Menyadari jika nada suara sang kakak terdengar begitu penuh kecurigaan itu, Arnold pun memperbaiki ucapannya, "Tidak, Mas. Kau salah paham. Untuk apa aku mencemaskan orang seperti Alexander Barata? Bukankah Mas tahu sendiri bagaimana kekesalanku terhadapnya?"Narendra terlihat menyipitkan mata, mencoba untuk melihat ke dalam mata adiknya tersebut apakah dikatakan oleh Arnold merupakan sebuah kebenaran.Pria yang hanya beberapa tahun lebih tua daripada Arnold itu pun kemudian menarik dirinya dan mendesak pelan. Ia memilih untuk mempercayai adiknya tersebut. "Oke. Terus kenapa kau bertanya begitu?" Arnold segera memutar otaknya guna menemukan jawaban yang mungkin akan dipercayai oleh sang kakak. Ia berkata, "Karena aku memiliki dendam sendiri kepada si brengsek itu jadi rasanya aku tidak rela jika ada orang lain yang bisa membunuhnya."Narendra terlihat menatap adiknya itu dengan tatapan heran tetapi kemudian sebuah senyuman licik tersungging di bibirnya. "Ah, maksudnya kau ingin menja
"Ya, kita bisa mengatakannya seperti itu. Pasalnya, gadis itu lahir saat wanita yang mengandungnya masih berusia belasan tahun." Narendra memulai penjelasan itu dan melihat adiknya semakin tertarik dengan kisah itu. "Mas, coba ceritakan masalah itu. Mungkin aku bisa menemukan sesuatu yang sangat menarik dan bisa memanfaatkannya untuk mengganggu Alexander Barata," ucap Arnold terdengar begitu meyakinkan seakan dia memang sangat membenci Alexander Barata. Padahal, di dalam hatinya ia malah sangat cemas terhadap sahabat Glenn tersebut dan berusaha ingin membantunya. "Ah, sebenarnya aku berniat untuk menculik anaknya tersebut untuk membuat kesepakatan dengan Alexander. Aku hanya ingin dia berada di pihakku tetapi nyatanya para anak buahku yang bodoh itu malah kehilangan gadis itu jadi apa boleh buat, sekarang tak ada yang bisa kulakukan selain menunggu mereka bisa menemukan gadis itu." Semua informasi itu ditangkap oleh Arnold dan berusaha ia simpan dalam-dalam dalam otaknya. Ia meng
"Kenapa kau bisa berpikir seperti itu, Arnold?" tanya Narendra, kini tatapannya berubah menjadi serius sekaligus bingung.Arnold dengan tidak sabar berkata, "Mas, seseorang yang sudah mati kan tidak mungkin bisa kabur. Jadi, bukankah ada kemungkinan dia memang masih hidup? Jasadnya saja tidak ada.""Pasti ada orang yang sudah mengambilnya," sahut Narendra, masih tidak ingin menyetujui pemikiran adiknya itu. Sesungguhnya, ia hanya tidak ingin berpikir kembali mengenai wanita itu lantaran ingin memikirkan masalah lain. Namun, perkataan adiknya kini membuatnya sedikit terganggu.Bagaimana tidak, jika wanita selamat, wanita itu bisa saja menjadi biang masalah nantinya. Sebab, ia sempat memberi perintah pada anak buahnya untuk mengancam wanita itu dan juga gadis muda itu.Akan sangat gawat jika dia bisa lolos dan melaporkan dirinya ke kantor polisi. Akan tetapi, ketika ia ingat siapa dirinya dan siapa wanita itu, jelas saja dia kembali mendapatkan ketenangannya."Oh, tidak masalah jika di
"Membunuhnya, Mas? Apa kau yakin tentang itu, Mas?" tanya Arnold dengan bersusah payah agar tidak terdengar seolah ia cemas sekaligus kaget.Narendra membuat helaan napas yang terdengar begitu santai tapi dipenuhi oleh keseriusan. Ia pun kemudian berkata dengan nada tenng, "Ya. Lebih baik ia dibungkam untuk selamanya daripada membuatku repot."Kembali, kedua tangan Arnold yang tidak terlihat oleh Narendra pun sontak terkepal erat, "Apa malah nanti tidak akan menimbulkan masalah lain, Mas? Bagaimana jika malah-""Masalah apa, Arnold? Masalah apa yang bisa timbul jika aku membunuhnya? Kau hanya terlalu banyak berpikir hal yang tidak perlu, Arnold," ujar Narendra, sedikit agak kesal.Arnold menahan diri dan kini semakin merasa betapa susahnya ternyata untuk berpura-pura menjadi adik yang baik bagi kakaknya itu. Andai saja ia bisa, ia lebih memilih untuk tidak melakukan hal itu.Tapi, demi Glenn, dia rela melakukannya. Dia hanya ingin berusaha membantu Glenn. Maka, dia bertahan berada di
