28 “Well … kalau memang tujuannya begitu, kurasa Nona Shanon akan sangat terkejut, Bos,” kekeh Chris sambil mengembalikan ponsel sang atasan. Damian terlihat tidak menerima ucapan Chris dengan baik. Ia kemudian menegur sang sekretaris, “Chris, ini dan itu hal yang berbeda. Yang kutanyakan adalah apakah gaunnya berlebihan?” Chris membuka mulutnya sambil menganggukkan kepala, kemudian menjawab, “Tidak. Tidak berlebihan. Gaun itu sangat pantas untuk acara peresmian perusahaan.” Damian mengangguk puas. “Kalau begitu, pertanyaan kedua. Apa di belakangku, Avantie menyebarkan berita bahwa aku akan menikahinya dalam waktu dekat ini?” Kali ini Chris mengerutkan dahinya. Ia terlihat berpikir keras, mengingat-ingat adakah bawahannya yang mengangkat pembicaraan soal itu. “Sepertinya tidak ada, Bos. Tapi, dari pertunangan Anda dengan Nona Avantie, jelas akan ada tebakan-tebakan bahwa Anda akan menikah.” Chris menjawab. “Lalu, kenapa pikiran Shanon mengarah pada pernikahanku? Kenapa dia tid
“Damian, sebaiknya kau bantu Shanon menetapkan modal. Shanon pasti belum paham jumlah yang tepat,” tegur Herv sambil merebahkan punggungnya ke sandaran sofa.Damian mengendurkan otot wajahnya dan berkata, "Sebenarnya sudah tertuang dalam anggaran dasar. 1 triliun hadiah dariku. Shanon bisa memasukkan uangnya untuk modal tambahan, kalau memang mau."Netra Shanon membulat, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya."Aku tidak mau berhutang sebanyak itu—""Ini hadiah dariku, Shan. Bukan utang. Itu uang milikmu." Damian memotong protes Shanon dengan santai.Semakin terkejutlah gadis itu dengan kenyataan yang sedang menghantamnya. Dia baru saja resmi menjadi seorang triliuner. "Well … kakek gak mau kalah!" seru Herv sambil mengutak atik ponsel pintarnya. Pria tua itu bergumam, “Hm … berapa triliun ya?”Shanon menambah lebar matanya sambil menahan tangan Herv yang sudah mulai membuka aplikasi bank online."Stop, Kakek!" tahan Shanon dengan mata yang mulai berair.Gadis itu benar-be
“Ha?!” Shanon memekik kaget dengan pengakuan sang kakek.Ia tak menyangka kehidupan pria tua itu masih tergolong flamboyan. Bahkan wajah Damian sedikit memerah—malu dengan tingkah Herv yang masih seperti anak SMA.Tak peduli dengan tanggapan dua anak muda itu, Herv langsung berlalu menghampiri dua wanita tua yang masih terlihat lengkap dengan riasan. Baju mereka bahkan terlihat mewah.“Layla!” seru Herv santai. Mereka saling peluk satu dengan yang lain, sebelum akhirnya menyadari kehadiran Damian. Cucu laki-lakinya itu sengaja terbatuk agar para tetua menyadari tingkah mereka mulai menarik perhatian pengunjung lainnya.“Aw! Kau membawa si tampan! Ke sini, Nak!” seru wanita yang masih belum Shanon kenal namanya. Setidaknya ia sudah bisa menebak kalau wanita berambut panjang sebahu, itulah yang dipanggil dengan nama Layla.“Tante Viona. Senang melihatmu lagi.” Damian menyapa sambil mengambil posisi duduk di sebelah wanita tua yang baru saja Shanon ketahui bernama Viona. Layla yang ta
