Angin malam menyapu padang rumput saat Li Shan dan Mei Hua terus bergerak menuju barat, mengikuti kabar tentang Klan Naga Merah.
Di kejauhan, cahaya dari perkampungan kecil mulai terlihat. Mereka berhenti di sebuah dataran tinggi yang menghadap ke desa tersebut, mengamati dari kejauhan. Desa itu tampak sepi, dengan hanya beberapa rumah yang masih terlihat terang. Namun, di pusat desa, ada sebuah bangunan besar dengan bendera merah berkibar di atasnya. “Itu pasti markas Klan Naga Merah,” kata Mei Hua, matanya tajam menatap ke arah bangunan. Li Shan mengangguk, tetapi ia merasa sedikit ragu. “Aku tidak tahu apakah kita bisa mempercayai mereka. Klan Naga Merah dikenal sebagai aliran yang keras dan tidak kenal ampun.” Mei Hua tersenyum samar. “Terkadang kita harus mengambil risiko. Mereka adalah satu-satunya sekutu yang mungkin kita temukan untuk melawan Sekte Tiga Langit. Lagipula, kita tidak punya pilihan lain.” Mereka turun menuju desa dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang memperhatikan gerakan mereka. Ketika mereka mendekati pintu masuk desa, dua penjaga bertubuh kekar menghadang. Salah satu dari mereka menatap Li Shan dan Mei Hua dengan curiga. “Siapa kalian, dan apa tujuan kalian di sini?” tanya penjaga itu dengan suara berat. “Kami datang untuk bertemu dengan ketua Klan Naga Merah,” jawab Li Shan dengan tegas. “Kami membawa pesan penting.” Penjaga itu saling pandang dengan temannya, kemudian mengangguk. “Tunggu di sini.” Setelah beberapa saat, seorang lelaki paruh baya dengan jubah merah gelap keluar dari gerbang utama. Wajahnya tegas dan penuh wibawa. Dia adalah Xie Rong, wakil ketua Klan Naga Merah, yang terkenal dengan strategi perangnya yang tak kenal belas kasihan. “Katakan apa yang kau bawa untuk Klan Naga Merah,” katanya tanpa basa-basi. Li Shan melangkah maju, menatap langsung ke mata Xie Rong. “Kami datang dari Gunung Tianzhu. Pertarungan besar telah terjadi di sana, dan Batu Langit telah memilih penerusnya. Sekte Tiga Langit sedang bergerak untuk menguasai dunia persilatan, dan mereka tidak akan berhenti sampai semua aliran tunduk pada kekuasaan mereka.” Xie Rong tetap tenang, meskipun matanya mengamati Li Shan dengan cermat. “Batu Langit? Jadi, rumor itu benar. Tidak kusangka, anak dalam ramalan itu nyata, bukan hanya cerita fiktif yang selalu diagung-agungkan para pendekar.” Xie Rong berhenti tertawa, menatap Li Shan dengan penuh pertimbangan. Setelah beberapa saat, dia mengangguk pelan. “Baiklah. Aku akan membawamu menemui ketua kami, tapi ingatlah ini, pemuda. Klan Naga Merah bukanlah sekte yang mudah dipermainkan. Jika kau berbohong atau punya niat tersembunyi, kau tidak akan meninggalkan tempat ini hidup-hidup.” Mereka diantar masuk ke dalam markas besar Klan Naga Merah. Interiornya penuh dengan bendera merah dan emas, serta lambang naga yang terukir di dinding. Di pusat ruangan, di atas panggung kayu besar, duduk seorang lelaki tua dengan jubah merah yang lebih gelap dari yang lain. Wajahnya penuh kerut, namun matanya masih menyala dengan semangat dan kekuatan yang tak tergoyahkan. “Ini adalah Luo Jian, ketua Klan Naga Merah,” kata Xie Rong dengan suara hormat. “Berbicaralah dengan hati-hati.” Li Shan dan Mei Hua membungkuk hormat. “Ketua Luo Jian, kami datang untuk meminta bantuanmu. Dunia persilatan sedang dalam bahaya besar. Sekte Tiga Langit berusaha menguasai semuanya, dan mereka bersekutu dengan Zhao Ming