Namun, sepertinya Bianna juga sudah gila.
Selama tiga hari ini, dia sudah memikirkan keputusannya ribuan kali. Ia mempertimbangkan baik-buruknya, dan ia sampai pada kesimpulan bahwa tawaran Damian adalah jalan keluar paling mudah.
Bianna hanya perlu menikah dengan pria itu untuk mendapatkan sumber daya tak terbatas. Dimana lagi ia bisa mendapatkan kesempatan seperti itu?
Jadi, hari ini, ia sudah tampak siap karena sudah diperbolehkan keluar dari rumah sakit oleh dokter.
Sesuai ucapan Damian, pria itu datang ke sana untuk menjemputnya, juga untuk menagih jawaban atas tawaran yang dia layangkan.
“Anda datang, Tuan?” sambut Bianna sambil tersenyum saat Damian masuk ke dalam ruangan.
Pria itu tampak terkejut saat melihat penampilannya. Hari ini, Bianna memakai dress putih sepanjang lutut dengan rompi lengan panjang yang juga sewarna bajunya. Makeup tipis yang menghiasi wajah membuatnya tampak berseri, tidak pucat seperti sebelumnya.
Damian tidak mengatakan apapun selama beberapa saat. Dia berjalan mendekat sambil mengantongi satu tangannya.
“Jadi kamu sudah membuat keputusan,” ujar pria itu dengan nada datar seperti biasa.
“Tepat sekali, Tuan. Sesuai pesan Anda, dengan memakai pakaian ini, artinya saya menerima tawaran Anda,” kata Bianna sambil tersenyum simpul.
Dalam hati wanita itu berusaha meyakinkan diri, bahwa ini adalah pilihan yang tepat. Hanya dengan menerima tawaran Damian-lah, dia akan punya kesempatan untuk membuat perhitungan dan membalaskan sakit hatinya pada mantan suaminya.
Bianna tidak boleh mundur apalagi menyerah karena dirinya yang masih hidup ini sudah dianggap mati. Kevin dan selingkuhannya harus dia binasakan!
Itu kenapa saat kemarin Dion datang membawakan pakaian pengantin untuknya, Bianna langsung berpikir keras dan memutuskan semuanya dengan penuh kesadaran dan pertimbangan yang matang.
“Bagus. Kalau begitu kita pergi sekarang,” kata Damian.
Mereka berjalan menyusuri lorong rumah sakit hingga tiba di luar. Damian tidak mengatakan apapun saat mereka sudah masuk ke dalam mobil dan berkendara hingga beberapa lamanya.
Bianna bertanya-tanya ke mana pria ini akan membawanya. ‘Mungkinkah ke kantor catatan sipil?’ pikirnya dalam hati.
Namun, setelah perjalanan selama kurang lebih satu jam, Bianna terperangah saat mobil SUV Mercedes Benz AMG GLS63 hitam mengkilap milik Damian berhenti di depan sebuah butik dan salon ternama di Mexico City.
“Ma-mau apa kita ke sini, Tuan?” tanya Bianna bingung.
Damian tidak mengatakan apapun. Ia mengulurkan tangannya. “Ayo.”
Karena hanya bergeming, tangan Damian bergerak menggandeng tangan kiri Bianna dan mengajaknya keluar dari mobil yang pintunya sudah dibuka oleh Dion—sopirnya.
Sesampainya di dalam butik mewah tersebut, mereka disambut langsung oleh pemilik tempat itu—Bernata Lucia—wanita berpenampilan modis dengan make up tebal menutupi wajahnya yang mulai keriput.
“Anda sudah tahu apa yang saya inginkan, bukan?” tanya Damian setelah membiarkan Bernata memindai Bianna dari atas kepala hingga ujung kaki.
“Of course, Mister Lysander. Saya akan melakukannya sendiri untuk Anda. Mari, Nyonya.”
Bernata memandu Bianna masuk ke dalam salon yang mana dia sudah mempersiapkan tim untuk me-makeover Bianna.
Wanita itu sangat terkejut dengan apa yang sudah dipersiapkan Damian untuknya bersama para pegawai salon ini.
Sembari menunggu calon istrinya siap, Damian berkoordinasi dengan petugas catatan sipil untuk mengabarkan waktu kedatangannya, pun tak lupa memastikan sang kakek hadir di acara pernikahannya nanti.
Waktu berlalu dengan cepat, Bianna yang sudah menyelesaikan semua treatment kecantikan di salon tersebut kini telah kembali berada di depan meja rias untuk melakukan sentuhan terakhir pada wajahnya.
