“Kamu tahu nggak betapa bahagianya aku saat tahu kalau kamu adalah perempuan di malam itu lima tahun yang lalu?” Sudut bibir Ronald melengkung, mengulum seulas senyum.Begitu melihat senyum di wajah Ronald, Rachel merasa Ronald yang seperti itu sama seperti anak-anaknya. Senyum di wajah pria itu sangat polos. Sorot matanya juga penuh dengan ketulusan. Rachel pun percaya setiap kata yang pria itu ucapkan.“Saat aku tahu aku adalah papa dari anak-anakmu, kamu adalah mama dari anak-anakku, tiba-tiba aku merasa aku sangat beruntung.” Mata Ronald tertuju pada wajah Rachel, “Rachel, takdir kita sudah dimulai lima tahun yang lalu. Tapi, aku sudah kehilangan beberapa tahun. Aku nggak mau kehilangan waktu bersamamu lagi. Rachel, aku suka sama kamu. Aku mencintaimu. Ka-kamu ....”Ronald tiba-tiba berhenti bicara. Namun, itu justru membuat Rachel menjadi semakin gugup. Dia tanpa sadar menahan napasnya saat menunggu apa yang akan Ronald katakan selanjutnya.Namun, tangan Ronald yang memegang lenga
“Nggak tahu,” jawab Darren yang mulutnya penuh dengan makanan. “Aku belum lihat Papa sejak aku bangun.”Eddy menelan makanan di mulutnya dulu baru berkata, “Di perusahaan ada banyak urusan yang harus ditangani. Papa mungkin sudah pergi ke perusahaan untuk menangani bisnisnya.”Hilmi berkata sambil tersenyum, “Hari ini hari Sabtu. Pak Ronald nggak perlu ke kantor.”Eddy mengerutkan kening, “Kakek Hilmi serius?”Meskipun karyawan perusahaan tidak perlu pergi bekerja pada akhir pekan, ayahnya tetap bekerja 365 hari setahun tanpa libur. Terutama karena akhir-akhir ini banyak hal di perusahaan yang perlu diselesaikan. Oleh karena itu, ayahnya pasti terburu-buru untuk menangani urusan di perusahaan.“Tentu saja benar.” Hilmi lanjut berkata, “Pak Ronald sudah atur kegiatan untuk kalian berempat. Setelah kalian selesai sarapan, aku akan antar kalian ke sana.”“Kegiatan apa?” tanya Darren yang penasaran.“Den Eddy, Den Darren dan Den Michael akan pergi ke tempat tes IQ.”Begitu mendengar jawaba
Di sebuah alun-alun di Kota Suwanda. Beberapa staf sedang menyiapkan tempat dengan bersungguh-sungguh.Alun-alun tersebut telah berubah menjadi lautan bunga yang terlihat romantis. Kelopak mawar merah muda bertaburan di tanah. Di kedua sisinya ada bunga lili yang sudah mekar. Di ujung jalan yang bertaburan kelopak bunga itu ada sebuah bentuk hati yang terbuat dari mawar merah.Banyak orang yang lewat berhenti untuk melihat.“Wah, bunganya banyak banget. Benar-benar cantik!”“Cantik sih cantik. Tapi kalian nggak merasa menyatakan perasaan dengan cara seperti ini sudah sangat kuno?”“Memang agak kuno, sih. Sepertinya banyak pria suka menggunakan cara kuno ini untuk menyatakan perasaannya.”Raut wajah Ronald yang tidak jauh dari sana berangsur-angsur menjadi gelap. Dia telah mencari di internet sepanjang malam. Akhirnya, dia pun memutuskan untuk menggunakan cara ini.Karena cara ini paling banyak disukai. Kalau memang sudah kuno, mengapa banyak orang yang masih menyukai cara ini? Apakah s
Rachel duduk di sofa sambil membaca dokumen perusahaannya. Namun, dia tidak bisa membaca dengan fokus. Dia terus melirik jam tangannya. Detik demi detik berlalu. Sebentarnya lagi waktu yang dijanjikan akan tiba. Rachel pun menjadi semakin gugup.Tepat saat ini, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Dia sangat terkejut sehingga dia spontan duduk tegak. Setelah menarik napas dalam-dalam, dia baru membuka pesan itu.“Maaf, Rachel. Ada urusan tiba-tiba hari ini. Aku akan jemput kamu nanti. Tapi aku nggak yakin jam berapa.”Hati Rachel seketika dipenuhi dengan rasa kecewa. Meskipun dia merasa gugup, dia harus mengakui kalau dia juga menantikan kencan hari ini. Dia ingin tahu apa yang akan Ronald katakan padanya. Sepertinya, sudah ditakdirkan untuk tidak tahu.Rachel mengerutkan bibirnya dan membalas pesan itu, “Kebetulan aku juga ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Kita ketemunya nanti saja.”Setelah Rachel mengirim pesan itu, dia pun menghela napas tak berdaya. Awalnya dia tidak peduli denga
