Share

Bertaruh Nyawa 1

Author: Aspasya
last update Last Updated: 2024-08-28 11:00:47

Keduanya kini telah berada di antara kerumunan yang melingkari dua penjudi di tengah-tengah arena judi. Keduanya berdiri di belakang Song Mingyu. Pemuda itu menoleh karena ditepuk oleh Ren Hui.

"Eh, kau kemari juga. Bukankah kau tidak tertarik dengan pertaruhan di meja judi?" Song Mingyu terkejut dengan kehadiran Ren Hui dan juga pria di sebelahnya. "Siapa dia?" Song Mingyu pun bertanya, berbisik lirih.

"Tidak bisakah kau tidak berisik?" Ren Hui bertanya pelan dan seperti biasanya memukul kepala pemuda itu dengan kipasnya.

Song Mingyu pun tersenyum meringis dan mengelus-elus kepalanya yang dipukul Ren Hui. Di melirik pria yang berdiri di sebelah Ren Hui. Seorang pria bercaping bambu dan mengenakan hanfu hitam sederhana, biasa saja. Tidak mirip dengan para penjudi yang memenuhi Pondok Dongfeng saat ini.

"Diamlah! Lihat saja dan jangan berisik." Ren Hui sekali lagi menepuk ba
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Bertaruh Nyawa 2

    Nyonya Xin tertawa pelan. Jari jemarinya perlahan bergerak menelusuri bagian leher jubah hitam yang dikenakan pria bercaping itu."Tentu saja aku tidak keberatan," bisiknya di telinga pria itu. Bisikan yang lembut dan menggoda. Kemudian dia kembali ke tengah-tengah arena judi, bertepuk keras meminta perhatian para pengunjung Pondok Dongfeng."Hari ini, Pondok Dongfeng mengadakan taruhan yang istimewa untuk melawan Tuan Muda Wei. Jika kalian berkenan ikut silakan maju kemari. Jika tidak, maka pergi tinggalkan Pondok Dongfeng sekarang!" Serunya dengan lantang.Hampir semua orang berbisik-bisik setelah mendengar ucapan lantang sang pemilik rumah judi yang terkenal dengan kecantikan dan juga kelicikannya dalam mengelola rumah judi terbesar di Kekaisaran Shenguang itu. Nyonya Xin termasyur sebagai salah satu kecantikan yang tak tertandingi sekaligus sebagai wanita paling beracun yang menawan hati para pria di kekaisaran Shengg

    Last Updated : 2024-08-28
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Melarikan Diri Dari Pondok Dongfeng 1

    Tawa Tuan Muda Wei pecah saat mendengar ucapan pria itu. Sepertinya putra penguasa kota itu sangat percaya diri akan memenangkan pertaruhan kali ini. Dia mengambil dadu yang dibawakan oleh seorang pelayan. Kemudian mengguncangnya dengan cepat.Song Mingyu memperhatikannya dengan penuh minat. Sedangkan Ren Hui bersikap santai seperti biasanya dan tentu saja sembari mengipasi wajahnya. Begitupun dengan pria itu yang masih duduk bertopang dagu, tidak terganggu dengan suara guncangan dadu yang cukup keras.Setelah beberapa lama, Tuan Muda Wei meletakkan kembali dadu yang tertutup di atas meja. Dia tersenyum menatap pria di hadapannya dan berkata,"Katakan taruhanmu Tuan."Pria itu menoleh menatap Ren Hui. Seakan-akan meminta pendapatnya. Ren Hui tersenyum kemudian membungkukkan tubuhnya dan berbisik padanya. Pria itu mendesah pelan dan kembali duduk seperti tadi."Aku bertaruh enam-enam-enam, besar," sahutnya dengan santai.Tuan Muda Wei terta

    Last Updated : 2024-08-29
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Melarikan Diri Dari Pondok Dongfeng 2

    Mereka bertiga berlari keluar dari rumah judi. Saat bertemu Tuan Ma yang kebetulan keluar dari ruang kerjanya, Ren Hui berhenti sebentar."Tuan Ma!" panggilnya dengan penuh semangat. Pria paruh baya itu menoleh dan tersenyum. Sepertinya Tuan Ma tidak mengetahui peristiwa yang terjadi dalam rumah judi barusan."Tuan Ma, aku sudah bertemu Nyonya Xin di dalam tadi. Dia bilang untuk mengambil uangnya padamu." Ren Hui berbicara dengan cepat, tetapi runtut dan jelas."Ah begitu ya! Baiklah!" Tanpa curiga, pria paruh baya itu memberikan satu kantong uang pada Ren Hui. Tentu saja dia menerimanya dengan senang hati.Sementara itu Song Mingyu dan pria yang menyebabkan mereka harus melarikan diri berhasil menyusul Ren Hui. Keduanya segera meraih tangan Ren Hui dan membawanya berlari meninggalkan Pondok Dongfeng."Terima kasih Tuan Ma!" Ren Hui berseru seraya berlari sekencang mungkin. Tuan Ma kebingungan melihatnya. Apa

