Ario menggendong Bima yang sudah tertidur pulas, dan menggandeng tangan Lasmini memasuki villa yang sudah dia sewa untuk mereka menginap malam ini.
Ario merebahkan Bima di atas tempat tidur dan melepaskan sepatu anaknya dan mencium pipi anaknya dengan sayang. Sementara itu Lasmini mencoba untuk menelepon ibunya untuk menjelaskan kalau dia tidak bisa pulang malam ini, karena longsor dan jalan menuju Jakarta di tutup.
“Halo, Bu.”
[Halo, Mini. Kamu di mana? ini sudah malam tapi kamu belum pulang.] terdengar suara Sulastri yang panik di seberang sana.
“Maaf, Bu. Aku tidak bisa pulang malam ini, karena jalan yang menuju Jakarta ditutup disebabkan ada longsor di dekat sini.”
[Oh begitu. Ya sudah kamu hati-hati, ya. Bima sudah tidur?] suara Sulastri sudah tidak terdengar panik lagi dan berganti menjadi lebih tenang sekarang.
“Sudah, Bu. Dia ditemani ayahnya sekarang.”
[Ya sudah kalau begitu. Ibu tidur dulu
Ario tersenyum kecut saat Lasmini bangkit dari tempat tidur dan berjalan tergesa menuju pintu dan keluar kamar. Dia memejamkan matanya menahan gairahnya yang tidak bisa dituntaskan saat ini karena ada gangguan teknis. Anaknya tiba-tiba saja menangis, sehingga membuat Lasmini seketika mendorong pelan tubuhnya dan pergi meninggalkan dirinya begitu saja. Dia menghela napas karena sepertinya dia harus mengalah dengan anaknya.Ario menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia kesal tapi tidak mungkin dia kesal kepada anaknya, sehingga dia hanya bisa mengacak-acak rambutnya dan mencoba untuk tidur.Keesokan harinya, Ario terbangun saat sebuah tangan mungil menyentuh wajahnya. Dia membuka matanya perlahan dan dilihatnya Bima sudah duduk di atas tempat tidur berada di samping tubuhnya.“Wah anak Ayah sudah rapi.” Ario kemudian merengkuh tubuh anaknya ke dalam pelukan dan diciumnya pipi gembil Bima. Dia mencium pipi anaknya gemas. Bima sampai memekik dan memuku
Orang tersebut terus memperhatikan interaksi Lasmini dan Ario. Mata orang itu tiba-tiba saja membulat saat dia melihat Ario mencium pipi Lasmini, sedangkan Lasmini hanya tersipu menanggapi ulah Ario terhadapnya.“Pasti mereka telah melakukan hubungan terlarang dan menghasilkan anak yang sekarang bersama mereka. Aku akan memastikan besok. Aku akan mengatakan padanya mengenai pendapatku ini dan aku akan melihat ekspresi Lasmini setelah mendengarnya. Pantas saja kamu selalu menolak ajakan kencan yang aku tawarkan padamu, Lasmini, ternyata kamu ada hubungan khusus dengan Pak Ario. Bahkan sampai mempunyai anak,” gumam orang itu yang ternyata adalah Bayu. Tangan Bayu terkepal, dia merasa kesal karena harapannya akan semakin kecil saja untuk mendapatkan Lasmini.Dia kemudian memotret mereka bertiga dan juga saat Ario kembali mengecup pipi Lasmini dia memotretnya. Dia juga tak lupa memotret anak kecil yang sangat mirip dengan Ario. Semua itu akan dia jadikan bukti
“Saya akan berusaha untuk membahagiakan Lasmini dan membuat Lasmini tidak menyesal telah menikah dengan saya. Dan apabila kedua orangtua saya menentang pernikahan kami lalu meminta saya untuk memilih, maka saya akan memilih istri dan anak saya. Kalau seandainya keputusan saya memilih Lasmini sebagai istri saya akan berpengaruh dengan kepemimpinan saya di perusahaan, maka saya akan meletakkan jabatan saya. Saya akan mulai lagi dari nol dan kebetulan saya memiliki sekretaris yang cerdas yang akan membantu saya.” Ario tersenyum menatap Sulastri yang matanya berkaca-kaca karena terharu dengan ketulusan Ario mencintai anaknya.Sulastri menganggukkan kepalanya, “Terima kasih atas pilihan yang sudah Nak Ario buat. Saya terus terang merasa terharu dengan keputusan Nak Ario tersebut. Saya yang orang desa merasa tersanjung karena Nak Ario memilih Lasmini sebagai pendamping hidup Nak Ario.”Ario bangkit dari sofa dan bersimpuh di hadapan Sulastri. Dia meme
