Share

Bab 3. Pria Gila?

Pria itu memiliki postur tinggi menjulang, berpakaian jas rapi membalut tubuhnya yang atletis, terlihat makin berwibawa dengan cambang tipisnya. 

Meskipun buram, tapi Bianna yakin dia adalah pria yang tampan. 

Hanya saja, Bianna juga yakin ia tidak mengenali pria itu seumur hidupnya.

“Saya mencari tahu siapa dirimu saat kamu masih koma.”

Bianna tertegun mendengar jawaban Damian. “Semua? Apa keluarga saya tahu saya di sini?” tanyanya memastikan.

Damian tidak langsung menjawab. Dia memilih mengambil iPad yang ada di atas sofa lalu membuka laman portal berita bisnis hari ini. Setelah ketemu yang dia cari, pria tampan itu mengulurkan benda pintar itu pada Bianna. 

“Suamimu sudah menganggapmu mati dalam kecelakaan itu.”

Bianna terkejut dengan pernyataan Damian. Dia bawa matanya melihat layar sebelas inch tersebut. Seketika bola matanya membulat sempurna membaca headline news pagi ini.

Kevin, sang suami mengumumkan pernikahannya dengan Leony setelah memastikan dirinya tewas dalam kecelakaan malam itu.

“I-ini tidak mungkin!” pekik Bianna tak percaya.

Matanya yang buram semakin tidak jelas membaca semua tulisan yang terlalu kecil itu, Bianna hanya bisa menangis menahan sesak dan sakit hati karena tidak lagi dianggap keberadaannya.

Damian menyambar iPad itu dan meletakkannya begitu saja di atas nakas. 

“Bukan itu saja,” ujar Damian lagi. Sikapnya masih begitu tenang padahal berita yang dibawanya begitu mencengangkan. “Apa kamu tahu kalau kamu dalam keadaan hamil saat mengalami kecelakaan itu?”

Bianna refleks menatap pria yang berwajah dingin karena pelit tersenyum itu. “Hamil? Kata siapa saya hamil?”

Damian tidak langsung menjawab. Sepasang manik matanya menelisik Bianna begitu tajam. “Kamu hamil enam minggu. Tapi karena terjadi benturan keras mengenai perutmu, janin itu tidak terselamatkan. Kamu bahkan hampir mati karena pendarahan hebat malam itu.”

Untuk kesekian kalinya Bianna dibuat terperangah. Apalagi ini? Dia hamil dan tak tahu sama sekali?!

“Kamu tidak sedang membohongi saya, kan? Saya tidak mungkin ham—”

“Tidak ada alasan untuk saya berbohong.”

Bianna menggeleng cepat. “Tidak! Ini tidak mungkin! Saya tidak mungkin membunuh anak sendiri!”

Bianna berteriak histeris. Hamil adalah keinginannya sejak lama. Akan tetapi, karena kecerobohannya, dia kehilangan anak yang bahkan belum sempat lahir itu.

Damian hanya diam melihat Bianna meraung dan menyalahkan dirinya sendiri. Dia ingin mendekat, tapi akal sehat menahan langkahnya.

“Saya sudah tidak punya keluarga, suami pun menganggap saya mati. Dan sekarang… saya harus terima kenyataan kalau saya keguguran.…” 

Bianna menatap pria di hadapannya dengan matanya yang basah. Tatapannya tampak begitu putus asa. 

“Apa gunanya saya hidup? Saya sudah tidak punya apa-apa lagi.” 

Tanpa Bianna sadari, rahang Damian tampak mengeras, seolah tengah menahan diri setelah Bianna mengucapkan kalimat itu. 

“Jadi kamu akan membiarkannya begitu saja?” tanya Damian dengan nada tajam. 

Wanita cantik itu menatap pria di hadapannya dengan pandangan bertanya. “Apa maksud—” 

“Setelah hampir meregang nyawa, kamu hanya diam dan tidak melakukan apapun?” 

Nada dingin sekaligus menekan dari pria itu membuat Bianna meremang. Keringat dingin membasahi telapak tangannya. Tenggorokannya pun terasa kering. 

“Sa-saya….” Bianna tergagap. Kepalanya pening menerima begitu banyak informasi dalam satu waktu. 

Sedangkan pria di hadapannya itu tampak sangat tenang tapi begitu mengintimidasi. Mungkin karena dia hanyalah orang asing. Orang seperti Damian tidak akan tahu bagaimana rasanya berada di posisi Bianna. 