dari Sekte Angin Timur.” Luo Jian menatap mereka dengan tajam. “Aku sudah mendengar tentang gerakan Sekte Tiga Langit. Mereka memang ambisius. Namun, kenapa aku harus percaya pada kalian? Apa jaminannya bahwa kalian tidak datang sebagai mata-mata?” Li Shan merasakan ketegangan di ruangan itu. Dia tahu bahwa Klan Naga Merah terkenal dengan kecurigaan mereka, tetapi dia harus tetap tenang. “Aku tidak peduli. Aku hanya datang untuk mencari kebenaran seputar Sekte Tiga Langit dan Guru Zhao Ming.” “Jadi, kau sudah tahu tentang itu?” Luo Jian mengelus jenggot putihnya. “Zhao Ming adalah seseorang berhati murni. Tidak ada satupun pendekar yang bisa mengalahkan dia dalam hal kesucian hati.” “Aku tidak paham apapun dari kata-katamu. Cepat beri jawaban!” Luo Jian berdiri dari tempat duduknya, langkahnya pelan namun penuh kekuatan. “Ada satu ujian yang harus kalian lalui. Jika kalian lulus, maka kami akan mempertimbangkan untuk bekerja sama, terlebih menjawab misteri Zhao Ming yang mengganjal di kepalamu. Tapi jika kalian gagal, kalian akan mati di sini.” Li Shan menelan ludah, tapi dia tidak mundur. “Apa ujiannya?” Luo Jian tersenyum tipis. “Ada sebuah gua di pegunungan dekat sini. Di dalamnya, tersembunyi pedang kuno milik pendiri Klan Naga Merah. Pedang itu disebut Pedang Naga Mendung, dan hanya pendekar terpilih yang bisa mengambilnya. Banyak yang telah mencoba, tapi kebanyakan dari mereka tidak pernah kembali.” Mei Hua menatap Luo Jian dengan serius. “Dan kau ingin kami mengambil pedang itu?” “Benar,” jawab Luo Jian. “Jika kalian bisa membawa Pedang Naga Mendung ke sini, maka kami akan mengakui kalian sebagai sekutu kami. Tapi jika tidak, kalian akan mati, atau lebih buruk lagi—menjadi bagian dari legenda yang hilang di dalam gua.” Li Shan dan Mei Hua saling berpandangan. Ini adalah ujian yang penuh risiko, tetapi mereka tahu bahwa mereka tidak punya pilihan lain. “Kami akan melakukannya,” jawab Li Shan tanpa ragu. Luo Jian mengangguk, meski senyumnya tampak puas. “Baiklah. Pergilah. Jika kalian berhasil membawa Pedang Naga Mendung, maka Klan Naga Merah akan berdiri di pihak kalian.”Li Shan dan Mei Hua tiba di kaki gunung di mana gua legendaris itu beradaDi hadapan mereka, sebuah mulut gua besar terbuka lebar, seperti monster raksasa yang menanti mangsanya. Angin dingin berhembus dari dalam gua, membawa aroma lembab dan misteri yang telah lama terkubur.“Ini dia,” Mei Hua bergumam pelan. “Gua tempat Pedang Naga Mendung berada.”Mereka memasuki gua dengan langkah hati-hati. Suara gemerincing air menetes terdengar dari dinding-dinding batu yang lembab, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Cahaya lentera yang mereka bawa menerangi jalan sempit yang penuh bebatuan, namun bayangan-bayangan aneh tampak menari di sekitar mereka, seolah mengikuti setiap langkah.Semakin dalam mereka masuk, udara semakin dingin dan berat. Dinding-dinding gua terasa semakin rapat, membuat mereka merasa seolah-olah sedang dijepit oleh kekuatan tak terlihat. Suara langkah kaki mereka menggema, memantul kembali dari kedalaman yang tak terduga.Mei Hua, yang berada di depan, tiba-tiba be
