Share

Bab 5. Yang Sesungguhnya

Teras kantor catatan sipil sudah dipenuhi oleh para wartawan dari berbagai media elektronik mau pun cetak di seluruh Mexico ini. 

Baik wartawan wanita maupun pria yang membawa mic segera menghampiri sumber berita mereka–Bianna dan Damian–yang berjalan di belakang Eduardo saat ketiganya keluar dari pintu utama gedung itu.

Bukan itu saja, lampu blitz dari kamera para pencari berita itu juga menyambut kedatangan ketiganya. Bianna yang belum terbiasa dengan keadaan seperti ini tentu mendadak grogi dan ketakutan. Dia, bahkan hampir melangkah mundur kalau saja tangan besar Damian tidak menahan lengannya. 

“Hadapi! Kalau kamu mundur sekarang berarti kamu kalah, Bia!” Singkat, tetapi cukup menyentak hati Bianna. 

“I-iya, Tuan.” 

“Damian. Mulai hari ini aku suamimu,” ujarnya penuh penekanan di akhir kalimatnya. 

“Baik, Damian. Aku mengerti,” sahut Bianna tergugu.

“Sekarang tersenyumlah. Tunjukkan pada mereka kalau kamu bahagia atas pernikahan ini.” Bianna tidak bisa membantah setiap ucapan Damian. Pria tinggi dan gagah ini begitu irit bicara, tetapi sekalinya berkata bisa membuat Bianna seperti orang bodoh yang kehilangan kosa kata dalam otaknya. 

Akan tetapi, Bianna memang tidak punya pilihan lain, mau tidak mau, suka tidak suka, wanita berkulit putih itu harus bisa memainkan perannya dengan sangat sempurna. Setelah puas mewawancarai Eduardo yang tampak semringah saat memperkenalkan cucu menantunya itu ke khalayak ramai, tiba giliran Bianna dan Damian yang mendapatkan banyak pertanyaan. 

Sepanjang sesi wawancara di hadapan puluhan wartawan itu, tidak ada lagi Bianna yang kaku dan ketakutan. Yang ada hanyalah Bianna yang anggun dan berkharisma. Siapa pun di tempat itu berhasil dibuat terkesima oleh penampilan dan cara bicara istri dari pemilik perusahaan ekspor impor ternama di Mexico City ini. 

“Sepertinya cukup. Kami butuh istirahat. Silakan lanjutkan dengan asisten saya. Kami permisi,” ujar Damian memotong pertanyaan seorang wartawan yang mulai bertanya soal keluarga Bianna. 

Seketika Bianna bisa bernapas lega karena lagi-lagi perlindungan dari Damian menyelamatkannya. Wanita itu pun segera mengikuti langkah Damian pergi meninggalkan tempat itu untuk kemudian  menerobos kerumunan para wartawan dibantu oleh ajudan sang Kakek. 

Namun, karena terlalu antusiasnya para pencari berita pada pasangan pengantin baru itu, mereka pun tak ingin melepaskan sumber berita mereka begitu saja. Para wartawan itu mencoba menghentikan langkah Bianna yang tertinggal beberapa meter dari Damian. 

“Kenapa tidak menjawab, Nyonya? Kami ingin tahu siapa keluarga Anda.” Salah satu wartawan wanita menghadang Bianna dengan mengacungkan mic tepat di depan wajah cantik natural itu. 

“Maaf, saya harus pergi!” Bianna mengelak dan mencoba keluar dari desakan wartawan-wartawan itu . Akan tetapi, saat dia pikir dirinya gagal, sebuah tangan kekar menarik tangannya cepat dan segera menjauhi tempat itu. 

“Masuklah,” titah pria yang ternyata adalah Damian ketika mereka sudah berada di dekat mobil miliknya.

“Terima kasih Damian. Lagi-lagi kamu sudah menyelamatkan aku.” 

Damian berdecak, sambil memasukkan satu tangan ke kantong celana bahannya, pria itu pun berkata, “Tidak usah berlebihan. Lebih baik kita pulang sekarang.”

Senyum di bibir Bianna pun mendadak memudar karena sikap dingin dan ketus pria yang baru saja menikahinya itu. 

