"Tidak, Dewa. Tidak boleh ada yang mengetahui perihal Tuan Muda Glenn masih hidup," sahut Fero cepat-cepat."Kenapa memangnya?" tanya Dewa, menoleh ke arah Fero yang menatap layar televisi dengan serius. Matanya tidak beralih sedikitpun dari layar besar itu.Glenn kembali duduk dan mendengarkan percakapan dua orang itu tanpa ikut di dalamnya. Ia hanya diam lantaran saat ini kecemasan sedang melandanya."Alexander Barata kan hadir di dalam pemakaman itu. Kau tahu juga, kan? Siapa yang tahu jika Tuan Narendra berbicara dengannya atau membuat kesepakatan dengannya?" ujar Fero masih tanpa menoleh.Glenn tentu saja tidak mempercayai. Dia sangat yakin, Alexander Barata bukan seorang pengkhianat. Dia tidak memiliki sifat itu di dalam dirinya.Dewa menggeleng, tidak setuju. Ia mengerutkan dahinya, "Alexander Barata memang seorang pengecut tapi aku yakin dia bukan seorang pengkhianat."Dalam hati, Glenn menyetujui ucapan Dewa.Fero akhirnya menoleh, menampilkan ekspresi setengah gusar, "Tuan A
"Sial. Kalau aku di sini saja, aku tidak akan tahu apa yang sedang mereka bicarakan," ucap Dewa. Namun, ia tidak memiliki celah untuk mendekat karena tidak ada satu pun penghalang di depan minimarket itu yang bisa melindunginya. Sehingga Dewa memilih meninggalkan minimarket itu lalu kembali ke rumah kontrakan mereka."Cepat sekali kau pulang!" ucap Glenn begitu ia melihat Dewa masuk.Dewa menjawab, "Tidak ada yang menarik di sekitar sini."Glenn menanggapi, "Kau pikir ini lokasi tempat wisata sehingga kau bisa menikmati keindahannya?"Pria yang baru saja melepas topi baseball-nya itu menyeringai lebar, "Yah, siapa tahu ada taman kota yang cukup bagus kan?"Glenn Brawijaya hanya menggelengkan kepalanya, tak percaya atas apa yang dipikirkan oleh temannya itu.Tiba-tiba saja ia bertanya, "Glenn, sejak kapan kau mengenal Fero?"Glenn menatap aneh ke arah Dewa, "Kenapa kau bertanya soal itu?"Dewa mengangkat bahunya, "Hanya ingin tahu. Kau terlihat sangat mempercayainya.""Oh, begitu. Dia
"Kenapa kau melakukannya?" tanya Glenn, menatap Fero tajam."Melakukan apa, Tuan Muda?" Fero bertanya balik.Glenn mengertakkan gigi, terlihat sekali menahan kesal. "Jangan berbelit, Fer. Kau tahu betul apa yang aku maksud."Fero menatap ke arah sang tuan dan berkata pelan, "Tuan Muda, Dewa jelas tidak sejalan dengan kita. Kita akan kesulitan jika tetap bersamanya."Glenn hampir akan membalas tapi Fero mendahuluinya dengan berkata, "Semuanya demi keselamatan Anda, Tuan Muda. Semoga Anda mengerti. Saya melakukan semuanya demi Anda." Pria itu pun terdiam dan malah berpikir lebih keras. Kecurigaan mulai menghinggapinya sekarang. Begitu banyak hal yang membuatnya menaruh curiga pada asisten pribadinya itu. Namun, ia tidak akan langsung mengkonfrontasi Fero secara langsung dan akan memendamnya terlebih dulu. "Kau benar. Kau benar," ucap Glenn kemudian.Fero mendesah lega, begitu senang Glenn setuju dengannya. "Saya harap Anda tidak lagi membicarakan masalah Dewa, Tuan Muda. Lebih baik, k
