Share

Bab 8 Kenyataan

Bianna masih menatap heran pada wanita yang baru saja menyapanya. Sekeras apa pun dia mengingat, Bianna tetap tidak tahu siapa wanita itu. 

“Namaku Eveline, istri dari Tobias Fernando, kamu mungkin tak tahu aku, tapi mungkin mengenal suamiku.” Wanita bernama Eveline itu memperkenalkan dirinya seakan-akan tahu isyarat kebingungan di mata Bianna. 

Bianna kembali mengingat nama terakhir yang Eveline sebut. Bianna kembali mengumpat dalam hati sekaligus menyesali karena jarang ikut menghadiri pesta dan meeting yang dilakukan oleh Kevin dan ayahnya dulu. Alhasil dia jarang bertemu dengan para relasi perusahaan. Seperti yang terjadi saat ini. Bianna terpaksa tesenyum kikuk karena gagal mengingat nama suami Eveline.

“Maafkan aku Eve. Aku tidak bisa mengingat kalian.” 

Eveline tersenyum simpul. “Sudah kuduga. It’s okay Bia. Seingatku, kita juga baru sekali bertemu saat pesta ulang tahun terakhir ayahmu. Setelah itu aku tidak pernah melihatmu meski terbilang sering bertemu dengan Kevin di sebuah pesta. Dia suka sekali membawa sekretarisnya, tidak heran kalau akhirnya mereka saling jatuh cinta, bukan?” 

Bianna terkekeh, tetapi hatinya nyeri. Benar saja kalau dia tak ada artinya bagi Kevin. Setiap menghadiri pesta, selalu saja Leony yang diajak alasannya itu hanya pesta bisnis dirinya tidak akan pernah mengerti. Namun, ternyata semua itu hanya akal-akalannha saja yang ingin dekat dengan Leony tanpa dia ketahui. 

“Iya, terlebih lagi karena Papa sakit dan butuh perawatan makanya aku jarang ikut Kevin ke mana-mana.” Bianna tetap tak ingin menjelekkan mantan suaminya. Padahal ini kesempatannya membuka aib laki-laki berengsek itu. 

“Benarkah kamu sibuk merawat Tuan Felix, Bia? Kenapa Kevin mengatakan pada relasi bisnisnya kalau kamu telah mengkhianatinya? Dia bilang kamu berselingkuh dan kecelakaan waktu itu juga terjadi saat kalian sedang bersama-sama.” 

“What?” Sontak mata Bianna terbelalak lagi. Dia menoleh pada Damian yang memang sejak tadi berdiri menyimak obrolannya dengan Eveline. Bianna jelas melihat ekspresi terkejut dari pria rupawan itu. Akan tetapi, tak ada satu pun kata yang keluar dari bibirnya. Itu membuat Bianna berpikir apa Damian percaya dengan ucapan Eveline?

“Itu nggak benar, Eve! Dia sudah memutarbalikkan fakta karena sebenarnya dialah yang sudah berselingkuh dengan sekretarisnya sampai menikahinya. Sumpah demi Tuhan, aku nggak pernah main curang di belakang suamiku.” Bianna tekankan kalimat terakhirnya. Untuk pemberitahuan sekaligus peringatan pada Eveline dan Damian agar tidak percaya dengan berita Hoax itu. 

“Kamu harus percaya padaku, Eve,” pinta Bianna saat Eveline tidak memberi reaksi apa pun setelah dia katakan kebenarannya.

“Itu bukan urusanku, Bia. Yang mana yang benar atau salah, aku nggak peduli. Kita juga tidak sedekat itu sampai kamu harus memberi penjelasan padaku. Hanya saja, kamu perlu tahu, dengan berita itu, Kevin berhasil menarik simpati banyak relasi bisnisnya hingga saham perusahaan Harland Group cukup tinggi saat itu.” 

Untuk kesekian kalinya Bianna harus menjaga jantungnya agar tidak berhenti berdetak karena kejutan-kejutan yang dia dengar malam ini. 

“Baiklah, sepertinya aku sudah membuang banyak waktumu, aku akan kembali bergabung dengan teman-temanku di sana. Sekali lagi selamat atas pernikahanmu dan Damian ya.” Eveline mengulurkan tangannya. Mau tidak mau Bianna menyambutnya. Pun begitu saat wanita berambut lurus sebahu itu menatap Damian. “Selamat, Damian. Aku yakin Tobias pasti senang mendengar berita ini.” 

