“Kurasa perhitungan waktuku cukup tepat. Benar kan, Damian?” Herv mencoba mencari sekutu untuk meyakinkan Shanon.Mereka sudah berkumpul di ruang makan, menikmati santap malam bersama. Tentu saja, Xavier sudah pamit sejak 15 menit yang lalu. Sang tamu tak ingin mengganggu pembicaraan keluarga Vadis.Mengenai pembukaan kantor di Tinseltown, Shanon sudah memikirkannya juga, bahkan saat ia mandi.Namun, ia belum menemukan kekuatan hati untuk menghadapi kota itu. Kota di mana masa depannya dirusak oleh keluarga mantan atasannya—Julian.“Steenkool sudah berjalan sangat luar biasa. Namun … kurasa Shanon belum boleh sepenuhnya melepas perusahaan pusat, Kek.” Damian menjelaskan dari sudut pandangnya.Bukan berarti Damian menentang kepergian Shanon ke Tinseltown. Untuk menghindari prasangka buruk, pria muda itu menambahkan sebuah pertanyaan bagi sang kakek, “Apa yang akan kau lakukan kalau posisi CEO di Steenkool pusat kosong?”Dengan santai Herv menjawab, “Kau saja yang pegang.” Cengiran p
“Biar aku saja, Kak,” cegah Shanon. “Kau selalu memanjakanku.”Damian tersenyum tipis. Kalau bukan orang yang mengenalnya dekat, takkan bisa menangkap senyum langka itu. “Baiklah.”Detik berikutnya pria itu pun sudah beranjak dari sisi Manda dan pamit, “Aku harus pergi lagi. Jangan pulang terlalu malam, Manda.”“Kau masih ada kerjaan?” tanya Manda sambil mengerutkan dahinya. Namun, Damian menggeleng. “Aku ada janji dengan Avantie. Kau tahu dia bawel kalau aku terlambat.”Manda tersenyum pahit. Ia baru menyadari perasaannya pada Damian beberapa minggu lalu. Dan menyadari kalau pria itu sudah memiliki calon istri membuat hatinya hancur.Tentu saja, Damian tidak pernah tahu akan hal itu. Dia tidak pernah peka dalam area itu.“Yeah. Jangan membuatnya menunggu. Hati-hati di jalan.” Manda mengantar kepergian Damian sampai di depan pintu ruang kerjanya. Begitu punggung Damian tak lagi terlihat, wanita muda itu segera berbalik dan masuk kembali ke ruangan.Ia menggelengkan kepala, mencoba m
34“Waktu yang tepat, kalau begitu. Aku bisa menolongmu.” Jared memamerkan deretan gigi putihnya yang berjajar rapi di balik senyuman.Shanon menunggu penjelasan lebih rinci dari apa yang baru saja diutarakan Jared. Ia mengalihkan tatapannya beberapa kali dari Herv kepada Damian kemudian Jared.Herv kemudian memutuskan untuk menjelaskannya pada Shanon. “Kakek tak mau mendiktemu, Shan. Pilihan ada padamu. Apapun yang kau pilih, Jared akan menolongmu mengurus posisi yang kosong.”Gadis itu terdiam sesaat. Ia berpikir akan mendapat jawaban dari pembicaraan mereka, tapi ternyata keputusan tetap ada dalam tangannya. “Sepertinya aku masih butuh waktu untuk memutuskannya, Kakek.” “Well, itu bukan keputusan mudah. Pakai waktumu, Nak. Tidak ada yang memaksamu untuk buru-buru memutuskan. Yang pasti kau sudah tahu, apapun keputusanmu, kau sudah punya Jared.” Herv menepuk punggung tangan Shanon yang mengepal kuat, meyakinkan sang cucu kalau ia akan baik-baik saja, apapun pilihannya.Tepat deng