"Berani sekali kau melakukan ini!" ujar Glenn dingin.Jelas-jelas ia melihat Fero dengan tenang dan santai berjalan ke luar. Beberapa orang yang memiliki pistol itu bahkan tidak menyerangnya. "Brengsek!" ujar Glenn sambil menendang kayu.Sayangnya hal itu berhasil membuat salah satu penjahat bertopeng hitam itu tertarik dan langsung mengacungkan senjata pada Glenn yang bersembunyi di balik meja besar."Siapa di situ?" ujar orang itu.Glenn kembali menahan diri agar tetap diam, meskipun saat ini kemarahan sedang menguasainya.Tiba-tiba saja ia mendengar beberapa orang mendekat dan berbicara."Apa mungkin dia tidak ada di sini?" tanya orang pertama."Tidak mungkin. Asisten pribadinya sudah mengatakan Glenn ada di sini," sahut orang kedua.Orang pertama menjawab lagi, "Tapi aku tidak menemukannya. Sudah aku cari tapi dia tak ada. Apa dia sedang bersembunyi?""Atau jangan-jangan dia telah menipu kita? Si Fero sialan itu. Dia memberi informasi palsu pada kita. Hah, sudah aku duga. Dia itu
"Heh, tunggu dulu!" teriak salah seorang yang termasuk ke dalam kelompok yang tidak dikenal oleh Glenn tersebut.Glenn tidak ingin menimbulkan kecuriaan di mata orang-orang itu, sehingga ia memilih berhenti berjalan. Ia tidak memutar badannya dan tetap menghadap ke depan."Angkat tangan!" ujar orang yang berdiri tepat di belakang Glenn dan menodongkan pistol di bagian belakang kepala Glenn.Glenn menurut dan orang itu pun memutar badan Glenn, memeriksa wajah Glenn dan terlihat sedikit curiga. Kenapa dia tampak mirip dengan foto Glenn Brawijaya? batin orang itu.Glenn mulai bersikap waspada dan bersiap-siap untuk berkelahi jika itu memang diperlukan. Sorot mata orang itu jelas sekali menunjukkan kecurigaan.Orang itu kembali berbicara dengan suara berat, "Tunggu di sini dan jangan ke mana-mana!"Orang bertubuh tidak lebih tinggi dari Glenn baru saja berbalik tapi tiba-tiba seseorang muncul dari balik tembok. Si penanya tadi mengacungkan senjatanya pada orang itu tapi orang dengan jake
"Astaga, Glenn. Masa begini saja kau tidak tahu sih? Lambat sekali kau berpikir!" sahut Dewa sambil menyeringai samar. Ia sengaja memancing kekesalan Glenn. Baginya, hal itu cukup menghibur dirinya.Glenn mendengus keras, sangat kesal sekali. Astaga, kalau saja Dewa bukan orang yang menyelamatkannya, ia pasti akan mencekik Dewa saat itu juga."Aku memang tidak tahu!" ucap Glenn sambil mengertakkan giginya lantaran menaha amarah.Dewa mendecakkan lidah, "Oh, my God. Oke, baiklah. Jadi, begini. Narendra itu orang yang terkesan tergesa-gesa dan tidak peduli jika kejahatannya diekspos sekali pun. Dia begitu tenang dan tidak terlalu memiliki banyak taktik."Glenn menganggukkan kepalanya, setuju dengan ucapan Dewa.Dewa melanjutkan, "Tapi orang yang satu ini terlihat penuh perhitungan. Lihatlah dirimu tadi yang memakai pakaian serba hitam itu. Kan itu menunjukkan dirimu yang sebenarnya. Orang itu mengatur segalanya sedemikian rupa, hingga kita tidak sadar, Glenn. Paham kan?"Pria muda yang
"Nanti kau akan tahu," jawab Dewa misterius.Karena merasa jika Dewa tak mungkin mau memberinya jawaban, Glenn pun memutuskan untuk tidak lagi bertanya apapun pada seseorang yang telah ia anggap sebagai seorang sahabat itu.Meskipun begitu banyak pertanyaan yang mengganggu pikirannya, Glenn tetap berdiam diri dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun hingga mereka tiba di salah satu ibu kota propinsi di Indonesia. Sebuah kota besar yang baru pertama kali ia datangi, Surabaya."Surabaya?" tanya Glenn heran.Dewa mengangguk, "Ya. Tapi bukan kota ini yang menjadi tujuan kita.""Lalu mana?""Malang," jawab Dewa."Malang?" ulang Glenn.Dewa hanya tersenyum misterius, semakin membuat Glenn penasaran. Setelah sampai di terminal itu, Dewa membawa Glenn untuk berpindah bis yang akan mengantar mereka ke kota tujuan itu."Ayo, Glenn!" ajak Dewa.Glenn masuk ke dalam bis itu dan menunggu sambil mulai bertanya-tanya akan tempat seperti apa yang mereka tuju itu. Setelah sekitar hampir tiga jam berada