Pada akhirnya mobil SUV keluaran Amerika itu melaju meninggalkan area parkir kantor catatan sipil. Di dalam kendaraan mewah itu, keduanya tidak ada yang berbicara. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Terlebih Bianna yang harus mulai memikirkan langkah apa saja yang akan dia ambil setelah menikah dengan pria asing yang baru dia temui tiga hari ini dan bagaimana dia akan memulai aksi balas dendamnya.

Tanpa Bianna sadari, mobil hitam itu sudah sampai ke tujuannya, yaitu rumah kediaman keluarga Lysander yang tampak megah dan mewah. Dari pintu pagarnya yang tinggi menjulang itu Bianna sudah dibuat kagum dengan arsitektur bangunan rumah dua lantai bercat putih tulang itu. 

Menatap rumah itu dari dalam mobil, tak disangka hati Bianna tersentil. Dulu dia juga seorang putri konglomerat, rumah mewah dengan kendaraan berbagai merk bukan lagi hal asing untuknya, tetapi semua lenyap dalam semalam oleh kelakuan buruk suaminya. 

“Ayo, turun!” Bianna berjengit kaget saat tangan kiri Damian menyentuh bahunya. 

“Ah,iya,” sahutnya sedikit gelagapan. Lalu, tanpa menunggu perintah dua kali, Bianna segera mengikuti Damian keluar dari mobil. 

Bianna terkesima dengan sambutan yang dia terima di dalam rumah itu. Eduardo yang sudah sampai lebih dulu menyambutnya di ambang pintu bersama kepala pelayan dan beberapa pelayan rumah itu.

“Selamat datang di rumah kami, Bianna. Opa harap kamu akan betah. Anggaplah ini rumah kamu sendiri,” ucap pria paruh baya yang masih terlihat garis ketampanannya itu sambil tersenyum dan menepuk pelan bahunya.

“Pasti, Opa. Aku akan berusaha sebaik-baiknya menjadi menantu Opa,” jawab Bianna yang berusaha tetap tersenyum meski dalam hati dia merasa sangat bersalah sudah membohongi orang tua itu karena pernikahan yang dia lakukan dengan Damian adalah pernikahan karena adanya maksud tertentu.

“Baguslah.” Eduardo melihat pada Damian. “Kalau begitu bawa dia istirahat, Dami. Nanti malam Opa sudah buat acara kecil-kecilan buat kalian berdua.”

“Apa maksud, Opa?” Damian sudah mengernyitkan dahinya, sedangkan Eduardo tersenyum saja. 

“Apalagi? Tentu saja pesta buat kalian berdua. Karena pernikahanmu ini begitu mendadak, Opa hanya mengundang beberapa relasi saja untuk merayakannya. Opa harap kamu nggak keberatan.”

Terdengar decakan kecil dari bibir Damian, tak ada sedikit pun niatnya untuk menanggapi apa yang sudah direncanakan sang kakek. Dia lebih memilih menatap Bianna yang terlihat tenang. 

“Ikut, aku, Bia. Akan aku tunjukkan di mana kamar kita.” Sontak mata Bianna melotot sempurna. Kamar kita katanya? 

“Ya, Tuhan. Apa itu artinya aku dan Damian akan berbagi kamar sementara ini bukan pernikahan yang sesungguhnya?” gumam Bianna dalam hati sambil melihat pada Eduardo yang memberi anggukan sebagai isyarat agar dia menuruti apa kata Damian. 

Bersambung …

Komen (20)
goodnovel comment avatar
ida Sari
dingin banget sih Damian sama Bia,,ga ada lembut2 nya ,udah ga usah di ambil hati Bia , Damian kan emng gitu yg penting km bisa balas dendam sama mantan suami km Dengan bantuan Damian.. knp Bia,km takut ya tidur satu kamar sama Damian, takut dia minta jatah ...ga pa2 juga kali kan dah sah juga
goodnovel comment avatar
Cyya Yaya
ya gapapa lah bia sekamar pun kan udah resmi ini,,,, semoga aja kevin jadi salah satu tamunya nanti biar dia syok tau bia masih hidup dan sudah menikah dengan damian
goodnovel comment avatar
Ika Dewi Fatma J
kan udah sah bi,g salah dong klo jd kamar kita,lagian kan tinggal sama opa,masa iya harus dg kamar masing2 kan g lucu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status