Mereka kembali ke kamar utama, Ronald masih menutup matanya. Rachel membantu memijat pelipis Ronald dengan minyak esensial, mendampinginya dengan penuh kehangatan. Hingga larut malam pukul sebelas, barulah pria itu perlahan membuka mata."Rachel, aku sudah ingat semuanya sekarang. Mulai dari usiaku dua, tiga tahun, hingga hari aku diculik sebulan yang lalu. Setiap kenangan itu sudah kembali." Ronald memegang tangan Rachel sambil berkata, "Akhirnya aku ingat gimana kita ketemu."Rachel menyentuh belakang kepala Ronald, bertanya, "Kepala kamu masih sakit?"Pria itu menggeleng, "Kepalaku malah terasa ringan sekali setelah ingatan itu kembali.""Baguslah kalau begitu." Rachel merasa senang, kemudian berkata, "Sekarang sebaiknya kamu segera beresin orang-orang di Tanjaya Group itu, aku agak khawatir."Ekspresi Rendy di layar hari ini masih menghantui Rachel. Dia merasa Rendy tidak akan tinggal diam."Rachel, urusan Tanjaya Group buat aku gampang sekarang. Sekarang aku cuma pengin bilang ter
“Lompat!”Terdengar suara aneh di kepala Rachel. Rachel ingin melawan, tapi tak bisa. Pipi kanan Rachel juga terasa sangat sakit. Seperti baru saja dipukul dengan sangat keras. Setengah wajahnya terasa tersayat-sayat. Jika saja melompat membuat rasa sakitnya berkurang sedikit, Rachel bersedia melakukannya. Rachel menggenggam pagar dingin di depannya, kemudian hendak melompat melewati pagar. “Rachel!” Ronald terkejut, jantungnya terasa mau copot. Dia segera meraih Rachel, memeluknya erat, “Jangan bikin aku takut, Rachel.”Ronald menggendong Rachel dengan tangan besarnya, lalu membawa Rachel ke masuk dalam. Ronald segera mengunci jendela balkon. Suhu hangat ruangan terasa di dalam kamar, tapi Rachel justru menggigil kedinginan. Rachel perlahan membuka matanya menatap Ronald, “Tadi kenapa?”Ronald menatap Rachel serius, “Tadi kamu tiba-tiba ke balkon, hampir saja melompat.”“Aku … lompat?” Rachel tercengang. Dia berusaha mengingat apa yang terjadi, tapi pikirannya kosong. Rachel sama s
Dokter membuka perban di wajah Rachel. Lukanya sudah menutup, tidak perlu lagi ditutup dengan perban.Rachel berkaca, melihat luka di wajahnya. Sebenarnya luka itu tidak seburuk yang Rachel bayangkan, bagian kiri sedikit lebih baik. Rachel menyentuh pelan bagian wajah kanannya, tidak terasa sesakit tadi malam. Rachel bertanya, “Wajah kananku terkadang terasa sangat sakit, tapi yang kiri tidak, Dok. Ini kenapa, ya?”Dokter memeriksa luka Rachel dengan seksama, dan berkata, “Luka di bagian kanan lebih besar dan lebih dalam, sepertinya tumbuh daging. Mungkin itu lah mengapa yang kanan jadi terasa sakit terkadang. Jangan sering dipegang, ya. Supaya tidak infeksi.”“Apa nggak ada cara lain supaya nggak sesakit itu, Dok?” Rachel kembali bertanya. Kejadian seperti tadi malam sepertinya terjadi setelah wajah sebelah kanan terasa sangat sakit, kemudian otak terasa kosong.Ronald juga bertanya, “Bisa kasih pereda nyeri, Dok?”Dokter memberi saran, “Pereda nyeri biasanya hanya untuk pasien deng
"Pantas saja Ronald selingkuh. Lihat wajahnya saja jijik. Nggak heran lah Ronald mau cerai.""Benar juga. Masalah perceraian Rachel dan Ronald kapan hari itu gimana? Kok nggak ada kabar lagi?""Sebelum wajah Rachel rusak ‘kan Ronald sudah selingkuh. Sekarang wajah Rachel begitu, sudah pasti mereka bakal cerai.”"Cowok itu makhluk visual. Mana terima wajah istrinya rusak.”Melihat komentar-komentar aneh di internet, Rachel tersenyum tipis dan mematikan ponselnya. Rachel tidak habis pikir, dirinya yang bukan siapa-siapa, mengapa bisa jadi berita utama hanya karena hal sepele seperti ini?Sepertinya dia juga harus menggunakan masker saat keluar seperti Ronald. Ronald yang sedang menyetir bertanya, "Ada apa?""Netizen bilang wajahku hancur. Suamiku sudah nggak mau lagi, minta cerai," kata Rachel bercanda.Tapi siapa sangka, pria itu justru berkata dengan serius, "Rachel, dengar baik-baik. Aku nggak akan pernah nggak mau sama kamu, nggak akan pernah ninggalin kamu. Aku juga akan pernah cera
