Share

Bertaruh Nyawa 2

Penulis: Aspasya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-28 15:00:34

Nyonya Xin tertawa pelan. Jari jemarinya perlahan bergerak menelusuri bagian leher jubah hitam yang dikenakan pria bercaping itu.

"Tentu saja aku tidak keberatan," bisiknya di telinga pria itu. Bisikan yang lembut dan menggoda. Kemudian dia kembali ke tengah-tengah arena judi, bertepuk keras meminta perhatian para pengunjung Pondok Dongfeng.

"Hari ini, Pondok Dongfeng mengadakan taruhan yang istimewa untuk melawan Tuan Muda Wei. Jika kalian berkenan ikut silakan maju kemari. Jika tidak, maka pergi tinggalkan Pondok Dongfeng sekarang!" Serunya dengan lantang.

Hampir semua orang berbisik-bisik setelah mendengar ucapan lantang sang pemilik rumah judi yang terkenal dengan kecantikan dan juga kelicikannya dalam mengelola rumah judi terbesar di Kekaisaran Shenguang itu. Nyonya Xin termasyur sebagai salah satu kecantikan yang tak tertandingi sekaligus sebagai wanita paling beracun yang menawan hati para pria di kekaisaran Shengg
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Melarikan Diri Dari Pondok Dongfeng 1

    Tawa Tuan Muda Wei pecah saat mendengar ucapan pria itu. Sepertinya putra penguasa kota itu sangat percaya diri akan memenangkan pertaruhan kali ini. Dia mengambil dadu yang dibawakan oleh seorang pelayan. Kemudian mengguncangnya dengan cepat.Song Mingyu memperhatikannya dengan penuh minat. Sedangkan Ren Hui bersikap santai seperti biasanya dan tentu saja sembari mengipasi wajahnya. Begitupun dengan pria itu yang masih duduk bertopang dagu, tidak terganggu dengan suara guncangan dadu yang cukup keras.Setelah beberapa lama, Tuan Muda Wei meletakkan kembali dadu yang tertutup di atas meja. Dia tersenyum menatap pria di hadapannya dan berkata,"Katakan taruhanmu Tuan."Pria itu menoleh menatap Ren Hui. Seakan-akan meminta pendapatnya. Ren Hui tersenyum kemudian membungkukkan tubuhnya dan berbisik padanya. Pria itu mendesah pelan dan kembali duduk seperti tadi."Aku bertaruh enam-enam-enam, besar," sahutnya dengan santai.Tuan Muda Wei terta

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-29
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Melarikan Diri Dari Pondok Dongfeng 2

    Mereka bertiga berlari keluar dari rumah judi. Saat bertemu Tuan Ma yang kebetulan keluar dari ruang kerjanya, Ren Hui berhenti sebentar."Tuan Ma!" panggilnya dengan penuh semangat. Pria paruh baya itu menoleh dan tersenyum. Sepertinya Tuan Ma tidak mengetahui peristiwa yang terjadi dalam rumah judi barusan."Tuan Ma, aku sudah bertemu Nyonya Xin di dalam tadi. Dia bilang untuk mengambil uangnya padamu." Ren Hui berbicara dengan cepat, tetapi runtut dan jelas."Ah begitu ya! Baiklah!" Tanpa curiga, pria paruh baya itu memberikan satu kantong uang pada Ren Hui. Tentu saja dia menerimanya dengan senang hati.Sementara itu Song Mingyu dan pria yang menyebabkan mereka harus melarikan diri berhasil menyusul Ren Hui. Keduanya segera meraih tangan Ren Hui dan membawanya berlari meninggalkan Pondok Dongfeng."Terima kasih Tuan Ma!" Ren Hui berseru seraya berlari sekencang mungkin. Tuan Ma kebingungan melihatnya. Apa

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-29
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pedang Naga Langit

    Kereta berjalan perlahan-lahan, menelusuri jalan sempit di tengah hutan bambu. Sudah hampir menjelang malam saat kereta mereka keluar dari wilayah Kota Beixing. Mereka sengaja mengambil jalur pedesaan agar tidak bertemu dengan pasukan penjaga kota dan pengawal Pondok Dongfeng. "Kita beristirahat di sana!" Ren Hui menunjuk ke suatu tempat di depan, tak jauh lagi dari jalan yang mereka lalui saat ini. Song Mingyu mengangguk dan memacu kudanya agar berjalan sedikit lebih cepat. Dia sudah merasa lelah dan penat karena hampir seharian duduk di kereta. Mereka sama sekali belum beristirahat karena tidak ingin terkejar oleh para pengejar mereka. "Wah danau!" Song Mingyu bersorak girang saat tiba di tempat yang Ren Hui tunjuk tadi. Dia memarkir rumah beroda di tepi danau. Setelah melepaskan dan menambatkan kuda-kuda di tempat yang berumput tebal dan tak jauh dari tepi danau, mereka duduk beristirahat sembari menikmati pemandangan indah di sekeliling mereka. Ren Hui tidak turut turun.

