Beranda / Fantasi / Kembalinya Sang Dewa Pedang / Turnamen Beladiri Musim Gugur 2

Share

Turnamen Beladiri Musim Gugur 2

Penulis: Aspasya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-27 15:00:56

Ren Hui hanya tersenyum tipis saat mendengar pertanyaan Song Mingyu. "Kita lihat saja nanti. Mungkin kaulah kejutan itu, Mingyu," katanya, sambil menepuk bahu pemuda itu dengan lembut.

Song Mingyu tersipu, meringis kikuk sebelum menjawab, "Rasanya tidak mungkin." Dia menggaruk tengkuknya, sedikit gelisah. Ren Hui tergelak melihatnya, tertawa ringan yang seakan menari di antara angin musim gugur yang lembut.

"Daripada memikirkan kejutan, bagaimana kalau kau fokus saja mencari ibumu?" ujar Junjie, suara santainya memecah kehangatan perbincangan.

Mendengar itu, mata Song Mingyu membelalak, dan tanpa sadar tangannya terangkat memukul lengan Junjie, meski jelas tidak serius. "Kau benar-benar tidak tahu cara berbicara!" gerutunya.

Namun, sebelum Junjie sempat membalas, seseorang tiba-tiba datang, langkahnya tergesa, menghampiri mereka. Napas orang itu terengah-engah, namun ada ketenangan yang terjaga dalam sikapnya. Mata Junjie berkilat, rasa penasaran
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Turnamen Beladiri Musim Gugur 3

    Song Mingyu berdiri di halaman terluar Menara Pengawas Langit. Matahari yang berada tepat di atas kepala memancarkan sinar keemasan, menciptakan bayangan samar di bawah kaki para peserta turnamen. Halaman yang luas, dikelilingi oleh tembok-tembok kokoh yang menjulang, terasa semakin hampa oleh udara yang berdesir ringan. Di depannya, sekumpulan pendekar dari berbagai sekte kecil dan pendekar lepas, berdiri berkerumun, mempersiapkan diri untuk menantang nasib dalam pertarungan yang akan segera dimulai.Suasana dipenuhi deru langkah-langkah resah di atas tanah kering, sementara obrolan berbisik pelan memenuhi udara yang berdebu. Kilatan cahaya memantul dari permukaan pedang dan tombak yang tergenggam erat di tangan para pendekar, seolah siap menumpahkan darah demi ambisi mereka. Di antara semua itu, Song Mingyu tetap tenang, pandangannya menyapu sekeliling, menilai situasi dengan ketelitian seorang ahli strategi.Di depan mereka, seratus prajurit berbaris rapi, membe

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Turnamen Beladiri Musim Gugur 4

    Setibanya di kedai teh, Junjie dan Ren Hui memesan meja di sudut yang menghadap langsung ke Menara Pengawas Langit. Mereka memilih duduk di sana, di sebuah meja yang diselimuti bayangan senja. Cahaya matahari yang perlahan memudar menorehkan semburat keemasan di langit, sementara mereka sesekali mencuri pandang ke arah menara, mengawasi Song Mingyu, yang tengah berjuang di tengah hiruk-pikuk turnamen bela diri."Kita tiba lebih awal," ucap Junjie, bersandar malas dengan satu tangan menopang dagu. Doupengnya—topi lebar penutup wajah—tersibak sedikit, tak terlalu mengkhawatirkan karena tempat itu cukup sepi dari orang-orang yang berlalu lalang.Ren Hui hanya mengangguk, kedua tangannya menghangatkan cangkir teh yang mengepul lembut. "Lebih baik begitu. Menunggu mungkin tak menyenangkan, tapi terlambat akan merusak kepercayaan.”Beberapa saat kemudian, langkah-langkah ringan terdengar menaiki tangga kayu. Dua sosok anggun dari Paviliun Yueliang muncul di amba

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Turnamen Beladiri Musim Gugur 5

