Home / Fantasi / Kembalinya Sang Dewa Pedang / Pertarungan Di Menara Tianxia

Share

Kembalinya Sang Dewa Pedang
Kembalinya Sang Dewa Pedang
Author: Aspasya

Pertarungan Di Menara Tianxia

Kota Tianxia, Kekaisaran Shenguang tahun ke-20 Tianjian

Di atas menara kota Tianxia, dua orang jagoan pedang berdiri saling berhadapan. Ren Jie, Dewa Pedang dari sekte Pedang Langit, menatap tajam ke arah lawannya. Di hadapannya, Wang Jiang, putra penguasa Kota Tianxia yang dijuluki sebagai Raja Pedang, memegang pedangnya dengan penuh keyakinan.

Angin malam berhembus lembut, membawa aroma bunga plum yang mekar di sekitar menara. Suara gemerisik daun terdengar samar, seolah menjadi saksi bisu dari pertarungan yang akan segera dimulai. Di bawah sinar bulan yang pucat, kedua pedang itu berkilauan, mencerminkan tekad dan ambisi pemiliknya.

"Ren Jie, sudah lama aku menantikan saat ini," kata Wang Jiang dengan suara rendah namun penuh determinasi. "Hari ini, kita akan menentukan siapa yang layak menyandang gelar Raja Pedang di Shenguang."

Ren Jie hanya tersenyum tipis. "Aku tidak pernah menginginkan gelar itu, Wang Jiang. Aku datang ke Tianxia untuk mencari jawaban atas kematian guruku dan masalah yang menimpa sekte kami. Namun, jika ini yang kau inginkan, aku akan melayanimu," sahutnya santai tanpa tekanan.

Wang Jiang hanya tersenyum sinis menanggapi ucapannya. Dia bergerak lebih dahulu menyerang Ren Jie. Pertarungan keduanya tidak dapat dihindari lagi.

Kedua pedang beradu dengan kecepatan yang luar biasa, menciptakan percikan api di udara. Gerakan mereka begitu cepat dan lincah, seolah-olah mereka menari di atas angin. Setiap serangan dan pertahanan dilakukan dengan presisi yang sempurna, menunjukkan keahlian mereka yang luar biasa dalam seni pedang.

Menara itu bergetar hebat saat mereka bertarung, hingga akhirnya terbelah menjadi dua bagian. Debu dan puing-puing beterbangan, menambah dramatis suasana pertarungan. Orang-orang yang menyaksikan pertarungan itu berhamburan menyelamatkan diri.

Sedangkan di sisi lain, Penguasa Kota, Tuan Wang Lei menatap menara itu dengan cemas. "Semua bermula dari surat tantangan itu," gumamnya lirih. Dia mengkhawatirkan putranya juga kotanya.

"Maafkan saya, hingga kini saya belum mendapatkan informasi mengenai pengirim surat tantangan itu, Tuan." Bawahannya melaporkan dengan hati-hati.

Tuan Wang Lei, tercenung. Dia masih menatap menara yang perlahan-lahan ambruk dan terbelah dua bagian. "Aiyo!" keluhnya seraya menepuk jidatnya. "Hitung kerugiannya dan aku akan menagih Sekte Pedang Langit untuk biaya perbaikannya," titahnya pada sang bawahan.

"Baik Tuan!" Tong Fai, bawahannya mengangguk dan segera mengambil sempoanya. Dengan cekatan dia menghitung dan mencatat.

Di menara yang kini terbelah menjadi dua bagian, Ren Jie dan Wang Jiang terus beradu pedang dengan semangat yang tak tergoyahkan. Namun, saat mereka mengeluarkan jurus andalan masing-masing, tiba-tiba mereka merasakan sesuatu yang aneh.

Tubuh mereka mulai melemah, dan pandangan mereka kabur. "Apa yang terjadi?" tanya Ren Jie dengan suara serak.

Wang Jiang mengerutkan kening. "Kita diracuni!" jawabnya dengan nada marah. "Seseorang telah menggunakan senjata rahasia untuk meracuni kita."

Ren Jie melirik dengan mata elangnya yang tajam, sekilas dilihatnya bayangan hitam yang melompat dan menghilang di balik sinar bulan. "Di sana," bisiknya pelan. Wang Jiang menatap arah yang dimaksud Ren Jie.

