Sedangkan harga Heart of the Ocean, hampir senilai 200 miliar. Seharusnya benda itu tidak dipakai oleh orang ini. Apa mungkin barang palsu?Zico menekan semua keraguan yang terbesit dalam hatinya, dia tersenyum lembut, kemudian berkata, "Pakai gaun ini seharusnya dipadukan dengan anting dan gelang seperti ini. Gimana menurutmu? Suka nggak?” Zico menyerahkan dua kotak berharga tersebut kepada Ivone.Ivone tercekat.Sudah diberi gaun, sekarang Ivone malah diberi perhiasan? Apakah pria ini, jatuh cinta padanya pada pandangan pertama? Ivone membuka kotaknya. Seketika dia terpesona oleh kilauan berlian di dalamnya. Ivone menelan ludah, dengan tidak percaya berkata, “Anting ini kelihatannya mewah banget, pasti harganya paling tidak dua miliar ya?"Zico diam, "...."Dua miliar mungkin hanya cukup untuk membeli satu dari berlian kecil di anting tersebut. Dengan tenang Zico menjawab, “Kurang lebih begitu.” "Ini terlalu bagus," Ivone buru-buru mendorong kotak itu kembali. “Pak Zico
Ivone berjalan masuk.Dia mengenakan gaun yang berkilauan, anting berlian di telinganya, Heart of the Ocean menggantung di lehernya, dan gelang dengan kualitas yang sangat bagus di pergelangan tangannya. Ivone terlihat sangat mempesona.Terutama matanya, terlihat sangat bersinar.Wajahnya memerah, sesekali menahan tawa. Kemolekan yang dimiliki gadis muda ditampilkan dengan sempurna olehnya. Ivone baru menyadari ada orang di ruang tamu, dia segera meredakan senyumnya dan terbatuk pelan, "Kakak, Kak Rashel, kenapa kalian liatin aku kayak gitu?Jecson mengerutkan keningnya, "Kok kamu dandan kayak gitu? Dari mana kamu?""Nggak kemana-mana, kok."Ivone menundukkan kepalanya dengan rasa bersalah.Dia bisa menyelinap ke ruang pesta dan bertemu dengan pria sempurna itu karena Ivone telah mencuri undangan Rashel."Ivone, kamu dandan kayak gini, pergi ke mana?" Jecson sedikit sakit kepala, "Aku harus jelasin gimana sama tante?""Lah, aku 'kan nggak ngapa-ngapain. Emang kakak mau jelasin apa?"
Wanita yang ada di depan matanya ini, tampak begitu familiar ...Dia berpikir keras, menyerupai siapa ya, siapa ya ... Meskipun staf resepsionis itu berusaha keras mengingat-ingat, tetapi dia tetap tidak dapat mengenali wanita tersebut. Sementara itu, Randi sudah berjalan mendekat, dengan sopan berkata, "Bu Rashel, datangnya pagi sekali." "Datang lebih pagi supaya masalahnya lebih cepat selesai, Pak," balas Rashel sambil terus berjalan.Rashel berjalan di depan. Randi mengikutinya dari belakang dengan ekspresi penuh rasa hormat. Staf resepsionis tampak tercengang. Bagi banyak orang, posisi Randi setara dengan posisi direktur.Bahkan para CEO perusahaan lain memberikan penghormatan khusus saat bertemu dengannya. Namun sekarang, Randi tampak begitu hormat pada seorang wanita. Hal ini benar-benar mengejutkan.Randi mengantarkan Rashel langsung ke lantai paling atas dan mempersilahkan dia masuk ke ruang tunggu. "Bu Rashel, silakan duduk sebentar. Saya akan segera memanggil Direktur U
Rashel duduk di ruang tunggu sembari menikmati kopi yang baru saja diberikan kepadanya. Rasanya sangat cocok dengan selera Rashel. Dari sisi meja, dia bisa melihat matahari pagi di Suwanda yang perlahan meninggi. Cahaya keemasan menyinari seluruh kota. Refleksi dari gedung-gedung pencakar langit membuat pemandangan di sana terlihat begitu megah.Pintu ruang tamu terbuka.Rashel menaruh cangkir kopi dan berdiri dengan senyum tipis, "Selamat pagi, Pak Ronald." Ronald menatapnya dalam diam.Cahaya pagi jatuh tepat di wajah Rashel, membuat setiap detail di wajahnya tampak jelas. Sisa-sisa rambutnya yang tidak disisir jatuh di sekitar telinganya. Ada dua helai rambut yang menempel di bibirnya.Ronald ingin mengulurkan tangan dan menyisir rambutnya yang tersangkut, tetapi Ronald khawatir akan membuat Rashel takut."Pagi, Bu Rashel." Ronald duduk di sofa, "Mari kita ngobrol tentang proyek kolaborasi terbaru kita."Rashel menghela napas lega.Tadi, mata pria itu sempat menjadi sayu selama