    Last Updated : 2024-08-29
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Pedang Naga Langit

    Kereta berjalan perlahan-lahan, menelusuri jalan sempit di tengah hutan bambu. Sudah hampir menjelang malam saat kereta mereka keluar dari wilayah Kota Beixing. Mereka sengaja mengambil jalur pedesaan agar tidak bertemu dengan pasukan penjaga kota dan pengawal Pondok Dongfeng. "Kita beristirahat di sana!" Ren Hui menunjuk ke suatu tempat di depan, tak jauh lagi dari jalan yang mereka lalui saat ini. Song Mingyu mengangguk dan memacu kudanya agar berjalan sedikit lebih cepat. Dia sudah merasa lelah dan penat karena hampir seharian duduk di kereta. Mereka sama sekali belum beristirahat karena tidak ingin terkejar oleh para pengejar mereka. "Wah danau!" Song Mingyu bersorak girang saat tiba di tempat yang Ren Hui tunjuk tadi. Dia memarkir rumah beroda di tepi danau. Setelah melepaskan dan menambatkan kuda-kuda di tempat yang berumput tebal dan tak jauh dari tepi danau, mereka duduk beristirahat sembari menikmati pemandangan indah di sekeliling mereka. Ren Hui tidak turut turun.

    Last Updated : 2024-08-29
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Menampung Dua Pengangguran

    Ren Hui masih duduk terpaku. Ditatapnya pedang di pangkuannya tanpa berniat menyentuhnya. Setelah cukup lama hanya memandangi, dia menyentuh gagang pedang itu perlahan-lahan. Ujung jarinya menelusuri permukaan pedang yang berkilau dan tajam dengan gerakan yang luwes. Seakan-akan sudah terbiasa menggunakan pedang itu dengan lihai."Kau benar-benar tidak menginginkannya?" Junjie tiba-tiba sudah berdiri di hadapannya."Dari mana kau mendapatkan pedang ini?" Ren Hui tidak menjawab pertanyaan Junjie dan justru balik bertanya padanya. Tatapan matanya tak beralih dari pedang yang dipegangnya."Aku mendapatkannya dari seorang penjudi. Aku memenangkannya dalam sebuah pertaruhan. Menurut ceritanya, dia mendapatkan pedang ini dari pelelangan di pasar hantu di kota Yueliang." Junjie duduk di depannya di sebuah bangku kayu yang semula diduduki Song Mingyu."Sayangnya, aku sungguh-sungguh tidak membutuhkan pedang ini. Simpanlah kembali." Ren Hui memberikan peda

    Last Updated : 2024-08-30
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Seperti Hantu

    Mereka melanjutkan perjalanan setelah selesai sarapan. Kali ini Junjie yang mengusiri rumah beroda dengan ditemani Song Mingyu."Ren Hui!" Song Mingyu berteriak memanggil pria itu. Dia menoleh ke dalam rumah beroda. Tampak pria itu tengah mengaduk beras ketan yang hendak difermentasi untuk bahan utama araknya. Ren Hui hanya menoleh sekilas."Untuk apa kita mengikuti penjudi sialan ini ke Kota Yueliang?" tanyanya dengan nada kesal.Junjie hanya melirik pemuda itu dengan santai. Tidak merasa tersinggung dengan ucapan pemuda yang duduk di sebelahnya. Dia justru bersiul-siul dengan gembira. Tentu saja itu membuat Song Mingyu merasa semakin kesal padanya."Tentu saja agar dia bisa membayar hutangnya padaku," sahut Ren Hui dari dalam rumah beroda dengan santai.Dia masih sibuk mengaduk-aduk beras ketan yang sudah ditanak yang kini dicampur dengan ragi bubuk. Kemudian menutup guci berisi ber

    Last Updated : 2024-08-30
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Ren Hui Yang Galak