    Wei Jin tertegun, menajamkan pendengarannya saat desas-desus samar di sekitar mereka mulai menyebut nama "Song." Tanpa berpikir panjang, ia bertanya kepada Junjie yang duduk di hadapannya, "Apakah mereka sedang membicarakan Tuan Muda Song Mingyu dari Keluarga Song? Bukankah dia pernah kau ajak ke Paviliun Yueliang?" Mata Junjie memancarkan kilauan penuh teka-teki, senyum tipis menghiasi bibirnya. "Iya, dia."Di sebelah Wei Jin, Qiao Yang yang sejak tadi mendengarkan percakapan itu, mengernyitkan dahi. "Song Mingyu? Apakah dia orang yang sama dengan yang kau minta untuk kami selidiki dulu?" tanyanya, mencondongkan tubuh sedikit ke depan, rasa penasaran menyelinap dalam suaranya.Junjie mengangguk pelan, kali ini lebih tenang. "Benar. Dia orangnya."Wei Jin dan Qiao Yang saling berpandangan, berbagi pemahaman tanpa perlu sepatah kata pun. Hening sejenak menggantung di udara, diiringi gemerisik daun kering yang beterbangan tertiup angin. Qiao Yang,

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-28
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Tantangan Di Lantai Lima Menara

    Menara Pengawas LangitSong Mingyu melangkah dengan mantap, napasnya tak lagi tersengal setelah berhasil melewati jebakan demi jebakan yang dipasang dengan penuh perhitungan di setiap lantai menara. Setiap anak tangga yang dilaluinya adalah saksi bisu dari tekadnya yang tak tergoyahkan.Setelah lolos dari jebakan panah di lantai empat, pandangannya terpaku pada tangga yang berkelok menuju lantai lima. Di sekelilingnya, peserta lain masih terperangkap dalam jebakan—berusaha mati-matian meloloskan diri. Dengan tatapan tajam, dia bergumam, "Ternyata para penjaga itu hanya mengawasi... santai sekali."Ucapannya disambut oleh tawa pelan dari penjaga menara yang berdiri di sudut ruangan. Dia bersandar di tiang dengan santai, sembari mengamati jari jemarinya yang terbungkus sarung tangan besi. Pria itu berjalan mendekat, sorot matanya tak bisa dilepaskan dari Song Mingyu. "Kau pikir kami hanya menonton, bocah?" ucapnya sambil tersenyum tipis. "Jika kau

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-29
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Rencana Untuk Kota Chunyu

    Di kedai teh di tepi hutan wisteria, tak jauh dari Menara Pengawas Langit yang menjadi arena turnamen, Junjie dan Ren Hui duduk berhadap-hadapan, ditemani kehangatan teh bunga hujan yang harum menguap dari cangkir mereka.Suasana kedai yang semula riuh kini mulai tenang. Hanya suara sesekali dari pelayan yang lalu lalang melayani tamu yang tak terlalu banyak. Ren Hui, dengan senyum tipis di wajahnya, memanggil seorang pelayan muda yang berdiri tak jauh dari meja mereka."Beritahu aku jika ada kabar terbaru dari turnamen," ujar Ren Hui sembari menyelipkan beberapa keping perak ke tangan si pelayan. Pelayan itu mengangguk cepat, wajahnya menampakkan keseriusan sebelum dia berbalik dan melangkah keluar kedai.Sementara itu, Junjie memandangi cangkir teh di tangannya, jari-jarinya yang lentik melingkari tepinya dengan santai. "Kau masih ingat, bukan? Turnamen musim semi tiga belas tahun lalu?" tanya Junjie, nadanya hangat tapi penuh arti.Ren Hui meng

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-29
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Nyonya Su Yang

    Paviliun Hujan Musim SemiDi balik kabut tipis yang mengambang lembut, menyelimuti atap-atap genteng Paviliun Hujan Musim Semi, angin musim semi berembus pelan, membawa keharuman bunga-bunga yang baru saja mekar. Tempat ini berdiri tenang di ujung utara kota, tepat di belakang Menara Pengawas Langit. Paviliun itu tampak sunyi, menjadi kontras yang sempurna dengan hiruk-pikuk yang memenuhi kota di sekelilingnya. Di salah satu halamannya, seorang gadis pelayan berlari tergesa-gesa, gaunnya berkibar dalam angin, menciptakan riak halus di udara."Nyonya... Tuan Muda... Song Mingyu...," serunya dengan napas tersengal, suaranya tertelan oleh kecemasan yang mendesak.Di ambang pintu, seorang wanita berdiri tenang dengan balutan hanfu hijau tua berpadu putih. Nyonya Su Yang, istri ketua kamar dagang Kekaisaran Shenguang, Song Yanzhu, memancarkan pesona yang memukau. Rambutnya tersanggul anggun, tetapi beberapa helai dibiarkan jatuh lembut di sekitar wajahnya yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-29
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Lonceng Di Lantai Empat Belas