Langit yang cerah mulai meredup saat Li Shan dan Mei Hua kembali ke markas Klan Naga Merah. Rasa lega perlahan mulai meresap di hati mereka setelah berhasil membawa pulang Pedang Naga Mendung, tetapi suasana hati mereka tetap tegang.“Perasaanku tidak enak,” Li Shan berkata pelan, matanya melirik ke arah Li Shan yang memegang pedang tersebut. “Ada aura kegelapan yang sudah menanti kita di dekat perguruan. Aku tidak tahu, perasaan itu tiba-tiba muncul.”“Jangan terlalu percaya firasat,” Mei Hua mengingatkan.Sesampainya di gerbang markas Klan Naga Merah, penjaga menyambut mereka dengan tatapan penuh rasa hormat. “Tuan Xie Rong sudah menunggu,” kata salah satu penjaga, lalu mereka diantar menuju aula utama.Saat pintu aula besar terbuka, mereka melihat Luo Jian duduk di takhta kayu yang besar, dikelilingi oleh para tetua Klan Naga Merah. Xie Rong berdiri di sisi Luo Jian, tatapan matanya tajam menatap Li Shan dan Mei Hua. Suasana di aula itu berat dan penuh ketegangan.“Kau kembali deng
Semua pendekar tidak ada yang berani melawan Chen Yi mengingat kekuatan Chen Yi berada tiga tingkat lebih tinggi dari mereka.Dalam dunia persilatan, ada empat tingkatan kultivasi yang menjadi tolak ukur kekuatan seorang pendekar.Pendekar Naga adalah tingkat tertinggi, disusul Pendekar tingkat Langit, Bumi, dan Tanah. Masing-masing memiliki tiga tingkatan, yaitu awal, tengah, dan akhir.Chen Yi adalah Pendekar Naga Awal yang sangat disegani. Kekuatan seorang Chen Yi setara dengan sepuluh orang Pendekar Langit Akhir, yang mana, itu adalah tingkatan Xie Rong yang tadi ingin membunuh Li Shan.Pedang yang tadi dihunuskan, sekarang disarungkan lagi.Chen Yi menatap Xie Rong yang mulai mengumpulkan energi alam. Aura yang cukup panas menyelimuti ruangan.Namun, aura itu tidak berlangsung lama karena Chen Yi segera membalasnya dengan energi yang lebih kuat, membuat Xie Rong terpental hingga menabrak tiang penyangga perguruan. Mendekati Li Shan, Chen Yi berujar, “Mei Hua akan dirawat oleh ist
Hari kedua latihan dimulai dengan suasana yang lebih tenang, namun tak kalah menantang.“Bolehkah aku mengajak Mei Hua ke tempat latihan?” tanya Li Shan.Pendekar dengan jubah hitam itu hanya tersenyum. “Tidak masalah jika itu bisa menambah semangat latihanmu. Setelah kita sampai di tempat, aku akan membawa Mei Hua ke sini.”Chen Yi lantas membawa Li Shan ke lembah terpencil di luar markas Klan Naga Merah, tempat di mana suara angin dan gemericik air sungai menjadi satu-satunya yang terdengar. Tidak ada gangguan, tidak ada pengalihan perhatian.Tempat ini dipilih khusus untuk melatih konsentrasi dan kecepatan batin.Li Shan mengamati lembah tersebut; tempat yang dipenuhi pepohonan rindang dan diapit dua tebing tinggi di sisi kiri-kanannya. Selang beberapa saat, Mei Hua datang dan langsung diperingati Chen Yi agar tidak menimbulkan suara apapun.“Hari ini, kita tidak hanya akan melatih tubuhmu, tetapi juga pikiranmu,” kata Chen Yi sambil meletakkan seikat pedang kayu di tanah. “Untuk m
Li Shan memutuskan untuk melangkah maju, berdiri di samping Zhao Ming, guru yang akan membimbingnya untuk mengendalikan Batu Langit sekaligus orang pertama yang dia temui saat memulai pengembaraan. "Aku mungkin masih muda, tetapi tidak akan membiarkan dunia persilatan jatuh ke tangan orang-orang sepertimu!" katanya dengan mantap. Mereka berdua sedang berada di Gunung Thianzu, menjadi saksi dari pertempuran dahsyat yang melibatkan berbagai perguruan terkemuka di Tiongkok. Li Shan adalah target semua perguruan yang mengincar kekuatan mutlak Batu Langit, Mustika terkuat di alam semesta. Pertempuran semakin berkecamuk. Zhao Ming dan Li Shan melawan Han Qing serta Sekte Tiga Langit, masing-masing memperlihatkan kemampuan bela diri mereka yang luar biasa. Setiap gerakan mereka tampak seperti tarian maut, dengan angin yang berputar mengikuti setiap serangan pedang dan tinju. Namun, di tengah pertarungan sengit, sebuah kilat tiba-tiba menyambar puncak gunung, menimbulkan ledakan besar y
