Li Shan dan Mei Hua tiba di kaki gunung di mana gua legendaris itu beradaDi hadapan mereka, sebuah mulut gua besar terbuka lebar, seperti monster raksasa yang menanti mangsanya. Angin dingin berhembus dari dalam gua, membawa aroma lembab dan misteri yang telah lama terkubur.
“Ini dia,” Mei Hua bergumam pelan. “Gua tempat Pedang Naga Mendung berada.” Mereka memasuki gua dengan langkah hati-hati. Suara gemerincing air menetes terdengar dari dinding-dinding batu yang lembab, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Cahaya lentera yang mereka bawa menerangi jalan sempit yang penuh bebatuan, namun bayangan-bayangan aneh tampak menari di sekitar mereka, seolah mengikuti setiap langkah. Semakin dalam mereka masuk, udara semakin dingin dan berat. Dinding-dinding gua terasa semakin rapat, membuat mereka merasa seolah-olah sedang dijepit oleh kekuatan tak terlihat. Suara langkah kaki mereka menggema, memantul kembali dari kedalaman yang tak terduga. Mei Hua, yang berada di depan, tiba-tiba berhenti. “Lihat itu,” bisiknya sambil menunjuk ke depan. Di hadapan mereka, terdapat sebuah ruangan besar, dikelilingi oleh dinding batu yang halus seperti cermin. Di tengah ruangan itu, tertancap sebuah pedang besar yang berkilauan di bawah cahaya lentera mereka. Pedang itu tampak bersinar samar, meskipun tak ada cahaya lain yang memantulkannya. Itulah Pedang Naga Mendung. “Ini terlalu mudah,” kata Mei Hua dengan nada curiga. “Tidak mungkin pedang legendaris ini dibiarkan begitu saja.” Li Shan mengangguk. “Pasti ada jebakan. Klan Naga Merah tidak akan membuat ujian ini sesederhana mengambil pedang.” Mereka melangkah lebih dekat, mengamati sekeliling. Tanpa peringatan, lantai gua di bawah mereka mulai bergetar, dan suara gemuruh terdengar dari atas. Batu-batu besar di langit-langit gua mulai jatuh, menghantam tanah dengan keras. Li Shan dan Mei Hua segera melompat mundur, menghindari batu yang runtuh. “Kita harus cepat!” seru Li Shan. Namun, saat mereka mendekati pedang, sesuatu yang lebih menyeramkan terjadi. Dari bayangan di sudut ruangan, muncul sosok-sosok hitam, seperti makhluk bayangan yang terbentuk dari kegelapan itu sendiri. Mereka bergerak tanpa suara, melayang di udara, dan mengelilingi Li Shan dan Mei Hua. “Mereka bukan manusia,” kata Mei Hua dengan nada waspada, pedangnya sudah terhunus. Makhluk-makhluk itu mendekat, semakin menyesakkan udara di sekitar mereka. Li Shan merasakan hawa dingin yang menusuk hingga ke tulang. Ini bukan sekadar ujian fisik, tapi juga mental. Makhluk-makhluk ini tampaknya berusaha menakuti mereka, menguras keberanian mereka hingga tak tersisa. Li Shan menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya. Dia tahu bahwa kunci untuk menghadapi makhluk ini bukan hanya kekuatan fisik, melainkan keberanian hati. Dia harus tetap tenang, tak boleh terpengaruh oleh ketakutan yang coba ditanamkan oleh makhluk-makhluk bayangan itu. “Kita harus tetap fokus,” kata Li Shan dengan suara mantap. “Jangan biarkan ketakutan mereka menguasaimu!” Mei Hua mengangguk, meski wajahnya tampak tegang. Dengan pedang terhunus, mereka berdua menyerang makhluk-makhluk bayangan itu. Namun, setiap kali pedang mereka menebas udara, makhluk-makhluk itu hanya berubah menjadi asap gelap dan kembali terbentuk. “Serangan kita tidak berpengaruh!” Mei Hua berteriak, frustrasi. Li Shan berpikir cepat. Ini