    Lantai empat belas, Menara Pengawas Langit Song Mingyu tertegun saat tiba di lantai empat belas. Keringat membasahi dahinya setelah berjuang melawan jebakan dan terlibat dalam beberapa duel dengan peserta lain. Kini, ia berdiri di ambang lantai terakhir sebelum mencapai puncak menara. Seorang pria berhanfu hitam bersandar di sebuah tiang besar dan bersiul dengan santai. Dengan sebuah golok besar tersandang di punggung, pria itu menatap Song Mingyu dengan senyum meremehkan. “Kau orang keempat yang tiba di sini,” katanya terdengar dingin dan acuh tak acuh, “dan mungkin, yang terakhir.” Song Mingyu menelan ludah, merasakan tekanan yang tiba-tiba mencekam dadanya. Dari ratusan peserta turnamen yang memulai perjuangan dari babak pertama, ternyata hanya dia yang tersisa. Kenyataan ini membuatnya dihinggapi perasaan aneh, antara bangga dan cemas. Para pendekar lain yang berhasil sampai di lantai ini pasti adalah yang terkuat. Tangannya mengepal

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-30
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Rahasia Lonceng Menara Pengawas Langit

    Song Mingyu berlari menyusuri halaman Menara Pengawas Langit, matanya mengamati sekeliling dengan cermat, mencari kedai teh yang disebut-sebut oleh Ren Hui dan Junjie. Angin lembut yang bertiup dari celah pepohonan membuat jubahnya berkibar halus, mengisi udara dengan aroma dedaunan segar. Meski demikian, pikirannya tak bisa lepas dari rasa cemas. Dia belum juga menemukan kedai yang dimaksud. Ketika kebingungan mulai menyelimuti pikirannya, seorang pemuda tanggung tiba-tiba muncul dari balik kerumunan dengan langkah cepat, mendekatinya tanpa ragu.“Apakah Anda Tuan Song Mingyu?” Pemuda itu menatapnya dengan tajam, sorot matanya seakan menembus lapisan jiwa Mingyu.Song Mingyu mengangguk perlahan. "Ya, benar. Ada apa?" tanyanya, sedikit waspada.“Saya membawa pesan dari Junjie,” ujar pemuda itu dengan napas terengah-engah. Wajahnya tampak penuh keseriusan. “Mereka menunggu Anda di hutan wisteria. Segera.”Mendengar pesan itu, dada Song Mingyu langs

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-30

Bab terbaru

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Baihua Dan Kelinci Buruannya

    Miu Yue berdiri perlahan, melangkah menuju Baihua yang berhenti di ambang pintu, seolah sedang menunggu seseorang. Rubah berbulu putih itu memandangi padang pasir di luar dengan tatapan tajam, angin gurun yang dingin menerobos masuk, membawa aroma pasir dan sedikit kelembaban dari oasis. Wanita itu berjongkok di hadapannya, tangan lembutnya mengusap kepala rubah itu. Namun, Baihua memalingkan wajah, menatapnya dengan mata penuh kewaspadaan—tatapan dingin yang selalu ia tunjukkan pada orang asing yang belum sepenuhnya ia percaya.“Baihua! Kemari!” Suara Junjie memecah keheningan, panggilannya lembut tetapi tegas, memaksa Baihua mengalihkan perhatian dari pintu. Rubah itu melompat ringan, berlari mendekatinya. Junjie, yang saat itu sedang bersandar santai di kursi, membungkuk, matanya meneliti sesuatu yang dijepit di moncong Baihua.“Apa yang kau bawa kali ini?” tanyanya penasaran. Baihua meletakkan benda itu di lantai kayu, lalu menatap Junjie, seakan menunggu tangg

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Gelang Mutiara Malam

    Seperti yang dikatakan Ren Hui, keesokan harinya semua kembali seperti biasa. Pria itu telah meninggalkan rumah beroda untuk berburu, ditemani Baihua, sejak fajar menyingsing. Tanpa berpamitan pada Junjie, langkahnya yang diam-diam menyisakan ruang sunyi di rumah itu. Saat Junjie terbangun dan tak menemukan Ren Hui di mana pun, kebingungan segera menyergapnya.Junjie berdiri di teras, menatap hamparan oasis merah yang membentang di hadapannya. Udara pagi yang dingin menyusup hingga ke tulang, namun tidak mengusir kecemasannya. Meski dikenal santai dan malas, kali ini kerutan di dahinya mengkhianati perasaannya."Kemana dia?" gumamnya pelan, matanya bergerak gelisah, menyapu setiap sudut horizon. Bubur hangat dan teh yang telah disiapkan Ren Hui sejak pagi masih tertata rapi, namun sama sekali tak disentuh.Sebuah suara ragu-ragu memecah kesunyian. "Tuan! Apa Anda menunggu Tuan Ren?" Seorang gadis muda dengan gentong di tangannya menatapnya dari jauh, nada