“Tidak usah menakut-nakuti adikku,Santino!” sentak Damian, membuyarkan lamunan Shanon yang memang sedikit merasa takut.Siapa juga orang normal yang akan tetap tenang kalau tahu perusahaannya akan kemasukan anggota mafia.“Aku tetap percaya pendapat Kakak … walau aku takut,” ujar Shanon jujur. “Shan, jangan terlalu jujur. Anak ini selalu suka menakut-nakuti orang. Tenang saja, dia orang baik.” Damian menghela napas panjang, lelah dengan kelakuan Santino yang masih kekanakan dan juga Shanon yang terlalu polos.Santino sendiri malah terbahak mendengar ucapan jujur Shanon. Tapi itu membuatnya memberi nilai positif pada Shanon. ‘Kupikir dia itu sama saja dengan perempuan-perempuan gila harta di luaran sana. Tapi sepertinya memang Herv menyayanginya dan perempuan ini juga sangat menghargai Herv dan Damian,’ batin Santino yang kemudian melemparkan senyum lebarnya. “Aku loyal padamu, Adik kecil. Tenang saja. Aku akan menyembunyikan keberadaanmu dari semua orang di Tinsel. Aku anak dari To
“Tenang saja. Aku ini teman Herv sejak kecil. Tidak akan kucelakai mereka yang dia anggap keluarga.”Pria yang dikenalkan Herv meyakinkan Shanon. Setelah menjemput Alden, mereka langsung menuju ke restoran di mana Herv membuat janji.Herv terlihat manggut-manggut, mengiyakan ucapan sahabatnya yang bernama Abraham itu. Melihat Herv dengan wajah yakinnya, Shanon pun berusaha percaya. Sulit baginya percaya pada orang luar, tapi karena Herv yang mengatakan, maka Shanon mencoba untuk percaya.Abraham kemudian bertanya, “Jadi, apa rencana selanjutnya?”“Aku masih mengumpulkan informasi mengenai kondisi Julian saat ini, Paman,” ujar Shanon menjelaskan. “I see,” angguk Abraham sambil mencubit-cubit dagunya sendiri. Ia sepertinya tengah berpikir. Kemudian pria yang usianya setara dengan Herv itu berkata, “Kalau kubilang, Adam akan memecat Julian dalam waktu dekat, bagaimana?”Rahang Shanon jatuh mendengar ucapan itu. “Hah?!”Adam adalah pemilik Regal Corp. Itu juga berarti dia adalah ayah
37“Apa kau tak percaya dengan atasanku, Shan?”Pertanyaan penuh rasa tersinggung itu dilontarkan seorang wanita matang yang adalah sekretaris Abraham, kepada Shanon.Shanon menelepon dan meminta Feline—sang sekretaris, untuk meletakkan alat sadap di ruangan Abraham. Alat itu sudah berada di tangan Lucas yang datang ke hadapan Feline. “Tidak begitu, Senior. Aku hanya berpikir dengan begitu Senior tidak perlu lagi menceritakan ulang. Aku tinggal mendengarkannya saja.” Shanon mencoba meluruskan maksud permintaannya. Ia juga menambahkan, “Maaf aku baru kepikiran cara ini, Senior. Menceritakan ulang membuat banyak sekali bagian percakapan hilang.” Feline terdiam sesaat dan mencoba menenangkan diri. Ia sudah terburu emosi dan harus meredakannya. “Aku mengerti. Akan kuletakkan saat aku mengantar minuman, Shan,” ujar Feline saat ia sudah merasa tenang. Feline adalah tipe sekretaris yang sangat loyal pada atasannya. Ia hanya 1 kali berganti atasan dan itupun masih di dalam keluarga yang
38“Sempurna.”Shanon tersenyum puas mendengar percakapan Abraham dengan Julian barusan. Ia pun melepas pengeras suara yang sejak tadi ada di telinganya. “Nona, Julian sudah terlihat keluar dari kediaman Abraham.” Lucas melaporkan dari tempatnya mengawasi. Shanon bergumam pelan menjawab laporan sekretarisnya itu. Ia pun bersiap untuk turun dan menemui Abraham. Setelah Julian meninggalkan area kediaman Abraham barulah Shanon keluar dari mobil. Dipandu oleh seorang asisten kepala, ia diantar ke ruangan Abraham. Lucas bergabung bersamanya ditengah perjalanan. “Apa Pamella setuju dengan rencana perceraian itu?” tanya Shanon pada Lucas sementara mereka semakin dekat dengan ruangan Abraham. Lucas menggeleng. “Wanita itu tidak mengiyakan tapi juga tidak membantah. Ada kemungkinan semua yang dilakukan adalah atas perintah sang ayah—Adam.”Shanon mengangguk paham. Mereka pun tiba di depan ruangan besar. Marc—sang asisten kepala, langsung membukakan pintu ruangan dan mempersilakan Shanon