bukan pertempuran biasa. Makhluk-makhluk ini bukan lawan yang bisa dilawan dengan cara konvensional. Dia harus menemukan titik kelemahan mereka. Matanya kembali tertuju pada Pedang Naga Mendung di tengah ruangan. Pedang itu masih bersinar, tak terpengaruh oleh makhluk-makhluk bayangan yang mengitari mereka. Li Shan menyadari bahwa pedang itu mungkin satu-satunya cara untuk mengalahkan kegelapan ini. “Pedangnya!” seru Li Shan. “Pedang itu mungkin bisa mengusir mereka!” Tanpa ragu, Li Shan melompat ke arah pedang, menghindari makhluk-makhluk yang mencoba menghalanginya. Dengan sekuat tenaga, ia mencengkeram gagang pedang dan menariknya dari tanah. Pedang itu berat, tapi saat dia menggenggamnya, Li Shan merasakan aliran energi yang kuat masuk ke tubuhnya. Cahaya terang memancar dari pedang tersebut, mengusir kegelapan di sekeliling mereka. Makhluk-makhluk bayangan itu berteriak dalam diam, seperti kesakitan, sebelum akhirnya memudar di udara. Mei Hua menatap kagum pada Li Shan, yang sekarang memegang Pedang Naga Mendung. “Kau berhasil.” “Ini belum selesai!” Mata Li Shan melihat sekeliling, tapi tiba-tiba dia meringkuk kesakitan. “Batu Langit bergetar hebat. Huek! Huek!” Meski muntah darah dua kali, Li Shan nampak tertawa puas. “Pedang ini bukan sekadar senjata biasa. Ada kekuatan besar di dalamnya; kekuatan yang sama misteriusnya dengan hilangnya Guru Zhao Ming!” Saat mereka keluar dari gua, batu terakhir jatuh, menutup pintu masuk gua selamanya. Li Shan terengah-engah, memandang gua yang kini terkubur di bawah tanah. “Kita berhasil,” katanya, meski suaranya lemah. Mei Hua tersenyum tipis, lalu memandang pedang di tangan Li Shan. “Itu lebih dari sekadar pedang biasa. Aku bisa merasakan kekuatan yang mengalir darinya.” Li Shan mengangguk. “Aku juga merasakannya. Pedang ini memiliki kekuatan yang luar biasa, tapi aku belum tahu bagaimana mengendalikannya.” Mereka kembali menatap gua yang kini terkunci selamanya. Ujian mereka belum selesai. Mereka berhasil mendapatkan Pedang Naga Mendung, tetapi itu hanyalah awal dari perjalanan yang lebih besar. Pedang itu bukan hanya simbol kekuatan, tetapi juga tanggung jawab besar yang harus mereka emban. “Sekarang, kita harus kembali ke Klan Naga Merah,” kata Li Shan akhirnya. “Mereka akan melihat bahwa kita telah lulus ujian. Tapi aku punya firasat, ada sorot kegelapan dalam tatapan Xie Rong, seolah-olah dia adalah penghianat sebenarnya.”Langit yang cerah mulai meredup saat Li Shan dan Mei Hua kembali ke markas Klan Naga Merah. Rasa lega perlahan mulai meresap di hati mereka setelah berhasil membawa pulang Pedang Naga Mendung, tetapi suasana hati mereka tetap tegang.“Perasaanku tidak enak,” Li Shan berkata pelan, matanya melirik ke arah Li Shan yang memegang pedang tersebut. “Ada aura kegelapan yang sudah menanti kita di dekat perguruan. Aku tidak tahu, perasaan itu tiba-tiba muncul.”“Jangan terlalu percaya firasat,” Mei Hua mengingatkan.Sesampainya di gerbang markas Klan Naga Merah, penjaga menyambut mereka dengan tatapan penuh rasa hormat. “Tuan Xie Rong sudah menunggu,” kata salah satu penjaga, lalu mereka diantar menuju aula utama.Saat pintu aula besar terbuka, mereka melihat Luo Jian duduk di takhta kayu yang besar, dikelilingi oleh para tetua Klan Naga Merah. Xie Rong berdiri di sisi Luo Jian, tatapan matanya tajam menatap Li Shan dan Mei Hua. Suasana di aula itu berat dan penuh ketegangan.“Kau kembali deng