"Jangan—ehm … seseorang sudah masuk ke ruang rapat. Kuhubungi lagi kau nanti, Damian."Vincent terlihat semakin menunjukkan amarahnya dengan menekan tombol merah yang seharusnya hanya cukup disentuh, pada layar ponselnya.Sang tamu baru saja akan langsung melontarkan kemarahannya setelah membalikkan tubuhnya, tapi tiba-tiba ia terdiam. "Anda … adik perempuan Damian," ucap Damian dengan ragu.Sebenarnya Vincent bermaksud untuk bertanya, namun nada yang keluar malah sebuah pernyataan.Shanon tersenyum tenang sambil mengangguk. Ia bisa tenang karena tahu bahwa sang kakak setidaknya sudah menghubungi Vincent lebih dahulu."Maafkan saya karena baru memperkenalkan diri, Mr.Vincent. Saya Shanon Vadis, adik dari Damian. Senang bertemu." Shanon mengulurkan tangannya sambil melempar senyum yang membuat netranya sedikit tertutup.Dengan cepat Vincent meraih tangan Shanon dan menggenggamnya erat. Netra pria itu terlihat seperti kaca, mengkilap."Aku tak percaya bisa bertemu dengan wanita secant
“Kurasa perhitungan waktuku cukup tepat. Benar kan, Damian?” Herv mencoba mencari sekutu untuk meyakinkan Shanon.Mereka sudah berkumpul di ruang makan, menikmati santap malam bersama. Tentu saja, Xavier sudah pamit sejak 15 menit yang lalu. Sang tamu tak ingin mengganggu pembicaraan keluarga Vadis.Mengenai pembukaan kantor di Tinseltown, Shanon sudah memikirkannya juga, bahkan saat ia mandi.Namun, ia belum menemukan kekuatan hati untuk menghadapi kota itu. Kota di mana masa depannya dirusak oleh keluarga mantan atasannya—Julian.“Steenkool sudah berjalan sangat luar biasa. Namun … kurasa Shanon belum boleh sepenuhnya melepas perusahaan pusat, Kek.” Damian menjelaskan dari sudut pandangnya.Bukan berarti Damian menentang kepergian Shanon ke Tinseltown. Untuk menghindari prasangka buruk, pria muda itu menambahkan sebuah pertanyaan bagi sang kakek, “Apa yang akan kau lakukan kalau posisi CEO di Steenkool pusat kosong?”Dengan santai Herv menjawab, “Kau saja yang pegang.” Cengiran p
“Biar aku saja, Kak,” cegah Shanon. “Kau selalu memanjakanku.”Damian tersenyum tipis. Kalau bukan orang yang mengenalnya dekat, takkan bisa menangkap senyum langka itu. “Baiklah.”Detik berikutnya pria itu pun sudah beranjak dari sisi Manda dan pamit, “Aku harus pergi lagi. Jangan pulang terlalu malam, Manda.”“Kau masih ada kerjaan?” tanya Manda sambil mengerutkan dahinya. Namun, Damian menggeleng. “Aku ada janji dengan Avantie. Kau tahu dia bawel kalau aku terlambat.”Manda tersenyum pahit. Ia baru menyadari perasaannya pada Damian beberapa minggu lalu. Dan menyadari kalau pria itu sudah memiliki calon istri membuat hatinya hancur.Tentu saja, Damian tidak pernah tahu akan hal itu. Dia tidak pernah peka dalam area itu.“Yeah. Jangan membuatnya menunggu. Hati-hati di jalan.” Manda mengantar kepergian Damian sampai di depan pintu ruang kerjanya. Begitu punggung Damian tak lagi terlihat, wanita muda itu segera berbalik dan masuk kembali ke ruangan.Ia menggelengkan kepala, mencoba m
34“Waktu yang tepat, kalau begitu. Aku bisa menolongmu.” Jared memamerkan deretan gigi putihnya yang berjajar rapi di balik senyuman.Shanon menunggu penjelasan lebih rinci dari apa yang baru saja diutarakan Jared. Ia mengalihkan tatapannya beberapa kali dari Herv kepada Damian kemudian Jared.Herv kemudian memutuskan untuk menjelaskannya pada Shanon. “Kakek tak mau mendiktemu, Shan. Pilihan ada padamu. Apapun yang kau pilih, Jared akan menolongmu mengurus posisi yang kosong.”Gadis itu terdiam sesaat. Ia berpikir akan mendapat jawaban dari pembicaraan mereka, tapi ternyata keputusan tetap ada dalam tangannya. “Sepertinya aku masih butuh waktu untuk memutuskannya, Kakek.” “Well, itu bukan keputusan mudah. Pakai waktumu, Nak. Tidak ada yang memaksamu untuk buru-buru memutuskan. Yang pasti kau sudah tahu, apapun keputusanmu, kau sudah punya Jared.” Herv menepuk punggung tangan Shanon yang mengepal kuat, meyakinkan sang cucu kalau ia akan baik-baik saja, apapun pilihannya.Tepat deng