"Pak Ronald!" Rashel mundur beberapa langkah, "Tolong jangan bercanda seperti ini.""Saya nggak bercanda," Ronald memandang Rashel dengan tatapan sangat tajam, "Bu Rashel, saya panggil kamu Rachel saja, ya. Rachel, nggak apa-apa, 'kan?"Rashel ingin sekali berkata bahwa dia keberatan. Sangat keberatan.Akan tetapi, saat melihat mata hitam pria di depannya itu, kata-katanya seketika tertelan kembali.Rashel tiba-tiba merasa panik. Jantungnya berdebar sangat kencang. "Pa- Pak Ronald. Kayaknya saya masih ada urusan yang harus diselesaikan. Saya pergi dulu!"Rashel segera pergi dengan membawa tasnya. Dia kelihatan seperti orang yang sedang kabur dari sesuatu. Jari-jari Ronald dengan pelan mengusap dagunya, sudut bibirnya perlahan bergerak naik membentuk lengkungan.Meskipun Rachel mengalami amnesia, tapi dia bukannya tidak memiliki perasaan terhadap Ronald. Setiap kali Rachel berada di dekat Ronald, Rachel sering kali kehilangan kendali.Rachel-nya, masih tetap Rachel empat tahun yang l
Ivone tampak feminin mengenakan gaun merah muda tanpa bahu.Dia sedikit menundukkan kepalanya, pipinya memerah, tampak sedikit malu.Ivone mengikuti Zico ke dalam kafe, keduanya duduk berseberangan. Ivone bahkan tidak berani menatap mata Zico, dia menunduk dan mengeluarkan kotak kado di tangannya dan memberikannya kepada Zico, "Pak Zico, ini hadiah yang aku pilihkan buat kamu. Semoga suka,"Zico membeku.Dia sangat tidak menyangka jika wanita ini akan memberinya hadiah juga.Zico sebenarnya ingin menolaknya, tetapi dia tidak bisa menemukan alasan untuk menolak ....Ditambah lagi, dia juga masih punya cukup banyak hadiah. Jika Zico menolaknya, dia tidak akan bisa menjelaskan pada Darren jika nanti Nona Rolando ini juga menolak hadiahnya."Terima kasih," ujar Zico sembari meletakkan kotak yang dia terima di meja. Ivone berkata sambil mengejapkan mata, "Kamu nggak mau lihat dulu barang yang aku kasih?"Jantung Zico berdebar saat melihat tatapan seperti itu darinya.Dia berdehem dan meng
Dia tiba-tiba teringat akan kata-kata Rashel bahwa semua hadiah yang diberikan secara kebetulan pasti mengandung unsur misteri. Apa yang harus dia persembahkan untuk mendapatkan ini semua ....Apakah dia mampu menanggungnya?Ivone menatap pria di depannya, "Kak Zico, kenapa kamu selalu memberiku hadiah? Aku ingin tahu alasan sebenarnya."Pertanyaan itu membuat Zico membeku.Dia sungguh tak tahu harus menjawab bagaimana. Namun, melihat keteguhan di mata gadis muda itu, dia hanya sanggup mencari alasan untuk berdalih, "Pas pesta malam itu, aku nggak tega aja lihat cewek kesusahan. Kalau hari ini, aku merasa barang-barang ini cocok buat kamu."Mata Ivone berbinar, "Berarti, Kak Zico sengaja beliin ini semua buat aku?""Bukan aku sendiri yang beli ...," Zico mengatakan sedikit kebenarannya, "Orang lain yang beli, kamu nggak perlu terima kasih sama aku."Ivone berpikir, mungkin asisten atau sekretarisnya yang membeli. Tetapi Zico juga perlu memerintahkannya baru orang-orang itu akan membe
Rashel melirik kotak-kotak hadiah yang semuanya berasal dari merek mewah internasional yang terkenal.Nilai kado-kado ini setidaknya ada empat sampai enam miliar.Dia benar-benar tidak tahu apa yang membuat Ivone pantas mendapatkan hal seperti itu.“Yang jelas, keluarga Adijaya bukan keluarga miskin. Pria itu sangat murah hati dalam mengeluarkan uang, gerak-geriknya juga sangat anggun saat sedang makan, seperti seorang pangeran yang keluar dari lukisan. Dia nggak mungkin orang jahat.” Ivone berkata, “Ini urusan pribadiku. Jangan terlalu mengkhawatirkannya. Ngomong-ngomong, di mana Kak Jecson? Dia pergi ke mana?”Ivone cepat-cepat mengubah topik pembicaraan. Karena, kalau ditanya terus, dia juga tidak tahu apa-apa.Entah kenapa, dia merasa panik dalam hati. Dia tidak ingin kebahagiaan yang datang tiba-tiba ke hidupnya ini tiba-tiba hancur ….Rashel menggerakkan bibirnya dan berkata, “Kakak sedang sibuk dengan pekerjaannya dan akan pulang nanti.”Saat ini, Jecson berada di kantor sebuah