Bianna masih merasa kesal pada Damian atas ucapannya tadi sore. Wanita itu berpikir seharusnya Damian tidak bicara sesarkas itu. Mana dia tahu kalau pria itu akan masuk ke ruang ganti saat dirinya masih beberes pakaiannya di dalam dan sialnya, Bianna memang sembarang meletakkan pakaian dalamnya tanpa menyadari kalau saat ini dia berada di rumah pria yang hanya pura-pura menjadi suaminya demi membantunya membalas dendam pada mantan suaminya.
Sampai hari ini Bianna sendiri tidak tahu apa alasan Damian dan kenapa pria tampan itu mau menikahi janda miskin seperti dirinya. Bianna sedang merapikan rambut yang sudah dia catok hingga terlihat semakin lurus dan berkilau saat pintu kamarnya diketuk seseorang. “Masuk saja,” ucapnya sembari menyemprotkan hair mist agar rambutnya tetap rapi dan wangi. “Maaf, Nyonya. Anda sudah ditunggu oleh tuan Damian di bawah,” lapor Inara, salah satu pelayan muda di rumah ini. “Ah, iya, Nara. Aku sudah siap. Bisa minta tolong ambilkan sepatuku di dalam?” Pinta Bianna sambil tersenyum. Dia pun bangkit dari duduknya. Inara tak menolak. Dia segera masuk ke walk in closet mengambil sepatu high heels hitam mengkilap untuk sang majikan. “Silakan, Nyonya.” Inara meletakkan sepatu mahal itu di lantai lalu Bianna mengangkat sedikit gaunnya agar tidak terinjak saat dia memakai sepatunya. “Bagaimana penampilanku, Nara?” Bianna berputar pelan menunjukkan pada Inara apa yang sudah dia lakukan pada tubuhnya malam ini. “Anda sangat cantik, Nyonya. Bahkan lebih cantik dari Nyonya Viella … ups!” Inara segera menutup mulutnya. Hal itu membuat mata Bianna memicing tajam. “Viella? Siapa dia?” Inara menggeleng cepat. Bianna semakin dilanda penasaran. “Nara, please. Aku ingin tahu. Siapa Viella? Jangan diam saja,” desak Bianna sambil menggenggam tangan pelayannya. “Janji tidak akan bilang pada Tuan Damian kalau saya katakan sesuatu pada Anda, kan, nyonya?” Segera Bianna mengangguk. Dia memang ingin mencari tahu banyak hal tentang suami barunya itu. Mungkin satu nama ini bisa jadi petunjuk berikutnya, kan? “Nyo … maksud saya Nona Viella itu mantan tunangan Tuan Damian. Mereka seharusnya sudah menikah sekarang kalau saja dia tidak membatalkan sepihak. Tuan saat itu sangat marah karena semua persiapan sudah selesai 80%.” “Kenapa dibatalkan?” sela Bianna tidak sabar. Inara meringis. “Kalau itu saya tidak tahu, Nyonya. Sudah ya, Anda sudah ditunggu dan tamu-tamu undangan juga udah banyak yang datang. Silakan saya bantu Anda keluar, Nyonya.” Inginnya Bianna membantah ucapan Inara, tetapi melihat situasi saat ini, memang sudah waktunya dia turun menemui Damian. Akhirnya Bianna hanya bisa menghela napas pelan setidaknya satu hal lagi dia tahu tentang Demian Bianna menuruni tangga rumah dengan perlahan dan hati-hati mengingat ekor gaun yang panjang hingga membuatnya harus waspada agar gaunnya tidak terinjak oleh sepatunya sendiri. Di saat bersamaan Demian pun menoleh ke arahnya, entah apa yang dipikirkan oleh pria itu saat menatap Bianna karena ekspresi wajahnya sangat sulit Bianna mengartikannya. “Maaf, aku terlambat. Apa kamu suka dengan penampilanku ini? Kata mereka kamu yang pilihkan gaunnya?” Bianna minta maaf sekaligus bertanya karena penasaran dengan arti tatapan Damian tadi padanya. Damian tak bereaksi. Dia melihat Richard Mille watch di pergelangan tangan kirinya sebelum akhirnya berucap, “Kamu nyaris terlambat, tidak perlu