Wanita paruh baya itu menganggukkan kepalanya dan menatap iba ke arah Aisyah. Dia menepuk pelan pundak Aisyah seraya berkata, “Sabar ya, Bu. Yakin saja kalau suatu saat nanti Ibu akan bertemu dengan Lasmini. Ibu tidak usah khawatir soal anak Ibu, Sulastri sangat menyayangi Lasmini seperti anak kandungnya sendiri. Bahkan dia sangat hati-hati dalam merawat Lasmini. Ibaratkan Lasmini itu gelas kristal yang kalau tidak dijaga dengan baik akan pecah.”
Aisyah menganggukkan kepalanya. Dia paham kalau pasangan suami istri Prasetyo dan Sulastri sangat menjaga Lasmini, karena mungkin saja ayahnya berpesan pada mereka agar menjaga cucunya dengan baik.
“Apa pasangan suami istri Prasetyo dan Sulastri memiliki anak kandung?” tanya Aisyah penasaran.
“Tidak. Anaknya hanya Lasmini saja. Saya heran juga dengan keterangan Ibu tadi. Ibu bilang kalau Lasmini adalah anak kandung Ibu, tapi saya melihat kalau Sulastri juga sedang hamil saat itu. Mema
Senyum Aisyah semakin mengembang kala sahabatnya itu mengirimkan pesan kalau dia akan datang ke rumahnya di akhir pekan ini. Merasa tidak sabar kalau hanya sekedar berkirim pesan, Aisyah kemudian melakukan panggilan telepon kepada sahabatnya itu. Tidak perlu menunggu lama, panggilan telepon Aisyah segera diangkat pada saat dering kedua.“Halo, Nun. Apa kabar?” sapa Aisyah ramah.“Halo, syah. Kabarku baik, kamu sendiri bagaimana? kabarnya baik juga?” sahabat Aisyah balik bertanya di seberang sana.“Alhamdulillah kabarku baik, Nun.”“Syah, aku akhir pekan ini mau ke rumah kamu. Aku kangen sama kamu. Sudah lama tidak berjumpa. Kamu tidak ada acara kemana-mana?” tanya wanita di seberang sana dengan nada suara yang ceria.“Aku ada di rumah. Datang saja, nanti aku masak makanan kesukaan kamu, Nun,” balas Aisyah tidak kalah ceria dengan sahabatnya itu.“Ok, nanti aku datang sama Mas
“Bima, ikut eyang, yuk!” ajak Aisyah. Dia mengulurkan tangannya untuk menggendong Bima. Wajah Aisyah berseri-seri kala menatap Bima yang sepertinya ingin meraih tangan Aisyah.“Bima mau digendong Eyang Aisyah?” bisik Nuni kepada cucunya. Bima tidak menjawab pertanyaan Nuni, tetapi tangannya terulur ke arah Aisyah. Hal ini tentu saja membuat Aisyah tertawa senang.“Waduh, Eyang Aisyah senang sekali Bima mau digendong.” Aisyah dengan sigap meraih tubuh Bima ke dalam pelukannya. Nuni dan Arief tertawa geli melihat itu semua, karena Aisyah berlaku seperti habis menang lotre.Aisyah menciumi pipi gembil Bima. Dan anehnya bocah berumur dua tahun itu membalas mencium pipi Aisyah, dan tersenyum menatap wanita paruh baya yang masih terlihat cantik.“Bima ganteng sekali sih, mirip ayah Ario.” Aisyah kembali menciumi pipi Bima dan mengajak Bima berceloteh. Hanya berdua saja! seolah Nuni dan Arief tidak ada di sana.
Dua minggu kemudian.“Hati-hati sayang. Jalannya pelan-pelan saja tidak usah buru-buru. Pinggang kamu masih sakit tidak? kalau masih sakit jangan dipaksa. Biar Mas gendong saja.” Ario memapah Lasmini untuk belajar berjalan setelah lukanya sudah dinyatakan kering oleh dokter.“Masih ngilu sedikit sih, Mas. Tapi kata dokter justru harus digerakkan tubuh aku biar tidak kaku, karena bekas jahitan operasi sudah mulai mengering,” ucap Lasmini. Dia mengikuti saran dokter untuk berlatih jalan dengan perlahan. Dan kini dia ditemani oleh calon suaminya mulai berlatih berjalan secara bertahap.“Ya sudah tapi kalau tidak kuat jalan, kamu langsung berhenti. Menggunakan kursi roda saja kalau mau melakukan aktivitas.” Dengan perlahan Ario mendudukkan Lasmini di atas kursi roda yang sudah dia siapkan sebelumnya.“Terima kasih, Mas.” Senyum manis segera terbit dari bibir indah Lasmini tatkala Ario mendudukkan dirinya d
Dua minggu kemudian.Lasmini sudah merasakan tubuhnya semakin membaik. Bekas luka di pinggangnya sudah tidak terasa nyeri lagi. Dia sudah dapat berjalan normal. Hanya bekas lukanya yang masih membekas cukup lebar. Lasmini menatap bekas luka itu dengan pasrah. Dia hanya bisa meraba dan memandang luka itu yang merusak pemandangan di kulitnya yang putih bersih.Ario yang dari tadi melihat ulah Lasmini hanya bisa tersenyum geli. Dia tahu apa yang tengah dipikirkan oleh wanita pujaan hatinya itu. Lasmini pastinya kini merasa tidak percaya diri karena luka itu, begitu pikir Ario. Dia kemudian berjalan mendekat ke arah wanita cantik itu. Ario berdiri di belakang Lasmini dan memeluk tubuh wanitanya itu dengan erat.“Sedang mikirin apa sih, sayang? luka itu tidak usah dipikirkan. Hanya aku yang melihat luka itu. Dan aku sama sekali tidak mempermasalahkan luka yang kini membekas di tubuh kamu. Dengan adanya luka itu tidak akan merubah apapun. Aku tetap mencintai kam