“Mister Lysander, calon istri Anda sudah siap.”
Mendengar namanya dipanggil, Damian mengangkat pandangannya dari iPad dan melihat pada si pemilik suara.
Damian tertegun menyaksikan penampilan Bianna yang berbeda jauh dari penampilannya saat baru datang.
Bagaimana tidak, wanita bertubuh ramping itu seperti berganti wajah saja. Matanya yang berganti memakai contact lens, make up yang menutupi wajahnya sangat natural dan menonjolkan kecantikannya yang alami, tak lupa rambutnya yang tergerai berkilau dengan indahnya.
Bianna merasa pipinya memanas ditatap seintens itu oleh Damian, apalagi saat pria itu berjalan semakin mendekatinya membuat gemuruh jantungnya semakin menjadi.
“A-apa saya terlihat aneh?” tanya Bianna karena Damian tidak mengatakan apapun soal penampilan barunya.
“Tidak,” sahut Damian sekenanya. Tapi tidak ada lanjutan yang membuat Bianna jadi bertanya-tanya bagaimana pendapat Damian sebenarnya.
“Petugas catatan sipil sudah menunggu,” kata Damian.
Bianna mendongak menatapnya. “Ah, ya…”
“Sekarang kita pergi dari sini.” Damian lantas menatap Bernata. “Terima kasih, Bernata, kamu bisa menghubungi Dion untuk pembayarannya.”
“Baik, Mister Lysander. Saya mengerti. Sekali lagi selamat untuk pernikahan Anda berdua.”
Bianna tertegun mendengar ucapan wanita itu.
Benar… sebentar lagi ia akan menikah dengan pria tampan di sampingnya ini. Entah bagaimana kehidupan yang akan dijalani Bianna ke depannya….
***
Damian dan Bianna telah menyelesaikan akad nikah mereka di catatan sipil. Tepat setelah mereka menandatangani dokumen pernikahan, Eduardo Lysander, kakek Damian datang bersama ajudannya.
“Opa terlambat,” ucap Damian datar saja.
Eduardo terkekeh. “Maaf, Dami. Tadinya Opa tidak percaya kamu akan menikah, Opa menunggu laporan dari orang kepercayaan Opa, itu kenapa Opa baru datang.”
Eduardo lantas menatap Bianna lekat-lekat dari atas kepala hingga ujung kaki. “Ternyata kamu pintar memilih wanita, Damian.”
Damian hanya menyunggingkan seringai tipis. “Papa dan Opa juga seperti itu di waktu muda, kan?”
Damian lantas menatap Bianna. “Bia, perkenalkan ini Opa sekaligus orang tuaku satu-satunya. Opa, ini Bianna. Istriku dan juga akan jadi partner kerjaku.”
Pria tua itu tampak tersenyum. “Terima kasih Bia, kamu sudah mau menikah dengan cucuku.”
Bianna tergagap. “Se-seharusnya saya yang berterima kasih karena Anda mau menerima saya menikah dengan cucu Anda satu-satunya, Tuan Eduardo.”
Belum sempat Eduardo menanggapi, Dion datang dengan terburu-buru. “Maaf, Tuan. Di luar banyak wartawan. Entah dari mana mereka tahu kalau hari ini Anda menikah.”
“Tentu saja, aku yang memberitahu mereka, Dion. Aku harus memperkenalkan cucu menantu keluarga Lysander pada khalayak.”
Sontak mata Bianna terbelalak. Itu artinya… wajahnya akan terpampang di semua media massa.
‘Bagaimana ini?’ batin Bianna gelisah. Ia menggigit bibir panik.
Bianna berjengit kaget saat tangan Damian menarik pinggangnya, mendekapnya dengan posesif.
Gadis itu menahan napas saat Damian mendekat dan berbisik di telinganya.
“Tidak ada yang perlu kamu khawatirkan. Inilah saatnya mantan suamimu tahu kalau kamu masih hidup dan siap berhadapan dengannya. Bukan begitu, Bia?”