“Iya, dan ini kenalkan ibu anakku sekaligus wanita yang aku cintai, Lasmini namanya.” Ario kemudian memperkenalkan Lasmini pada wanita muda itu.“Lasmini,” ucap Lasmini ramah. Dia menyunggingkan senyumnya saat berjabatan tangan dengan wanita muda itu.“Andini, adik Mas Ario.” wanita muda yang ternyata adalah adik kandung Ario itu tersenyum lebar dan dia segera mencium pipi kiri dan kanan Lasmini. Setelah itu dia meraih tubuh Bima untuk dia gendong. Namun, Bima yang belum mengenali wanita itu segera berontak dan memeluk Ario dengan erat. Hal itu membuat Andini tertawa melihat ulah keponakannya yang lucu dan menggemaskan.“Ayo masuk, Mbak!” ajak Andini menggandeng tangan Lasmini. Sementara Ario tersenyum senang melihat adiknya langsung akrab terhadap Lasmini.“Ayo, Bima! kita ketemu sama Eyang, ya.” Ario dengan mantap berjalan masuk ke dalam rumahnya sambil mencium pipi gembul anaknya.Arief
Arief tersenyum menatap anaknya yang sepertinya sudah tidak sabar untuk mendapatkan restu darinya. Dia juga menatap Lasmini yang kini tengah menundukkan wajahnya. Arief tiba-tiba saja ingin menggoda kedua insan yang saling mencintai satu sama lain.“Sebelumnya bisa kalian ceritakan awal mula kalian bertemu? karena setahuku kalian bertemu saat Ario mulai memimpin perusahaan saat aku mau pensiun.” Arief memandang Ario dan Lasmini secara bergantian.“Kami bertemu pertama kali saat aku melakukan KKN di desa tempat Lasmini tinggal. Dan aku jatuh cinta pada pandangan pertama dengan seorang kembang desa, yang membuat aku selalu kesulitan untuk memejamkan mata. Rasa cinta itu semakin lama semakin besar sehingga aku ingin memiliki Lasmini seutuhnya. Akhirnya suatu hari terjadinya sejarah terbentuknya Bima. Dan aku sudah berjanji setelah kejadian itu kalau aku akan menikahi Lasmini. Tapi janji itu tidak terlaksana karena Ayah dan Ibu menikahkan aku dengan Rosal
Waktu masih menunjukkan pukul enam pagi saat Ario sudah tiba di rumah Lasmini. Sulastri mengerutkan keningnya melihat kedatangan calon menantunya itu. Bukan hanya Sulastri yang kaget dan bingung dengan kedatangan Ario di pagi hari itu, Lasmini sama bingungnya seperti ibunya. Hanya Bima yang tidak bingung. Justru balita itu tampak sangat senang melihat kedatangan ayahnya.“Ayahhh!” seru anak itu berjalan tertatih-tatih ke arah Ario yang sudah merentangkan kedua tangannya siap untuk menyambut anaknya.“Aduh anak Ayah, sudah bangun kamu, hm.” Ario menggendong dan menciumi wajah Bima dengan gemas. Seketika anak itu tertawa karena bulu-bulu halus Ario mengenai wajahnya.“Geyi...geyi, Yah.” Bima berteriak dengan suara cadelnya khas anak berusia dua tahun. Hal itu justru membuat Ario semakin gemas.Lasmini dan Sulastri tertawa senang melihat interaksi ayah dan anak itu.“Mas Ario sudah mandi?” tanya Lasmini.
“Bima, ayo pakai bajunya, sayang. Kalau tidak mau pakai bajunya nanti Ayah tidak mau ajak Bima jalan-jalan lagi nih.” Ario mendekat ke arah anaknya yang langsung terdiam saat mendengar ucapannya tadi.Bima seketika matanya berkaca-kaca lalu dalam sekejap dia menangis kencang dan berlari ke arah Sulastri. Ario terkejut melihat reaksi Bima yang langsung menangis saat dia mengatakan tidak akan mengajak jalan-jalan lagi kalau tidak mau memakai baju.“Wah, Bu, kenapa Bima menangis?” tanya Ario kebingungan.Sulastri terkekeh. Dia maklum, karena Ario sebelumnya tidak tahu kebiasaan Bima. Dia mengulum senyumnya saat melihat Ario kebingungan untuk menghentikan tangisan anaknya. Sulastri mengerti posisi Ario saat ini yang belajar untuk menjadi seorang ayah yang baik untuk anaknya.Sementara itu Lasmini tertawa pelan saat melihat Ario berusaha membujuk anaknya yang terus menangis, bahkan tangisan Bima semakin kencang.“Bun, janga
Drtt...drtt...drtt.Dering telepon milik Rosalia berbunyi. Awalnya wanita itu ingin mengabaikan panggilan telepon yang sudah berdering sebanyak tiga kali. Tapi akhirnya panggilan telepon itu dia angkat juga setelah melihat nama sepupunya di layar.“Halo, Kak Bayu. Tumben telepon pagi-pagi, ada apa?” tanya Rosalia penasaran.[Aku ingin menyampaikan sesuatu sama kamu, Lia. Sesuatu yang pastinya membuat perasaan kamu bercampur aduk, antara sedih, marah dan kecewa. Semua itu akan membaur menjadi satu.] ujar laki-laki yang ternyata adalah Bayu, dan Bayu adalah sepupu dari Rosalia.“Ada apa sih, Kak? jadi penasaran.”[Kalau kamu penasaran hari ini kita makan siang bareng, yuk. Aku akan memberitahu kamu berikut bukti-bukti yang aku punya. Jadi kamu tidak menuduh aku membual dan menyebar fitnah.]“Soal apa itu, Kak. Aku semakin penasaran. Coba sebutkan di telepon saja atau kakak kirim buktinya melalui aplikasi pesan.&rd