“Tidak usah menakut-nakuti adikku,Santino!” sentak Damian, membuyarkan lamunan Shanon yang memang sedikit merasa takut.Siapa juga orang normal yang akan tetap tenang kalau tahu perusahaannya akan kemasukan anggota mafia.“Aku tetap percaya pendapat Kakak … walau aku takut,” ujar Shanon jujur. “Shan, jangan terlalu jujur. Anak ini selalu suka menakut-nakuti orang. Tenang saja, dia orang baik.” Damian menghela napas panjang, lelah dengan kelakuan Santino yang masih kekanakan dan juga Shanon yang terlalu polos.Santino sendiri malah terbahak mendengar ucapan jujur Shanon. Tapi itu membuatnya memberi nilai positif pada Shanon. ‘Kupikir dia itu sama saja dengan perempuan-perempuan gila harta di luaran sana. Tapi sepertinya memang Herv menyayanginya dan perempuan ini juga sangat menghargai Herv dan Damian,’ batin Santino yang kemudian melemparkan senyum lebarnya. “Aku loyal padamu, Adik kecil. Tenang saja. Aku akan menyembunyikan keberadaanmu dari semua orang di Tinsel. Aku anak dari To
“Jangan bicara sembarangan, Avantie!” seru Damian yang tidak rela label palsu itu bisa saja didengar Shanon. “Shanon akan segera menjadi istriku.” “Aku tidak sembarangan. Ada video—” “Shanon di jebak, Avantie,” potong Herv cepat, tak ingin lagi membahas masa lalu Shanon yang ia yakin tidak baik kalau sampai Shanon mendengarnya lagi. Lagi, Herv menambahkan, “Pelakunya sudah menyatakan permohonan maaf mereka dan sudah mengakui semua kesalahan. Yang sudah terjadi tidak bisa diubah, tapi Shanon sudah membersihkan namanya.” Damian turut mengangguk, membenarkan ucapan sang kakek. Mendengar kenyataan terbaru itu, Avantie tak bisa lagi berkata-kata. Ia tidak menyiapkan diri untuk hal ini. Tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan untuk mempertahankan Damian. “Tapi aku lebih mencintaimu, Damian,” rintihnya sementara air mata mulai mengenang dan tak sedikit yang berjatuhan di atas pangkuan gadis malang itu. Herv menatap Damian, memberinya isyarat agar cucu laki-lakinya itu mengatakan s
“Lihat, Pa! Perempuan ini pasti menggoda Damian!” pekik Avantie sambil menunjukkan foto Shanon dan Damian masuk ke dalam mobil yang sama. Bahkan si pengintai yang dibayar Avantie juga melaporkan kalau mereka pergi ke butik gaun pernikahan setelah selesai dari pemakaman.Lemuel mendengarkan rengekan Avantie sambil memijat pelipisnya, tidak tahu harus bertindak bagaimana untuk memenangkan hati Damian yang baru disadari tidak pernah punya perasaan pada putrinya. Katanya, “Papa tidak bisa sembarang bergerak, Vantie, Nak. Jangan sampai kita membuat Herv marah dan kau malah kehilangan segalanya, Avantie.” Netra Avantie menyalak marah. “Apa maksud Papa? Damian adalah segalanya buatku! Kalau aku tidak bisa memilikinya, apa lagi yang Papa maksud dengan ‘segalanya’?!”Desahan berat terdengar keluar dari sela bibir Lemuel. Ia tahu kalau Avantie tidak pernah tahu tujuan lain ia bersikeras menjodohkannya dengan Damian adalah demi mendapatkan keyakinan bahwa seumur hidup, Avantie tidak akan kehi
