“Tenang saja. Aku ini teman Herv sejak kecil. Tidak akan kucelakai mereka yang dia anggap keluarga.”Pria yang dikenalkan Herv meyakinkan Shanon. Setelah menjemput Alden, mereka langsung menuju ke restoran di mana Herv membuat janji.Herv terlihat manggut-manggut, mengiyakan ucapan sahabatnya yang bernama Abraham itu. Melihat Herv dengan wajah yakinnya, Shanon pun berusaha percaya. Sulit baginya percaya pada orang luar, tapi karena Herv yang mengatakan, maka Shanon mencoba untuk percaya.Abraham kemudian bertanya, “Jadi, apa rencana selanjutnya?”“Aku masih mengumpulkan informasi mengenai kondisi Julian saat ini, Paman,” ujar Shanon menjelaskan. “I see,” angguk Abraham sambil mencubit-cubit dagunya sendiri. Ia sepertinya tengah berpikir. Kemudian pria yang usianya setara dengan Herv itu berkata, “Kalau kubilang, Adam akan memecat Julian dalam waktu dekat, bagaimana?”Rahang Shanon jatuh mendengar ucapan itu. “Hah?!”Adam adalah pemilik Regal Corp. Itu juga berarti dia adalah ayah
37“Apa kau tak percaya dengan atasanku, Shan?”Pertanyaan penuh rasa tersinggung itu dilontarkan seorang wanita matang yang adalah sekretaris Abraham, kepada Shanon.Shanon menelepon dan meminta Feline—sang sekretaris, untuk meletakkan alat sadap di ruangan Abraham. Alat itu sudah berada di tangan Lucas yang datang ke hadapan Feline. “Tidak begitu, Senior. Aku hanya berpikir dengan begitu Senior tidak perlu lagi menceritakan ulang. Aku tinggal mendengarkannya saja.” Shanon mencoba meluruskan maksud permintaannya. Ia juga menambahkan, “Maaf aku baru kepikiran cara ini, Senior. Menceritakan ulang membuat banyak sekali bagian percakapan hilang.” Feline terdiam sesaat dan mencoba menenangkan diri. Ia sudah terburu emosi dan harus meredakannya. “Aku mengerti. Akan kuletakkan saat aku mengantar minuman, Shan,” ujar Feline saat ia sudah merasa tenang. Feline adalah tipe sekretaris yang sangat loyal pada atasannya. Ia hanya 1 kali berganti atasan dan itupun masih di dalam keluarga yang
38“Sempurna.”Shanon tersenyum puas mendengar percakapan Abraham dengan Julian barusan. Ia pun melepas pengeras suara yang sejak tadi ada di telinganya. “Nona, Julian sudah terlihat keluar dari kediaman Abraham.” Lucas melaporkan dari tempatnya mengawasi. Shanon bergumam pelan menjawab laporan sekretarisnya itu. Ia pun bersiap untuk turun dan menemui Abraham. Setelah Julian meninggalkan area kediaman Abraham barulah Shanon keluar dari mobil. Dipandu oleh seorang asisten kepala, ia diantar ke ruangan Abraham. Lucas bergabung bersamanya ditengah perjalanan. “Apa Pamella setuju dengan rencana perceraian itu?” tanya Shanon pada Lucas sementara mereka semakin dekat dengan ruangan Abraham. Lucas menggeleng. “Wanita itu tidak mengiyakan tapi juga tidak membantah. Ada kemungkinan semua yang dilakukan adalah atas perintah sang ayah—Adam.”Shanon mengangguk paham. Mereka pun tiba di depan ruangan besar. Marc—sang asisten kepala, langsung membukakan pintu ruangan dan mempersilakan Shanon