Dengan sisa-sisa tenaga yang mereka miliki, mereka mengejar sosok misterius yang telah meracuni mereka hingga ke hutan di luar kota Tianxia.

"Berhenti!" Wang Jiang mengacungkan pedangnya pada sosok yang mengenakan pakaian dan cadar serba hitam itu.

Sedangkan Ren Jie mencoba untuk mengenalinya. Namun, sama sekali tak terlintas bayangan dalam benaknya mengenai sosok yang tetap tenang meski berhadapan dengan dua jagoan pedang terhebat di Jianghu saat ini.

Sosok itu berhenti dan menatap mereka berdua di balik cadar hitamnya. Dia tersenyum sinis di balik cadarnya. Tiba-tiba saja dia bergerak cepat menyerang mereka berdua.

Pertarungan hebat kembali terjadi di hutan yang sepi dan suram. Karena Ren Jie maupun Wang Jian terkena racun, keduanya tidak mampu berbuat banyak. Selain memang ilmu beladiri sosok itu di atas mereka berdua.

"Wang Jiang!" Ren Jie menangkap tubuh pemuda yang terkena sabetan pedang sosok itu. "Racun itu melemahkan tenaga dalam kita, ini jebakan!" gumam Wang Jiang seraya memegang pedangnya.

"Bertahanlah! Aku akan menghadapinya!" Ren Jie kembali bersiap menyerang sosok misterius itu. Dia terus menyerang meski tubuhnya semakin melemah dan dia jatuh tersungkur di tanah. Ren Jie terjatuh ke tanah, darah mengalir dari luka-lukanya.

"Ehm, kalian pikir bisa menang menghadapiku?" Sosok itu berucap sinis. Dia mengayunkan pedangnya bersiap menghabisi Ren Jie. Namun, Wang Jiang dengan sisa tenaganya menghadang serangan itu dan membuatnya tewas seketika.

"Wang Jiang!" Ren Jie berteriak histeris. Sayang, dia tidak bisa berbuat banyak. Tubuhnya pun terluka parah, ditambah dengan efek racun membuatnya benar-benar tak berdaya.

"Matilah kalian berdua!" Sosok itu menatap keduanya dengan sepasang mata kelam sehitam malam. Kemudian dia pergi meninggalkan mereka berdua begitu saja.

"Wang Jiang," gumam Ren Jie lirih. Dia merangkak pelan berusaha meraih tangan Wang Jian.

Meski kerap terlibat pertarungan, tetapi mereka bukanlah bermusuhan secara pribadi. Mereka pernah begitu dekat, bersahabat sekaligus berseteru memperebutkan julukan sebagai Raja Pedang nomor satu di Jianghu.

"Wang Jiang." Ren Jie meraih tangan pemuda seusianya itu, menggenggamnya erat-erat. Air mata perlahan mengalir di pipinya.

Terbayang kembali akan masa lalu mereka saat mereka masih sangat muda. Tahun-tahun terbaik yang pernah dilaluinya bersama dengan sesama jagoan pedang, seperti Wang Jiang.

Pandangannya semakin kabur, dan kesadarannya perlahan menghilang. Sebelum benar-benar tak sadarkan diri, dia berjanji dalam hati untuk menemukan pelaku di balik semua ini dan membalas dendam atas kematian Wang Jiang dan gurunya.

Di tengah hutan yang sunyi, hanya suara angin yang berhembus lembut menemani Ren Jie yang terbaring tak berdaya di samping Wan Jiang yang sudah tak bernyawa. Malam itu, langit Tianxia dipenuhi bintang-bintang yang berkilauan, menjadi saksi atas dua jagoan pedang yang terperdaya dalam kematian.

Comments (7)
goodnovel comment avatar
Tasya Panjaitan
mantap yahhhhh
goodnovel comment avatar
Nathan Ryuu
wkwkwkwk perhitungan sekali tuan kotanya :"v sori aku malah ngakak wkt dia ngitung kerugiannya, tor :"v sempoa manaaa sempoaaa
goodnovel comment avatar
Rai Seika
keren, mendebarkan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status