    Song Mingyu dan Junjie duduk berhadapan di depan meja. Junjie bertopang dagu seperti biasa, bak seorang pemalas. Sedangkan Song Mingyu menuangkan teh ke dalam cangkir."Meski tubuhnya kosong tetapi jelas dia masih memiliki refleks yang sangat bagus," gumam Junjie dalam hatinya. Dia melirik ke teras di mana sosok Ren Hui tampak dari belakang dengan jelas.Punggungnya tegak dan dia memacu kuda dengan tenang dan santai. Selintas seperti tidak ada yang berubah dari sosoknya semasa masih dikenalnya sebagai Ren Jie, sang Dewa Pedang. Sosok pemuda tampan rupawan yang menawan dengan ilmu pedang yang tinggi dan ambisi dan energi yang luar biasa."Sungguh sulit dipercaya, kini kau menjalani kehidupan seperti ini." Junjie mendesah pelan. Melirik Song Mingyu yang juga menatap Reh Hui. Entah apa yang ada di pikiran pemuda itu. Junjie hanya merasa heran bagaimana bisa pemuda itu tidak mengenali Ren Jie, sang Dewa Pedang yang sepuluh tahun lalu namanya begitu termasyur d

    Last Updated : 2024-08-30
  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Tiba Di Kota Yueliang

    Beberapa hari kemudian, setelah perjalanan yang cukup panjang, mereka tiba di kota Yueliang. Kota yang terkenal dengan Paviliun Yueliang, sebuah tempat yang setiap tahunnya mengeluarkan daftar emas, hitam dan putih. Daftar yang berisi peringkat para pendekar di Jiang Hu, orang-orang hebat dan juga para buronan."Wah kota ini jauh dari bayanganku!" Song Mingyu berseru kagum saat rumah beroda mereka perlahan memasuki perbatasan kota."Memang seperti apa yang kau bayangkan?" Junjie bertanya tanpa mengalihkan perhatiannya dari jalan yang mereka telusuri.Seperti biasanya, mereka berdua bergantian mengusiri rumah beroda. Hanya sesekali saja Ren Hui mengusirinya. Beberapa hari ini pria itu sibuk menyuling arak.Selain arak-arak yang biasa dibuatnya, kali ini dia juga membuat arak bambu hijau. Arak beras ketan berkualitas terbaik yang disulingnya dengan embun pagi yang dikumpulkannya setiap pagi dan disimpan dalam batang-batang bambu yang mereka dapatkan

    Last Updated : 2024-08-31

Latest chapter

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Aku Akan Menunggu

    Seperti yang dijanjikan Mo Shuang, keesokan harinya mereka berdua bersiap-siap untuk pergi ke Kota Es. Udara pagi begitu dingin, selapis embun membeku di atas dedaunan, sementara sinar matahari samar-samar menembus kabut tipis di sekitar pegunungan. Mo Shuang, yang tengah mengikat mantel bulunya, sesaat terdiam saat melihat Ren Hui beraktivitas seperti biasa.Semalam, pria itu bahkan kesulitan untuk berjalan lurus. Kini, seolah tidak terjadi apa-apa, langkahnya ringan dan gerak-geriknya begitu alami."Penglihatanku terkadang kabur begitu saja tanpa sebab," jelas Ren Hui santai ketika menangkap tatapan penuh selidik dari Mo Shuang.Mo Shuang hanya mengangguk. Dia tidak bertanya lebih jauh, meskipun hatinya masih dipenuhi berbagai pertanyaan. Namun, daripada menyinggung sesuatu yang mungkin membuat Ren Hui merasa tidak nyaman, dia memilih untuk menyimpannya sendiri.Menjelang siang, mereka berdua ditemani Baihua, rubah putih yang setia meninggalkan

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Aku Mencari Bunga Es Abadi

    Mo Shuang menatap Ren Hui dengan sorot mata yang sulit ditebak. Udara dingin merayapi pondok kecil mereka, tetapi kehangatan dari tungku di sudut ruangan sedikit menghalau hawa beku yang merayap di kulit. Dengan gerakan telaten, Mo Shuang mengambil sepotong bāozi, kemudian mengupas daun bambu yang membungkus zongzi isi daging, meletakkannya di atas piring tepat di hadapan pria itu.“Maaf, aku merepotkanmu,” ucap Ren Hui pelan, suaranya sarat dengan ketulusan dan sedikit rasa tidak enak hati.Mo Shuang melirik sekilas, lalu mendengus kecil. “Akan lebih merepotkan jika kau tidak mengatakan tujuanmu ke sini, bukan?” sahutnya santai, tetapi di telinga Ren Hui, nada suara wanita itu terdengar dingin, seakan menyembunyikan sesuatu di balik sikap acuhnya.Ren Hui terkekeh pelan, menghangatkan jemarinya di cangkir teh yang masih mengepul. Sepertinya, dia memang harus mengatakan dengan jujur alasan kedatangannya ke Báiyuè Shān setelah lima belas tahun berlalu.

