Ronald menggigit lembut daun telinga Rachel sambil berkata dengan suara menggoda."Ye, siapa juga yang pengin!" Rachel menghindari bibirnya, "Awas sana, aku mau baca buku.”“Tadi siapa yang buru-buru ngusir anak-anak? Siapa yang buru-buru turun dari kasur, ngunci pintu?” Ronald menggigit lagi kuping Rachel, “masih bilang nggak pengin, hem?”“Nggak, aku beneran nggak mau!”Rachel hendak kabur, tapi kakinya ditarik oleh pria itu. Rachel terjepit di bawahnya.Sedetik kemudian, ciuman Ronald menyerang dengan penuh gairah, dari helai rambut hingga ujung jari kaki. Tubuh Rachel seperti teraliri listrik, sensasi yang lembut membuatnya melayang, pikirannya menjadi kabur, dan nalurinya mendominasi.Di saat-saat kritis, Ronald tiba-tiba berhenti. Suara Ronald kembali terdengar di telinga Rachel, “Coba bilang, kamu mau, apa nggak?”Suara yang seksi dan merdu itu terdengar penuh godaan mematikan.Rachel sudah sama sekali tak bisa berpikir jernih. Dia merangkul leher pria itu, dengan naluriahnya b
Sinar mentari menyapa lembut, menghangatkan udara musim hujan yang dingin. Rachel mengenakan pakaian berbahan rajut dengan luaran berwarna krem. Dia terlihat sangat anggun dan berkelas. Akan tetapi, perban di pipi kanan dan kirinya membuat nilai penampilan Rachel jadi sedikit berkurang.Ronald menghentikan mobilnya tepat di depan kediaman keluarga Adijaya. Dia berkata lembut, “Nanti kalau sudah mau selesai, kabari aku, ya. Aku ke sini lebih dulu jemput kalian.”“Dah, Papa.”“Sampai ketemu, Pa.”“Papa jangan lupa jemput kami, ya.”Setelah berpamitan dengan Ronald, keempat anak itu menggandeng tangan Rachel memasuki vila keluarga Adijaya. Vila keluarga Adijaya bergaya klasik tradisional. Sinar matahari sendu membuat vila terasa sangat tenang.Para pelayan sudah menunggu di pintu. Mereka menyambut kedatangan Rachel dan anak-anak."Rachel!" Hendo langsung keluar setelah mendengar suara sapaan pelayan. Dia sangat bersemangat, kedua tangannya tergenggam erat, terlihat sangat gugup."Pak He
Hendo mengurungkan kalimatnya. Mungkinkah menyukai kaligrafi dan lukisan akan membuat Rachel merasa Hendo tidak semangat menjalani hidup? Bagaimana jika Rachel jadi tidak suka kepada Hendo?Hendo diam sejenak, kemudian mengalihkan pembicaraan, “Saya senang mengkaji pasar seni lukis. Beberapa tahun yang lalu, saya koleksi sejumlah karya seni klasik. Berhasil jual dengan untung tiga kali lipat sebulan yang lalu.”Keuntungan tiga kali lipat itu Hendo gunakan untuk menekan berita tentang Rachel di daftar berita populer.“Kakek Hendo suka melukis, nggak?” tanya Darren, “aku suka banget melukis,” lanjutnya. “Wah, kamu suka melukis?” Mata Hendo membesar, berkata, “Habis makan, coba lukis buat Kakek, ya. Kakek mau lihat.”Darren dengan bangga mengangkat dagunya dan berkata, "Tentu saja aku bisa. Aku juara satu loh pas lomba melukis di sekolah."Hanya saja, karena Eddy dan Michael sangat cerdas, tidak ada orang yang peduli pada kemampuan melukis Darren. Karena jika dibandingkan dengan kemamp
Rachel kembali ke balkon ruang tamu. Dia melihat lukisan Darren. Sebuah lukisan bunga teratai layu di musim dingin. Goresan kuasnya masih kurang matang, tapi feel-nya sudah terasa. Rachel tidak mengganggu Darren, dia duduk di samping Darren tanpa suara.Waktu dengan cepat berlalu. Tak terasa sudah lebih dari pukul tiga sore. Lukisan Darren sudah hampir selesai. Terdengar suara mesin di halaman depan vila. Hendo tenggelam dalam kekagumannya terhadap bakat melukis Darren. Dia sama sekali tidak memperhatikan situasi di luar. Rachel memalingkan kepalanya. Dia melihat seorang remaja turun dari mobil hitam. Itu adalah Zico. Rachel teringat gosip para pembantu tadi. Untuk menjaga “rahasia” Rachel, Zico rela mundur dari persaingan pewaris Adijaya Group. Rachel mendekati Zico.Saat Zico naik tangga, dia melihat sesosok orang yang tidak seharusnya berada di sana. Zico terkejut kemudian berkata, "Kamu ngapain di sini?"Rachel juga sedikit kaget. Hendo mengundangnya dan anak-anak makan siang,