“Aku tahu dia memang seperti itu, Shan. Orangnya mudah jatuh kasihan, tapi aku tahu dia tidak akan mengkhianati apa yang sudah disepakati bersama.”Herv mencoba menenangkan Shanon yang kini mendatangi kediamannya untuk mengadukan kecurigaan terhadap Abraham.“Aku tidak mau rencana ini berantakan, Kakek. Aku akan sangat malu padamu.” Shanon tertunduk lesu. Ia kini tengah tidak yakin dengan rekan sekerjanya—Abraham.‘Kondisi buta ini benar-benar tidak menyenangkan buatku. Apa ada yang bisa kulakukan? Sepertinya Kakek terlalu percaya pada Abraham.’ Shanon memutar otak, mencari cara bagaimana ia bisa memata-matai Abraham tanpa ketahuan oleh Herv. Bagaimanapun, Shanon tidak berniat melukai Herv.“Kakek akan bicara pada Abraham. Kau tenang saja dulu. Oke?”*** Setelah pembicaraan Shanon dengan Herv hari itu, belum ada tanda-tanda pengkhianatan dari Abraham. Namun hal itu malah semakin membuat Shanon panik setiap saat. “Kau terlihat lesu, Princess?” Santino menyeringai jahil di ambang pi
“Jangan bicara sembarangan, Avantie!” seru Damian yang tidak rela label palsu itu bisa saja didengar Shanon. “Shanon akan segera menjadi istriku.” “Aku tidak sembarangan. Ada video—” “Shanon di jebak, Avantie,” potong Herv cepat, tak ingin lagi membahas masa lalu Shanon yang ia yakin tidak baik kalau sampai Shanon mendengarnya lagi. Lagi, Herv menambahkan, “Pelakunya sudah menyatakan permohonan maaf mereka dan sudah mengakui semua kesalahan. Yang sudah terjadi tidak bisa diubah, tapi Shanon sudah membersihkan namanya.” Damian turut mengangguk, membenarkan ucapan sang kakek. Mendengar kenyataan terbaru itu, Avantie tak bisa lagi berkata-kata. Ia tidak menyiapkan diri untuk hal ini. Tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan untuk mempertahankan Damian. “Tapi aku lebih mencintaimu, Damian,” rintihnya sementara air mata mulai mengenang dan tak sedikit yang berjatuhan di atas pangkuan gadis malang itu. Herv menatap Damian, memberinya isyarat agar cucu laki-lakinya itu mengatakan s
“Lihat, Pa! Perempuan ini pasti menggoda Damian!” pekik Avantie sambil menunjukkan foto Shanon dan Damian masuk ke dalam mobil yang sama. Bahkan si pengintai yang dibayar Avantie juga melaporkan kalau mereka pergi ke butik gaun pernikahan setelah selesai dari pemakaman.Lemuel mendengarkan rengekan Avantie sambil memijat pelipisnya, tidak tahu harus bertindak bagaimana untuk memenangkan hati Damian yang baru disadari tidak pernah punya perasaan pada putrinya. Katanya, “Papa tidak bisa sembarang bergerak, Vantie, Nak. Jangan sampai kita membuat Herv marah dan kau malah kehilangan segalanya, Avantie.” Netra Avantie menyalak marah. “Apa maksud Papa? Damian adalah segalanya buatku! Kalau aku tidak bisa memilikinya, apa lagi yang Papa maksud dengan ‘segalanya’?!”Desahan berat terdengar keluar dari sela bibir Lemuel. Ia tahu kalau Avantie tidak pernah tahu tujuan lain ia bersikeras menjodohkannya dengan Damian adalah demi mendapatkan keyakinan bahwa seumur hidup, Avantie tidak akan kehi