‘Apa benar aku akan menikahi pria sempurna ini?’ Shanon diam-diam melirik ke sisi kanannya, di mana Damian duduk. Pria itu tidak melepaskan rangkulan di bahu Shanon, membuat gadis itu sedikit canggung dibuatnya.Ia jadi ingat bagaimana dulu teman-temannya paling berisik kalau Damian muncul dalam wawancara berita di televisi. SHanon tak sengaja terkekeh membuat Damian mengangkat salah satu alisnya. “Senang-senang sendirian, hm?” ledek Damian. Shanon menggelengkan kepalanya sementara tangannya menutupi bibir yang berusaha sekuat tenaga menahan tawa.“Apa ada yang aneh dengan penampilanku? Aku akan bertemu dengan Almarhum orang tuamu. Aku harus tampil baik, Shan.” Damian mencoba mengorek alasan di balik wajah bahagia Shanon barusan. Lagi, Shanon menggeleng dulu sebelum menjawab, “Tidak. Kau sempurna. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan soal penampilanmu, Damian.”‘Sudah mau datang ke makam mereka saja, aku sudah bersyukur. Pria berstatus tinggi sepertinya mendatangi makam orang tuak
51“Kak Damian, jangan bercanda,” kekeh Shanon dengan canggung. Ia tak tahu harus menatap ke mana, karena matanya terus saja kembali pada benda bulat melingkar yang duduk manis di dalam kotak itu. Lagi katanya, “Kau bukannya akan menikah dengan Avantie? Dan lagi, aku—”“Aku tidak pernah mengakui pertunanganku, apalagi menikahinya,” potong Damian dengan tenang. Rahang Shanon seperti lepas dari engselnya, ia tidak menyangka kalau selama ini semua kesedihan atas kenyataan rencana pernikahan Damian dan Avantie sia-sia belaka. Padahal pria itu sama sekali tidak menganggap hal tersebut ada.Damian menambahkan, “Aku menunggu sampai kau selesai dengan urusanmu, untuk menikahimu. Jadi, berhenti memanggilku dengan sebutan ‘kakak’. Aku bisa menjadi suamimu.”Belum sempat membalas ucapan Damian, sebuah tawa menggelegar terdengar memasuki ruangannya. “Kalian ini, jangan lupa menutup pintu. Ha! Ha! Ha!” Herv masih saja tergelak, terlebih melihat wajah Shanon yang memerah karena sadar kalau keja
50“Me—menagih hutang?!” tanya Shanon dengan wajah panik. Terperangah dengan ucapan Damian.Ia memang harus mengembalikan uang yang dipinjamkan Damian saat membangun Steenkool. Hanya saja selama ini Damian tidak pernah menagih, karena setiap bulan Shanon pasti menyicilnya. “Apa Kakak butuh uangnya segera? Aku tahu aku harus mengembalikan uang modal pertama Steenkool—”Damian menggelengkan kepala, membuat Shanon berhenti bicara. Dengan wajah serius ia menjelaskan, “No. Aku menagih hutang rumah sakitmu.”Rahang Shanon seolah jatuh mendengar ucapan Damian. Satu-satunya kejadian ia harus di rawat di rumah sakit dan menggunakan uang Damian adalah saat pertama kali mereka bertemu. “Apa itu hutang, Mama?” tanya Alden yang berada di pangkuan Shanon. “Uhm … Mama pernah pakai uang Uncle Damian untuk berobat dan harus dikembalikan.” Shanon mencoba menjelaskan pada putranya sesederhana mungkin. Dalam hati, Shanon menganalisa permintaan Damian itu. ‘Tapi apa dia bakal nagih hutang 10 tahun la
“Saya menolak!” raung Pamella yang tidak mungkin membiarkan kondisi suaminya terpampang di media.Tidak mungkin ia membiarkan teman-teman sosialitanya mengetahui kondisi mengerikan seperti ini.Spontan Shanon tergelak mendengar penolakan Pamella. “Anda sadar siapa saya, tapi tidak satupun saya dengar permintaan maaf dari Anda. Begitu angkuhnya?” tegur Shanon. Pamella tertegun. Ia tidak tahu bagaimana membalas ucapan Shanon itu.Dan karena Pamella belum berkomentar atau menunjukkan tanda kalau ia menyerah dan meminta maaf pada Shanon, owner dari Steenkool itu menambahkan, “Saya hanya butuh waktu sebentar untuk menghancurkan kalian berdua. Kalau semua tahu Anda yang mandul, apakah ada lagi gunanya Anda untuk keluarga Simons?” Seperti ada yang menumpahkan es di atas tengkuk dan punggungnya, Pamella merasakan sekujur tubuhnya mulai mendingin. Panik. Pura-pura tenang, Pamella menghardik Shanon, “Apa maksud Anda?!”“Kalau Anda menundukkan kepala sampai ke lantai, saya berpikir untuk men