“Halo, Nun, apa kabar?” balas Aisyah menyapa dari seberang sana.“Alhamdulillah, kabarku baik. Aku harap kamu juga kabarnya baik, Syah.” Nuni menjawab pertanyaan Aisyah dengan nada suara yang ceria di telepon.“Iya, Alhamdulillah. Aku baik-baik saja dan dalam keadaan sehat,” balas Aisyah di seberang sana dengan nada yang tidak kalah ceria dengan Nuni.Setelah mereka cukup berbasa-basi, Nuni akhirnya mengungkapkan maksud dan tujuannya menelepon Aisyah. Dengan nada ceria dia mengundang Aisyah untuk datang ke rumahnya.“Syah, sesuai dengan percakapan kita beberapa hari yang lalu, kalau aku akan memperkenalkan calon menantuku apabila dia sudah pulih pasca operasi. Dan sekarang dia sudah pulih, dia sudah tidak merasakan nyeri di pinggangnya. Jadi kalau kamu ada waktu, datanglah main ke rumahku. Aku akan meminta Ario datang bersama dengan calon istrinya untuk berkenalan dengan kamu.” Nuni berkata panjang lebar di
Akhirnya Aisyah menyetujui ajakan makan bersama Wahyu, namun bukan makan malam. Aisyah menyetujui untuk makan siang bersama dengan pria pemilik pabrik gula tempatnya bekerja.Aisyah memilih untuk menyetujui makan bersama dengan Wahyu di siang hari, karena dia tidak mau mendengar pergunjingan orang mengenai hal ini. Walaupun sebenarnya sah-sah saja mereka pergi bersama karena status mereka sama-sama sendiri. Baik Aisyah maupun Wahyu sama-sama ditinggal oleh orang yang mereka cintai untuk selamanya. Namun Aisyah masih belum terbiasa melakukan makan malam dengan lawan jenis, sehingga makan siang adalah pilihan yang tepat sebagai alternatif untuk mereka.Dan di sinilah mereka berada, di sebuah restoran khas Jawa Tengah pilihan Aisyah. Wahyu memang yang meminta Aisyah untuk menentukan tempat yang akan mereka kunjungi di acara makan siang hari ini.“Kamu memang tidak berubah dari dulu, Syah.” Wahyu menatap Aisyah dengan tatapan memuja.“Eh, ma
Notifikasi pesan masuk terdengar dari telepon genggam Nuni. Wanita paruh baya itu bangkit dari sofa untuk mengambil telepon genggamnya yang sedang di isi daya di atas nakas. Dia tersenyum kala pesan masuk itu ternyata dari sahabatnya, Aisyah. Dengan segera, Nuni membuka pesan itu. Dan betapa terkejutnya dia kala melihat foto yang Aisyah kirim kepadanya.“Apa aku tidak salah lihat? apa benar foto yang Aisyah kirimkan ini?” Nuni bergumam dengan nada rendah namun masih terdengar jelas oleh suaminya.“Ada apa, Bu?” tanya Arief mengernyitkan keningnya.“Pak, coba kamu kemari!” panggil Nuni dengan melambaikan tangannya ke arah suaminya.Arief kemudian mendekati istrinya dan melihat apa yang ada di layar telepon genggam Nuni. Arief pun sama terkejutnya dengan Nuni. Dia bahkan sampai berulang kali menatap foto seorang gadis yang ada di layar telepon genggam Nuni.“Jadi, Lasmini anak kandung Aisyah yang hilang dari
Ario tiba di rumahnya pukul setengah sebelas malam. Dia melihat kalau saat ini rumahnya tampak sepi. Penghuni rumah lainnya pasti sudah terlelap dan sudah masuk ke alam mimpi. Ario melongok ke kamar Lasmini. Dia melihat kalau wanita pujaan hatinya itu sudah tidur sambil memeluk Bima, anaknya.Ario menutup pintu itu kembali dan berjalan ke arah kamarnya yang ada di seberang kamar yang di tempati oleh Lasmini. Namun langkahnya terhenti kala dia berpapasan dengan Sulastri yang baru saja mengambil air minum di dapur.“Ibu belum tidur?” sapanya ramah pada wanita paruh baya itu.“Belum Nak. Ibu haus, ini barusan ambil air minum di dapur.” Sulastri tersenyum dan memperlihatkan segelas air mineral kepada Ario. “Nak Ario baru pulang?”“Iya, Bu. Kerjaan banyak hari ini. Dan tadi juga mampir sebentar ke rumah orangtua saya dulu sebelum pulang, karena ada perlu.” Tiba-tiba terbersit di pikiran Ario untuk menanyakan peri