“Aku tahu dia memang seperti itu, Shan. Orangnya mudah jatuh kasihan, tapi aku tahu dia tidak akan mengkhianati apa yang sudah disepakati bersama.”Herv mencoba menenangkan Shanon yang kini mendatangi kediamannya untuk mengadukan kecurigaan terhadap Abraham.“Aku tidak mau rencana ini berantakan, Kakek. Aku akan sangat malu padamu.” Shanon tertunduk lesu. Ia kini tengah tidak yakin dengan rekan sekerjanya—Abraham.‘Kondisi buta ini benar-benar tidak menyenangkan buatku. Apa ada yang bisa kulakukan? Sepertinya Kakek terlalu percaya pada Abraham.’ Shanon memutar otak, mencari cara bagaimana ia bisa memata-matai Abraham tanpa ketahuan oleh Herv. Bagaimanapun, Shanon tidak berniat melukai Herv.“Kakek akan bicara pada Abraham. Kau tenang saja dulu. Oke?”*** Setelah pembicaraan Shanon dengan Herv hari itu, belum ada tanda-tanda pengkhianatan dari Abraham. Namun hal itu malah semakin membuat Shanon panik setiap saat. “Kau terlihat lesu, Princess?” Santino menyeringai jahil di ambang pi
“Sepertinya Santino sudah selesai. Aku akan menemui Abraham, Shan. Dia sedang makan di restoran.” Herv pamit.Shanon sedikit menyesal karena tidak bisa menemani Herv menemui Abraham, karena sudah pasti Julian akan bergabung dengan ‘sang penolong’.Padahal ia ingin tahu bagaimana Herv akan ‘mengurus’ Abraham yang jelas-jelas punya rencana menolong Julian saat harinya tiba.“Salam untuk Paman Abraham, Kakek.”Herv mengangguk sementara pintu lift mulai tertutup.Bersamaan dengan itu, lift di sebelah kanan terbuka. Santino muncul dengan cengiran jahilnya. Jasnya sudah tak lagi terkancing dan dasinya sudah longgar.“Whew! Kau ada rencana makan siang di kantor, Princess?” tanya Santino berharap Shanon akan membeli beberapa loyang pizza untuknya. Shanon tersenyum santai sambil mengikuti Santino masuk ke ruang makan khusus direksi. “Tentu. Aku ingin tahu bagaimana pandanganmu mengenai rencana selanjutnya.”Belum juga pintu ruangan tertutup sempurna, seorang pria muda memanggil nama Shanon.W
“Edric?! Siapa itu?” sentak Damian yang sudah berdiri tak nyaman di ruang kerjanya. Ia sedang berada cukup jauh dari Tinseltown dan sekarang hatinya tidak rela mendengar sang adik memiliki seseorang di sana yang jatuh cinta padanya. Santino mendengus kesal. “Ah! Tidak seru! Kupikir kau tahu. Romantis sekali. Pria ini ternyata juniornya Shanon yang sudah lama mencari Shanon. Mereka bertemu dan—”“Apa pria itu orang baik?” potong Damian yang malas mendengar cerita dari Santino.“Yes. Orang yang lurus dan polos.” Santino mencoba melebih-lebihkan.“Kalau dia orang baik, kurasa tidak akan ada masalah, Santino. Aku hanya tidak mau adikku bertemu dengan laki-laki tidak benar,” ujar Damian menjelaskan. CEO Herv Co. itu juga menambahkan, “Kau di sana harus bisa jadi penyeleksi mengenai siapa yang bisa mendekati Shanon, Santino.”“Ya, ya, ya. Tambahan tugas, tambah gaji,” kekeh Santino bergurau. Dia tidak butuh uang. Uangnya sudah tak terhitung jumlahnya. Namun, ia bicara dengan orang yang
Aku bahkan tidak tahu kenapa aku penasaran dengan bualan Santino. Abaikan saja ucapanku, Shan." Damian menutup sendiri topik yang diangkatnya. Dan karena Shanon juga tidak punya hubungan apa-apa dengan Edric, ia pun setuju dalam hatinya untuk tidak melanjutkan pembicaraan itu. Alih-alih menutup sambungan telepon, Damian malah bertanya, "Kau baik-baik saja di sana? Ada yang kau butuhkan tidak?""Aku baik-baik saja, Kak. Semua berjalan baik di sini." Hati Shanon tiba-tiba tersentil ingin bertanya mengenai hubungan Damian dengan sang tunangan. "Apa kau berencana menikah dalam waktu dekat, Kak?"Tanpa ragu Damian menjawab, "Tidak. Sampai kau selesai dengan urusanmu dan bisa fokus membuka lembaran baru untuk hidupmu."Shanon tertegun. Entah kenapa hatinya berkata kalau saat ini ia sangat ingin salah paham dengan semua yang dilakukan Damian. Baginya, Damian seperti memusatkan hidupnya pada Shanon. Sayang, pikirannya lebih rasional ketimbang perasaannya. Dengan cepat Shanon mengusir peras
