Setelah Rachel berkata akan memutus segala hubungan dengan keluarga Hutomo, Rachel memang tak pernah lagi memperhatikan apa pun tentang keluarga itu. Selain itu, Rachel memang bukan bagian dari keluarga Hutomo. “Shania dilecehkan di penjara,” ujar Rima sambil menghela napas, “setengah bulan yang lalu kabar kehamilannya tersebar. Baru saja Shania hamil, dia malah dipaksa aborsi oleh orang-orang itu. Tubuh Shania rusak, kejiwaannya juga jadi nggak begitu normal. Dengar-dengar dia gila. Sudah masuk rumah sakit jiwa.”Rachel menutup mulutnya. Saat ini, perasaannya juga sedikit kacau. Dulu, dia memang pernah menganggap Shania sebagai adik kandungnya sendiri. Akan tetapi, pada saat dia berumur delapan belas, hubungan Rachel dan Shania retak. Retakan itu pecah pada malam Rachel melahirkan anaknya. Dia membenci Shania selama empat tahun, bahkan pada satu titik, Rachel begitu gelap hati sampai dia berharap bisa menabrak Shania dengan mobilnya .... Namun, setelah Eddy dan Darren kembali ke
Setelah kembali ke keluarga Tanjaya, Rachel menceritakan hal tentang keluarga Adijaya kepada Ronald. Ronald memeluk Rachel, kemudian berbisik di telinganya, “Anak siapa pun kamu, kamu tetap adalah istriku. Nggak ada yang akan bisa mengubah fakta ini.”Maksud lainnya adalah, Ronald sama sekali tidak peduli siapa ayah Rachel. Berasal dari keluarga mana pun dia, bahkan meski adalah yatim sekali pun, Ronald tetap akan mencintai Rachel setulus hati. Rachel bersandar pada dada bidang Ronald, kemudian berkata, “Hendo mengajakku makan di rumah keluarga Adijaya besok. Aku mau ke sana, sekalian cari tahu apa yang sebenarnya terjadi antara mamaku sama Hendo.”“Aku temani, ya.” Ronald merangkul Rachel dengan erat. “Nggak usah, aku bawa anak-anak saja.” Rachel memegang wajah Ronald, “Rendy mungkin kehilangan kebebasannya, tapi masih banyak orang yang masih setia sama dia di Suwanda. Kamu harus bersikap hati-hati dengan orang-orang ini. Jangan terlalu jelas menunjukkan kepedulianmu sama aku." J
Ronald menggigit lembut daun telinga Rachel sambil berkata dengan suara menggoda."Ye, siapa juga yang pengin!" Rachel menghindari bibirnya, "Awas sana, aku mau baca buku.”“Tadi siapa yang buru-buru ngusir anak-anak? Siapa yang buru-buru turun dari kasur, ngunci pintu?” Ronald menggigit lagi kuping Rachel, “masih bilang nggak pengin, hem?”“Nggak, aku beneran nggak mau!”Rachel hendak kabur, tapi kakinya ditarik oleh pria itu. Rachel terjepit di bawahnya.Sedetik kemudian, ciuman Ronald menyerang dengan penuh gairah, dari helai rambut hingga ujung jari kaki. Tubuh Rachel seperti teraliri listrik, sensasi yang lembut membuatnya melayang, pikirannya menjadi kabur, dan nalurinya mendominasi.Di saat-saat kritis, Ronald tiba-tiba berhenti. Suara Ronald kembali terdengar di telinga Rachel, “Coba bilang, kamu mau, apa nggak?”Suara yang seksi dan merdu itu terdengar penuh godaan mematikan.Rachel sudah sama sekali tak bisa berpikir jernih. Dia merangkul leher pria itu, dengan naluriahnya b
Sinar mentari menyapa lembut, menghangatkan udara musim hujan yang dingin. Rachel mengenakan pakaian berbahan rajut dengan luaran berwarna krem. Dia terlihat sangat anggun dan berkelas. Akan tetapi, perban di pipi kanan dan kirinya membuat nilai penampilan Rachel jadi sedikit berkurang.Ronald menghentikan mobilnya tepat di depan kediaman keluarga Adijaya. Dia berkata lembut, “Nanti kalau sudah mau selesai, kabari aku, ya. Aku ke sini lebih dulu jemput kalian.”“Dah, Papa.”“Sampai ketemu, Pa.”“Papa jangan lupa jemput kami, ya.”Setelah berpamitan dengan Ronald, keempat anak itu menggandeng tangan Rachel memasuki vila keluarga Adijaya. Vila keluarga Adijaya bergaya klasik tradisional. Sinar matahari sendu membuat vila terasa sangat tenang.Para pelayan sudah menunggu di pintu. Mereka menyambut kedatangan Rachel dan anak-anak."Rachel!" Hendo langsung keluar setelah mendengar suara sapaan pelayan. Dia sangat bersemangat, kedua tangannya tergenggam erat, terlihat sangat gugup."Pak He