Teras kantor catatan sipil sudah dipenuhi oleh para wartawan dari berbagai media elektronik mau pun cetak di seluruh Mexico ini. Baik wartawan wanita maupun pria yang membawa mic segera menghampiri sumber berita mereka–Bianna dan Damian–yang berjalan di belakang Eduardo saat ketiganya keluar dari pintu utama gedung itu. Bukan itu saja, lampu blitz dari kamera para pencari berita itu juga menyambut kedatangan ketiganya. Bianna yang belum terbiasa dengan keadaan seperti ini tentu mendadak grogi dan ketakutan. Dia, bahkan hampir melangkah mundur kalau saja tangan besar Damian tidak menahan lengannya. “Hadapi! Kalau kamu mundur sekarang berarti kamu kalah, Bia!” Singkat, tetapi cukup menyentak hati Bianna. “I-iya, Tuan.” “Damian. Mulai hari ini aku suamimu,” ujarnya penuh penekanan di akhir kalimatnya. “Baik, Damian. Aku mengerti,” sahut Bianna tergugu. “Sekarang tersenyumlah. Tunjukkan pada mereka kalau kamu bahagia atas pernikahan ini.” Bianna tidak bisa membantah setiap ucap
Kaki jenjang Bianna memasuki sebuah kamar di lantai dua rumah mewah itu. Ada Damian menyusul di belakangnya, tanpa bicara dan hanya memperhatikan gerak gerik Bianna yang sedang menyusuri isi kamar miliknya. Bianna cukup terperangah melihat isi kamar paling luas yang ada di rumah ini. Kamar utama dengan ranjang besar berada di sebelah kanan pintu menjadi pemandangan pertama yang ditangkap mata almond wanita itu. Di sebelah kirinya terdapat satu ruangan dengan sliding door kaca buram yang Bianna tebak adalah ruang ganti Damian yang juga terhubung dengan kamar mandi kamar ini. Bianna melanjutkan langkahnya menuju dinding yang ditutupi dengan gorden transparan. Bianna yakin dibalik gorden itu pasti pemandangan luar rumah ini. Namun, sebelum membukanya, wanita berambut panjang itu menengok pada Damian yang ternyata sudah duduk di tepi ranjang dan sedang melonggarkan dasinya. “Maaf, Damian. Aku sudah terlalu lancang menyentuh isi kamar ini,” ujar Bianna yang merasa tak enak karena seda
Bianna masih merasa kesal pada Damian atas ucapannya tadi sore. Wanita itu berpikir seharusnya Damian tidak bicara sesarkas itu. Mana dia tahu kalau pria itu akan masuk ke ruang ganti saat dirinya masih beberes pakaiannya di dalam dan sialnya, Bianna memang sembarang meletakkan pakaian dalamnya tanpa menyadari kalau saat ini dia berada di rumah pria yang hanya pura-pura menjadi suaminya demi membantunya membalas dendam pada mantan suaminya. Sampai hari ini Bianna sendiri tidak tahu apa alasan Damian dan kenapa pria tampan itu mau menikahi janda miskin seperti dirinya. Bianna sedang merapikan rambut yang sudah dia catok hingga terlihat semakin lurus dan berkilau saat pintu kamarnya diketuk seseorang. “Masuk saja,” ucapnya sembari menyemprotkan hair mist agar rambutnya tetap rapi dan wangi.“Maaf, Nyonya. Anda sudah ditunggu oleh tuan Damian di bawah,” lapor Inara, salah satu pelayan muda di rumah ini. “Ah, iya, Nara. Aku sudah siap. Bisa minta tolong ambilkan sepatuku di dalam?” Pi
Bianna masih menatap heran pada wanita yang baru saja menyapanya. Sekeras apa pun dia mengingat, Bianna tetap tidak tahu siapa wanita itu. “Namaku Eveline, istri dari Tobias Fernando, kamu mungkin tak tahu aku, tapi mungkin mengenal suamiku.” Wanita bernama Eveline itu memperkenalkan dirinya seakan-akan tahu isyarat kebingungan di mata Bianna. Bianna kembali mengingat nama terakhir yang Eveline sebut. Bianna kembali mengumpat dalam hati sekaligus menyesali karena jarang ikut menghadiri pesta dan meeting yang dilakukan oleh Kevin dan ayahnya dulu. Alhasil dia jarang bertemu dengan para relasi perusahaan. Seperti yang terjadi saat ini. Bianna terpaksa tesenyum kikuk karena gagal mengingat nama suami Eveline.“Maafkan aku Eve. Aku tidak bisa mengingat kalian.” Eveline tersenyum simpul. “Sudah kuduga. It’s okay Bia. Seingatku, kita juga baru sekali bertemu saat pesta ulang tahun terakhir ayahmu. Setelah itu aku tidak pernah meli