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ada Aku Di Sini

    Junjie membantu Ren Hui menaiki tangga teras rumah beroda dengan hati-hati. Udara malam di gurun terasa menusuk kulit, sementara debu halus beterbangan di sekitar mereka, disapu angin kering yang tak henti-hentinya bertiup. Pria itu tidak banyak berbicara, membuat Junjie merasa tak enak hati. Namun, dia enggan menambah kecanggungan dengan pertanyaan yang mungkin hanya akan memperburuk suasana. Karena itu, dia hanya fokus membantu Ren Hui agar tidak terjadi sesuatu yang tak mereka kehendaki."Duduklah! Aku akan menyeduh obat untukmu." Junjie membawa Ren Hui ke ruang tengah rumah beroda itu. Ia menuntunnya ke kursi kayu sederhana sebelum melepaskan mantel birunya yang kini berdebu, lalu melangkah menuju dapur kecil untuk merebus ramuan obat.Di dapur, Junjie menyalakan tungku kemudian mengambil obat yang ada di lemari penyimpanan. Yingying dan Dewa Obat telah menyiapkan berbagai ramuan untuk mereka, bahkan ramuan untuk penyakit musiman yang sering muncul akibat cuaca ekstrem di gurun. K

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Di Pasar Hóngshā

    Junjie membawa Ren Hui ke pusat kota Hóngshā, tak jauh dari Oasis Merah. Mereka tiba di pasar yang masih ramai meskipun sudah lewat dari puncak kesibukannya. Pedagang dan pembeli masih sibuk bergerak, dengan suara tawar-menawar yang bergema di udara panas siang itu."Nuansa yang jauh berbeda dengan kota-kota lain di Kekaisaran Shenguang," gumam Ren Hui, matanya tertuju pada keramaian di sekelilingnya. Wajahnya tampak antusias, menikmati suasana yang baru."Kau benar! Kondisi alam yang berbeda menghasilkan budaya yang berbeda pula," sahut Junjie santai, berjalan di samping Ren Hui.Mereka melewati tenda-tenda sederhana para pedagang. Sesekali, mereka berhenti untuk melihat-lihat atau membeli barang-barang yang menarik perhatian. Pasar ini hidup dengan aroma rempah-rempah yang tajam dan segar, kilauan batu permata yang memikat mata, dan suara pedagang yang menawarkan dagangan mereka dengan nada cepat. Di sana, penduduk lokal dan musafir dari berbagai penjuru berkumpul untuk berdagang, b

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pesona Ren Hui

    Beberapa hari berlalu, Ren Hui dan Junjie mulai merasa seperti bagian dari kehidupan di Oasis Merah. Mereka telah beradaptasi dengan kehidupan sehari-hari di sana, meskipun tidak lagi menjadi pusat perhatian seperti ketika pertama kali tiba. Hari-hari mereka kini penuh dengan kebiasaan sederhana, membaur bersama penduduk kota Hóngshā sambil menunggu kedatangan Song Mingyu.Di bawah langit biru yang terik, Ren Hui baru saja kembali dari oasis, membawa gentong berisi air segar. Seperti biasanya, beberapa prajurit tampak berlari mendekat, dengan senyum lebar dan semangat membara."Tuan Ren, biar kami yang membawakan airnya!" seru mereka, seolah berlomba-lomba untuk membantu.Ren Hui tertegun sejenak. Setiap kali dia datang untuk mengambil air, para prajurit itu selalu sigap membantu. Tak pernah ada yang membiarkannya mengangkat sendiri beban itu.“Eh, tidak perlu! Aku masih sanggup membawanya sendiri, kalian jangan repot-repot!” jawab Ren Hui, selalu

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Aku Akan Kembali Untuk Diriku Sendiri