Semua pendekar tidak ada yang berani melawan Chen Yi mengingat kekuatan Chen Yi berada tiga tingkat lebih tinggi dari mereka.Dalam dunia persilatan, ada empat tingkatan kultivasi yang menjadi tolak ukur kekuatan seorang pendekar.Pendekar Naga adalah tingkat tertinggi, disusul Pendekar tingkat Langit, Bumi, dan Tanah. Masing-masing memiliki tiga tingkatan, yaitu awal, tengah, dan akhir.Chen Yi adalah Pendekar Naga Awal yang sangat disegani. Kekuatan seorang Chen Yi setara dengan sepuluh orang Pendekar Langit Akhir, yang mana, itu adalah tingkatan Xie Rong yang tadi ingin membunuh Li Shan.Pedang yang tadi dihunuskan, sekarang disarungkan lagi.Chen Yi menatap Xie Rong yang mulai mengumpulkan energi alam. Aura yang cukup panas menyelimuti ruangan.Namun, aura itu tidak berlangsung lama karena Chen Yi segera membalasnya dengan energi yang lebih kuat, membuat Xie Rong terpental hingga menabrak tiang penyangga perguruan. Mendekati Li Shan, Chen Yi berujar, “Mei Hua akan dirawat oleh ist
Hari kedua latihan dimulai dengan suasana yang lebih tenang, namun tak kalah menantang.“Bolehkah aku mengajak Mei Hua ke tempat latihan?” tanya Li Shan.Pendekar dengan jubah hitam itu hanya tersenyum. “Tidak masalah jika itu bisa menambah semangat latihanmu. Setelah kita sampai di tempat, aku akan membawa Mei Hua ke sini.”Chen Yi lantas membawa Li Shan ke lembah terpencil di luar markas Klan Naga Merah, tempat di mana suara angin dan gemericik air sungai menjadi satu-satunya yang terdengar. Tidak ada gangguan, tidak ada pengalihan perhatian.Tempat ini dipilih khusus untuk melatih konsentrasi dan kecepatan batin.Li Shan mengamati lembah tersebut; tempat yang dipenuhi pepohonan rindang dan diapit dua tebing tinggi di sisi kiri-kanannya. Selang beberapa saat, Mei Hua datang dan langsung diperingati Chen Yi agar tidak menimbulkan suara apapun.“Hari ini, kita tidak hanya akan melatih tubuhmu, tetapi juga pikiranmu,” kata Chen Yi sambil meletakkan seikat pedang kayu di tanah. “Untuk m
Li Shan memutuskan untuk melangkah maju, berdiri di samping Zhao Ming, guru yang akan membimbingnya untuk mengendalikan Batu Langit sekaligus orang pertama yang dia temui saat memulai pengembaraan. "Aku mungkin masih muda, tetapi tidak akan membiarkan dunia persilatan jatuh ke tangan orang-orang sepertimu!" katanya dengan mantap. Mereka berdua sedang berada di Gunung Thianzu, menjadi saksi dari pertempuran dahsyat yang melibatkan berbagai perguruan terkemuka di Tiongkok. Li Shan adalah target semua perguruan yang mengincar kekuatan mutlak Batu Langit, Mustika terkuat di alam semesta. Pertempuran semakin berkecamuk. Zhao Ming dan Li Shan melawan Han Qing serta Sekte Tiga Langit, masing-masing memperlihatkan kemampuan bela diri mereka yang luar biasa. Setiap gerakan mereka tampak seperti tarian maut, dengan angin yang berputar mengikuti setiap serangan pedang dan tinju. Namun, di tengah pertarungan sengit, sebuah kilat tiba-tiba menyambar puncak gunung, menimbulkan ledakan besar y