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-29
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Menampung Dua Pengangguran

    Ren Hui masih duduk terpaku. Ditatapnya pedang di pangkuannya tanpa berniat menyentuhnya. Setelah cukup lama hanya memandangi, dia menyentuh gagang pedang itu perlahan-lahan. Ujung jarinya menelusuri permukaan pedang yang berkilau dan tajam dengan gerakan yang luwes. Seakan-akan sudah terbiasa menggunakan pedang itu dengan lihai."Kau benar-benar tidak menginginkannya?" Junjie tiba-tiba sudah berdiri di hadapannya."Dari mana kau mendapatkan pedang ini?" Ren Hui tidak menjawab pertanyaan Junjie dan justru balik bertanya padanya. Tatapan matanya tak beralih dari pedang yang dipegangnya."Aku mendapatkannya dari seorang penjudi. Aku memenangkannya dalam sebuah pertaruhan. Menurut ceritanya, dia mendapatkan pedang ini dari pelelangan di pasar hantu di kota Yueliang." Junjie duduk di depannya di sebuah bangku kayu yang semula diduduki Song Mingyu."Sayangnya, aku sungguh-sungguh tidak membutuhkan pedang ini. Simpanlah kembali." Ren Hui memberikan peda

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-30
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Seperti Hantu

    Mereka melanjutkan perjalanan setelah selesai sarapan. Kali ini Junjie yang mengusiri rumah beroda dengan ditemani Song Mingyu."Ren Hui!" Song Mingyu berteriak memanggil pria itu. Dia menoleh ke dalam rumah beroda. Tampak pria itu tengah mengaduk beras ketan yang hendak difermentasi untuk bahan utama araknya. Ren Hui hanya menoleh sekilas."Untuk apa kita mengikuti penjudi sialan ini ke Kota Yueliang?" tanyanya dengan nada kesal.Junjie hanya melirik pemuda itu dengan santai. Tidak merasa tersinggung dengan ucapan pemuda yang duduk di sebelahnya. Dia justru bersiul-siul dengan gembira. Tentu saja itu membuat Song Mingyu merasa semakin kesal padanya."Tentu saja agar dia bisa membayar hutangnya padaku," sahut Ren Hui dari dalam rumah beroda dengan santai.Dia masih sibuk mengaduk-aduk beras ketan yang sudah ditanak yang kini dicampur dengan ragi bubuk. Kemudian menutup guci berisi ber

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-30
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ren Hui Yang Galak

    Song Mingyu dan Junjie duduk berhadapan di depan meja. Junjie bertopang dagu seperti biasa, bak seorang pemalas. Sedangkan Song Mingyu menuangkan teh ke dalam cangkir."Meski tubuhnya kosong tetapi jelas dia masih memiliki refleks yang sangat bagus," gumam Junjie dalam hatinya. Dia melirik ke teras di mana sosok Ren Hui tampak dari belakang dengan jelas.Punggungnya tegak dan dia memacu kuda dengan tenang dan santai. Selintas seperti tidak ada yang berubah dari sosoknya semasa masih dikenalnya sebagai Ren Jie, sang Dewa Pedang. Sosok pemuda tampan rupawan yang menawan dengan ilmu pedang yang tinggi dan ambisi dan energi yang luar biasa."Sungguh sulit dipercaya, kini kau menjalani kehidupan seperti ini." Junjie mendesah pelan. Melirik Song Mingyu yang juga menatap Reh Hui. Entah apa yang ada di pikiran pemuda itu. Junjie hanya merasa heran bagaimana bisa pemuda itu tidak mengenali Ren Jie, sang Dewa Pedang yang sepuluh tahun lalu namanya begitu termasyur d

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-30
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Tiba Di Kota Yueliang