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Tamu

    Ren Hui berdiri di ambang pintu, tatapannya tak lepas dari sosok berjubah hitam yang melangkah perlahan menuju pondok. Langkahnya ringan, seolah tak menyentuh tanah, sementara mantel hitamnya berkibar samar di bawah cahaya remang senja. Salju tipis berjatuhan, menambah kesan misterius pada sosok yang kini berhenti di depan teras.Ren Hui mengedipkan matanya, menyadari bahwa pandangannya semakin memburam. Sosok itu semakin samar, hanya bayangan kabur di dalam pandangannya yang berkabut."Ren Jie!" Suara itu terdengar, mengusik keheningan.Ren Hui tertegun. Suara itu, sangat akrab meski terdengar dingin. Sosok itu membuka tudung mantel hitamnya. Ren Hui tersenyum cerah saat mengenali sosok yang berdiri di hadapannya."Lama tak bertemu, Ren Jie sang Dewa Pedang," sapanya dengan suara setenang air yang membeku. Bahkan tidak ada seulas senyum pun di bibirnya.Senyum cerah Ren Hui semakin merekah, matanya berbinar meskipun dunia di sekelilingny

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Bayangan Hitam di Ujung Senja

    Baihua mendengking lebih keras, ekornya yang lebat melambai gelisah. Rubah putih itu duduk tegak di tengah jalan, tepat di depan Ren Hui, seolah menjadi penghalang agar tuannya tidak melangkah lebih jauh."Ada apa, Baihua?" Ren Hui berjongkok di sisinya, menepuk lembut kepala rubah itu. Bulu putihnya terasa dingin di telapak tangan. "Kalau tidak bergegas, kita akan kemalaman," lanjutnya, mendongak menatap langit. Sinar matahari kian memudar, membiaskan rona jingga samar di cakrawala yang mulai dilingkupi bayangan senja.Baihua kembali mendengking, suaranya menggema lirih di antara desir angin musim dingin. Matanya yang bening berkilau menatap Ren Hui, seolah mencoba menyampaikan sesuatu yang tak terucapkan. Ren Hui hanya tersenyum, mengusap kepala rubah itu dengan lebih lembut, lalu mengangkatnya ke dalam pelukan."Apa kau takut?" bisiknya, suaranya selembut bisikan angin. "Jangan khawatir, bukankah kita selalu bersama? Selamanya?"Rubah itu tidak

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Padang Bunga Yang Membeku

    Ren Hui menapaki jalan setapak berbatu dengan hati-hati. Angin dingin berembus perlahan, membawa aroma salju yang menggantung di udara. Di depan, Baihua berlari kecil mendahuluinya, meninggalkan jejak-jejak samar di atas salju tipis yang menutupi bebatuan. Rubah putih itu seharusnya tetap berada di tepi sungai bersama Yingying, tetapi ketika Ren Hui melangkah menyeberangi jembatan kayu tua, Baihua justru menyusulnya tanpa ragu."Baihua, setelah tiba di atas, kau harus kembali ke sungai. Temani Yingying!" seru Ren Hui.Baihua berhenti berlari, mendengking pelan seolah memprotes perintah itu. Ren Hui terkekeh. Sudah terbiasa dengan tingkah rubah putihnya yang keras kepala. Mereka kembali berjalan, melewati jalan setapak yang mulai menanjak. Batu-batu di bawah kaki mereka terasa licin, tersembunyi di balik lapisan es tipis yang nyaris tak terlihat. Ren Hui menghela napas, memusatkan perhatian pada setiap pijakannya."Baihua, tempat ini tidak banyak berubah,"

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Memulai Perjalanan Menuju Kota Es