"Jangan terlalu kaku begitu, Bu Ana. Oh, iya ini Glenn, sahabat yang aku ceritakan waktu itu," ucap Dewa.Ana menoleh pada Glenn dan tersenyum lalu berkata, "Selamat datang di kediaman Pak Dewa, Pak Glenn."Glenn mengangguk dengan kaku. "Apa kau sudah siapkan apa yang aku minta?" tanya Dewa."Sudah, Pak."Dewa mengangguk senang, "Kalau begitu kau boleh pergi.""Baik, Pak."Sepeninggal Ana, Dewa mengajak Glenn masuk ke dalam sebuah ruang santai yang terletak terpisah dari bangunan utama. Dewa membaringkan badannya ke atas sofa empuk dan berkata, "Oke, aku siap menjawab pertanyaanmu sekarang. Bertanyalah sesukamu!""Siapa kau sebenarnya?""Dewa Airlangga."Airlangga? Sebuah nama asing yang Glenn dengar."Itu nama belakang keluargamu?" tanya Glenn sambil mengernyitkan dahi."Ya, begitulah."Glenn mencoba mengingat-ingat, mencari tahu nama itu di dalam memorinya. Ia jelas tahu nama-nama keluarga pengusaha besar yang cukup tersohor meskipun belum tentu pernah berinteraksi. Namun, setelah
Narendra tidak mempercayai apa yang sedang terjadi kepadanya, "Glenn, kau-""Bukti yang aku miliki sudah lengkap semuanya dan semua ini berkat bantuan dari adik kesayanganmu. Selain itu, Om Satria kebetulan telah menyerahkan dirinya pagi tadi jadi lebih baik sekarang tidak perlu melawan lagi karena kau sudah tamat," ucap Glenn dengan begitu senangnya.Narendra tentu saja memberontak dan berhasil melepaskan diri dari kedua polisi yang memegang lengannya. Pria muda tersebut kemudian langsung saja menarik Glenn ke arahnya lalu mengeluarkan sebuah pisau yang nyata ia sembunyikan dibalik saku jasnya.Glenn tentu saja tidak pernah menyangka hal itu akan terjadi. Ia pikir ia telah bersiap-siap menghadapi segala hal yang mungkin saja terburuk tetapi nyatanya ia masih melupakan sesuatu sehingga sekarang harus menghadapi kemarahan Narendra yang seharusnya tidak perlu dihadapi.Dewa dan Alexander yang berada di sana sontak memerintah anak buah mereka untuk menyelamatkan Glenn tetapi Glenn memint
"Astaga, kau benar-benar membuatnya takut," ucap Glenn yang tidak bisa tidur apalagi mendengar ketika orang yang berada di dalam kamarnya itu dari tadi masih saja bercolotest seolah dia tidak ada di sana.Clarita menoleh pada pria yang telah membuka matanya secara penuh itu. "Om, Om pasti terganggu dengan suara kami ya?"Glenn tersenyum tipis dan menanggapi, "Ah, Clarita. Kau benar-benar sangat peka sekali, tidak seperti ayahmu yang bodoh ini."Alexander sedikit tersinggung tetapi dia membiarkan sahabatnya itu berbicara seperti itu."Kau benar-benar sudah tidak apa-apa?" tanya Dewa, terdapat kecemasan yang begitu terlihat dengan sangat jelas di mata sahabat Glenn yang satu itu."Kau gila atau bagaimana? Aku baru saja tertembak di perutku dan kau bilang aku tidak apa-apa? Luka tembak tidak mungkin bisa sembuh hanya dalam waktu beberapa jam kan?" omel Glenn.Alexander tertawa meringis mendengarkan ocehan Glenn pada Dewa, ia benar-benar sangat puas terhadap omelan Glenn tersebut."Nah, s
