“Den Darren, apa yang kamu lakukan?” Hilmi melihat pemandangan di depannya sambil tercengang, matanya pun terbelalak lebar.“Sssttt!” Darren cepat-cepat menarik Hilmi dan berjongkok di bawah bayang-bayang rumput.“Kakek Hilmi, tolong jangan beri tahu Papa, oke?”Hilmi melihat obeng di tangan Darren, lalu melihat ban mobil yang kempis, “Den Darren, kamu tahu apa yang sudah kamu lakukan?”“Tentu saja aku tahu.” Darren mengangguk dengan cepat, “Tujuanku sama seperti Kakek yang bujuk mamaku untuk minum.”Hilmi, “....”Hilmi sudah melakukannya secara diam-diam. Bagaimana Darren bisa mengetahuinya?“Kakek, karena tujuan kita sama, bagaimana kalau kita bekerja sama?” Darren mengedipkan matanya, lalu mengeluarkan obeng lain dari sakunya dan menyerahkannya pada Hilmi, “Tusuk ban mobil Papa juga. Dengan begitu, Mama nggak ada mobil untuk pulang.”Hilmi membayangkan dirinya dihukum berdiri oleh Ronald. Dia sudah sangat tua, karena itu dia benar-benar tidak boleh kehilangan muka. Oleh karena itu,
Ronald tersenyum dengan kikuk. Seandainya bukan karena kesalahan Darren justru membuatnya merasa sangat puas, dia pasti sudah menyuruh anak itu berdiri dalam postur tegak setidaknya selama dua jam.“Dia anakku, bagaimana aku tega hukum dia?” Ronald berkata dengan tidak tulus, “Selama empat tahun ini, aku terlalu sibuk dengan pekerjaan dan lalai mendisiplinkan mereka. Kalau aku ada salah, kamu katakan saja padaku.”Rachel agak terkejut. Pria itu merendahkan dirinya hingga begitu rendah. Hal itu membuat Rachel sama sekali tidak tahu harus berkata apa. Ronald bersedia membiarkan Eddy dan Darren tinggal di rumah Rachel. Ronald bersedia mendengar pendapatnya tentang mendidik anak-anak. Pria itu selalu menghormatinya.Sebaliknya, Rachel cemburu dan khawatir ketika melihat Michelle terlalu dekat dengan Ronald. Saat pria itu mengusulkan agar anak-anak tinggal di rumah keluarga Tanjaya, Rachel langsung menolak tanpa berpikir.Rachel bahkan berpikir suatu hari nanti, dia akan diam-diam membawa a
Darren menghitung kelebihan ayahnya dengan jarinya. Ronald meletakkan kepalan tangannya di bibir dan berdehem, “Cukup, kamu bisa diam sekarang. Ada beberapa hal yang nggak perlu kamu katakan dengan jelas.Rachel, “....”Ada apa ini? Apakah Ronald merasa semua yang dikatakan Darren itu benar? Mengapa Rachel tidak merasa kalau pria itu menyukainya? Mungkin Ronald sedikit menyukainya, tapi mungkin lebih ke aspek itu. Bagaimanapun, pria itu tidak pernah menyembunyikan ketertarikannya pada tubuh Rachel.Rachel berdehem, lalu berkata, “Darren, ban mobil Mama bocor. Apakah masalah ini ada hubungannya sama kamu?”Darren spontan menggelengkan kepalanya dengan cepat, “Bukan aku! Nggak ada hubungannya sama aku.”Tubuh Ronald seketika memancarkan aura dingin. Begitu Rachel meliriknya, Ronald segera menarik kembali aura dinginnya itu dan mengambil beberapa langkah ke samping.“Darren, Mama mau dengar kata-kata yang sebenarnya,” ujar Rachel dengan serius. “Sekalipun kamu yang melakukannya, Mama juga
Sudahlah Hilmi melakukan hal itu, sekarang Darren malah mengadukannya kepada Rachel dan Ronald. Hilmi merasa sudah kehilangan muka.“Sebenarnya ... aku nggak sengaja tumpahkan debu ke tempat tidur.” Hilmi menggosok hidungnya dengan kikuk, lalu berkata, “Sudah malam, aku mau tidur, istirahat dulu. Huh ... sudah tua, sudah nggak kuat begadang.”Pria tua itu berjalan pergi sambil menghela napas. Kemudian, dia masuk ke kamarnya dan menutup pintu rapat-rapat.Rachel, “....”Rachel tiba-tiba mengerti mengapa Hilmi melakukan hal itu. Dia sungguh ... tidak tahu harus berkata apa lagi.“Pa, aku main sama Kak Eddy dan yang lainnya dulu, ya.” Darren melepaskan diri dari Rachel dan bergegas pergi ke lantai atas. Di ruang tamu, hanya tersisa Rachel dan Ronald yang saling memandang satu sama lain.Beberapa detik kemudian, Rachel berdiri dan berkata, “Pak Hilmi sudah tidur, semua pelayan sudah pulang. Aku bantu kamu rapikan kamar saja.”Ronald awalnya ingin berkata tidur di kamar lain sama saja bagin