Wanita itu praktis sudah tidak punya apa-apa lagi. Sekeras apapun ia ingin membalas semua perbuatan mantan suaminya, ia tak punya kuasa untuk itu. 

Dengan keadaan ekonominya yang sekarang, bagaimana dia akan melawan Kevin yang kaya raya itu?

“Saya bisa membantumu.”

Damian tiba-tiba bersuara, memecah keheningan yang panjang. 

Bianna mendongak menatapnya. Meskipun tidak terlalu jelas, namun ekspresi datar pria itu tampak sangat serius.

“Membantu saya?” tanya Bianna memastikan. 

Damian tampak menyeringai tipis. Ia menatap Bianna dengan lekat. “Kamu ingin membalas semua perbuatan suami, bukan?” 

Bianna menelan ludah. Tentu saja dia ingin membalas Kevin. Dia tak ingin berdiam diri dan membiarkan pria berengsek itu hidup tenang. 

Tapi— 

“Kamu bisa menggunakan saya untuk membalas pria itu.” 

Bianna terperangah mendengarnya. “Menggunakan kamu?” tanyanya tak percaya. 

Dia bahkan tidak mengenal pria ini, tapi mengapa Damian bersedia diperalat untuk balas dendamnya?

“Ya. Saya punya resource yang kamu butuhkan.” 

Bianna terdiam. Ia mengerti maksud pria itu. 

Damian memiliki sumber daya untuk mengalahkan orang seperti Kevin, berarti dia bukan orang sembarangan. 

Sebenarnya siapa pria ini? 

“Tapi kenapa?” tanya Bianna dengan mata memicing curiga. “Kenapa kamu ingin membantu saya?” 

Seputus asa apapun dirinya, Bianna tidak ingin jatuh ke lubang singa setelah keluar dari lubang buaya. 

Namun, kecurigaan Bianna nyatanya tidak mempengaruhi Damian sama sekali. Aura dingin dan tenangnya itu benar-benar tampak mematikan. 

Damian memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Ia menatap Bianna lekat. 

“Kamu akan mendapatkan satu posisi penting di perusahaan saya,” ujar Damian tanpa menjawab pertanyaan Bianna sebelumnya. 

“Saya akan bimbing kamu untuk menjadi pemimpin yang disegani, agar kamu bisa tampil di depan mantan suamimu itu dan melakukan pembalasan sesuai rencanamu.”

“Hah?” Kerutan di dahi Bianna bertambah banyak. Ia menatap Damian, mencoba mencari keseriusan di sana dan ia menemukannya. 

“Bagaimana?” 

Bianna menelan ludah. “Lalu apa yang harus saya lakukan sebagai gantinya?” 

Damian tersenyum tipis mendengar ucapan Bianna. “Sudah saya duga, kamu bukan wanita bodoh.” 

Bianna tidak menanggapi. Dia tahu, untuk bantuan sebesar itu, tidak mungkin bisa ia dapatkan secara cuma-cuma. 

“Menikahlah denganku, Bianna.” 

Mata Bianna langsung membola sempurna. “A-apa?!” 

“Kamu mendengarnya,” sahut Damian, masih tampak tenang. Seolah ia baru saja mengatakan sesuatu yang remeh tentang cuaca. 

Bagaimana mungkin Bianna menikah dengan pria yang baru ia temui beberapa menit yang lalu?!

“Saya beri waktu sampai kamu keluar dari rumah sakit nanti,” ujar Damian, membuat Bianna kembali menatapnya. 

Setelah itu, Damian keluar dari ruangan inapnya. 

“Menikah katanya? Apa dia sudah gila?!” 

Comments (24)
goodnovel comment avatar
Cyya Yaya
yang sabar ya bia mungkin ini yang terbaik kalaupun kandungan mu selamat kasihan nanti dia punya ayah yg jahat
goodnovel comment avatar
Viiie
jangan" Damian punya dendam pribadi nih sama Kevin..dan makin pas ketemu Biaanna yg juga punya tujuan yg pastinya sama buat ngancurin Kevin ... tapi menikah secepat itu wahh ngebet yahh jangan segitunya juga kali Damian ......
goodnovel comment avatar
yesi rahmawati
Bian sikap ceroboh mu itu harus di rubah biar kamu menjadi wanita yg berkelas
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status