"Ya. Biarkan saja dia begitu," ucap Arnold.Narendra kelihatan diam sesaat dan memilih untuk memikirkan banyak hal. Ia mulai meragukan adiknya karena menurutnya seakan adik lelakinya itu terkesan melindungi Alexander Barata.Namun, ia tahu ia tidak bisa melawan adiknya itu dalam berkata-kata sehingga ia memilih untuk menyembunyikan apa yang ada di kepalanya."Oke, aku tidak akan menyerangnya."Jawaban itu benar-benar membuat Arnold begitu lega dan kini ia pun beralih membicarakan masalah lain, "Besok ada jadwal bertemu dengan Garrick. Aku akan berada di luar kantor selama seharian.""Oke. Lakukan apa saja yang menurutmu benar. Aku memberimu izin untuk itu," ucap Narendra.Arnold merasa begitu senang karena rupanya sang kakak masih begitu mempercayai dirinya sehingga ia pun meninggalkan ruangan kakaknya tersebut dengan hati tenang.Namun, hal itu tidak berlaku bagi Narendra. Jelas sekali iya mulai menaruh curiga lagi kepada adiknya tetapi kali ini dia tidak akan pernah memperlihatkan k
Pertanyaan tersebut seketika membuat gadis itu berhenti memakan makanannya. "Sekolah baik tapi dengan keadaan sekarang, tidak mungkin aku bisa sekolah lagi kan, Om?"Glenn menangkap sebuah ekspresi sedih dari mata indah gadis muda itu. Glenn berpikir mungkin saja kehidupan sekolahnya menjadi salah satu hiburan untuk gadis itu sehingga ia begitu merindukan sekolah."Aku bisa saja mengirimmu ke sekolah lain untuk sekolah," ucap Glenn.Mata Clarita melebar, "Aku sekolah di tempat lain?""Iya. Kenapa memangnya?"Clarita dengan segera menggelengkan kepalanya seolah tidak menyetujui apa yang baru saja diungkapkan oleh sahabat ayahnya itu. "Aku tidak berpikir untuk pindah sekolah tapi Om, memangnya bisa sekarang pindah sekolah di saat semester pertengahan seperti ini?"Hal inilah yang Glenn sukai jika memiliki koneksi yang luas serta uang yang banyak. Ia bisa menggunakan semuanya itu untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Ia tak perlu mengkhawatirkan masalah yang tidak perlu ia pikirkan.I
Glenn tertawa terbahak-bahak, membuat gadis berusia belasan tahun itu terkesima. Clarita berkata tanpa sadar, "Om tampan."Mendengar pujian tak terduga dari gadis itu,Glenn seketika berhenti tertawa. Clarita berkata sekali lagi dengan nada terdengar tulus, "Om benar-benar tampan.""Hei, gadis kecil, kenapa kau bilang begitu?" ucap Glenn tidak nyaman.Clarita membalas dengan raut wajah bingung, "Aku bukan gadis kecil, Om. Aku sudah tujuh belas tahun, sebentar lagi aku bahkan akan segera berulang tahun ke delapan belas tahun. Mana bisa disebut gadis kecil?"Mulut Glenn sedikit terbuka, ini pertama kalinya ia mendengar Clarita terlihat begitu santai saat berbicara. Gadis itu jauh lebih nyaman dari pada sebelumnya. Hal itu sebenarnya cukup membuat Glenn ikut lega. Tapi, untuk memastikan kondisi adiknya itu baik-baik saja, Glenn bertanya, "Apa kau benar-benar baik-baik saja?""Kenapa Om malah berbicara tentang aku? Memangnya aku kenapa, Om?"Glenn tidak tahu apakah gadis itu memang tidak
Sekali lagi, Glenn kehilangan kata-kata, tak mampu membalas perkataan gadis muda itu. Bahkan, di saat Alexander Barata benar-benar datang ke sana, Glenn hanya bisa menuruti kata-kata Clarita dan memanggil sahabatnya itu dengan nama depannya. Bahkan, Alexander sendiri keheranan dengan sikap Glenn."Apa yang terjadi denganmu?" Alexander bertanya dengan raut wajah penuh kebingungan.Glenn hanya menggeleng, sementara Clarita hanya tersenyum santai.Alexander bertanya lagi, "Sungguh kau sedang tidak waras, Glenn? Apa kepalamu sedang baru saja terbentur sesuatu?"Glenn dengan jengkel berkata, "Jangan membuatku semakin kesal, Alexander. Tolong, aku sedang tidak berniat untuk berbasa-basi denganmu."Alexander tertawa aneh. "Siapa juga yang sedang mengajakmu berbasa-basi, Glenn Brawijaya? Aku hanya sedikit keheranan. Bagaimana bisa kau berubah sedrastis ini? Apakah ada sesuatu yang membuatmu bisa berubah?""Heh, ini hanya masalah panggilan. Kenapa kau membesar-besarrkannya? Sudahlah, aku naik!