    Mentari musim dingin baru saja menyembul dari balik awan-awan putih, menyinari lembut permukaan sungai yang mulai membeku. Kabut tipis masih melayang, menyelimuti tanah dengan hawa dingin yang menggigit.Di tepi sungai, Ren Hui duduk santai di atas batang kayu tua, meniup uap tipis dari cangkir teh jahe di tangannya. Aroma hangat jahe bercampur dengan wangi samar goji berry, lavender, madu dan chamomile, menenangkan pikirannya. Baihua, rubah putih berbulu lembut, meringkuk di dekat kakinya. Sesekali mengibaskan ekor, tampak menikmati kedamaian pagi itu.Tak jauh dari tempatnya duduk, sebuah keranjang bambu berisi bekal tertata rapi di atas rerumputan yang mulai tertutup embun beku. Hari ini, dia akan memulai perjalanannya menuju Kota Es, tempat yang hingga kini hanya dianggap legenda oleh penduduk setempat.Suara nyaring memecah ketenangan pagi, menggema di antara dahan pohon yang tertutup salju. "Ren Hui!" Dari teras rumah beroda, Yingying memanggilnya de

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Tiba Di Kota Embun Beku

    Musim berlalu seakan berkejaran dengan waktu. Guguran daun kemerahan musim gugur telah lama tertiup angin, menyertai perjalanan rumah beroda yang bergerak perlahan menuju Báiyuè Shān. Kini, saat salju tipis turun menutupi tanah, musim dingin hampir merampungkan masanya. Rumah beroda milik Ren Hui tetap berjalan tertatih-tatih, menembus rintik salju hingga mencapai kaki pegunungan.Di tengah perjalanan panjang ini, berbagai kabar besar telah berlalu begitu saja—termasuk eksekusi Liuxing dan bahkan mangkatnya Ibu Suri. Namun, roda nasib terus berputar, membawa mereka semakin jauh dari masa lalu.Di Kota Yanyang, kota terakhir sebelum pendakian ke Báiyuè Shān, rumah beroda melaju pelan. Langit kelabu menaungi kota yang namanya memiliki makna "embun beku," membingkai perhentian terakhir sebelum mereka menapaki jalur menuju Kota Es, tempat yang konon hanya ada dalam legenda.Di depan rumah beroda, seorang pria bermantel putih duduk mengemudikan kendaraan sederh

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Berbagai Kabar Berita

    Beberapa bulan berlalu, dan keadaan di Kekaisaran Shenguang perlahan kembali stabil. Permaisuri Wu masih duduk di tahtanya, tetapi kekuatan keluarganya telah menyusut drastis. Salah satu pukulan terbesar adalah eksekusi Wu Zhengting, penguasa Kota Chunyu sekaligus adik kandung Permaisuri Wu. Dengan kejatuhan ini, pengaruh keluarga Wu dalam pemerintahan kian meredup, seolah-olah musim semi baru tengah bersemi di dalam istana.Di sisi lain, Nona Muda Pertama Chao, Chao Ping, kembali ke ibu kota dalam keadaan selamat. Namun, ia tidak berusaha memperbaiki perjanjian pertunangannya dengan Chu Wang. Ia hanya datang mengunjungi Perdana Menteri Kiri sebagai seorang sahabat lama."Perjalanan ke Hóngshā telah membuka mata dan hatiku. Hidup tidak hanya berputar pada cinta dan pasangan hidup. Aku telah melihat banyak hal, dan semua itu mengubah cara pandangku," katanya pelan. Ada keteguhan dalam suaranya, seolah ia telah menemukan arah hidup yang lebih luas dari sekadar status

  • Kembalinya Sang Dewa Pedang   Janji

    Pagi itu, suasana di dalam rumah beroda terasa hangat oleh aroma teh dan sisa hidangan sarapan. Cahaya matahari menerobos masuk melalui celah jendela, menciptakan bayangan lembut di lantai kayu yang berderit setiap kali seseorang bergerak. Setelah beberapa saat menikmati keheningan pagi, Wei Xueran akhirnya membuka pembicaraan dengan nada tegas, "Yang Mulia Pangeran Yongle, aku diminta Raja An Bang dan Chu Wang untuk membawamu dan Tuan Muda Song kembali ke ibukota."Junjie tetap tenang, meniup permukaan tehnya agar tidak terlalu panas sebelum menyeruputnya perlahan. Sementara itu di seberangnya, Song Mingyu menatapnya sejenak sebelum melirik Wei Xueran dengan alis sedikit terangkat. Keraguan terlihat jelas di wajahnya, seperti seseorang yang berharap mendapat jawaban berbeda."Haruskah aku ikut?" tanyanya akhirnya, suara datarnya menyamarkan harapan kecil dalam hatinya.Wei Xueran menyeringai, menikmati momen itu seolah ia baru saja menang dalam

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status