"Apa kepalamu habis terbentur sesuatu?" tanya Shanon yang merasa sedang dipermainkan Santino. Ia jelas tidak akan percaya begitu saja, kalau pria sehebat Santino menginginkan dirinya yang bukan siapa-siapa itu."Hey! Apa setidak-mungkin itu buat kau jadi istriku, hm?" keluh Santino sambil menghela napas panjang. Shanon pun ikut menghembuskan udara pelan dan lama. Ia kemudian balik bertanya, "Memangnya apa yang kau inginkan dariku? Aku sudah punya anak dan aku tidak secantik wanita-wanita yang kau temui selama ini, Santino."Santino terdiam sesaat, kaget karena Shanon mengetahui kegiatan malamnya itu. "Kau menguntitku!" serunya dengan nada riang."Kau penasaran dengan hidupku?" tanya Santino yang semakin jauh dari niat menjawab pertanyaan Shanon barusan.Namun dengan tenang Shanon tersenyum dan berkata, "Aku selalu mengecek kapan kau akan berkhianat, tapi sepertinya pandangan kakakku tentangmu tepat. Kau orang yang loyal.""Damn! Kau membuat hatiku sakit, Princess. Sudahlah, menikah
“Jangan bicara sembarangan, Avantie!” seru Damian yang tidak rela label palsu itu bisa saja didengar Shanon. “Shanon akan segera menjadi istriku.” “Aku tidak sembarangan. Ada video—” “Shanon di jebak, Avantie,” potong Herv cepat, tak ingin lagi membahas masa lalu Shanon yang ia yakin tidak baik kalau sampai Shanon mendengarnya lagi. Lagi, Herv menambahkan, “Pelakunya sudah menyatakan permohonan maaf mereka dan sudah mengakui semua kesalahan. Yang sudah terjadi tidak bisa diubah, tapi Shanon sudah membersihkan namanya.” Damian turut mengangguk, membenarkan ucapan sang kakek. Mendengar kenyataan terbaru itu, Avantie tak bisa lagi berkata-kata. Ia tidak menyiapkan diri untuk hal ini. Tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan untuk mempertahankan Damian. “Tapi aku lebih mencintaimu, Damian,” rintihnya sementara air mata mulai mengenang dan tak sedikit yang berjatuhan di atas pangkuan gadis malang itu. Herv menatap Damian, memberinya isyarat agar cucu laki-lakinya itu mengatakan s
“Lihat, Pa! Perempuan ini pasti menggoda Damian!” pekik Avantie sambil menunjukkan foto Shanon dan Damian masuk ke dalam mobil yang sama. Bahkan si pengintai yang dibayar Avantie juga melaporkan kalau mereka pergi ke butik gaun pernikahan setelah selesai dari pemakaman.Lemuel mendengarkan rengekan Avantie sambil memijat pelipisnya, tidak tahu harus bertindak bagaimana untuk memenangkan hati Damian yang baru disadari tidak pernah punya perasaan pada putrinya. Katanya, “Papa tidak bisa sembarang bergerak, Vantie, Nak. Jangan sampai kita membuat Herv marah dan kau malah kehilangan segalanya, Avantie.” Netra Avantie menyalak marah. “Apa maksud Papa? Damian adalah segalanya buatku! Kalau aku tidak bisa memilikinya, apa lagi yang Papa maksud dengan ‘segalanya’?!”Desahan berat terdengar keluar dari sela bibir Lemuel. Ia tahu kalau Avantie tidak pernah tahu tujuan lain ia bersikeras menjodohkannya dengan Damian adalah demi mendapatkan keyakinan bahwa seumur hidup, Avantie tidak akan kehi