    Miu Yue memandang sekeliling ruangan rumah beroda itu dengan penuh perhatian. Matanya menelusuri setiap sudut, mulai dari ukiran bunga bi’an hua pada tiang kayu hingga rak buku kecil di sudut ruangan. Cahaya matahari pagi masuk melalui jendela kecil, memantulkan kehangatan pada lantai kayu yang dipoles mengilap. Suasana di dalam rumah itu terasa sederhana, tetapi penuh nilai seni, seolah-olah setiap elemen memiliki cerita yang tersembunyi.Namun, kerutan kecil di kening Miu Yue menunjukkan pikirannya tidak sepenuhnya terfokus pada keindahan ruangan itu. Ada sesuatu yang sedang dipertimbangkannya, sesuatu yang mungkin tidak mudah untuk diungkapkan."Sudah puas berkeliling?" Suara Junjie yang malas namun santai memecah keheningan. Ia duduk di meja ruang makan, menyandarkan tubuhnya pada kursi dengan gaya yang sangat santai. Mantel biru yang ia kenakan tampak kusut, seolah-olah baru saja dikenakan tanpa peduli pada penampilan.Miu Yue mengalihkan pandangannya

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ren Hui Dan Bi'an Hua

    Keesokan paginya, Ren Hui membawa Baihua untuk berburu kelinci sembari berkeliling oasis yang memancarkan keindahan di tengah gersangnya gurun merah. Sementara itu, Junjie memilih untuk tenggelam dalam buku tebal yang diperolehnya dari Dongfang Yu. Buku itu, konon diperoleh dari seorang tamu asing pada sebuah pelelangan, menyimpan banyak rahasia."Aku masih tidak mengerti," gumam Junjie, membuka kembali bagian terakhir buku tersebut.Tulisan mantra kuno memenuhi halaman terakhir, meski Dongfang Yu sudah menerjemahkan keseluruhan isi buku ke dalam huruf yang lazim dipakai sehari-hari. Namun, maknanya tetap menjadi teka-teki bagi Junjie."Ini hanya dongeng. Entah apakah bunga es abadi itu benar-benar ada atau tidak. Tetapi Dongfang Yu yakin jika bunga itu ada di Kota Es. Bahkan Dewa Obat pun mengatakan hal yang sama," desah Junjie sembari memijat pelipisnya yang berdenyut.Dia menutup buku itu perlahan, menyimpannya ke dalam laci kayu di ujung ruang

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Jenderal Miu Mengunjungi Rumah Beroda

    Ren Hui menarik napas dalam dan melangkah menuju pintu rumah beroda. Ketika pintu terbuka, hembusan angin malam yang sejuk langsung menerpa wajahnya. Namun, yang membuatnya tertegun adalah sosok di depan sana.Berdiri tegak di teras yang sederhana, seorang wanita berhanfu merah darah, dengan pedang bersarung di pinggang, menatap mereka. Wibawa yang terpancar dari dirinya terasa begitu nyata, dan ada sesuatu yang membuat waktu seperti terhenti sejenak.“Jenderal Miu Yue!” Ren Hui menyapa dengan nada bingung, suaranya nyaris tercekat di tenggorokan.Tatapan sang jenderal beralih ke arahnya, tajam seperti ujung pedang yang siap menusuk. Mata hitam pekatnya menelusuri Ren Hui dengan saksama, seolah ingin mengungkap setiap rahasia yang tersembunyi di balik jubah putih sederhana dan rambut hitam tergerai pria itu. Ren Hui merasa tenggorokannya mengering, ia meneguk ludah dengan gugup.Junjie muncul di samping Ren Hui."Ren Hui, siapa mereka?" J

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kaisar Yang Baik

    Di bawah langit yang berkilau bintang, rumah beroda Ren Hui dan Junjie berdiri anggun di tepi oasis yang sunyi. Diteduhi rumpun pohon palem dan kurma, rumah itu menjadi pusat perhatian para penghuni tenda di sekitar oasis, seolah-olah keberadaannya membawa kehangatan di tengah malam yang dingin. Bayang-bayang pohon bergoyang lembut, mengiringi gemericik air yang tenang.Di dalam rumah itu, suasana hangat terpancar. Sebuah meja kayu sederhana penuh keakraban menjadi saksi percakapan mereka. Di atasnya, arak dan kacang rebus tersaji, menambah kenyamanan malam selepas makan malam. Ren Hui duduk dengan santai, menyilangkan kakinya, sementara Junjie tampak lebih serius, tetapi tetap memancarkan ketenangan khasnya."Apa kau yakin, Jenderal Miu mampu mengatasi masalah dengan Pasukan Fēnghuǒ?" tanya Ren Hui, suaranya serak namun tenang, memecah keheningan.Junjie mengangguk dengan mantap, tidak ada keraguan sedikit pun dalam gerakannya. "Itu bukan masalah besar,"

DMCA.com Protection Status