‘Apa benar aku akan menikahi pria sempurna ini?’ Shanon diam-diam melirik ke sisi kanannya, di mana Damian duduk. Pria itu tidak melepaskan rangkulan di bahu Shanon, membuat gadis itu sedikit canggung dibuatnya.Ia jadi ingat bagaimana dulu teman-temannya paling berisik kalau Damian muncul dalam wawancara berita di televisi. SHanon tak sengaja terkekeh membuat Damian mengangkat salah satu alisnya. “Senang-senang sendirian, hm?” ledek Damian. Shanon menggelengkan kepalanya sementara tangannya menutupi bibir yang berusaha sekuat tenaga menahan tawa.“Apa ada yang aneh dengan penampilanku? Aku akan bertemu dengan Almarhum orang tuamu. Aku harus tampil baik, Shan.” Damian mencoba mengorek alasan di balik wajah bahagia Shanon barusan. Lagi, Shanon menggeleng dulu sebelum menjawab, “Tidak. Kau sempurna. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan soal penampilanmu, Damian.”‘Sudah mau datang ke makam mereka saja, aku sudah bersyukur. Pria berstatus tinggi sepertinya mendatangi makam orang tuak
51“Kak Damian, jangan bercanda,” kekeh Shanon dengan canggung. Ia tak tahu harus menatap ke mana, karena matanya terus saja kembali pada benda bulat melingkar yang duduk manis di dalam kotak itu. Lagi katanya, “Kau bukannya akan menikah dengan Avantie? Dan lagi, aku—”“Aku tidak pernah mengakui pertunanganku, apalagi menikahinya,” potong Damian dengan tenang. Rahang Shanon seperti lepas dari engselnya, ia tidak menyangka kalau selama ini semua kesedihan atas kenyataan rencana pernikahan Damian dan Avantie sia-sia belaka. Padahal pria itu sama sekali tidak menganggap hal tersebut ada.Damian menambahkan, “Aku menunggu sampai kau selesai dengan urusanmu, untuk menikahimu. Jadi, berhenti memanggilku dengan sebutan ‘kakak’. Aku bisa menjadi suamimu.”Belum sempat membalas ucapan Damian, sebuah tawa menggelegar terdengar memasuki ruangannya. “Kalian ini, jangan lupa menutup pintu. Ha! Ha! Ha!” Herv masih saja tergelak, terlebih melihat wajah Shanon yang memerah karena sadar kalau keja
50“Me—menagih hutang?!” tanya Shanon dengan wajah panik. Terperangah dengan ucapan Damian.Ia memang harus mengembalikan uang yang dipinjamkan Damian saat membangun Steenkool. Hanya saja selama ini Damian tidak pernah menagih, karena setiap bulan Shanon pasti menyicilnya. “Apa Kakak butuh uangnya segera? Aku tahu aku harus mengembalikan uang modal pertama Steenkool—”Damian menggelengkan kepala, membuat Shanon berhenti bicara. Dengan wajah serius ia menjelaskan, “No. Aku menagih hutang rumah sakitmu.”Rahang Shanon seolah jatuh mendengar ucapan Damian. Satu-satunya kejadian ia harus di rawat di rumah sakit dan menggunakan uang Damian adalah saat pertama kali mereka bertemu. “Apa itu hutang, Mama?” tanya Alden yang berada di pangkuan Shanon. “Uhm … Mama pernah pakai uang Uncle Damian untuk berobat dan harus dikembalikan.” Shanon mencoba menjelaskan pada putranya sesederhana mungkin. Dalam hati, Shanon menganalisa permintaan Damian itu. ‘Tapi apa dia bakal nagih hutang 10 tahun la
“Saya menolak!” raung Pamella yang tidak mungkin membiarkan kondisi suaminya terpampang di media.Tidak mungkin ia membiarkan teman-teman sosialitanya mengetahui kondisi mengerikan seperti ini.Spontan Shanon tergelak mendengar penolakan Pamella. “Anda sadar siapa saya, tapi tidak satupun saya dengar permintaan maaf dari Anda. Begitu angkuhnya?” tegur Shanon. Pamella tertegun. Ia tidak tahu bagaimana membalas ucapan Shanon itu.Dan karena Pamella belum berkomentar atau menunjukkan tanda kalau ia menyerah dan meminta maaf pada Shanon, owner dari Steenkool itu menambahkan, “Saya hanya butuh waktu sebentar untuk menghancurkan kalian berdua. Kalau semua tahu Anda yang mandul, apakah ada lagi gunanya Anda untuk keluarga Simons?” Seperti ada yang menumpahkan es di atas tengkuk dan punggungnya, Pamella merasakan sekujur tubuhnya mulai mendingin. Panik. Pura-pura tenang, Pamella menghardik Shanon, “Apa maksud Anda?!”“Kalau Anda menundukkan kepala sampai ke lantai, saya berpikir untuk men