    Beberapa hari kemudian, setelah perjalanan yang cukup panjang, mereka tiba di kota Yueliang. Kota yang terkenal dengan Paviliun Yueliang, sebuah tempat yang setiap tahunnya mengeluarkan daftar emas, hitam dan putih. Daftar yang berisi peringkat para pendekar di Jiang Hu, orang-orang hebat dan juga para buronan."Wah kota ini jauh dari bayanganku!" Song Mingyu berseru kagum saat rumah beroda mereka perlahan memasuki perbatasan kota."Memang seperti apa yang kau bayangkan?" Junjie bertanya tanpa mengalihkan perhatiannya dari jalan yang mereka telusuri.Seperti biasanya, mereka berdua bergantian mengusiri rumah beroda. Hanya sesekali saja Ren Hui mengusirinya. Beberapa hari ini pria itu sibuk menyuling arak.Selain arak-arak yang biasa dibuatnya, kali ini dia juga membuat arak bambu hijau. Arak beras ketan berkualitas terbaik yang disulingnya dengan embun pagi yang dikumpulkannya setiap pagi dan disimpan dalam batang-batang bambu yang mereka dapatkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-31
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Air Terjun Jiwa Tersembunyi

    Bukit di sebelah timur Kota Yueliang memang sangat cocok untuk tempat tinggal sementara mereka selama di kota Yueliang. Tempat itu bukan hanya dikelilingi padang rumput yang menghijau, tetapi juga hutan-hutan kecil yang rimbun dan sejuk.Di kejauhan terdengar gemericik air yang lebih mirip deru hujan memecah bebatuan. Tempat yang indah, tenang dan jauh dari keramaian. Tempat yang selalu menjadi pilihan Ren Hui untuk singgah sementara waktu."Aiyo! Air terjun!" Song Mingyu bersorak dan berlari menuju kolam yang bersumber dari air terjun yang menjulang tinggi di hadapan mereka.Junjie menggeleng kepalanya dan duduk di atas bebatuan di tepi kolam. Sedangkan Ren Hui hanya berdiri dan memperhatikan mereka dari teras bagian belakang rumah berodanya."Air terjun jiwa tersembunyi," gumamnya pelan. "Apa maksudmu membawaku kemari?" Ren Hui tersenyum tipis.Dia menarik rak-rak kayu berisi tanaman obatnya lebih ke tepi, menempel di dinding dan tangga

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-31

Bab terbaru

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ukiran Bi’an Hua di Peti Mati Giok Lavender

    Rumah beroda itu berderak pelan meninggalkan Oasis Merah, sebuah tempat peristirahatan yang sunyi di tengah bentangan pasir. Mentari pagi baru saja menyembul di cakrawala, menyapu gurun dengan semburat jingga. Para penghuni tenda-tenda dan karavan masih terlelap, terlindung dari dinginnya pagi. Hanya derak roda dan deru angin gurun yang menemani perjalanan itu.Song Mingyu mengendalikan rumah beroda dengan hati-hati, ditemani Baihua, rubah putih yang setia menempel di sisinya. Di samping mereka, keledai hitam bernama Lobak berjalan perlahan, menggerutu dengan dengusan-dengusan kecil."Sudahlah, Lobak! Kau jangan merajuk lagi," tegur Song Mingyu dengan nada geli sambil melirik keledai yang tampak cemberut. Dia terkekeh, seakan keledai itu mengerti.Meski pasir merah yang bergulung-gulung di bawah roda kerap membuat perjalanan terseok-seok, rumah beroda itu terus melaju. Lobak, meski tak puas, tetap setia mengikuti di sisi, tanpa ada niat sedikit pun untuk m

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ibukota Yang Sepi

    Ibukota Kekaisaran Shenguang dalam beberapa hari ini terasa sunyi. Hanya derap langkah prajurit berpatroli yang memecah keheningan lorong-lorong kota di jam-jam tertentu. Udara pagi menghembuskan hawa dingin, membawa serta aroma lembab dari batu-batu jalanan yang jarang terinjak. Para penduduk menjalani hidup penuh tekanan, tak berani beraktivitas seperti biasanya. Lorong-lorong yang dulu ramai kini tampak lengang, bagaikan labirin batu yang kosong.Namun, sesekali ada sedikit kelonggaran. Penduduk diizinkan membuka toko atau berdagang, meski hanya dalam waktu dan ruang yang terbatas. Di bawah pengawasan ketat para prajurit. Suasana tetap terkendali, langkah-langkah mereka terasa berat seolah takut menimbulkan gema yang bisa mengundang bahaya."Masih terkendali, bukan, Tuan Han Jin?" Mo Yuan, orang kepercayaan Chu Wang, menatap lurus pria yang berkuda di sampingnya. Sorot matanya dingin, seperti batu giok tanpa cela, mengamati situasi kota dengan kewaspadaan tinggi

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Kenapa Kalian Tidak Membunuhnya?

