***
Setelah Mahesa menyampaikan Pesan dan Wasiatnya, Isterinya menarik tangan Darius untuk mengikutinya ke kamar utama. "Apa yang harus kita lakukan, Ibu?" tanya Darius pada Ibu angkatnya. "Kita harus memperjuangkan warisan itu, Darius! sepertinya Ayahmu memang sudah memikirkan sampai sejauh itu. Ia bahkan tak memberikan celah untukmu agar bisa mengalihkan Warisan itu jatuh ke tanganmu." "Tapi, bukankah ini semua sudah lebih dari cukup, Ibu? aku bukanlah darah dagingnya. Wajar jika ia menyerahkan semua pada Andrea. Aku diberikan pekerjaan, penghasilan yang lebih dari cukup dan nama yang harum. Bukankah itu semua patut disyukuri, Ibu?" "Jangan bodoh kamu, Darius! Ibu membesarkanmu sampai sekarang bukan hanya bertujuan untuk menghidupi kehidupanmu saja! tapi sebagai wadah penampung seluruh harta kekayaan Mahesa! bagaimana mungkin anak dari seorang gundik bisa menjadi Pewaris seluruh harta dan asset miliknya?!"<***Sudah lima tahun Darius berada di luar. Bukan hal mudah baginya bertahan di luar dengan melepas semuanya yang pernah ia miliki. Ia hanya pergi membawa ijazah SMAnya.Awalnya tentunya ia merasa kesulitan, usia tiga puluh tahun bukanlah usia yang mudah baginya mendapatkan pekerjaan. Bermacam pekerjaan kasar ia jalani, mulai dari menjadi Salesmen, penjaga Parkir, kuli bangunan, kuli panggul atau bahkan menjadi tukang kendang hiburan musik keliling.Darius juga pernah merantau sampai keluar Pulau, menjadi Nelayan dan Penjual Ikan di Pasar. Semua ia jalani dengan penuh lika liku perjuangan. Bukan hal mudah baginya untuk bertahan. Hinaan dan cacian, tak punya uang hingga tak makan sampai berhari-hari, pernah ia lalui. Namun itu tak membuatnya menyerah dan malah mengemis pada Keluarga Mahesa untuk kembali. Pantang bagi Darius melakukan hal itu.Segala macam kerasnya kehidupan ia terima, ia jadi mengerti mengapa orangtua kandungnya begitu serakah akan
***Darius membanting pintu kamarnya karena kesal. Ia tak menyangka bahwa dugaannya Wina dan Revan berciuman di balik Kulkas itu adalah kenyataan yang harus ia sadari. Darius meremas jemarinya, ia kesal bukan kepalang."Jadi, mulai sejak kapan benih-benih cinta tumbuh di antara mereka? Revan, kau sepertinya selalu menjadi bayang-bayangku!" gumam Darius meradang.Sore telah tiba, Wina masih melamun di balkon dengan beraneka ragam isi fikiran yang semrawut di kepalanya. Belum selesai ia memikirkan bagaimana cara ia mejelaskan pada Revan tentang perlakuan Darius tadi siang padanya, Wina sudah melihat beberapa mobil pick up sedang menghantar perlengkapan untuk pesta besok malam."Konsep taman akan diadakan besok malam untuk pesta jamuan yang diinginkan tuan Darius, Nona."Bibi Noni sudah berdiri di belakang Wina."Ah, ya! ada apa Bibi datang kemari? apakah saya perlu berlatih untuk tampil besok malam?""Tidak, aku tidak ditu
***Hari ini adalah hari H, dimana Wina akan berubah menjadi Andrea dalam satu malam. Andrea yang sudah tiada, akan dihidupkan kembali melalui wujud Wina.Di kamar utama, telah sampai beberapa paket ekslusif dari butik-butik ternama di Kota ini. Gaun dan segala macam perlengkapan untuk dikenakan Wina malam ini.Wina memandangi paket-paket itu. Ia