Damian tersenyum tipis. “Thank you Eve, kabari saja kalau dia sudah kembali ke Meksiko. Sepertinya aku butuh bicara banyak dengannya.”

Eveline terkekeh lalu mengangguk mengerti. “Oke. Aku akan sampaikan hal ini padanya.” 

Wanita yang mengenakan gaun biru gelap itu pun beranjak dari hadapan kedua pengantin baru. Namun, baru beberapa langkah, Bianna kembali memanggilnya.

“Ya?” sahutnya setelah menoleh.

“Jangan katakan pada Kevin kalau kamu sudah bertemu denganku, Eve.”

Eveline tersenyum penuh arti. “Tenang saja. Kamu bisa percayakan itu padaku, Bia.”

Bibir tipis Bianna mengukir senyum terpaksa. Hatinya benar-benar sedang tidak baik-baik saja setelah mengetahui kenyataan yang ada. Tanpa dia sadari bulir bening yang dia tahan sejak tadi pun dengan semena-mena turun ke pipi mulusnya. 

“Minumlah.” Bianna kembali tersentak. Cepat dia menghapus jejak basah di pipinya dan menengok pada si pemilik suara.

“Kamu membutuhkan ini. Minumlah sedikit.” Damian menyodorkan satu gelas red wine untuknya. Bianna tatap cairan merah itu dan wajah Damian yang masih tanpa ekspresi berlebihan secara bergantian. Pria itu benar. Sedikit alkohol mungkin bisa menenangkan gemuruh amarah dalam hatinya. 

Bianna sambar gelas itu lalu menenggak habis minuman beralkohol itu dalam hitungan detik. Dia biarkan rasa getir sedikit asam membasahi tenggorokannya. 

“Aku mau lagi!” ucap Bianna sambil mencari pelayan yang menjajakan minuman itu. Setelah menemukan, dia pun melangkahkan kakinya untuk mengambil minuman dalam nampan sang pelayan, tetapi belum lagi tangannya sempat meraih gelas itu, tangan Damian sudah lebih dulu menahannya. 

“Lepaskan aku! Kenapa kamu suruh dia pergi?” Bianna meronta sambil mencoba melepaskan cengkeraman tangan Damian.

“Satu gelas sudah cukup untuk hari ini, Bia!” ujarnya datar, tetapi dengan Dirut mata yang tajam mengintimidasi. 

“Terserah aku mau minum berapa banyak, Dami. Aku butuh minuman itu buat lupakan semua yang aku dengar tadi. Jangan halangi aku.” Emosi Bianna semakin tak terkontrol. Suaranya mulai meninggi yang mana memancing perhatian para tamu undangan yang lain. 

“Jaga sikapmu! Semua tamu di sini sedang memperhatikanmu, Bia,” ujar Damian dengan suara mendesis. Tatapan pria itu semakin tidak ramah menanggapi sikap Bianna yang berubah arogan. 

Karena tak ingin lebih menarik perhatian tamu-tamunya, Damian menarik tangan Bianna untuk menjauhi area pesta sejenak. 

Damian membawa wanita yang kini sedang menangis tersedu-sedu itu ke gazebo sebelah kanan kolam renang rumahnya.

Pria itu pun melepaskan cengkeraman tangannya agak kasar hingga Bianna sedikit terhuyung karenanya. “Menangislah sepuasmu di sini. Tapi mulai besok, jangan ingat-ingat lagi apa yang Eveline katakan padamu tadi dan mulailah fokus pada tujuanmu saja. Paham?” 

Bersambung …

Komen (18)
goodnovel comment avatar
Jihan Khanaya
kalo memang dasar selingkuh pasti ada celah nya biar istrinya gk bisa ikut kemana aja. dasar lu Kevin udah rampas harta nya bian selingkuh lagi. memang sampah tempat nya di tong sampah
goodnovel comment avatar
Jihan Khanaya
memang sakit tapi buat apa kamu tangisi lagi bian. Damian benar kamu harus fokus tujuan awal kamu. jangan biarkan si Kevin di atas angin.
goodnovel comment avatar
Ika Dewi Fatma J
iya ih jangan ditangisin lagi kevinnya,sayang sama air mata mu tau bi mending fokus balas perlakuannya aja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status