"Iya, Tuan Muda. Tapi Anda sama sekali tidak perlu khawatir karena saya sudah mengerahkan begitu banyak anak buah untuk melacak keberadaan putri Anda," ucap Damar dengan cepat karena tidak ingin Alexander curiga terhadapnya.Akan tetapi, Alexander yang dengan mudah bisa membaca ekspresi menyebalkan di wajah Damar itupun menyaho dengan santai, "Apa maksudmu?""Ya, Tuan Muda?""Siapa yang membiarkanmu untuk menyebut gadis itu sebagai putriku?" ucap Alexander sambil menyipitkan mata menatap tajam ke arah Damar yang wajahnya terlihat syok.Alexander kembali melanjutkan perkataannya, "Aku emang berhubungan dengan Hana tapi anak itu ... Aku tidak akan pernah menganggap dia sebagai anakku.""Tapi, Tuan ....""Aku kemarin-kemarin sedikit mencemaskan mereka tetapi malah sekarang aku sedikit lebih lega karena tak perlu lagi memikirkan tentang dua orang itu," jawab Alexander.Damar yang wajahnya diliputi kebingungan itu pun segera bertanya, "Anda tidak peduli dengan mereka, Tuan Muda?"Alexander
"Ya. Biarkan saja, itu lebih bagus jika dia menghilang tanpa jejak." Alexander terlihat begitu santai dan tenang sekaligus hingga membuat Damar sontak mempercayai perkataan sang tuan muda.Dengan sedikit dorongan yang lebih, Alexander sendiri telah memahami bagaimana caranya ia menipu Damar agar pria itu bisa jatuh ke dalam perangkapnya.Ia bersorak dalam hati karena sekali lagi ia telah berhasil membuat lelaki yang usianya tak terlalu jauh berbeda dengannya itu memasuki jebakan yang telah ia siapkan bersama dengan Glenn."Baiklah, saya mengerti sekarang. Anda benar, Tuan Muda. Jika anak itu masih bersama dengan Anda, Anda bisa begitu kerepotan dan ini juga pasti akan dimanfaatkan oleh Narendra."Sebuah senyuman sinis terbit di bibir Alexander, "Nah, itu dia yang aku maksud. Narendra yang bodoh itu justru telah melakukan kesalahan yang besar karena membunuh Hanya dan menyebabkan anak itu menghilang tanpa jejak. Itu sama artinya dia tidak lagi memiliki kunci untuk menggangguku."Damar
"Tidak, Tuan. Saya yakin sekali tidak mungkin ada anak buah kita yang berani mengkhianati Anda."Narendra menaikkan kedua alisnya seakan tidak mempercayai perkataan anak buahnya tersebut. "Bagaimana kau bisa seyakin itu?""Karena kami semua menembakkan peluru ke arah orang yang menyelamatkan gadis itu sehingga tidak mungkin ada seorang penghianat di antara kami," jelas orang itu.Narendra kembali berpikir keras dan menimbang-nimbang apakah orang itu benar-benar telah berkata jujur atau tidak. Namun, sebelum ia sempat mengatakan apa yang ada di kepalanya, pintu ruangannya diketuk oleh seseorang dari luar."Ya, masuk!" kata Narendra.Ia pun memerintah anak buahnya tersebut, "Pergilah!"Pria itu mengangguk dan kemudian undur diri dari ruangan sang tuan muda. Narendra tersenyum ramah pada adik laki-lakinya yang masuk ke dalam ruangannya sambil membawa beberapa dokumen. "Kita tidak bisa membuat pembatalan itu, Mas."Narendra tidak tahu jika hari itu ternyata merupakan hari yang sangat sia
Menyadari jika nada suara sang kakak terdengar begitu penuh kecurigaan itu, Arnold pun memperbaiki ucapannya, "Tidak, Mas. Kau salah paham. Untuk apa aku mencemaskan orang seperti Alexander Barata? Bukankah Mas tahu sendiri bagaimana kekesalanku terhadapnya?"Narendra terlihat menyipitkan mata, mencoba untuk melihat ke dalam mata adiknya tersebut apakah dikatakan oleh Arnold merupakan sebuah kebenaran.Pria yang hanya beberapa tahun lebih tua daripada Arnold itu pun kemudian menarik dirinya dan mendesak pelan. Ia memilih untuk mempercayai adiknya tersebut. "Oke. Terus kenapa kau bertanya begitu?" Arnold segera memutar otaknya guna menemukan jawaban yang mungkin akan dipercayai oleh sang kakak. Ia berkata, "Karena aku memiliki dendam sendiri kepada si brengsek itu jadi rasanya aku tidak rela jika ada orang lain yang bisa membunuhnya."Narendra terlihat menatap adiknya itu dengan tatapan heran tetapi kemudian sebuah senyuman licik tersungging di bibirnya. "Ah, maksudnya kau ingin menja