Hendo mengurungkan kalimatnya. Mungkinkah menyukai kaligrafi dan lukisan akan membuat Rachel merasa Hendo tidak semangat menjalani hidup? Bagaimana jika Rachel jadi tidak suka kepada Hendo?Hendo diam sejenak, kemudian mengalihkan pembicaraan, “Saya senang mengkaji pasar seni lukis. Beberapa tahun yang lalu, saya koleksi sejumlah karya seni klasik. Berhasil jual dengan untung tiga kali lipat sebulan yang lalu.”Keuntungan tiga kali lipat itu Hendo gunakan untuk menekan berita tentang Rachel di daftar berita populer.“Kakek Hendo suka melukis, nggak?” tanya Darren, “aku suka banget melukis,” lanjutnya. “Wah, kamu suka melukis?” Mata Hendo membesar, berkata, “Habis makan, coba lukis buat Kakek, ya. Kakek mau lihat.”Darren dengan bangga mengangkat dagunya dan berkata, "Tentu saja aku bisa. Aku juara satu loh pas lomba melukis di sekolah."Hanya saja, karena Eddy dan Michael sangat cerdas, tidak ada orang yang peduli pada kemampuan melukis Darren. Karena jika dibandingkan dengan kemamp
Rachel kembali ke balkon ruang tamu. Dia melihat lukisan Darren. Sebuah lukisan bunga teratai layu di musim dingin. Goresan kuasnya masih kurang matang, tapi feel-nya sudah terasa. Rachel tidak mengganggu Darren, dia duduk di samping Darren tanpa suara.Waktu dengan cepat berlalu. Tak terasa sudah lebih dari pukul tiga sore. Lukisan Darren sudah hampir selesai. Terdengar suara mesin di halaman depan vila. Hendo tenggelam dalam kekagumannya terhadap bakat melukis Darren. Dia sama sekali tidak memperhatikan situasi di luar. Rachel memalingkan kepalanya. Dia melihat seorang remaja turun dari mobil hitam. Itu adalah Zico. Rachel teringat gosip para pembantu tadi. Untuk menjaga “rahasia” Rachel, Zico rela mundur dari persaingan pewaris Adijaya Group. Rachel mendekati Zico.Saat Zico naik tangga, dia melihat sesosok orang yang tidak seharusnya berada di sana. Zico terkejut kemudian berkata, "Kamu ngapain di sini?"Rachel juga sedikit kaget. Hendo mengundangnya dan anak-anak makan siang,
Zico diam. Sebenarnya siapa yang membuat marah siapa? Zico bahkan sudah dikatai bodoh tadi.Rachel berkata datar, “Pak Hendo tahu kenapa Zico menyerah di pemilihan pewaris keluarga?”Hendo sedikit tidak mengerti, “Kok malah ngomongin ini?”Meskipun Hendo menyayangkan keputusan Zico, keadaannya sudah terlanjur begini. Toh, tidak mengapa meski tidak ikut dalam perebutan ahli waris. Rachel menjelaskan, “Hanna mengancam Zico dengan kabar miringku, memaksa Zico menyerah.”Hendo sedikit tak percaya dengan apa yang dia dengar, berkata, “Zico, Papa kira kamu nggak mau terima Rachel sebagai kakakmu. Ternyata kamu melakukan hal sebesar ini demi kakakmu. Papa nggak nyangka ….”Rachel diam. Bukankah seharusnya poin terpentingnya adalah tentang hak pewaris? Kenapa malah ke arah sana. Pola pikir ayah dan anak ini memang sedikit aneh. Zico sedikit kesal, “Pa, aku takut kabar miring dia mempengaruhi nama baik keluarga kita.”“Orang luar ‘kan nggak tahu kalau Rachel sebenarnya adalah anggota keluar
Sudah jam lima sore ketika mereka pulang dari rumah keluarga Adijaya. Sepanjang jalan, Darren tak henti-hentinya bercerita. Dia sangat antusias. “Kata Kakek Hendo aku berbakat melukis, loh. Terus juga kata Kakek, misalkan lukisanku dibandingkan dengan lukisan anak seluruh negara, pasti tidak akan kalah.”“Kakek Hendo juga bilang, setiap minggu dia akan meluangkan waktu untuk mengajariku melukis. Mama boleh nggak temanin aku ke sana tiap minggu?”Rachel mengelus wajah Darren, kemudian berkata, “Melukis itu membosankan, loh. Bukan cuma senang-senang sesaat saja. Kamu benaran mau terus belajar melukis?”Darren mengangguk kencang, “Mama, aku pasti bisa kayak Michelle, setiap hari latihan melukis.”“Hebat!” Rachel tertawa lembut, “Besok Mama bawa kamu ke pasar beli peralatan dan kertas lukis profesional, ya. Hari ini kamu istirahat dulu.”“Wah, terima kasih, Mama.” Darren mengajak adiknya bermain. Rachel mengenakan celemek, kemudian pergi ke dapur. Ronald sudah membuatkannya sarapan tadi