sama sekali belum membuka satupun."Hah, beruntungnya kau Andrea! memiliki semua fasilitas ini, kekayaan dan warisan jatuh ke tanganmu. Sementara diriku, hanya boneka yang akan digunakan sebagai sosok dirimu."Pintu kamar terbuka, para Pelayan masuk dengan senyuman sumringah. Mereka langsung duduk rapi mengelilingi paket-paket yang siap untuk dibuka."Anda akan mengenakan gaun yang bagaimana, Nona? di sini ada warna merah muda dan merah marun, ada biru muda dan biru toska." tanya salah seorang Pelayan dengan mata berbinar seolah baru pertama kali melihat gaun seindah itu."Entah
***Andrea sudah mencintai Darius sejak kanak-kanak, terlebih saat Darius sudah kembali lagi ke rumah, ia seakan tak mau berpisah dari Darius walau seharipun. Kemana-mana Andrea pasti ikut. Sekilas, orang lain akan mengira Darius kerap membawa adik perempuannya kemana-mana. Itu bukanlah dugaan yang salah, hanya saja mereka hanya terikat persaudaraan tanpa ikatan darah. Darius di mata Andrea, adalah sosok Pangeran tampan yang kerap ia saksikan di film-film kolosal kesukaannya.Bagaimana dengan Darius? apakah ia juga memiliki perasaan yang sama dengan Andrea?"Aku mencintaimu, Kak! katakan kalau kau juga mencintaiku!" desak Andrea beberapa bulan sebelum hari ulang tahunnya."Andrea, berulang kali kukatakan padamu! kau hanya kuanggap sebagai adikku, tidak lebih! kasih sayang yang kuberikan padamu, hanya sebatas itu!" ucap Darius yang sedang sibuk mengerjakan proyeknya di depan Laptop.Andrea sekarang berada di kamar Darius. Seperti biasa, ia
***Sebulan sebelum hari ulang tahun Andrea yang ke Tujuh Belas. Mantan Sopir Mahesa datang bertamu. Sebenarnya, dia telah beberapa kali datang. Hanya saja, karena tak memiliki janji dengan Mahesa, ia kerap mendapat pengusiran dari Penjaga baru yang tentu saja tak mengenalinya.Mahesa yang mengetahui itu, langsung datang menyambut Tamu itu dengan gembira. Ia persilahkan tamu itu untuk masuk dan duduk di ruang tamu.Tamu itu membawa seorang gadis, namun wajahnya ia tutupi dengan selendang."Kau membawa siapa?" tanya Mahesa yang sedari tadi penasaran."Dia, adalah Cucuku.""Cucumu? bukankah kau tidak memiliki anak?""Ya! aku membawanya ke rumahku, dan mengasuhnya sampai sekarang.""Kau sangat luar biasa! aku tak pernah melihat sedikitpun sisi negatif darimu." ucap Mahesa kagum."Apa kau tak penasaran dengan wajahnya, Tuan?""Ya! tentu aku penasaran! tidak bisakah ia membuka cadarnya itu?"
Cuaca kelam berselimut kabut, gemuruh petir bersahut-sahutan menggelegar di angkasa. Seorang wanita muda masih duduk mematung di tepi sebuah makam yang masih baru. Ia sendirian di sana, para warga sudah beranjak sedari tadi, meninggalkannya dalam kepiluan seorang diri. "Kakek, setelah ini aku harus kemana?" isak Wina di tengah derasnya hujan. Wina akhirnya berdiri setelah sekian lama bertekur di sisi makam Kakeknya, melangkah gontai meninggalkan Pemakaman. Tubuhnya kini kuyub, ia menggigil kedinginan berjalan gontai untuk pulang. Malam telah tiba, Wina kini sendirian di rumah peninggalan Kakeknya. Rumah yang sedari kecil ia tempati bersama Kakek dan Neneknya. Yang kini keduanya telah pergi meninggalkannya. Wina duduk di atas dipan tua, mengenang kembali masa-masa indah saat mereka berdua masih hidup. Tok, tok, tok! Sebuah ketukan kasar membuat Wina terhenyak dari lamunan nostalgianya. Ada orang di luar, yang seolah tak paham bahwa hari ini ia sedang berduka. "Wina! buka pi