    Malam di Oasis Merah terasa seperti sebuah kanvas gelap yang dilukis dengan ketegangan. Setelah pertempuran sengit di perbatasan, keheningan menggantikan gemuruh perang, namun bukan kedamaian yang hadir—melainkan bayangan ancaman yang membekap udara. Kedua belah pihak mundur dengan luka masing-masing, menyisakan jejak pertempuran yang masih menguar di antara angin padang pasir.Pasukan Jenderal Miu Yue kembali ke Oasis Merah, diikuti oleh Ren Hui, Junjie, dan Song Mingyu. Di sisi lain, Pangeran Luo membawa pasukannya ke perbatasan, sementara Pasukan Hantu Kematian menghilang tanpa jejak, terkubur dalam badai pasir yang diciptakan Zhu Ling.Di dalam rumah beroda, api lentera yang bergoyang lembut diterpa angin malam menghangatkan suasana yang sedikit muram. Song Mingyu menatap Junjie dengan pandangan penuh tanya. Hening malam diselingi bunyiangin yang terasa lebih nyaring dari biasanya. "Apakah ini hasil yang kau inginkan?" tanyanya akhirnya, memecah kehen

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pertarungan Berakhir

    Junjie menjadi sasaran utama serangan Liuxing. Pedang Bintang Jatuh milik Liuxing menderu, menghunus udara dengan kilatan seperti sambaran petir. Tanpa ragu, Junjie menarik tubuh Ren Hui, memindahkannya dari lintasan maut itu. Pada saat yang sama, Dongfang Yu bergerak bagaikan bayangan. Serulingnya terangkat, dan dengan satu sapuan cepat, dia menangkis serangan Liuxing. Gerakannya yang lincah menyerupai tarian musim semi, menyapu langkah Liuxing hingga pria itu terpaksa mundur. "Wah! Ini curang, Nona Dongfang Yu!" Sebuah suara keras memecah ketegangan. Zhu Ling, diikuti Xuan Yu serta Pasukan Hantu Kematian, telah mengepung Dongfang Yu. "Oh, curang, ya?" Dongfang Yu terkekeh kecil, suaranya seperti lonceng perak di malam gelap. "Tadi memang aku berniat curang. Tapi sekarang, rasanya kalian yang mencurangiku." Senyumnya menggantung dingin, dan dia kembali meniup serulingnya. Nada seruling itu melengking tajam, menghunjam tel

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Meteor Di Gurun Merah

    Ren Hui mengangkat Pedang Bintang Ilusi tinggi-tinggi, mata pedang itu bersinar dingin, siap menyambar lawannya dengan kekuatan tak terbayangkan. Liuxing, tak kalah sigap, memposisikan Pedang Bintang Jatuhnya. Dengan setiap gerakan tubuhnya, pedang itu memancarkan aura seperti sebuah bintang yang siap runtuh ke bumi.Junjie, yang telah beberapa saat menghindar dari serangan Xuan Yu, merasa gelisah. Meski tidak berniat membalas serangan, tatapannya terarah penuh kecemasan pada pertarungan Ren Hui dan Liuxing. "Celaka! Jika keduanya mengeluarkan serangan meteor, gurun ini akan hancur lebur," gumamnya dalam hati, menatap badai pasir yang semakin mengganas."Menyingkir!" Tanpa berpikir panjang, Junjie berteriak, suaranya menggema di tengah hutan pasir yang bergulung. "Semua, cepat menjauh!"Kekhawatiran Junjie berubah menjadi kenyataan. Pedang Ren Hui berkelebat cepat, seakan-akan meteorit yang meluncur dari langit, menembus keheningan udara yang kian mencekam