kebanyakan basa-basi. Lebih baik kita ke area pesta sekarang.” Bianna mengangguk saja meski dia harus kecewa lagi karena Damian tak menjawab pertanyaannya. Dia tahu dirinya memang yang salah karena terlalu lama memoles diri. Tentu saja, Bianna harus membiasakan diri dengan semua itu sekarang setelah tadi siang dia sempat mendapatkan pelatihan singkat bagaimana merias diri sendiri. Dia harus bisa buktikan pada mantan suami dan dunia kalau dirinya juga bisa cantik dan menarik. Sesampainya di area pesta yang ada di belakang rumah, mata Bianna sudah disambut oleh view kolam renang besar di tengahnya sudah dihiasi dengan taburan kelopak bunga mawar dan putih yang membentuk love besar pun ada tulisan nama Bianna dan Damian di tengah-tengah love tersebut. Karena terlalu takjub dengan dekorasi yang menghias kolam renang juga pinggirannya, belum lagi ornamen dekorasi pernikahan yang mengelilingi area terbuka ini membuat langkah Bianna sedikit tersendat, dia bahkan hampir jatuh. Lagi-lagi Damian menjadi penolongnya di saat krusial seperti ini. “Perhatikan langkahmu, Bia!” ujar Damian lirih dan mendesis. “Maaf, Damian. Aku—” “Cukup! Jangan buat malu dirimu sendiri. Malam ini aku akan perkenalkan kamu dengan para investor dan rekanan bisnis perusahaanku. Nantinya kamu juga akan membutuhkan mereka saat berhadapan dengan mantan suamimu itu,” potong Damian cepat. Lalu dia kembali menatap ke para tamu sambil menyunggingkan senyumnya. Bianna pun hanya bisa menelan kembali kata-kata yang ingin dia ucapkan. Aura tatapan Damian tadi benar-benar membuat bulu-bulu halus di tubuhnya meremang seketika. Pria rupawan yang entah dari mana datangnya ini benar-benar punya kepribadian yang sulit ditebak. “Akhirnya kamu datang juga Bianna,” sambut Eduardo sambil tersenyum ramah. Sikap hangat kakek satu cucu ini membuat Bianna merasa bertemu dengan almarhum ayahnya lagi. “Iya, Opa. Maaf kalau aku sudah membuat Opa menunggu lama,” balas Bianna pun dengan menebar senyum manisnya. “Tidak masalah. Kamu pengantinnya, sudah tentu harus berdandan cantik malam ini. Kemarilah, Opa kenalkan kamu dengan relasi-relasi kita.” Eduardo mengulurkan tangan yang segera saja Bianna sambut. Akan tetapi, belum lagi wanita bergaun merah marun itu mensejajari sang kakek, seseorang menyapa dari belakang punggungnya. “Aku nggak salah lihat, kan, ini? Kamu benar Bianna, istri Kevin yang katanya sudah meninggal itu?” Seketika Bianna memutar tubuhnya, begitu juga Damian yang berada lebih dekat dengan wanita yang baru saja menyapa istrinya itu. “Si–siapa, Anda? Bersambung …Bianna masih menatap heran pada wanita yang baru saja menyapanya. Sekeras apa pun dia mengingat, Bianna tetap tidak tahu siapa wanita itu. “Namaku Eveline, istri dari Tobias Fernando, kamu mungkin tak tahu aku, tapi mungkin mengenal suamiku.” Wanita bernama Eveline itu memperkenalkan dirinya seakan-akan tahu isyarat kebingungan di mata Bianna. Bianna kembali mengingat nama terakhir yang Eveline sebut. Bianna kembali mengumpat dalam hati sekaligus menyesali karena jarang ikut menghadiri pesta dan meeting yang dilakukan oleh Kevin dan ayahnya dulu. Alhasil dia jarang bertemu dengan para relasi perusahaan. Seperti yang terjadi saat ini. Bianna terpaksa tesenyum kikuk karena gagal mengingat nama suami Eveline.“Maafkan aku Eve. Aku tidak bisa mengingat kalian.” Eveline tersenyum simpul. “Sudah kuduga. It’s okay Bia. Seingatku, kita juga baru sekali bertemu saat pesta ulang tahun terakhir ayahmu. Setelah itu aku tidak pernah meli