Empat anak itu saling memandang.Air mata muncul di mata Darren, dia mengusap hidungnya dan berkata, "Aku pikir Mama hanya luka sedikit, kenapa sampai begitu?""Mama pasti sedih banget …," kata Michelle dengan murung.Dia seorang gadis yang juga menyukai kecantikan dan penampilan. Michelle merasa Mamanya juga pasti sama.Jika wajahnya hancur, Michelle pasti akan sedih. Bahkan mungkin akan menangis setiap hari .... Mamanya mungkin juga sudah menangis, hanya saja tidak menangis di hadapan mereka berempat."Gimanapun wajah Mama berubah, dia tetap Mama kita," kata Michael dengan tenang, "Kalian jangan nunjukkin ekspresi seperti ini di depan Mama, ya. Nanti bisa-bisa Mama kira kita ngejek Mama."Darren segera mengusap air matanya, "Oke, aku nggak akan nangis. Aku akan sambut Mama dengan senang."Eddy menggigit bibir, kemudian berkata, "Michelle, kamu punya mainan dandan-dandanan?"Michelle mengangguk, "Iya, Nenek waktu itu beliin aku."Nenek membelikan semua mainan yang biasa disukai anak p
“Mama, kali ini kami ngumpetnya hebat, kan. Papa sama Mama berdua saja masih nggak bisa menemukan kami!” kata Michelle.Eddy dan Michael keluar dari tempat persembunyian mereka di belakang tirai, dan Rachel spontan tertawa melihatnya. Dulu mereka berdua tidak akan mau memainkan permainan anak kecil seperti ini, tapi sekarang mereka tidak keberatan bermain bersama Darren dan Michelle.Ketika cahaya dari luar jendela menyinari wajah mereka, Rachel terkejut ketika melihat ada dua bekas luka di wajah anak-anaknya. Bekas luka itu jelas terlihat hanya riasan yang dibuat dari lipstik merah dan dilapisi lagi dengan perona mata agar lukanya terlihat dalam.“Mama, ini Michelle yang bikin. Kakak bilang dandanan luka begini lagi populer banget di internet. Gimana, bagus, nggak?” tanya Darren.Anak-anak pasti melihat berita yang ada di internet, makanya mereka memiliki ide untuk menggambar bekas luka di wajah mereka. Beruntung sekali Rachel memiliki anak-anak yang begitu baik dan pengertian. Tiba-t
Berbeda dengan ekspresi Darren dan Michelle yang terlihat kebingungan, Eddy dan Michael justru terlihat tenang seakan-akan mereka sudah menduga itu dari awal.“Kalau mau dijelasin bakal ribet. Pokoknya, Hendo itu papa kandungnya Mama. Jadi, lain kali kalian panggil dia dengan panggilan ‘Kakek’ saja.”“Hore, akhirnya aku punya kakek!” seru Darren bahagia.Darren sangat membenci Shania dan tidak sudi memanggil Sandi dengan sebutan “Kakek”. Dia sudah pernah bertemu dengan Hendo beberapa kali, dan Hendo memperlakukan Rachel dengan sangat baik.“Sekarang aku punya Mama, Papa, tiga orang kakak, Nenek, Kakek Hilmi, dan sekarang aku punya kakek kandung juga. Senangnya!” kata Michelle.“Kamu juga masih punya Om Zico,” ujar Rachel.Michael menyadari senyuman yang ada di wajah ibunya tidak terlihat seperti dibuat-buat. Tampaknya Rachel menerima kehadiran keluarga Adijaya dan tidak merasa terbebani untuk berhubungan dengan mereka. Michael hanya khawatir apakah mungkin mereka mau mengaku sebagai ke
“Ayo kita coba dulu bajunya,” kata Rachel.pegawai toko membawakan sebuah rak yang penuh dengan berbagai macam gaun. Di antaranya ada dua pasang yang dibuat khusus untuk Rachel. Yang pertama adalah tassel dress berwarna merah muda, dan yang satu lagi adalah lace dress berwarna putih salju. Kedua gaun tersebut memiliki satu persamaan. Mereka sama-sama tertutup tanpa sedikit pun memperlihatkan bagian lengan dan kaki. Alih-alih untuk orang dewasa, kedua gaun ini malah terlihat ditujukan kepada remaja yang baru berusia sekitar 18 sampai 19 tahun. Sepertinya di mata setiap orang tua, yang namanya anak perempuan akan selamanya terlihat seperti gadis kecil.Rachel membawa kedua gaun itu masuk ke dalam ruang ganti. Sekilas, kedua gaun tersebut memang terlihat simpel, tapi sebenarnya sangat rumit karena memiliki banyak lapisan kain sehingga terlihat antik tapi tetap memberikan kesan elegan. Rachel sampai harus menghabiskan waktu hampir sepuluh menit hanya untuk mengenakan gaun tersebut di badan