Narendra mendecakkan menatap ayahnya dengan tatapan tidak suka. Pria itu bahkan tidak menutupi jika mungkin dia menganggap ayahnya itu cukup bodoh karena tidak benar-benar menyimak ceritanya dengan benar.Narendra menghela napas panjang sebelum kemudian menanggapi, "Ayah, tidakkah tadi Ayah mendengarkan ceritaku dengan baik?"Satria terbelalak tetapi dia membalas pertanyaan putranya, "Dengar. Peluru itu sedikit meleset tetapi mengenai Glenn. Iya kan?""Hm, itu benar. Peluru itu katanya mengenai perut Glenn dan bukannya jantungnya jadi mungkin dia masih hidup atau bisa saja sedang sekarat. Entahlah, aku tidak mengetahuinya. Anak buahku masih mencarinya di seluruh rumah sakit yang ada di Jakarta ini. Dan aku yakin sekali dia akan segera ditemukan," ujar Narendra begitu senang.Satria mengangguk mengerti. "Jika kau sudah menemukannya, apa yang akan kau lakukan terhadapnya?"Narendra menyipitkan mata, memperlihatkan ayahnya senyumannya yang kejam. "Ayah, apakah sekarang ini Ayah masih har
Alexander dan Dewa menyadari jika di sana masih ada gadis muda yang mendengarkan percakapan mereka yang cukup bisa dikatakan berbahaya dan tidak pantas didengar oleh gadis itu.Dewa seketika berkata, "Oh, Sayang. Maaf, percakapan ini tidak pantas untuk kamu dengar. Ah, Alex. Kita tunda saja percakapan ini daripada putrimu harus mendengar hal seperti itu."Clarita sebenarnya tidak ingin menyerah begitu saja tetapi melihat kedua pria dewasa itu terlihat tidak ingin lagi melanjutkan percakapan mereka mengenai permasalahan tentang aksi balas dendam itu maka ia pun juga tidak bisa lagi bertanya."Kamu mau minum atau mungkin camilan?" tawar Alexander.Clarita dengan segera menggelengkan kepala. "Bagaimana mungkin aku bisa makan dalam situasi seperti ini? Ayolah Ayah, aku bukan gadis berdarah dingin yang tidak mementingkan situasi dan kondisi."Alexander meringis mendengar ucapan putrinya yang begitu mengguncangnya Itu.Dewa sendiri tidak tahan untuk tidak tertawa telan tetapi dia kemudian t
Sang pengawal dengan sangat terpaksa akhirnya menjawab kembali, "Tuan Alex tidak apa-apa dan baik-baik saja tetapi Tuan Glenn baru saja tertembak karena diserang."Clarita langsung saja membungkam mulutnya karena kaget. Tak bisa dipercaya, hanya sangat mustahil sekali pria sekuat Glenn bisa tertembak dan kini nyawanya sedang dalam bahaya di dalam rumah sakit.Clarita terdiam sejenak bingung atas apa yang harus dia lakukan setelahnya.Namun, dia tentu tidak bisa berdiam saja di sana sehingga dia memutuskan, "Aku akan ke rumah sakit."Sang pengawal tentu saja langsung saja menjawab, "Tidak, Nona. Tuan Alexander meminta Anda untuk tetap di rumah dan tidak melakukan apapun. Sebenarnya yang diserang itu adalah Tuan Alex tetapi Tuan Glenn datang untuk menyelamatkannya sehingga yang terkena malah Tuan Glenn.""Iya, Nona. Di luar sana masih begitu berbahaya dan kita juga tidak tahu apakah penyerang itu akan mencari-cari Nona karena anda merupakan putri satu-satunya Tuan Alexander sekaligus ke
Ken, sopir Alexander Barata segera melajukan mobilnya lebih cepat dan berusaha menghindari 3 mobil yang mengejar mereka.Alexander mulai tegang dan kemudian segera menghubungi Glenn dengan cepat. Ia benar-benar sangat beruntung sekali karena hanya dalam dari yang pertama panggilannya telah dijawab oleh Glenn."Kenapa kau-""Kirim bantuan sekarang, Glenn! Aku sedang dikejar-kejar!" ujar Alexander dengan suara yang begitu panik.Glenn yang sedang duduk di atas atap itu segera berdiri dan berkata dengan nada yang juga panik, "Di mana posisimu?""Ah, tidak usah. Aku tahu. Bertahanlah sebentar!" ucap Glenn.Glenn segera membuka aplikasinya dan memerintah dengan cepat, "Susul Alexander!"Beberapa anak buahnya yang telah siap siaga itu pun segera mengambil posisi masing-masing dan Glen ikut ke dalam salah satu mobil itu.Sementara itu, Alexander masih dalam pengejaran dan hampir saja terkena sebuah tembakan saat salah satu orang yang berada di mobil kirinya tersebut melemparkan sebuah tembak
