Ren Hui duduk di depan meja. Menuangkan teh untuk tamunya yang datang di tengah malam gulita."Dia tertidur?" Yue Yingying melirik Song Mingyu yang tertidur pulas di kursi panjang tak jauh dari mereka duduk. "Aku rasa dia kelelahan. Dia sangat mengkhawatirkan dirimu." Yue Yingying mengambil cangkir tehnya."Aku rasa itu karena dupa penenang yang kau nyalakan tadi," sahut Ren Hui seraya tersenyum tipis. Yue Yingying tertawa pelan."Setelah sepuluh tahun, akhirnya kau mau menerima seseorang untuk hidup bersamamu. Aku rasa kau telah banyak berubah, Ren Jie." Wanita yang selalu menyembunyikan wajahnya di balik doupengnya itu menyesap tehnya pelan."Aku memang berubah semenjak sepuluh tahun yang lalu. Aku bukan Ren Jie lagi. Aku Ren Hui, hanya pedagang arak biasa." Ren Hui kini menatap lurus Yue Yingying."Mengenai dia, itu karena dia berhutang padaku dan tidak memiliki uang untuk melunasi
Beberapa hari kemudian kondisi Ren Hui semakin membaik. Dia sudah beraktivitas seperti biasa. Selama dia sakit, Song Mingyu merawatnya dengan telaten. Pemuda itu juga mondar-mandir mengantarkan arak ke para pelanggan mereka di pusat kota."Besok kita ke kota." Ren Hui berkata setelah selesai menyeduh teh. Dia dengan cekatan menyajikan teh dan makan malam mereka."Kau yakin? Apa kau sudah benar-benar sembuh?" Song Mingyu menatapnya dengan tatapan khawatir. "Aku baik-baik saja, kau tidak perlu khawatir." Ren Hui tersenyum dan menepuk-nepuk bahunya pelan."Kalau kau masih belum sehat benar, aku saja yang pergi ke kota." Song Mingyu rupanya masih mengkhawatirkan dirinya. "Tidak! Aku harus ikut ke kota!" Sahut Ren Hui tegas. "Kau ini!" Song Mingyu berseru kesal.Namun, dia tidak berkata-kata lagi. Dia tahu benar, mengapa Ren Hui bersikeras untuk pergi ke kota secepatnya. Tentu saja untuk menagih hutang di Pondok Dongfeng, arak-arak mereka yang belum se
Keduanya kini telah berada di antara kerumunan yang melingkari dua penjudi di tengah-tengah arena judi. Keduanya berdiri di belakang Song Mingyu. Pemuda itu menoleh karena ditepuk oleh Ren Hui. "Eh, kau kemari juga. Bukankah kau tidak tertarik dengan pertaruhan di meja judi?" Song Mingyu terkejut dengan kehadiran Ren Hui dan juga pria di sebelahnya. "Siapa dia?" Song Mingyu pun bertanya, berbisik lirih. "Tidak bisakah kau tidak berisik?" Ren Hui bertanya pelan dan seperti biasanya memukul kepala pemuda itu dengan kipasnya. Song Mingyu pun tersenyum meringis dan mengelus-elus kepalanya yang dipukul Ren Hui. Di melirik pria yang berdiri di sebelah Ren Hui. Seorang pria bercaping bambu dan mengenakan hanfu hitam sederhana, biasa saja. Tidak mirip dengan para penjudi yang memenuhi Pondok Dongfeng saat ini. "Diamlah! Lihat saja dan jangan berisik." Ren Hui sekali lagi menepuk ba
Nyonya Xin tertawa pelan. Jari jemarinya perlahan bergerak menelusuri bagian leher jubah hitam yang dikenakan pria bercaping itu."Tentu saja aku tidak keberatan," bisiknya di telinga pria itu. Bisikan yang lembut dan menggoda. Kemudian dia kembali ke tengah-tengah arena judi, bertepuk keras meminta perhatian para pengunjung Pondok Dongfeng."Hari ini, Pondok Dongfeng mengadakan taruhan yang istimewa untuk melawan Tuan Muda Wei. Jika kalian berkenan ikut silakan maju kemari. Jika tidak, maka pergi tinggalkan Pondok Dongfeng sekarang!" Serunya dengan lantang.Hampir semua orang berbisik-bisik setelah mendengar ucapan lantang sang pemilik rumah judi yang terkenal dengan kecantikan dan juga kelicikannya dalam mengelola rumah judi terbesar di Kekaisaran Shenguang itu. Nyonya Xin termasyur sebagai salah satu kecantikan yang tak tertandingi sekaligus sebagai wanita paling beracun yang menawan hati para pria di kekaisaran Shengg