"Ya, kita bisa mengatakannya seperti itu. Pasalnya, gadis itu lahir saat wanita yang mengandungnya masih berusia belasan tahun." Narendra memulai penjelasan itu dan melihat adiknya semakin tertarik dengan kisah itu. "Mas, coba ceritakan masalah itu. Mungkin aku bisa menemukan sesuatu yang sangat menarik dan bisa memanfaatkannya untuk mengganggu Alexander Barata," ucap Arnold terdengar begitu meyakinkan seakan dia memang sangat membenci Alexander Barata. Padahal, di dalam hatinya ia malah sangat cemas terhadap sahabat Glenn tersebut dan berusaha ingin membantunya. "Ah, sebenarnya aku berniat untuk menculik anaknya tersebut untuk membuat kesepakatan dengan Alexander. Aku hanya ingin dia berada di pihakku tetapi nyatanya para anak buahku yang bodoh itu malah kehilangan gadis itu jadi apa boleh buat, sekarang tak ada yang bisa kulakukan selain menunggu mereka bisa menemukan gadis itu." Semua informasi itu ditangkap oleh Arnold dan berusaha ia simpan dalam-dalam dalam otaknya. Ia meng
"Kenapa kau bisa berpikir seperti itu, Arnold?" tanya Narendra, kini tatapannya berubah menjadi serius sekaligus bingung.Arnold dengan tidak sabar berkata, "Mas, seseorang yang sudah mati kan tidak mungkin bisa kabur. Jadi, bukankah ada kemungkinan dia memang masih hidup? Jasadnya saja tidak ada.""Pasti ada orang yang sudah mengambilnya," sahut Narendra, masih tidak ingin menyetujui pemikiran adiknya itu. Sesungguhnya, ia hanya tidak ingin berpikir kembali mengenai wanita itu lantaran ingin memikirkan masalah lain. Namun, perkataan adiknya kini membuatnya sedikit terganggu.Bagaimana tidak, jika wanita selamat, wanita itu bisa saja menjadi biang masalah nantinya. Sebab, ia sempat memberi perintah pada anak buahnya untuk mengancam wanita itu dan juga gadis muda itu.Akan sangat gawat jika dia bisa lolos dan melaporkan dirinya ke kantor polisi. Akan tetapi, ketika ia ingat siapa dirinya dan siapa wanita itu, jelas saja dia kembali mendapatkan ketenangannya."Oh, tidak masalah jika di
"Membunuhnya, Mas? Apa kau yakin tentang itu, Mas?" tanya Arnold dengan bersusah payah agar tidak terdengar seolah ia cemas sekaligus kaget.Narendra membuat helaan napas yang terdengar begitu santai tapi dipenuhi oleh keseriusan. Ia pun kemudian berkata dengan nada tenng, "Ya. Lebih baik ia dibungkam untuk selamanya daripada membuatku repot."Kembali, kedua tangan Arnold yang tidak terlihat oleh Narendra pun sontak terkepal erat, "Apa malah nanti tidak akan menimbulkan masalah lain, Mas? Bagaimana jika malah-""Masalah apa, Arnold? Masalah apa yang bisa timbul jika aku membunuhnya? Kau hanya terlalu banyak berpikir hal yang tidak perlu, Arnold," ujar Narendra, sedikit agak kesal.Arnold menahan diri dan kini semakin merasa betapa susahnya ternyata untuk berpura-pura menjadi adik yang baik bagi kakaknya itu. Andai saja ia bisa, ia lebih memilih untuk tidak melakukan hal itu.Tapi, demi Glenn, dia rela melakukannya. Dia hanya ingin berusaha membantu Glenn. Maka, dia bertahan berada di
"Ya. Biarkan saja dia begitu," ucap Arnold.Narendra kelihatan diam sesaat dan memilih untuk memikirkan banyak hal. Ia mulai meragukan adiknya karena menurutnya seakan adik lelakinya itu terkesan melindungi Alexander Barata.Namun, ia tahu ia tidak bisa melawan adiknya itu dalam berkata-kata sehingga ia memilih untuk menyembunyikan apa yang ada di kepalanya."Oke, aku tidak akan menyerangnya."Jawaban itu benar-benar membuat Arnold begitu lega dan kini ia pun beralih membicarakan masalah lain, "Besok ada jadwal bertemu dengan Garrick. Aku akan berada di luar kantor selama seharian.""Oke. Lakukan apa saja yang menurutmu benar. Aku memberimu izin untuk itu," ucap Narendra.Arnold merasa begitu senang karena rupanya sang kakak masih begitu mempercayai dirinya sehingga ia pun meninggalkan ruangan kakaknya tersebut dengan hati tenang.Namun, hal itu tidak berlaku bagi Narendra. Jelas sekali iya mulai menaruh curiga lagi kepada adiknya tetapi kali ini dia tidak akan pernah memperlihatkan k