*** Wina dimasukkan ke dalam mobil, demikian Pria itu, tanpa menjawab pertanyaan Pak Gondo, ia segera berbalik badan dan melangkah menuju mobilnya. Pintu mobil dibuka oleh salah seorang Bodyguardnya, Pria itu segera naik, di sebelahnya Wina didudukkan tak sadarkan diri. "Ke, kenapa Anda tak menjawab? hey! siapa kalian?!" tanya Pak Gondo seraya melangkah berusaha mendekat ke mobil namun tampak ragu. Mobil offroad double cabin itu melaju kencang. Meninggalkan Pak Gondo sendirian di jalan dengan para Bodyguard dan Sopirnya yang terkapar akibat dihajar oleh Bodyguard pria itu tadi. "Akh! si4lan! siapa dia? kenapa aku merasa terintimidasi hanya dengan melihat matanya saja?!" gumam Pak Gondo kesal seraya menyapu wajahnya yang kuyup terkena hujan. Mobil offroad double cabin itu melaju kencang. Sekitar setengah jam waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke jalan utama menuju Kota. Wina perlahan tersadar. Ia mendesis dan memegangi kepalanya yang sepertinya pusing karena efek bius. "Kau
*** Sekitar tengah malam, tepatnya pukul dua puluh tiga lewat empat puluh menit, Wina membuka matanya yang sudah tak lagi mengantuk. Ia pandangi sekitar, kembali ia mengernyitkan keningnya karena bingung dengan keadaan dimana dia berada sekarang. "Dimana ini? apa yang terjadi? bukankah tadi aku sedang makan?" gumam Wina bertanya pada dirinya sendiri. Kemudian ia terlonjak, melihat kembali ke sekitarnya. "Dimana ini?! ini kamar siapa?" gumamnya kembali beranjak dari ranjang. Ia memperhatikan ranjang yang baru saja ia tiduri. Ranjang mewah yang berbalut seprai sutra nan lembut, selimut bulu yang hangat serta bantal empuk bermacam bentuk terpajang di sisi atas ranjang itu. Wina melangkah mundur menjauhi ranjang itu, tiba-tiba ia berhenti di depan stand mirror atau cermin besar yang berdiri dengan penyangga. Betapa terkejut Wina mendapati dirinya tengah mengenakan pakaian yang sama sekali bukan miliknya. Sehelai pakaian tidur menyerupai Lingerie berbahan sutra dengan bordir renda d
***Sebulan sebelum hari ulang tahun Andrea yang ke Tujuh Belas. Mantan Sopir Mahesa datang bertamu. Sebenarnya, dia telah beberapa kali datang. Hanya saja, karena tak memiliki janji dengan Mahesa, ia kerap mendapat pengusiran dari Penjaga baru yang tentu saja tak mengenalinya.Mahesa yang mengetahui itu, langsung datang menyambut Tamu itu dengan gembira. Ia persilahkan tamu itu untuk masuk dan duduk di ruang tamu.Tamu itu membawa seorang gadis, namun wajahnya ia tutupi dengan selendang."Kau membawa siapa?" tanya Mahesa yang sedari tadi penasaran."Dia, adalah Cucuku.""Cucumu? bukankah kau tidak memiliki anak?""Ya! aku membawanya ke rumahku, dan mengasuhnya sampai sekarang.""Kau sangat luar biasa! aku tak pernah melihat sedikitpun sisi negatif darimu." ucap Mahesa kagum."Apa kau tak penasaran dengan wajahnya, Tuan?""Ya! tentu aku penasaran! tidak bisakah ia membuka cadarnya itu?"
