ribu diberi tiga kesempatan.”“Mahal sekali? Dua puluh ribu hanya diberi tiga kali kesempatan saja?” Dacia merasa sangat tidak menguntungkan.Bos mengangkat kepalanya. “Ini sudah paling murah. Tempat lain malah tiga puluh ribu.”Jessie menarik Dacia. “Dua puluh ribu juga nggak masalah. Nggak gampang bagi mereka untuk berbisnis. Kita juga cuma main-main saja.”Seusai berbicara, Jessie mengeluarkan uang tunai sebesar empat puluh ribu kepada bos. “Berarti enam kali kesempatan, ya.”Bos menyerahkan enam gelang kepada Jessie. Jessie menyukai sebuah gelang. Dia tahu gelang itu hanya barang KW, tapi kelihatannya sangat cantik. Jessie melempar ke sana, tetapi dia tidak berhasil mendapatkannya.Setelah melempar dua kali lagi, Jessie masih saja tidak berhasil mendapatkan targetnya. Sekarang hanya tersisa tiga kali kesempatan.Ketika melihat Jessie putus asa, Ariel pun mengambil sisa gelang dari tangan Jessie. “Coba lihat aku.”Ariel melirik tepat ke sisi
Larut malam, kota kuno ini terasa sunyi dan hening, hanya suara serangga yang bergema di antara rerumputan.Sebuah lampu menerangi rerumputan di luar tenda, menambah suasana menjadi semakin hening dan tenang.Jessie membalikkan tubuhnya masih belum tertidur. Saat sebuah tangan panjang merangkul pinggangnya, lalu memasukkan Jessie ke dalam pelukannya. “Tidak bisa tidur?”“Emm.” Jessie bersandar di dalam pelukannya. “Kak Jules, aku ingin ke toilet, tapi aku nggak berani.”Jules mencium kening Jessie. “Biar aku temani.”Mereka berdua berjalan keluar tenda. Jules mengeluarkan senter, lalu berjalan bersama Jessie. Saat mereka tiba di depan pepohonan, Jessie membalikkan tubuhnya untuk menatap Jules. “Tunggu aku di sini.”Jules mengangguk. “Panggil aku kalau ada apa-apa.”Jessie berjalan ke dalam pepohonan, tetapi dia juga tidak berani berjalan terlalu jauh.Setelah buang air, Jessie segera keluar dan memeluk lengannya. “Selesai.”Jules mengulurkan tangan untuk merangkul Jessie.Setelah kemba
Jodhiva juga tersenyum. “Cepat juga, tapi masih tergolong pagi.”Jessie menyandarkan kepalanya di atas paha Jules sembari memandang langit. Beberapa saat kemudian, dia bertanya, “Kenapa rasanya bakal turun hujan?”Orang-orang langsung melihat ke sisi Jessie.Jerremy menarik napas dalam-dalam. “Kamu jangan sembarangan bicara.”Dacia memandang ke atas langit. Langit memang kelihatan cerah, tetapi malah kelihatan mendung di bagian atas gunung. “Mungkin cuma mendung saja?”Sudah jam segini, tapi matahari masih belum menampakkan diri. Seharusnya hanya mendung, tidak sampai tahap turun hujan.Ariel berkata, “Ramalan cuaca hari ini tidak mengatakan akan turun hujan hari ini. Aku merasa seharusnya tidak akan turun hujan.”Kecuali, ramalan cuaca tidak akurat!Beberapa orang tinggal sejenak. Jules merasa ada tetesan air di wajahnya. Dia mengusap sejenak. “Eh, turun hujan, deh.”Ariel duduk di tempat. “Apa?”Jessie menunjukkan senyuman canggung di wajahnya. “Firasatku mengatakan bakal turun hujan
Yang lain juga sudah setuju.Setelah masakan disajikan, Jessie melihat makanan berwarna putih dengan berbentuk seperti kipas. Dia bertanya pada bos, “Apa ini?”Bos memperkenalkan dengan tersenyum, “Ini namanya ‘milk fan’, terbuat dari susu. Karena warnanya putih dan agak transparan, ditambah bentuknya seperti kipas, makanan ini pun diberi nama ‘milk fan’.”Ariel mencicipinya. “Emm, rasanya enak juga.”Dacia dan Jerremy juga telah mencicipinya. Rasanya memang cukup enak.Setelah masakan selesai dimasak, Bos pun menyajikan ke atas meja. “Ini adalah mie beras dengan ditaburi ayam dingin dan berbagai bahan tambahan. Ayam dimasak dengan bumbu khas, lalu disiram dengan saus buatan sendiri, minyak cabai, minyak lada hitam, dan ditambahkan kenari panggang. Ini adalah salah satu makanan khas daerah kami. Biasanya para wisatawan juga sangat menyukainya.”Jessie mencicipi sesuap. Ariel pun bertanya, “Gimana rasanya?”Jessie mengangguk, lalu menyantapnya dengan suapan besar.Yang lain juga ikut me