Ditemani alunan musik Mariachi khas Meksiko pun suara denting sloki berisi tequila–minuman alkohol yang pasti selalu ada di setiap pergelaran pesta di kota ini–juga tawa ceria para tamu undangan yang sengaja turun ke area dansa untuk menari bergembira menggoyangkan tubuh mereka mengikuti irama musik yang sudah terkenal mendunia itu, menjadikan suasana pesta pernikahan Bianna dan Damian semakin meriah.Namun sayangnya, sang pengantin wanita yang tahun ini akan berusia dua puluh delapan tahun itu tidak bisa menikmatinya dengan tersenyum, melainkan dengan kesedihan dan derai air mata yang tak kunjung mereda meski beberapa kali dia menyeka pipinya yang basah. Rasa sakit di dadanya begitu menyesakkan. Sudahlah dianggap meninggal, kini dia harus menghadapi kenyataan kalau mantan suaminya sudah menuduhnya berselingkuh. Bianna yang malang harus berbuat apa sekarang? Saat nama baik yang dia jaga selama ini harus rusak oleh kelakuan pria yang tak bertanggung jawab
Mobil sedan Mercedes Benz C300 hitam sudah berhenti di pelataran lobi kantor Lysander Corporation. Pintu mobil bagian belakang segara dibuka oleh Dion. Wanita berpakaian layaknya orang kantoran, keluar dari dalam mobil. Bianna, nama wanita itu. Dia menatap pintu utama gedung pencakar langit di depan sana dengan perasaan takjub. Suami yang dia kenal saat berada di kamar rawat rumah sakit ternyata sekaya ini. Wanita itu, bahkan tidak bisa menebak kejutan apa lagi yang akan dia dapatkan nanti di dalam sana.“Silakan Nyonya. Tuan Damian sudah menunggu Anda di ruangannya.” Bianna tersenyum kikuk karena kedapatan Dion sedang melamun. “Iya, Makasih, Dion.” Pria muda itu tersenyum lalu mempersilakan Bianna jalan lebih dulu. Dua orang satpam pintu menyapa dengan menganggukkan kepalanya, Bianna balas sembari tersenyum. Begitu juga saat memasuki lobi kantor, wanita yang memakai blazer serba putih dengan rok sepan sebatas lutut itu disa
Ruang meeting yang tadi banyak orang, kini berubah lengang. Hanya ada Bianna yang duduk berhadapan dengan Eduardo dan tak jauh darinya, Damian masih bercengkrama dengan Dion dan Direktur keuangan. “Maafkan, Opa, Bia.” Eduardo menggenggam tangan halus Bianna.“Kenapa Opa bicara begitu? Aku tidak merasa Opa punya salah padaku,” sahut wanita itu dengan tatapan teduhnya. Eduardo tersenyum penuh arti. “Opa merasa sepanjang rapat tadi kamu begitu tertekan. Padahal kamu baru masuk ke keluarga kami, tapi mereka sudah mencecarmu dengan banyak pertanyaan dan juga tuntutan.” Bibir Bianna menyunggingkan senyum tipis sekali, kalau mau jujur, tentu saja meeting pagi ini seperti yang Eduardo bilang. Bianna sangat tertekan. Saat Damian memperkenalkannya sebagai istri sekaligus direktur pelaksana yang baru, berbagai tanggapan bermunculan. Dari yang meragukan kemampuan wanita lulusan MBA Harvard university ini sampai yang mendu
Satu per satu hal yang dijanjikan Damian mulai terwujud setelah pria itu menikahi Bianna. Dari merubah penampilannya, memberinya posisi bergengsi di perusahaan hingga ….“Lusa kita akan bertemu dengan mantan suamimu, Bia.”“Benarkah?” Bianna memekik tak percaya. “Secepat ini?”“Iya, Presentasikan semua yang ada di proposal itu dengan singkat dan jelas, kalahkan mereka dengan mendapatkan tender itu. Aku kira itu cukup memberikan shock therapy pertama untuk mereka.”Bianna ternganga dengan penjelasan Damian. “A-apa aku bisa, Dami?”Damian bertanya dengan sinis sambil satu tangan sudah dia simpan dikantong celana bahannya. “Kenapa? Kamu ingin menyerah sekarang?” Seketika Bianna membalas dengan tatapan sengit. Nada bicaranya pun berubah tak ramah lagi. “Siapa bilang aku akan menyerah? Aku memang ragu apa bisa mempresentasikan ini dengan baik tapi bukan berarti aku menyerah, Damian!”Sering