“Kita harus cepat, Li Shan, tidak ada waktu untuk bicara lagi. Tanah pijakan kita hampir longsor.” Mei Hua mengangkat Li Shan di pundaknya. Berat tubuh Li Shan tidak dia rasakan lagi. Energi yang terpusat di kaki, membuat Mei Hua lebih mudah menuruni tebing demi tebing sampai pada sebuah gua kecil. Saat Li Shan terbaring dan merintih kesakitan, Mei Hua langsung sadar, gempa itu adalah reaksi Mustika Bangau Putih saat berada di dekat Batu Langit. Cepat-cepat gadis itu menyobek kain lengan kanan, mengambil dedaunan, lalu mengikat batu itu dalam kain bersama dedaunan yang dia ambil di pintu gua. "Kau berada di pusat dari semua ini. Kau tahu lebih dari siapa pun tentang apa yang terjadi di puncak," Mei Hua mendekati Li Shan dengan langkah anggun. "Batu Langit... apa yang sebenarnya terjadi?" Li Shan menghela napas panjang. "Aku tidak tahu pasti. Batu itu bereaksi, tapi... rasanya ada sesuatu yang lebih dari sekadar memilih seorang pendekar." “Mustika Bangau Putih, ini adalah pembe
Li Shan dan Mei Hua menempuh perjalanan menuruni lereng Gunung Tianzhu, meninggalkan kabut yang masih menggantung di lereng. Malam mulai turun, menggelapkan jalan berbatu di depan mereka. Suara angin gunung berbisik pelan, seolah mengikuti mereka dengan kesan misterius yang sulit dijelaskan. "Aku belum pernah melihatmu setegas ini," kata Mei Hua sambil menatap Li Shan dengan pandangan menyelidik. Li Shan tetap diam beberapa saat, menimbang kata-katanya. "Ini lebih dari sekadar pertempuran atau perebutan Batu Langit. Ada sesuatu yang lebih besar terjadi di balik semua ini." Mei Hua tersenyum tipis. "Kau merasakan ada hal yang janggal, bukan? Sesuatu yang tidak pernah kau bayangkan dari dunia persilatan yang penuh dengan ambisi." Li Shan mengangguk pelan. "Semakin aku mempelajari seni bela diri, semakin aku sadar, kebenaran itu bukan hitam dan putih seperti yang dulu kupikirkan." Mereka terus berjalan melewati lembah gelap hingga tiba di kaki gunung, di mana terdapat desa kecil ber
Hari kedua latihan dimulai dengan suasana yang lebih tenang, namun tak kalah menantang.“Bolehkah aku mengajak Mei Hua ke tempat latihan?” tanya Li Shan.Pendekar dengan jubah hitam itu hanya tersenyum. “Tidak masalah jika itu bisa menambah semangat latihanmu. Setelah kita sampai di tempat, aku akan membawa Mei Hua ke sini.”Chen Yi lantas membawa Li Shan ke lembah terpencil di luar markas Klan Naga Merah, tempat di mana suara angin dan gemericik air sungai menjadi satu-satunya yang terdengar. Tidak ada gangguan, tidak ada pengalihan perhatian.Tempat ini dipilih khusus untuk melatih konsentrasi dan kecepatan batin.Li Shan mengamati lembah tersebut; tempat yang dipenuhi pepohonan rindang dan diapit dua tebing tinggi di sisi kiri-kanannya. Selang beberapa saat, Mei Hua datang dan langsung diperingati Chen Yi agar tidak menimbulkan suara apapun.“Hari ini, kita tidak hanya akan melatih tubuhmu, tetapi juga pikiranmu,” kata Chen Yi sambil meletakkan seikat pedang kayu di tanah. “Untuk m