***Andrea sudah mencintai Darius sejak kanak-kanak, terlebih saat Darius sudah kembali lagi ke rumah, ia seakan tak mau berpisah dari Darius walau seharipun. Kemana-mana Andrea pasti ikut. Sekilas, orang lain akan mengira Darius kerap membawa adik perempuannya kemana-mana. Itu bukanlah dugaan yang salah, hanya saja mereka hanya terikat persaudaraan tanpa ikatan darah. Darius di mata Andrea, adalah sosok Pangeran tampan yang kerap ia saksikan di film-film kolosal kesukaannya.Bagaimana dengan Darius? apakah ia juga memiliki perasaan yang sama dengan Andrea?"Aku mencintaimu, Kak! katakan kalau kau juga mencintaiku!" desak Andrea beberapa bulan sebelum hari ulang tahunnya."Andrea, berulang kali kukatakan padamu! kau hanya kuanggap sebagai adikku, tidak lebih! kasih sayang yang kuberikan padamu, hanya sebatas itu!" ucap Darius yang sedang sibuk mengerjakan proyeknya di depan Laptop.Andrea sekarang berada di kamar Darius. Seperti biasa, ia
***Hari ini adalah hari H, dimana Wina akan berubah menjadi Andrea dalam satu malam. Andrea yang sudah tiada, akan dihidupkan kembali melalui wujud Wina.Di kamar utama, telah sampai beberapa paket ekslusif dari butik-butik ternama di Kota ini. Gaun dan segala macam perlengkapan untuk dikenakan Wina malam ini.Wina memandangi paket-paket itu. Ia sama sekali belum membuka satupun."Hah, beruntungnya kau Andrea! memiliki semua fasilitas ini, kekayaan dan warisan jatuh ke tanganmu. Sementara diriku, hanya boneka yang akan digunakan sebagai sosok dirimu."Pintu kamar terbuka, para Pelayan masuk dengan senyuman sumringah. Mereka langsung duduk rapi mengelilingi paket-paket yang siap untuk dibuka."Anda akan mengenakan gaun yang bagaimana, Nona? di sini ada warna merah muda dan merah marun, ada biru muda dan biru toska." tanya salah seorang Pelayan dengan mata berbinar seolah baru pertama kali melihat gaun seindah itu."Entah
***Darius membanting pintu kamarnya karena kesal. Ia tak menyangka bahwa dugaannya Wina dan Revan berciuman di balik Kulkas itu adalah kenyataan yang harus ia sadari. Darius meremas jemarinya, ia kesal bukan kepalang."Jadi, mulai sejak kapan benih-benih cinta tumbuh di antara mereka? Revan, kau sepertinya selalu menjadi bayang-bayangku!" gumam Darius meradang.Sore telah tiba, Wina masih melamun di balkon dengan beraneka ragam isi fikiran yang semrawut di kepalanya. Belum selesai ia memikirkan bagaimana cara ia mejelaskan pada Revan tentang perlakuan Darius tadi siang padanya, Wina sudah melihat beberapa mobil pick up sedang menghantar perlengkapan untuk pesta besok malam."Konsep taman akan diadakan besok malam untuk pesta jamuan yang diinginkan tuan Darius, Nona."Bibi Noni sudah berdiri di belakang Wina."Ah, ya! ada apa Bibi datang kemari? apakah saya perlu berlatih untuk tampil besok malam?""Tidak, aku tidak ditu
***Sudah lima tahun Darius berada di luar. Bukan hal mudah baginya bertahan di luar dengan melepas semuanya yang pernah ia miliki. Ia hanya pergi membawa ijazah SMAnya.Awalnya tentunya ia merasa kesulitan, usia tiga puluh tahun bukanlah usia yang mudah baginya mendapatkan pekerjaan. Bermacam pekerjaan kasar ia jalani, mulai dari menjadi Salesmen, penjaga Parkir, kuli bangunan, kuli panggul atau bahkan menjadi tukang kendang hiburan musik keliling.Darius juga pernah merantau sampai keluar Pulau, menjadi Nelayan dan Penjual Ikan di Pasar. Semua ia jalani dengan penuh lika liku perjuangan. Bukan hal mudah baginya untuk bertahan. Hinaan dan cacian, tak punya uang hingga tak makan sampai berhari-hari, pernah ia lalui. Namun itu tak membuatnya menyerah dan malah mengemis pada Keluarga Mahesa untuk kembali. Pantang bagi Darius melakukan hal itu.Segala macam kerasnya kehidupan ia terima, ia jadi mengerti mengapa orangtua kandungnya begitu serakah akan
*** Setelah Mahesa menyampaikan Pesan dan Wasiatnya, Isterinya menarik tangan Darius untuk mengikutinya ke kamar utama. "Apa yang harus kita lakukan, Ibu?" tanya Darius pada Ibu angkatnya. "Kita harus memperjuangkan warisan itu, Darius! sepertinya Ayahmu memang sudah memikirkan sampai sejauh itu. Ia bahkan tak memberikan celah untukmu agar bisa mengalihkan Warisan itu jatuh ke tanganmu." "Tapi, bukankah ini semua sudah lebih dari cukup, Ibu? aku bukanlah darah dagingnya. Wajar jika ia menyerahkan semua pada Andrea. Aku diberikan pekerjaan, penghasilan yang lebih dari cukup dan nama yang harum. Bukankah itu semua patut disyukuri, Ibu?" "Jangan bodoh kamu, Darius! Ibu membesarkanmu sampai sekarang bukan hanya bertujuan untuk menghidupi kehidupanmu saja! tapi sebagai wadah penampung seluruh harta kekayaan Mahesa! bagaimana mungkin anak dari seorang gundik bisa menjadi Pewaris seluruh harta dan asset miliknya?!"