Zico diam. Sebenarnya siapa yang membuat marah siapa? Zico bahkan sudah dikatai bodoh tadi.Rachel berkata datar, “Pak Hendo tahu kenapa Zico menyerah di pemilihan pewaris keluarga?”Hendo sedikit tidak mengerti, “Kok malah ngomongin ini?”Meskipun Hendo menyayangkan keputusan Zico, keadaannya sudah terlanjur begini. Toh, tidak mengapa meski tidak ikut dalam perebutan ahli waris. Rachel menjelaskan, “Hanna mengancam Zico dengan kabar miringku, memaksa Zico menyerah.”Hendo sedikit tak percaya dengan apa yang dia dengar, berkata, “Zico, Papa kira kamu nggak mau terima Rachel sebagai kakakmu. Ternyata kamu melakukan hal sebesar ini demi kakakmu. Papa nggak nyangka ….”Rachel diam. Bukankah seharusnya poin terpentingnya adalah tentang hak pewaris? Kenapa malah ke arah sana. Pola pikir ayah dan anak ini memang sedikit aneh. Zico sedikit kesal, “Pa, aku takut kabar miring dia mempengaruhi nama baik keluarga kita.”“Orang luar ‘kan nggak tahu kalau Rachel sebenarnya adalah anggota keluar
Sudah jam lima sore ketika mereka pulang dari rumah keluarga Adijaya. Sepanjang jalan, Darren tak henti-hentinya bercerita. Dia sangat antusias. “Kata Kakek Hendo aku berbakat melukis, loh. Terus juga kata Kakek, misalkan lukisanku dibandingkan dengan lukisan anak seluruh negara, pasti tidak akan kalah.”“Kakek Hendo juga bilang, setiap minggu dia akan meluangkan waktu untuk mengajariku melukis. Mama boleh nggak temanin aku ke sana tiap minggu?”Rachel mengelus wajah Darren, kemudian berkata, “Melukis itu membosankan, loh. Bukan cuma senang-senang sesaat saja. Kamu benaran mau terus belajar melukis?”Darren mengangguk kencang, “Mama, aku pasti bisa kayak Michelle, setiap hari latihan melukis.”“Hebat!” Rachel tertawa lembut, “Besok Mama bawa kamu ke pasar beli peralatan dan kertas lukis profesional, ya. Hari ini kamu istirahat dulu.”“Wah, terima kasih, Mama.” Darren mengajak adiknya bermain. Rachel mengenakan celemek, kemudian pergi ke dapur. Ronald sudah membuatkannya sarapan tadi
Rachel melirik Ronald sekilas. Ronald berpikir sejenak, kemudian membuka laptop di ruang kerjanya dan membuka proyektor CCTV ke dinding. CCTV itu merekam sebuah ruangan seperti sebuah ruangan hotel, namun juga tidak terlalu mirip kamar hotel. Ruangan itu gelap, jendelanya kecil. Terlihat sesak. Di bawah sinar redup itu, terlihat bayangan seorang pria. Dia mengenakan jubah mandi putih longgar. Sebatang rokok dijepit di antara jari-jarinya. Pria itu menunjukkan sikap malas dan lemah.Catherine mengecilkan pupil matanya dengan kaget, "Rendy ...."Sebelum Catherine selesai berbicara, dua orang wanita yang berpakaian acak-acakan muncul di layar. Kedua wanita itu mendekati Rendy, satu di sisi kiri dan satu di sisi kanan, meraba-raba dan menciuminya.Catherine membeku, "Rachel, jangan terlalu berlebihan!"Rachel tertawa kecil, "Aku berlebihan? Apanya terlalu berlebihan? Rendy hampir membunuh suamiku, dan kamu menghapus ingatan suamiku. Kami hanya membuat Rendy kehilangan kebebasannya. Cob
Mereka kembali ke kamar utama, Ronald masih menutup matanya. Rachel membantu memijat pelipis Ronald dengan minyak esensial, mendampinginya dengan penuh kehangatan. Hingga larut malam pukul sebelas, barulah pria itu perlahan membuka mata."Rachel, aku sudah ingat semuanya sekarang. Mulai dari usiaku dua, tiga tahun, hingga hari aku diculik sebulan yang lalu. Setiap kenangan itu sudah kembali." Ronald memegang tangan Rachel sambil berkata, "Akhirnya aku ingat gimana kita ketemu."Rachel menyentuh belakang kepala Ronald, bertanya, "Kepala kamu masih sakit?"Pria itu menggeleng, "Kepalaku malah terasa ringan sekali setelah ingatan itu kembali.""Baguslah kalau begitu." Rachel merasa senang, kemudian berkata, "Sekarang sebaiknya kamu segera beresin orang-orang di Tanjaya Group itu, aku agak khawatir."Ekspresi Rendy di layar hari ini masih menghantui Rachel. Dia merasa Rendy tidak akan tinggal diam."Rachel, urusan Tanjaya Group buat aku gampang sekarang. Sekarang aku cuma pengin bilang ter