Menjelang malam, di Kompleks Amara.Jessie sedang berkemas di kamarnya, menyiapkan barang-barang untuk perjalanan, termasuk panduan perjalanan darat serta berbagai perlengkapan yang mungkin dibutuhkan.Jules baru saja selesai mandi dan keluar dari kamar mandi. Melihat Jessie yang begitu serius mencari informasi tentang perjalanan, dia tidak bisa menahan tawanya. “Kita hanya pergi jalan-jalan, kenapa seperti mau pindah rumah saja?”“Barang cewek memang banyak! Mulai dari kosmetik, perawatan wajah, perlengkapan sehari-hari, camilan, oh ya, juga kamera, drone, dan payung. Semua sudah aku bawa!”Jules menyipitkan mata. “Bawa payung juga?”Jessie mengangkat kepala untuk melihat Jules, lalu berkata dengan serius, “Bagaimana kalau turun hujan? Bukannya akan terasa canggung?”Jules merasa tidak berdaya.Dua koper besar dan satu koper kecil sudah selesai dikemas. Jessie berdiri dan menatap barang bawaannya. Sepertinya memang agak berlebihan. Dia pun menggaruk pipinya sambil berkata, “Sepertinya
Jodhiva menggenggam tangannya. “Kita bicarakan nanti.”Claire melihat ke sisi Jessie dan Jules. “Jody dan Jerry sudah mengadakan resepsi pernikahan. Bagaimana dengan kalian?”Jessie membalas, “Kata Kak Jules, cocoknya di tanggal 9 September. Karena cuaca di awal bulan September nggak tergolong dingin, cuaca di siang hari tergolong hangat. Kalau malam, cuaca akan terasa dingin.”Ariel merasa syok. “Cuaca bulan September di sini masih panas? Nggak, biasanya di Pulau Persia, bulan September itu musim panas.”Jessie tersenyum. “Musim dingin di Pulau Persia sama seperti musim gugur di sini. Kalau kamu tidak suka musim salju, kamu bisa kembali ke Pulau Persia.”Steven meletakkan cangkir tehnya sembari berpikir sejenak. “Tanggal 9 September. Bukannya hanya tersisa 13 hari saja? Cepat juga.”Claire mengangguk dengan tersenyum. “Cukup cepat juga.”Jodhiva melihat ke sisi Jules. “Pernikahan keluarga kerajaan pasti meriah?”Jules merangkul pundak Jessie. “Tentu saja. Pada saat itu, pernikahan aka
Yogi mengangguk. “Aku akan melakukannya.”Setelah berpamitan dengan Shawn, mereka bertiga memasuki bandara.Pada saat bersamaan, di bandara Kota Jimbar.Mike dan Emilia mengantar Hiro di depan pintu. Mike menyerahkan koper kepadanya. “Kalau ada waktu, sering main ke sini.”Hiro mengambil kopernya sembari mengangguk. Kemudian, dia membalikkan tubuhnya, berjalan ke dalam bandara.Emilia yang sedang menggendong kucing menggigit bibirnya. Dia menundukkan kepalanya menatap Kiumi. “Kelak mungkin kamu tidak akan bertemu Paman lagi.”Mike melirik Emilia sekilas. “Astaga, masih tidak merelakannya?”“Kiumi yang nggak merelakannya.”“Aku rasa kamu yang tidak merelakannya.” Mike membalikkan tubuhnya dengan tersenyum, kemudian berjalan ke depan mobil. Emilia mengikuti di belakang. Mike membuka pintu. “Kamu ini masih kecil. Kamu selesaikan sekolahmu, lalu usahakan untuk kuliah di ibu kota.”Emilia duduk di bangku samping pengemudi. Ketika mendengar kuliah di ibu kota, dia langsung memalingkan kepala
Seperti kata pepatah, setiap kerugian pasti akan disertai dengan keuntungan. Lagi pula, dari dermaga itu, Keluarga Amkasa hanya akan mendapat pemasukan dari biaya singgah kapal dagang Organisasi Naga.Sekarang, setelah kaki putra Sorox patah akibat dipukul oleh Anton, Keluarga Amkasa sama sekali tidak menunjukkan respons apa pun, itu berarti mereka telah sepenuhnya menyinggung Sorox.Jangan harap mereka bisa berbisnis seperti biasa di masa depan. Bahkan, Organisasi Naga mungkin akan menjadi musuh Keluarga Amkasa. Meskipun mereka tidak lagi menggunakan dermaga Keluarga Amkasa, mereka tetap bisa membuka jalur baru dengan cara mereka sendiri.Pada akhirnya, Keluarga Amkasa justru mempersempit jalan mereka sendiri hanya demi mempertahankan keuntungan kecil ini.Yogi membalikkan kepalanya untuk melihat Dessy. “Ayo, kita pergi.”“Yogi, sebenarnya apa maksudmu? Sebenarnya kamu mau bantu atau tidak!” jerit Febri.Tanpa menoleh, Yogi berkata, “Tunggu kabar saja.”Kemudian, Yogi meninggalkan tem