‘Apa benar aku akan menikahi pria sempurna ini?’ Shanon diam-diam melirik ke sisi kanannya, di mana Damian duduk. Pria itu tidak melepaskan rangkulan di bahu Shanon, membuat gadis itu sedikit canggung dibuatnya.Ia jadi ingat bagaimana dulu teman-temannya paling berisik kalau Damian muncul dalam wawancara berita di televisi. SHanon tak sengaja terkekeh membuat Damian mengangkat salah satu alisnya. “Senang-senang sendirian, hm?” ledek Damian. Shanon menggelengkan kepalanya sementara tangannya menutupi bibir yang berusaha sekuat tenaga menahan tawa.“Apa ada yang aneh dengan penampilanku? Aku akan bertemu dengan Almarhum orang tuamu. Aku harus tampil baik, Shan.” Damian mencoba mengorek alasan di balik wajah bahagia Shanon barusan. Lagi, Shanon menggeleng dulu sebelum menjawab, “Tidak. Kau sempurna. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan soal penampilanmu, Damian.”‘Sudah mau datang ke makam mereka saja, aku sudah bersyukur. Pria berstatus tinggi sepertinya mendatangi makam orang tuak
51“Kak Damian, jangan bercanda,” kekeh Shanon dengan canggung. Ia tak tahu harus menatap ke mana, karena matanya terus saja kembali pada benda bulat melingkar yang duduk manis di dalam kotak itu. Lagi katanya, “Kau bukannya akan menikah dengan Avantie? Dan lagi, aku—”“Aku tidak pernah mengakui pertunanganku, apalagi menikahinya,” potong Damian dengan tenang. Rahang Shanon seperti lepas dari engselnya, ia tidak menyangka kalau selama ini semua kesedihan atas kenyataan rencana pernikahan Damian dan Avantie sia-sia belaka. Padahal pria itu sama sekali tidak menganggap hal tersebut ada.Damian menambahkan, “Aku menunggu sampai kau selesai dengan urusanmu, untuk menikahimu. Jadi, berhenti memanggilku dengan sebutan ‘kakak’. Aku bisa menjadi suamimu.”Belum sempat membalas ucapan Damian, sebuah tawa menggelegar terdengar memasuki ruangannya. “Kalian ini, jangan lupa menutup pintu. Ha! Ha! Ha!” Herv masih saja tergelak, terlebih melihat wajah Shanon yang memerah karena sadar kalau keja
50“Me—menagih hutang?!” tanya Shanon dengan wajah panik. Terperangah dengan ucapan Damian.Ia memang harus mengembalikan uang yang dipinjamkan Damian saat membangun Steenkool. Hanya saja selama ini Damian tidak pernah menagih, karena setiap bulan Shanon pasti menyicilnya. “Apa Kakak butuh uangnya segera? Aku tahu aku harus mengembalikan uang modal pertama Steenkool—”Damian menggelengkan kepala, membuat Shanon berhenti bicara. Dengan wajah serius ia menjelaskan, “No. Aku menagih hutang rumah sakitmu.”Rahang Shanon seolah jatuh mendengar ucapan Damian. Satu-satunya kejadian ia harus di rawat di rumah sakit dan menggunakan uang Damian adalah saat pertama kali mereka bertemu. “Apa itu hutang, Mama?” tanya Alden yang berada di pangkuan Shanon. “Uhm … Mama pernah pakai uang Uncle Damian untuk berobat dan harus dikembalikan.” Shanon mencoba menjelaskan pada putranya sesederhana mungkin. Dalam hati, Shanon menganalisa permintaan Damian itu. ‘Tapi apa dia bakal nagih hutang 10 tahun la
“Saya menolak!” raung Pamella yang tidak mungkin membiarkan kondisi suaminya terpampang di media.Tidak mungkin ia membiarkan teman-teman sosialitanya mengetahui kondisi mengerikan seperti ini.Spontan Shanon tergelak mendengar penolakan Pamella. “Anda sadar siapa saya, tapi tidak satupun saya dengar permintaan maaf dari Anda. Begitu angkuhnya?” tegur Shanon. Pamella tertegun. Ia tidak tahu bagaimana membalas ucapan Shanon itu.Dan karena Pamella belum berkomentar atau menunjukkan tanda kalau ia menyerah dan meminta maaf pada Shanon, owner dari Steenkool itu menambahkan, “Saya hanya butuh waktu sebentar untuk menghancurkan kalian berdua. Kalau semua tahu Anda yang mandul, apakah ada lagi gunanya Anda untuk keluarga Simons?” Seperti ada yang menumpahkan es di atas tengkuk dan punggungnya, Pamella merasakan sekujur tubuhnya mulai mendingin. Panik. Pura-pura tenang, Pamella menghardik Shanon, “Apa maksud Anda?!”“Kalau Anda menundukkan kepala sampai ke lantai, saya berpikir untuk men