Tawa Tuan Muda Wei pecah saat mendengar ucapan pria itu. Sepertinya putra penguasa kota itu sangat percaya diri akan memenangkan pertaruhan kali ini. Dia mengambil dadu yang dibawakan oleh seorang pelayan. Kemudian mengguncangnya dengan cepat.Song Mingyu memperhatikannya dengan penuh minat. Sedangkan Ren Hui bersikap santai seperti biasanya dan tentu saja sembari mengipasi wajahnya. Begitupun dengan pria itu yang masih duduk bertopang dagu, tidak terganggu dengan suara guncangan dadu yang cukup keras.Setelah beberapa lama, Tuan Muda Wei meletakkan kembali dadu yang tertutup di atas meja. Dia tersenyum menatap pria di hadapannya dan berkata,"Katakan taruhanmu Tuan."Pria itu menoleh menatap Ren Hui. Seakan-akan meminta pendapatnya. Ren Hui tersenyum kemudian membungkukkan tubuhnya dan berbisik padanya. Pria itu mendesah pelan dan kembali duduk seperti tadi."Aku bertaruh enam-enam-enam, besar," sahutnya dengan santai.Tuan Muda Wei terta
Mereka bertiga berlari keluar dari rumah judi. Saat bertemu Tuan Ma yang kebetulan keluar dari ruang kerjanya, Ren Hui berhenti sebentar."Tuan Ma!" panggilnya dengan penuh semangat. Pria paruh baya itu menoleh dan tersenyum. Sepertinya Tuan Ma tidak mengetahui peristiwa yang terjadi dalam rumah judi barusan."Tuan Ma, aku sudah bertemu Nyonya Xin di dalam tadi. Dia bilang untuk mengambil uangnya padamu." Ren Hui berbicara dengan cepat, tetapi runtut dan jelas."Ah begitu ya! Baiklah!" Tanpa curiga, pria paruh baya itu memberikan satu kantong uang pada Ren Hui. Tentu saja dia menerimanya dengan senang hati.Sementara itu Song Mingyu dan pria yang menyebabkan mereka harus melarikan diri berhasil menyusul Ren Hui. Keduanya segera meraih tangan Ren Hui dan membawanya berlari meninggalkan Pondok Dongfeng."Terima kasih Tuan Ma!" Ren Hui berseru seraya berlari sekencang mungkin. Tuan Ma kebingungan melihatnya. Apa
Kereta berjalan perlahan-lahan, menelusuri jalan sempit di tengah hutan bambu. Sudah hampir menjelang malam saat kereta mereka keluar dari wilayah Kota Beixing. Mereka sengaja mengambil jalur pedesaan agar tidak bertemu dengan pasukan penjaga kota dan pengawal Pondok Dongfeng. "Kita beristirahat di sana!" Ren Hui menunjuk ke suatu tempat di depan, tak jauh lagi dari jalan yang mereka lalui saat ini. Song Mingyu mengangguk dan memacu kudanya agar berjalan sedikit lebih cepat. Dia sudah merasa lelah dan penat karena hampir seharian duduk di kereta. Mereka sama sekali belum beristirahat karena tidak ingin terkejar oleh para pengejar mereka. "Wah danau!" Song Mingyu bersorak girang saat tiba di tempat yang Ren Hui tunjuk tadi. Dia memarkir rumah beroda di tepi danau. Setelah melepaskan dan menambatkan kuda-kuda di tempat yang berumput tebal dan tak jauh dari tepi danau, mereka duduk beristirahat sembari menikmati pemandangan indah di sekeliling mereka. Ren Hui tidak turut turun.
Ren Hui masih duduk terpaku. Ditatapnya pedang di pangkuannya tanpa berniat menyentuhnya. Setelah cukup lama hanya memandangi, dia menyentuh gagang pedang itu perlahan-lahan. Ujung jarinya menelusuri permukaan pedang yang berkilau dan tajam dengan gerakan yang luwes. Seakan-akan sudah terbiasa menggunakan pedang itu dengan lihai."Kau benar-benar tidak menginginkannya?" Junjie tiba-tiba sudah berdiri di hadapannya."Dari mana kau mendapatkan pedang ini?" Ren Hui tidak menjawab pertanyaan Junjie dan justru balik bertanya padanya. Tatapan matanya tak beralih dari pedang yang dipegangnya."Aku mendapatkannya dari seorang penjudi. Aku memenangkannya dalam sebuah pertaruhan. Menurut ceritanya, dia mendapatkan pedang ini dari pelelangan di pasar hantu di kota Yueliang." Junjie duduk di depannya di sebuah bangku kayu yang semula diduduki Song Mingyu."Sayangnya, aku sungguh-sungguh tidak membutuhkan pedang ini. Simpanlah kembali." Ren Hui memberikan peda