“Lantas, apa yang Anda mau dari saya sekarang, Nona Shanon? Saya tidak memiliki apa-apa lagi jika saya lepas dari keluarga istri saya.”Netra Shanon menyipit mendengar omong kosong Julian. Ia bertanya dengan santai walau sebenarnya ia tidak mengerti kalimat Julian, “Apa maksudnya dengan lepas dari keluarga istri?”Dengan percaya dirinya Julian menjelaskan, “Jika Anda bermaksud untuk meminta pertanggungjawaban saya setelah apa yang saya perbu—”“Cukup!” sentak Shanon memotong ucapan Julian. Lagi ia mengeluhkan kedangkalan pikiran pria itu, “Itu pemikiran yang sangat menjijikkan, Tuan Julian. Saya tidak percaya Anda bisa berpikir ke arah sana.”Baru saja Julian membelah mulutnya, Shanon buru-buru menyelak, “Kalau Anda tanya apa yang saya mau, itu adalah kehancuran hidup Anda.”Shanon mengambil sebuah benda yang biasa dipakai oleh para pencukur rambut pria dan menunjukkannya pada Julian.“Mata ganti mata. Gigi ganti gigi.” Seringai kebencian di wajah Shanon semakin terlihat. Sementara i
“Tuan Julian, bagaimana Anda bisa melakukan semua ini? Pada owner perusahaan pula!” tuduh salah satu direktur wanita yang ia kenal bernama Salome—direktur bidang personalia.Julian tercengang mengetahui bahwa wanita yang sekarang sedang duduk di kursi CEO itu adalah sang pemilik Steenkool. Wanita yang ia ketahui bernama Shanon. Hanya saja, ia tidak paham dengan konteks pembicaraan Salome barusan. Hal itu membuatnya merasa sembarangan dituduh. Namun, ia menyadari posisinya sebagai orang baru dan bertanya, “Apa maksud Anda? Melakukan apa? Saya? Soal apa ini?”Menjawab pertanyaan itu, Shanon melemparkan sesuatu ke lantai, dekat kaki Julian. Spontan Julian menunduk dan menatap apa yang dilempar kepadanya tadi.Netra Julian langsung membelalak melihat foto-foto yang memuat dirinya di dalam sana. Bukan sekedar foto biasa, ia bahkan bisa menyadari kalau ia sedang memaksakan dirinya, menyetubuhi seorang wanita yang tak lain dan tak bukan adalah Shanon. Ia mengenali dari bentuk rambutnya yang
“Apa istri Anda tak masalah, Anda malah bekerja di perusahaan lain?” Shanon mencoba mengorek kondisi rumah tangga Julian yang sebenarnya.Dan benar saja, begitu ia membicarakan sang istri, Julian terlihat murung. Mungkin juga karena mabuk, akal sehatnya mulai tak bisa membaca situasi.Wajah sedihnya mulai diikuti dengan mulut yang terpisah, menyuarakan isi hati. “Mereka melimpahkan semua kesalahan pada saya. Ada atau tidak ada saya di keluarga itu, sudah tidak jadi soal, Nona Steenkool,” kata Julian penuh kegetiran.Shanon yang memang sengaja menggunakan nama yang sama dengan perusahaannya itu tersenyum tipis mendengarkan Julian yang terus mengoceh soal istri dan mertuanya.Sedikit banyak ia bisa mengkonfirmasi kebenaran dari semua data yang sudah ia kumpulkan sebelumnya. Lagi, Julian berkata, “Soal tidak punya anak, saya juga yang dilabeli dengan kata ‘mandul’, tapi mereka tidak mau melakukan tes.”Netra Shanon membulat kaget sepersekian detik sebelum menampilkan senyumannya lagi.