“Lantas, apa yang Anda mau dari saya sekarang, Nona Shanon? Saya tidak memiliki apa-apa lagi jika saya lepas dari keluarga istri saya.”Netra Shanon menyipit mendengar omong kosong Julian. Ia bertanya dengan santai walau sebenarnya ia tidak mengerti kalimat Julian, “Apa maksudnya dengan lepas dari keluarga istri?”Dengan percaya dirinya Julian menjelaskan, “Jika Anda bermaksud untuk meminta pertanggungjawaban saya setelah apa yang saya perbu—”“Cukup!” sentak Shanon memotong ucapan Julian. Lagi ia mengeluhkan kedangkalan pikiran pria itu, “Itu pemikiran yang sangat menjijikkan, Tuan Julian. Saya tidak percaya Anda bisa berpikir ke arah sana.”Baru saja Julian membelah mulutnya, Shanon buru-buru menyelak, “Kalau Anda tanya apa yang saya mau, itu adalah kehancuran hidup Anda.”Shanon mengambil sebuah benda yang biasa dipakai oleh para pencukur rambut pria dan menunjukkannya pada Julian.“Mata ganti mata. Gigi ganti gigi.” Seringai kebencian di wajah Shanon semakin terlihat. Sementara i
“Tuan Julian, bagaimana Anda bisa melakukan semua ini? Pada owner perusahaan pula!” tuduh salah satu direktur wanita yang ia kenal bernama Salome—direktur bidang personalia.Julian tercengang mengetahui bahwa wanita yang sekarang sedang duduk di kursi CEO itu adalah sang pemilik Steenkool. Wanita yang ia ketahui bernama Shanon. Hanya saja, ia tidak paham dengan konteks pembicaraan Salome barusan. Hal itu membuatnya merasa sembarangan dituduh. Namun, ia menyadari posisinya sebagai orang baru dan bertanya, “Apa maksud Anda? Melakukan apa? Saya? Soal apa ini?”Menjawab pertanyaan itu, Shanon melemparkan sesuatu ke lantai, dekat kaki Julian. Spontan Julian menunduk dan menatap apa yang dilempar kepadanya tadi.Netra Julian langsung membelalak melihat foto-foto yang memuat dirinya di dalam sana. Bukan sekedar foto biasa, ia bahkan bisa menyadari kalau ia sedang memaksakan dirinya, menyetubuhi seorang wanita yang tak lain dan tak bukan adalah Shanon. Ia mengenali dari bentuk rambutnya yang
“Apa istri Anda tak masalah, Anda malah bekerja di perusahaan lain?” Shanon mencoba mengorek kondisi rumah tangga Julian yang sebenarnya.Dan benar saja, begitu ia membicarakan sang istri, Julian terlihat murung. Mungkin juga karena mabuk, akal sehatnya mulai tak bisa membaca situasi.Wajah sedihnya mulai diikuti dengan mulut yang terpisah, menyuarakan isi hati. “Mereka melimpahkan semua kesalahan pada saya. Ada atau tidak ada saya di keluarga itu, sudah tidak jadi soal, Nona Steenkool,” kata Julian penuh kegetiran.Shanon yang memang sengaja menggunakan nama yang sama dengan perusahaannya itu tersenyum tipis mendengarkan Julian yang terus mengoceh soal istri dan mertuanya.Sedikit banyak ia bisa mengkonfirmasi kebenaran dari semua data yang sudah ia kumpulkan sebelumnya. Lagi, Julian berkata, “Soal tidak punya anak, saya juga yang dilabeli dengan kata ‘mandul’, tapi mereka tidak mau melakukan tes.”Netra Shanon membulat kaget sepersekian detik sebelum menampilkan senyumannya lagi.