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Di Tengah Badai Pasir

    “Badai pasir,” gumam Miu Yue, suaranya bergetar di antara desau angin yang menderu-deru. Kekhawatiran terpancar jelas dari sorot matanya yang sempat melirik horizon yang perlahan memerah. Tanpa sadar, dia menggenggam erat lengan Song Mingyu, seperti mencari kekuatan dalam kegentingan. Sentuhan dingin jemarinya segera disambut kehangatan tangan pemuda itu, yang diam-diam berusaha menenangkan ketakutannya.Gemuruh angin yang membawa pasir merah bergulung-gulung laksana naga yang menari liar di cakrawala. Ini bukan sekadar ancaman sepele, tetapi fenomena alam yang mampu melahap seluruh kehidupan yang berdiri di hadapannya. Bukit pasir berguguran, lalu terbentuk kembali dengan wujud yang baru—seolah gurun ini hidup, berubah dengan setiap hempasan badai.“Berlindung di balik kereta!” Miu Yue dan Kasim Ong berteriak bersamaan.Tanpa membuang waktu, para prajurit berlarian ke balik kereta-kereta berat yang penuh dengan barang bawaan. Kereta-kereta itu,

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pertarungan Di Gurun Merah 2

    Ren Hui dan Liuxing kini benar-benar berhadapan di tengah hamparan gurun pasir merah yang menderu diterpa angin. Matahari menggantung rendah di langit, menciptakan kilauan tembaga di atas pasir yang seolah menyala. Kedua pria itu berdiri diam sejenak, ketegangan melingkupi mereka seperti senar busur yang ditarik hingga hampir putus.Liuxing, dengan tatapan dinginnya, tak ingin membuang waktu. Tanpa sepatah kata, dia melancarkan serangan pertama. Pedang Bintang Jatuh di tangannya menyambar seperti badai musim gugur, menciptakan gelombang energi yang menghantam gurun. Pasir berhamburan ke udara, berputar seperti topan kecil yang melenyapkan batas antara langit dan bumi. Tanah bergemuruh seolah naga kuno bangkit dari tidurnya.Ren Hui bergerak cepat, tubuhnya melompat dengan kelincahan seekor kijang yang melintasi jurang.Pasir merah beterbangan, menciptakan kabut yang menutupi pertarungan. Di kejauhan, para saksi hanya bisa menyipitkan mata, berusaha menembus tirai debu."Junjie! Menjau

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pertarungan Di Gurun Merah 1

    Junjie dan Ren Hui saling berpandangan, diam dalam kerangka waktu yang terasa membeku. Ini bukan pertama kalinya mereka harus menghadapi pertarungan bersama, meskipun momen seperti ini jarang terjadi. Hidup mereka, seperti dua sungai berbeda, mengalir di jalur yang tak pernah bersinggungan kecuali saat menghadapi musuh-musuh mereka.Junjie lebih sering bergulat dengan dunia politik dan pertempuran besar di medan perang, tempat strategi dan kekuatan militer saling bertaut. Sebaliknya, Ren Hui hidup di bawah bayang-bayang duel maut, bertarung satu lawan satu dengan ahli beladiri atau murid-murid sekte lain. Dunia mereka bertolak belakang, tetapi hari ini garis nasib mempertemukan mereka kembali.“Bertarung atau kabur?” Ren Hui bertanya santai, memutar payung di tangannya dengan gerakan malas, seakan badai pasir yang mengancam itu hanyalah angin musim semi.“Menurutmu?” Junjie balas bertanya, suaranya serupa desau angin dingin yang menggugurkan daun-daun terakhir. Dia mengibaskan lengan

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ayo Kita Mulai Pertarungan Ini !

    Junjie dan Ren Hui menatap pria di belakang Liuxing. Tanpa topeng hantu, pria itu memancarkan daya tarik yang tak terduga. Wajahnya muda, tampan, seperti pualam yang dipahat sempurna oleh tangan seorang seniman."Ah, kau Yu!" seru Ren Hui tiba-tiba, suaranya melengking, penuh keterkejutan. Jarinya terulur lurus, seolah ingin memastikan bahwa yang dilihatnya nyata. Xuan Yu, asisten Peramal Ilahi yang mereka temui di tenda beberapa hari lalu, kini berdiri di barisan Pasukan Hantu Kematian.Ren Hui terkekeh kecil, menarik lengan mantel biru Junjie. "Aiyo! Kau sungguh tak pantas menjadi anggota Pasukan Hantu Kematian. Kau terlalu tampan untuk menjadi hantu." Nada bercandanya ringan, tapi matanya memancarkan kewaspadaan, seperti mata elang mengawasi mangsa.Ucapan Ren Hui memicu tawa kecil dari Zhu Ling, A Xian, Song Mingyu, bahkan Pangeran Luo. Namun, Junjie tetap diam, wajahnya seperti biasa, tanpa ekspresi berarti."Wah, pedagang arak," balas Xuan Y

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status