Semua pendekar tidak ada yang berani melawan Chen Yi mengingat kekuatan Chen Yi berada tiga tingkat lebih tinggi dari mereka.Dalam dunia persilatan, ada empat tingkatan kultivasi yang menjadi tolak ukur kekuatan seorang pendekar.Pendekar Naga adalah tingkat tertinggi, disusul Pendekar tingkat Langit, Bumi, dan Tanah. Masing-masing memiliki tiga tingkatan, yaitu awal, tengah, dan akhir.Chen Yi adalah Pendekar Naga Awal yang sangat disegani. Kekuatan seorang Chen Yi setara dengan sepuluh orang Pendekar Langit Akhir, yang mana, itu adalah tingkatan Xie Rong yang tadi ingin membunuh Li Shan.Pedang yang tadi dihunuskan, sekarang disarungkan lagi.Chen Yi menatap Xie Rong yang mulai mengumpulkan energi alam. Aura yang cukup panas menyelimuti ruangan.Namun, aura itu tidak berlangsung lama karena Chen Yi segera membalasnya dengan energi yang lebih kuat, membuat Xie Rong terpental hingga menabrak tiang penyangga perguruan. Mendekati Li Shan, Chen Yi berujar, “Mei Hua akan dirawat oleh ist
Langit yang cerah mulai meredup saat Li Shan dan Mei Hua kembali ke markas Klan Naga Merah. Rasa lega perlahan mulai meresap di hati mereka setelah berhasil membawa pulang Pedang Naga Mendung, tetapi suasana hati mereka tetap tegang.“Perasaanku tidak enak,” Li Shan berkata pelan, matanya melirik ke arah Li Shan yang memegang pedang tersebut. “Ada aura kegelapan yang sudah menanti kita di dekat perguruan. Aku tidak tahu, perasaan itu tiba-tiba muncul.”“Jangan terlalu percaya firasat,” Mei Hua mengingatkan.Sesampainya di gerbang markas Klan Naga Merah, penjaga menyambut mereka dengan tatapan penuh rasa hormat. “Tuan Xie Rong sudah menunggu,” kata salah satu penjaga, lalu mereka diantar menuju aula utama.Saat pintu aula besar terbuka, mereka melihat Luo Jian duduk di takhta kayu yang besar, dikelilingi oleh para tetua Klan Naga Merah. Xie Rong berdiri di sisi Luo Jian, tatapan matanya tajam menatap Li Shan dan Mei Hua. Suasana di aula itu berat dan penuh ketegangan.“Kau kembali deng
Li Shan dan Mei Hua tiba di kaki gunung di mana gua legendaris itu beradaDi hadapan mereka, sebuah mulut gua besar terbuka lebar, seperti monster raksasa yang menanti mangsanya. Angin dingin berhembus dari dalam gua, membawa aroma lembab dan misteri yang telah lama terkubur.“Ini dia,” Mei Hua bergumam pelan. “Gua tempat Pedang Naga Mendung berada.”Mereka memasuki gua dengan langkah hati-hati. Suara gemerincing air menetes terdengar dari dinding-dinding batu yang lembab, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Cahaya lentera yang mereka bawa menerangi jalan sempit yang penuh bebatuan, namun bayangan-bayangan aneh tampak menari di sekitar mereka, seolah mengikuti setiap langkah.Semakin dalam mereka masuk, udara semakin dingin dan berat. Dinding-dinding gua terasa semakin rapat, membuat mereka merasa seolah-olah sedang dijepit oleh kekuatan tak terlihat. Suara langkah kaki mereka menggema, memantul kembali dari kedalaman yang tak terduga.Mei Hua, yang berada di depan, tiba-tiba be
Angin malam menyapu padang rumput saat Li Shan dan Mei Hua terus bergerak menuju barat, mengikuti kabar tentang Klan Naga Merah.Di kejauhan, cahaya dari perkampungan kecil mulai terlihat. Mereka berhenti di sebuah dataran tinggi yang menghadap ke desa tersebut, mengamati dari kejauhan. Desa itu tampak sepi, dengan hanya beberapa rumah yang masih terlihat terang. Namun, di pusat desa, ada sebuah bangunan besar dengan bendera merah berkibar di atasnya.“Itu pasti markas Klan Naga Merah,” kata Mei Hua, matanya tajam menatap ke arah bangunan.Li Shan mengangguk, tetapi ia merasa sedikit ragu. “Aku tidak tahu apakah kita bisa mempercayai mereka. Klan Naga Merah dikenal sebagai aliran yang keras dan tidak kenal ampun.”Mei Hua tersenyum samar. “Terkadang kita harus mengambil risiko. Mereka adalah satu-satunya sekutu yang mungkin kita temukan untuk melawan Sekte Tiga Langit. Lagipula, kita tidak punya pilihan lain.”Mereka turun menuju desa dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang memper