“Lantas, apa yang Anda mau dari saya sekarang, Nona Shanon? Saya tidak memiliki apa-apa lagi jika saya lepas dari keluarga istri saya.”Netra Shanon menyipit mendengar omong kosong Julian. Ia bertanya dengan santai walau sebenarnya ia tidak mengerti kalimat Julian, “Apa maksudnya dengan lepas dari keluarga istri?”Dengan percaya dirinya Julian menjelaskan, “Jika Anda bermaksud untuk meminta pertanggungjawaban saya setelah apa yang saya perbu—”“Cukup!” sentak Shanon memotong ucapan Julian. Lagi ia mengeluhkan kedangkalan pikiran pria itu, “Itu pemikiran yang sangat menjijikkan, Tuan Julian. Saya tidak percaya Anda bisa berpikir ke arah sana.”Baru saja Julian membelah mulutnya, Shanon buru-buru menyelak, “Kalau Anda tanya apa yang saya mau, itu adalah kehancuran hidup Anda.”Shanon mengambil sebuah benda yang biasa dipakai oleh para pencukur rambut pria dan menunjukkannya pada Julian.“Mata ganti mata. Gigi ganti gigi.” Seringai kebencian di wajah Shanon semakin terlihat. Sementara i
“Tuan Julian, bagaimana Anda bisa melakukan semua ini? Pada owner perusahaan pula!” tuduh salah satu direktur wanita yang ia kenal bernama Salome—direktur bidang personalia.Julian tercengang mengetahui bahwa wanita yang sekarang sedang duduk di kursi CEO itu adalah sang pemilik Steenkool. Wanita yang ia ketahui bernama Shanon. Hanya saja, ia tidak paham dengan konteks pembicaraan Salome barusan. Hal itu membuatnya merasa sembarangan dituduh. Namun, ia menyadari posisinya sebagai orang baru dan bertanya, “Apa maksud Anda? Melakukan apa? Saya? Soal apa ini?”Menjawab pertanyaan itu, Shanon melemparkan sesuatu ke lantai, dekat kaki Julian. Spontan Julian menunduk dan menatap apa yang dilempar kepadanya tadi.Netra Julian langsung membelalak melihat foto-foto yang memuat dirinya di dalam sana. Bukan sekedar foto biasa, ia bahkan bisa menyadari kalau ia sedang memaksakan dirinya, menyetubuhi seorang wanita yang tak lain dan tak bukan adalah Shanon. Ia mengenali dari bentuk rambutnya yang
“Apa istri Anda tak masalah, Anda malah bekerja di perusahaan lain?” Shanon mencoba mengorek kondisi rumah tangga Julian yang sebenarnya.Dan benar saja, begitu ia membicarakan sang istri, Julian terlihat murung. Mungkin juga karena mabuk, akal sehatnya mulai tak bisa membaca situasi.Wajah sedihnya mulai diikuti dengan mulut yang terpisah, menyuarakan isi hati. “Mereka melimpahkan semua kesalahan pada saya. Ada atau tidak ada saya di keluarga itu, sudah tidak jadi soal, Nona Steenkool,” kata Julian penuh kegetiran.Shanon yang memang sengaja menggunakan nama yang sama dengan perusahaannya itu tersenyum tipis mendengarkan Julian yang terus mengoceh soal istri dan mertuanya.Sedikit banyak ia bisa mengkonfirmasi kebenaran dari semua data yang sudah ia kumpulkan sebelumnya. Lagi, Julian berkata, “Soal tidak punya anak, saya juga yang dilabeli dengan kata ‘mandul’, tapi mereka tidak mau melakukan tes.”Netra Shanon membulat kaget sepersekian detik sebelum menampilkan senyumannya lagi.