Ditemani alunan musik Mariachi khas Meksiko pun suara denting sloki berisi tequila–minuman alkohol yang pasti selalu ada di setiap pergelaran pesta di kota ini–juga tawa ceria para tamu undangan yang sengaja turun ke area dansa untuk menari bergembira menggoyangkan tubuh mereka mengikuti irama musik yang sudah terkenal mendunia itu, menjadikan suasana pesta pernikahan Bianna dan Damian semakin meriah.Namun sayangnya, sang pengantin wanita yang tahun ini akan berusia dua puluh delapan tahun itu tidak bisa menikmatinya dengan tersenyum, melainkan dengan kesedihan dan derai air mata yang tak kunjung mereda meski beberapa kali dia menyeka pipinya yang basah. Rasa sakit di dadanya begitu menyesakkan. Sudahlah dianggap meninggal, kini dia harus menghadapi kenyataan kalau mantan suaminya sudah menuduhnya berselingkuh. Bianna yang malang harus berbuat apa sekarang? Saat nama baik yang dia jaga selama ini harus rusak oleh kelakuan pria yang tak bertanggung jawab
Mobil sedan Mercedes Benz C300 hitam sudah berhenti di pelataran lobi kantor Lysander Corporation. Pintu mobil bagian belakang segara dibuka oleh Dion. Wanita berpakaian layaknya orang kantoran, keluar dari dalam mobil. Bianna, nama wanita itu. Dia menatap pintu utama gedung pencakar langit di depan sana dengan perasaan takjub. Suami yang dia kenal saat berada di kamar rawat rumah sakit ternyata sekaya ini. Wanita itu, bahkan tidak bisa menebak kejutan apa lagi yang akan dia dapatkan nanti di dalam sana.“Silakan Nyonya. Tuan Damian sudah menunggu Anda di ruangannya.” Bianna tersenyum kikuk karena kedapatan Dion sedang melamun. “Iya, Makasih, Dion.” Pria muda itu tersenyum lalu mempersilakan Bianna jalan lebih dulu. Dua orang satpam pintu menyapa dengan menganggukkan kepalanya, Bianna balas sembari tersenyum. Begitu juga saat memasuki lobi kantor, wanita yang memakai blazer serba putih dengan rok sepan sebatas lutut itu disa
Ruang meeting yang tadi banyak orang, kini berubah lengang. Hanya ada Bianna yang duduk berhadapan dengan Eduardo dan tak jauh darinya, Damian masih bercengkrama dengan Dion dan Direktur keuangan. “Maafkan, Opa, Bia.” Eduardo menggenggam tangan halus Bianna.“Kenapa Opa bicara begitu? Aku tidak merasa Opa punya salah padaku,” sahut wanita itu dengan tatapan teduhnya. Eduardo tersenyum penuh arti. “Opa merasa sepanjang rapat tadi kamu begitu tertekan. Padahal kamu baru masuk ke keluarga kami, tapi mereka sudah mencecarmu dengan banyak pertanyaan dan juga tuntutan.” Bibir Bianna menyunggingkan senyum tipis sekali, kalau mau jujur, tentu saja meeting pagi ini seperti yang Eduardo bilang. Bianna sangat tertekan. Saat Damian memperkenalkannya sebagai istri sekaligus direktur pelaksana yang baru, berbagai tanggapan bermunculan. Dari yang meragukan kemampuan wanita lulusan MBA Harvard university ini sampai yang mendu
Satu per satu hal yang dijanjikan Damian mulai terwujud setelah pria itu menikahi Bianna. Dari merubah penampilannya, memberinya posisi bergengsi di perusahaan hingga ….“Lusa kita akan bertemu dengan mantan suamimu, Bia.”“Benarkah?” Bianna memekik tak percaya. “Secepat ini?”“Iya, Presentasikan semua yang ada di proposal itu dengan singkat dan jelas, kalahkan mereka dengan mendapatkan tender itu. Aku kira itu cukup memberikan shock therapy pertama untuk mereka.”Bianna ternganga dengan penjelasan Damian. “A-apa aku bisa, Dami?”Damian bertanya dengan sinis sambil satu tangan sudah dia simpan dikantong celana bahannya. “Kenapa? Kamu ingin menyerah sekarang?” Seketika Bianna membalas dengan tatapan sengit. Nada bicaranya pun berubah tak ramah lagi. “Siapa bilang aku akan menyerah? Aku memang ragu apa bisa mempresentasikan ini dengan baik tapi bukan berarti aku menyerah, Damian!”Sering