Li Shan dan Mei Hua menempuh perjalanan menuruni lereng Gunung Tianzhu, meninggalkan kabut yang masih menggantung di lereng. Malam mulai turun, menggelapkan jalan berbatu di depan mereka. Suara angin gunung berbisik pelan, seolah mengikuti mereka dengan kesan misterius yang sulit dijelaskan. "Aku belum pernah melihatmu setegas ini," kata Mei Hua sambil menatap Li Shan dengan pandangan menyelidik. Li Shan tetap diam beberapa saat, menimbang kata-katanya. "Ini lebih dari sekadar pertempuran atau perebutan Batu Langit. Ada sesuatu yang lebih besar terjadi di balik semua ini." Mei Hua tersenyum tipis. "Kau merasakan ada hal yang janggal, bukan? Sesuatu yang tidak pernah kau bayangkan dari dunia persilatan yang penuh dengan ambisi." Li Shan mengangguk pelan. "Semakin aku mempelajari seni bela diri, semakin aku sadar, kebenaran itu bukan hitam dan putih seperti yang dulu kupikirkan." Mereka terus berjalan melewati lembah gelap hingga tiba di kaki gunung, di mana terdapat desa kecil ber
“Kita harus cepat, Li Shan, tidak ada waktu untuk bicara lagi. Tanah pijakan kita hampir longsor.” Mei Hua mengangkat Li Shan di pundaknya. Berat tubuh Li Shan tidak dia rasakan lagi. Energi yang terpusat di kaki, membuat Mei Hua lebih mudah menuruni tebing demi tebing sampai pada sebuah gua kecil. Saat Li Shan terbaring dan merintih kesakitan, Mei Hua langsung sadar, gempa itu adalah reaksi Mustika Bangau Putih saat berada di dekat Batu Langit. Cepat-cepat gadis itu menyobek kain lengan kanan, mengambil dedaunan, lalu mengikat batu itu dalam kain bersama dedaunan yang dia ambil di pintu gua. "Kau berada di pusat dari semua ini. Kau tahu lebih dari siapa pun tentang apa yang terjadi di puncak," Mei Hua mendekati Li Shan dengan langkah anggun. "Batu Langit... apa yang sebenarnya terjadi?" Li Shan menghela napas panjang. "Aku tidak tahu pasti. Batu itu bereaksi, tapi... rasanya ada sesuatu yang lebih dari sekadar memilih seorang pendekar." “Mustika Bangau Putih, ini adalah pembe
Li Shan memutuskan untuk melangkah maju, berdiri di samping Zhao Ming, guru yang akan membimbingnya untuk mengendalikan Batu Langit sekaligus orang pertama yang dia temui saat memulai pengembaraan. "Aku mungkin masih muda, tetapi tidak akan membiarkan dunia persilatan jatuh ke tangan orang-orang sepertimu!" katanya dengan mantap. Mereka berdua sedang berada di Gunung Thianzu, menjadi saksi dari pertempuran dahsyat yang melibatkan berbagai perguruan terkemuka di Tiongkok. Li Shan adalah target semua perguruan yang mengincar kekuatan mutlak Batu Langit, Mustika terkuat di alam semesta. Pertempuran semakin berkecamuk. Zhao Ming dan Li Shan melawan Han Qing serta Sekte Tiga Langit, masing-masing memperlihatkan kemampuan bela diri mereka yang luar biasa. Setiap gerakan mereka tampak seperti tarian maut, dengan angin yang berputar mengikuti setiap serangan pedang dan tinju. Namun, di tengah pertarungan sengit, sebuah kilat tiba-tiba menyambar puncak gunung, menimbulkan ledakan besar y