"Ayah bukan saudara kandung dari Paman Andi," ujar Arnold.Narendra menatap adiknya itu dengan tatapan heran tetapi ia masih terlihat begitu bingung.Arnold mengamati ekspresi kakaknya yang tidak ada keterkejutan di sana. Ia pun mulai berpikir jauh, "Ah, jadi Mas juga tahu masalah ini? Tapi kenapa Mas hanya diam saja?"Narendra bertanya, "Dari mana kamu tahu masalah ini?"Arnold mengulas sebuah senyum pada sang kakak. "Tidak penting bagaimana aku tahu tapi fakta jika ternyata kamu juga mengetahuinya itu Cukup membuatku heran.""Kenapa lagi?" tanya Narendra malas."Masih bertanya kenapa? Ini semakin membuat kita itu tidak memiliki hak apapun atas harta itu. Mas, kita tidak memiliki hubungan darah dengan keluarga Glenn. Bisa tidak kamu mengembalikan saja semua yang memang bukan milikmu terhadap Glenn? Apa sedikitpun kamu tidak merasa aneh ketika melakukan apapun pada harta yang bukan milikmu?"Narendra mencibir, "Oke, kita memang tidak memiliki hubungan darah dengan mereka tetapi kita t
Kenyataan itu begitu menampar Satria. Ia pun tidak lagi bisa berkutik lagi ataupun membela putra bungsunya.Narendra melihat ayahnya yang tidak bisa menjawab perkataannya itu pun membuatnya semakin yakin untuk memberi satu pelajaran bagi sang adik."Lebih baik Ayah tidak usah ikut campur masalah ini. Biarkan aku yang menyelesaikannya," ucap Narendra.Satria hanya bisa terdiam di sofa ruang tamu itu, meresapi semua yang terjadi di kehidupannya.Tiba-tiba saja ia bangkit dari tempat duduknya itu lalu berjalan menuju ke sebuah gudang yang terletak di luar ruangan.Gudang itu terpisah dari rumah utama sehingga ia harus berjalan sendirian ke sana dan melarang semua anak buah Narendra untuk menemaninya.Begitu ia masuk ke dalam gudang tersebut, ia segera berjalan mendekat ke sebuah benda yang tertutup oleh kain putih besar.Segera saja ia ambil kain yang menutupi sebuah pigura besar itu. Ia pun kemudian duduk di depan pigura tersebut dengan wajah yang terlihat amat sangat letih.Ia mulai be
"Apa yang Ayah bicarakan itu? Tentu saja aku menyukainya," ucap Clarita menatap ke arah ayahnya dengan tatapan heran.Alexander kembali menyipitkan mata dan menatap putrinya dengan tatapan bingung, "Tunggu dulu, Nak. Yang Ayah maksud itu adalah menyukai layaknya seorang wanita menyukai laki-laki. Seperti itu. Kamu tidak seperti yang Ayah maksud kan?" Mata Clarita membola begitu sempurna usai dirinya mendengar perkataan ayahnya tersebut. Ia kehilangan kata-kata untuk beberapa saat dan kemudian membalas perkataan ayahnya itu dengan cepat, "Maksud Ayah, cinta pasangan? Astaga, Ayah. Yang benar saja. Aku menganggap dia sebagai aku menganggap Ayah. Dia sama saja dengan orang tua keduaku."Mendengar perkataan putrinya, Alexander benar-benar menghela napas dengan lega. Ia tertawa konyol lalu kemudian menyesat minuman yang tidak ia ketahui namanya itu.Minuman khas Korea Selatan yang rasanya asam manis cukup menyegarkan tenggorokannya.Alexander kemudian tersenyum pada Sang Putri, "Ayah bena