***Darius menekan-nekan mouse beberapa kali untuk mempercepat durasi. Wina sampai ke dapur, membuka kulkas dan meraih sekotak susu. Wina bergerak menuju almari gantung tempat snack dan roti di simpan. Tampak Wina berjinjit-jinjit mencoba menggapai sebungkus roti, namun tangannya tak kunjung sampai.Tiba-tiba Revan keluar dari balik kulkas, berjalan pelan mendekati Wina dari belakang. Kemudian meraih sebungkus roti dan memberikannya pada Wina. Darius tampak menelan ludah. Ia seolah memikirkan sesuatu akan terjadi setelah ini.Revan tampak menoleh ke kiri dan kanan, ia kemudian menarik tangan Wina untuk mengikutinya ke balik Kulkas. Darius langsung mengernyitkan keningnya, ketika ia fokus menunggu apa yang terjadi, Wina dan Revan malah tak kunjung keluar dari balik Kulkas."Sedang apa mereka? kenapa lama sekali di sana? apa yang mereka lakukan?" gumam Darius kesal menahan amarahnya.Darius menunggu sekitar beberapa menit, tampak Revan dan
***Wina terbangun dari tidurnya pukul dua siang. Ia terlonjak dan langsung melihat ke arah jam dinding. Cuaca di luar masih saja mendung, padahal hari sudah menjelang sore.Wina berjalan menuju balkon, ia regangkan seluruh tubuhnya yang sudah cukup istirahat. Membayangkan seharian perjalanan menegangkan lintas pulau bersama Darius, sangat menguras energi, emosi dan fikiran.Wina melihat ke bawah balkon, tampak di bawah sebuah pohon kelengkeng yang sudah tua, Darius sedang duduk di sebuah bangku taman, sedang menikmati secangkir teh dan fokus ke sebuah tablet di tangannya."Dia sedang apa? apa dia tidak ke Kantor hari ini? ah, dia masih punya satu hari sisa cuti." gumam Wina memperhatikan.Wina menyandarkan tubuhnya di atas railing balkon, menatap fokus pada Darius yang tampak fokus ke gawainya."Kalau lagi diam dan tenang seperti itu, kharisma dan ketampanannya terasa tumpah ruah. Kenapa dia begitu tampan?"Kembali Wina
***Tahun Seribu Sembilan Ratus Sembilan Puluh.Darius waktu itu berusia delapan tahun. Ia adalah anak kandung dari Rudi, Sopir pribadi Mahesa.Mahesa sendiri waktu itu berusia sekitar empat puluh lima tahun, sebaya dengan Ayah kandung Darius yaitu Rudi. Namun tuan Mahesa belum memiliki anak sama sekali, meski sudah memiliki beberapa orang Isteri.Di usianya yang sudah berkepala empat, Isteri tuan Mahesa entah bagaimana, menginginkan Darius untuk ia adopsi menjadi anaknya. Ia tiba-tiba merasakan kasih sayang yang begitu besar pada Darius kecil. Ia kerap membawa Darius kemana-mana, menjadi teman tidur dan makannya, hingga Darius kerap ia jemput dari Sekolah. Karena keakraban dan kekeluargaan yang dirasakan oleh Rudi terhadap keluarga Mahesa, Rudi pun menyetujui keinginan Isteri Mahesa tersebut."Aku berjanji Rudi, aku akan memberikan yang terbaik untuk anakmu. Memberikannya pendidikan yang tinggi dan segala fasilitas yang ia butuhkan." jan