Rachel membawa Melvin ke hotel di sebelah bar. Reihan yang sedang duduk di dalam mobil sport di dekat pintu masuk bar tersenyum sinis.Ternyata seperti ini perempuan yang membuat Ronald jatuh cinta. Di belakang Ronald, perempuan itu malah pergi ke hotel dengan pria lain. Kalau Ronald tahu dirinya diselingkuhi oleh perempuan itu, ekspresi Ronald pasti akan sangat lucu.Reihan mengeluarkan ponselnya dan mengambil banyak foto punggung Rachel dan Melvin. Namun, lima menit kemudian, Reihan memasang raut wajah dingin sambil menghapus semua foto itu. Karena Reihan melihat Rachel keluar dari hotel sendirian. Setelah Rachel membawa Melvin ke hotel, dia membuka pintu mobil dan masuk ke dalam mobilnya. Dia harus berpikir baik-baik apakah habis ini dia akan pulang atau pergi ke perusahaan.Setelah mempertimbangkan cukup lama, Rachel memutuskan untuk pergi ke rumah Ronald lebih dulu. Anak-anak seharusnya sudah pulang. Rachel mengencangkan sabuk pengamannya lalu menyalakan mesin mobil.Mobil Rachel
“Ronald, aku ingin dengar yang sebenarnya. Jangan bohong sama aku. Aku sudah dewasa, aku bisa terima apa pun masalahnya.”“Maaf, Rachel. Aku nggak melindungi putri kita dengan baik. Tapi kamu nggak perlu khawatir. Aku sudah mengunci lokasinya. Sebentar lagi aku akan temukan dia.”Rachel mengerutkan bibirnya, “Oke. Kalau ada kabar, kamu harus langsung beri tahu aku.”Usai berkata, Rachel menutup telepon dan menatap Reihan yang sedang duduk di dalam mobil, “Kamu suruh orang untuk culik putriku?”“Jangan kasar begitu, dong. Aku hanya ajak gadis kecil itu main ke tempatku.” Reihan memasang senyum aneh di wajahnya, “Kalau dia patuh, maka nggak akan terjadi apa-apa.”Rachel mengepalkan tangannya dengan erat. Maksud dari kata-kata Reihan adalah kalau Michelle tidak patuh, maka mungkin akan terjadi sesuatu.Michelle lahir tanpa ayah. Dia didiagnosis menderita autisme saat berusia dua tahun. Gadis kecil itu hidup di dunianya sendiri selama bertahun-tahun. Jika Michelle merasa terancam dan ketak
Raut wajah Ronald sontak menjadi muram. Dia melihat senyum polos dan cerah di wajah Michelle. Sorot matanya yang tajam perlahan melembut. Namun, tiba-tiba tubuh pria itu mematung.Bagaimana Rachel bisa tahu kalau Michelle menghilang? Siapa yang memberitahunya? Selain itu, nada bicara Rachel saat di telepon tadi jelas ada yang janggal.Pada saat Ronald mengangkat telepon dari Rachel, dia hanya fokus dengan keselamatan Michelle. Namun, dia lupa bertanya pada Rachel ada apa dengannya. Ronald segera mengeluarkan ponselnya untuk menelepon Rachel, tapi tidak ada yang menjawab.Setelah menelepon tiga kali berturut-turut, tetap saja tidak ada yang mengangkat telepon. Saat Ronald menelepon lagi, ponsel Rachel sudah dimatikan.“Ada apa, Ron? Kenapa kamu kelihatan panik begitu?” tanya Farah dengan cemas.“Aku masuk jebakan Rendy dengan mengalihkan perhatianku. Terjadi sesuatu pada Rachel,” tukas Ronald dengan penekanan.“Apa?” Wajah Farah langsung memucat, bibirnya pun bergetar, “Nggak, nggak mun
“Mengalihkan perhatian kita? Kenapa Kakek Hilmi mau mengalihkan perhatian kita?” Daren menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan ekspresi bingung di wajahnya.Eddy hanya menatapnya dalam diam. Di wajahnya seakan tertulis kalimat, “Sudah bilang kamu bodoh masih saja nggak percaya. Sekarang kamu sudah percaya, kan?”Darren, “....”Mobil segera berhenti di depan rumah keluarga Tanjaya. Michael orang pertama yang membuka pintu dan turun dari mobil. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruang tamu. Alisnya seketika semakin berkerut, “Michelle mana? Kok masih belum pulang juga?”Hilmi berkata sambil tertawa pelan, “Bu Farah bawa Non Michelle ke kebun binatang. Mungkin agak lama baru pulang.”Baru saja Hilmi selesai berkata, sebuah mobil berhenti di depan rumah. Farah keluar dari mobil sambil menggendong Michelle.Darren bergegas pergi untuk menyambut mereka, “Michelle, aku kangen banget sama kamu. Lain kali aku akan ikut kamu ke mana pun kamu pergi. Aku nggak akan pergi tes IQ lagi.”