“Nona Bia? Ya Tuhan, benarkah ini Nona Bia?” Miranda Kherr tampak terkejut saat melihat anak dari majikannya berdiri di ambang pintu. Tentu saja karena dia dan semua orang pikir, Bianna memang sudah meninggal dalam kecelakaan itu, bukan? Kalau sekarang Bianna muncul dengan penampilan baru, siapa yang tidak akan terkejut. Miranda membingkai wajah ayu Bianna, menekan beberapa kali seakan-akan sedang memastikan kalau makhluk di hadapannya ini adalah benar-benar manusia yang dia kenali. Bianna tersenyum penuh arti. Dia raih tangan kiri Miranda sambil berkata, “Iya, Bik. Ini aku, Bia.” Tanpa basa-basi Miranda langsung merengkuh tubuh ramping Bianna. Memeluknya erat seolah-olah ini adalah saat terakhir mereka bisa melakukannya. “Puji Tuhan kalau Anda masih hidup, Non. Saya benar-benar bersyukur sekali.” Miranda menarik diru. “Ayo, masuk, Non.” Dia menuntun tangan Bianna masuk ke unit apartemen sederhananya. Miranda Kherr adalah pengasuh Bianna sejak bayi. Dia diangkat menjadi kepa
“Di mana sopan santun Anda, Om? Datang-datang langsung teriak-teriak begitu?” Damian menanggapi dengan sikap dingin kedatangan pria yang dipanggilnya Om, sedangkan Bianna menatap bingung pada pria yang kelihatannya memang lebih tua dari suaminya itu. “Bagaimana aku bisa sopan kalau orang yang aku hadapi ini manusia penipu!” sentak pria itu yang mana membuat Damian membelalakkan matanya. “Siapa yang menipu Anda?” tanya Damian dengan sinis. Dia sempat melihat pada Bianna yang memilih diam dan memperhatikan pembicaraan mereka. “Kamu. Kan, kamu yang suruh aku cepat pulang dari Jerman untuk menempati kursi direktur yang kosong, tapi apa ini? Aku dapat kabar kalau posisi itu sudah kamu berikan pada orang lain. Apa-apaan begitu caranya?” Bianna sepertinya paham apa yang mereka bahas. Posisi yang dimaksud pria itu pastilah jabatan dia saat ini. Terdengar decakan dari bibir Damian. “Hentikan membuat keributan yang tidak berarti. Maafkan aku tidak memberitahu Om lebih awal. Tapi jabatan
“Demi Tuhan jangan asal bicara, Damian!” gerutu Bianna setelah dapat mengendalikan dirinya sendiri. Dia segera beringsut turun dari atas dada Damian yang terkekeh membalas ucapannya. Bianna membenarkan jubah tidurnya yang sempat tersingkap hingga bahunya terlihat. Bianna berharap pria itu tidak menyadarinya. “Aku mau kembali tidur. Selamat malam.” Bianna melangkah dengan cepat, tetapi kembali berhenti saat kata-kata Damian mengudara. “Aku suka parfumnya, Bia. Jangan gunakan itu kalau kamu keluar rumah, ngerti?” Bianna kembali terbelalak, dia segera memutar tubuhnya hanya untuk melihat wajah sang suami yang baru saja memujinya. “Kalau aku tidak mau, kamu mau apa?” tantang Bianna dengan nada sinis. Damian yang sudah duduk di sofanya tersenyum menyeringai. “Silakan kalau mau dicoba, aku jamin kamu tidak akan bisa keluar dari kamar ini.” Bianna ingin membantah, tetapi Damian kembali bicara. “Aku tidak suka dibantah, Bia. Jadi, menurutlah. Selamat malam.” Dengan santainya D