Rachel mengira pintu tertutup karena tiupan angin. Namun, begitu dia melihat raut wajah Ronald yang gelap, dia seketika memahami sesuatu. Rachel pun berjalan ke depan pintu dan menarik pegangan pintu itu. Benar saja, pintu dikunci dari luar.“Papa, Mama, malam ini kalian berdua tidur bareng, ya.”Rachel mendengar suara tawa Darren di balik pintu. Rachel tersenyum, lalu berkata, “Darren, sayang. Cepat buka pintunya.”“Aku nggak dengar apa-apa. Sepertinya ada yang salah dengan telingaku. Kak Eddy, cepat bantu aku korek telingaku.”Darren berkata sambil melarikan diri. Sesaat kemudian, tidak terdengar apa-apa lagi di depan pintu kamar. Rachel merasa pusing. Darren benar-benar nakal. Dia baru saja hendak menelepon Michael agar anak itu membukakan pintu untuknya. Tiba-tiba, Ronald memegang tangannya.Kemudian, pria itu berkata dengan suara serak, “Kalau kita nggak penuhi keinginan Darren kali ini, ke depannya dia akan cari segala cara setiap hari untuk buat kita tidur sekamar. Daripada kita
Rachel mengatupkan bibir merahnya, lalu melihat ke arah Ronald yang sedang berbaring di sofa melalui dinding kaca kamar mandi yang buram. Karena mereka akan tidur sekamar, maka dia tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan bagus ini. Rachel ingin melihat apakah ayah dari anak-anaknya itu benar-benar seorang pria sejati.Oleh karena itu, Rachel keluar dari kamar mandi. Kemudian, dia bertanya dengan tenang, “Aku nggak bawa baju ganti hari ini. Aku boleh pakai bajumu dulu, nggak?”Ronald bangun dan berjalan ke lemari pakaiannya. Begitu dia membuka pintu lemari, dia langsung mencium bau tak sedap. Untung saja, itu bukan satu-satunya lemari pakaian di dalam kamarnya.Ronald membuka lemari kecil lainnya, lalu mengambil sehelai kemeja putih. Setelah itu, dia menyerahkannya kepada Rachel dan berkata, “Kamu bisa jadikan ini sebagai gaun tidur. Pakai dulu malam ini. Besok aku akan suruh orang antarkan baju untuk kamu.”“Terima kasih.”Rachel mengambil kemeja itu dan kembali ke kamar mandi. Sementara
Rachel turun dengan pengering rambut di tangannya. Begitu turun, dia melihat mata Ronald yang gelap sedang menatapnya dengan lekat.Rachel mengerutkan bibirnya, lalu berkata dengan tenang, “Pak Ronald mau mandi? Kalau begitu aku akan keringkan rambutku di luar.”Ronald berusaha menekan perasaan gelisah yang terus meluap di dalam hatinya. Kemudian, dia berkata dengan suara dinginnya, “Rambutmu terlalu panjang. Aku bantu kamu keringkan rambutmu.”Tanpa mengatakan apa pun, Rachel langsung menyerahkan pengering rambut kepada Ronald dan duduk di kursi dengan patuh. Ronald mengusap rambut Rachel dengan jari-jarinya, lalu mengeringkannya pelan-pelan dengan pengering rambut.Ronald tidak terlalu mahir melakukan hal semacam ini. Namun, gerakannya sangat ringan. Seolah-olah dia takut menyakiti Rachel. Dia memperlakukan setiap helai rambut Rachel dengan sangat baik.Sementara itu, Rachel mengatupkan bibirnya dan diam membisu. Tiba-tiba dia merasa dirinya agak jahat. Bisa-bisanya dia menggunakan c
Michael berdiri di depan pintu dan memperhatikan semua dekorasi di dalam kamar. Tiba-tiba ada perasaan hangat mengalir di dalam hatinya. Semua perabotan di dalam kamar itu sama persis dengan yang di rumahnya. Warna spreinya sama, gordennya juga sama. Bahkan warna karpetnya juga sama persis. Hanya saja, ada beberapa barang tambahan yang tidak ada di rumahnya. Tidur di kamar tidur ini seharusnya tidak membuatnya merasa asing sampai tidak bisa tidur.Hal ini juga cukup untuk menunjukkan kalau keluarga Tanjaya benar-benar memikirkan Michael. Oleh karena itu, Ronald sebenarnya sangat peduli padanya dan Michelle.Michael mengangkat wajahnya dan berkata, “Terima kasih, Kak Eddy.”Eddy tersenyum, “Aku kakakmu. Mulai sekarang kamu nggak perlu bilang terima kasih lagi padaku. Ayo, kita tidurkan Michelle dulu.Keempat anak berada di dalam kamar Michelle dan membaca cerita sebelum tidur. Suasana begitu harmonis dan tenang. Sedangkan di kamar tidur utama juga sudah sunyi senyap.Rachel minum sedik