“Kita harus cepat, Li Shan, tidak ada waktu untuk bicara lagi. Tanah pijakan kita hampir longsor.” Mei Hua mengangkat Li Shan di pundaknya. Berat tubuh Li Shan tidak dia rasakan lagi. Energi yang terpusat di kaki, membuat Mei Hua lebih mudah menuruni tebing demi tebing sampai pada sebuah gua kecil. Saat Li Shan terbaring dan merintih kesakitan, Mei Hua langsung sadar, gempa itu adalah reaksi Mustika Bangau Putih saat berada di dekat Batu Langit. Cepat-cepat gadis itu menyobek kain lengan kanan, mengambil dedaunan, lalu mengikat batu itu dalam kain bersama dedaunan yang dia ambil di pintu gua. "Kau berada di pusat dari semua ini. Kau tahu lebih dari siapa pun tentang apa yang terjadi di puncak," Mei Hua mendekati Li Shan dengan langkah anggun. "Batu Langit... apa yang sebenarnya terjadi?" Li Shan menghela napas panjang. "Aku tidak tahu pasti. Batu itu bereaksi, tapi... rasanya ada sesuatu yang lebih dari sekadar memilih seorang pendekar." “Mustika Bangau Putih, ini adalah pembe
Li Shan dan Mei Hua menempuh perjalanan menuruni lereng Gunung Tianzhu, meninggalkan kabut yang masih menggantung di lereng. Malam mulai turun, menggelapkan jalan berbatu di depan mereka. Suara angin gunung berbisik pelan, seolah mengikuti mereka dengan kesan misterius yang sulit dijelaskan. "Aku belum pernah melihatmu setegas ini," kata Mei Hua sambil menatap Li Shan dengan pandangan menyelidik. Li Shan tetap diam beberapa saat, menimbang kata-katanya. "Ini lebih dari sekadar pertempuran atau perebutan Batu Langit. Ada sesuatu yang lebih besar terjadi di balik semua ini." Mei Hua tersenyum tipis. "Kau merasakan ada hal yang janggal, bukan? Sesuatu yang tidak pernah kau bayangkan dari dunia persilatan yang penuh dengan ambisi." Li Shan mengangguk pelan. "Semakin aku mempelajari seni bela diri, semakin aku sadar, kebenaran itu bukan hitam dan putih seperti yang dulu kupikirkan." Mereka terus berjalan melewati lembah gelap hingga tiba di kaki gunung, di mana terdapat desa kecil ber
Angin malam menyapu padang rumput saat Li Shan dan Mei Hua terus bergerak menuju barat, mengikuti kabar tentang Klan Naga Merah.Di kejauhan, cahaya dari perkampungan kecil mulai terlihat. Mereka berhenti di sebuah dataran tinggi yang menghadap ke desa tersebut, mengamati dari kejauhan. Desa itu tampak sepi, dengan hanya beberapa rumah yang masih terlihat terang. Namun, di pusat desa, ada sebuah bangunan besar dengan bendera merah berkibar di atasnya.“Itu pasti markas Klan Naga Merah,” kata Mei Hua, matanya tajam menatap ke arah bangunan.Li Shan mengangguk, tetapi ia merasa sedikit ragu. “Aku tidak tahu apakah kita bisa mempercayai mereka. Klan Naga Merah dikenal sebagai aliran yang keras dan tidak kenal ampun.”Mei Hua tersenyum samar. “Terkadang kita harus mengambil risiko. Mereka adalah satu-satunya sekutu yang mungkin kita temukan untuk melawan Sekte Tiga Langit. Lagipula, kita tidak punya pilihan lain.”Mereka turun menuju desa dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang memper
Hari kedua latihan dimulai dengan suasana yang lebih tenang, namun tak kalah menantang.“Bolehkah aku mengajak Mei Hua ke tempat latihan?” tanya Li Shan.Pendekar dengan jubah hitam itu hanya tersenyum. “Tidak masalah jika itu bisa menambah semangat latihanmu. Setelah kita sampai di tempat, aku akan membawa Mei Hua ke sini.”Chen Yi lantas membawa Li Shan ke lembah terpencil di luar markas Klan Naga Merah, tempat di mana suara angin dan gemericik air sungai menjadi satu-satunya yang terdengar. Tidak ada gangguan, tidak ada pengalihan perhatian.Tempat ini dipilih khusus untuk melatih konsentrasi dan kecepatan batin.Li Shan mengamati lembah tersebut; tempat yang dipenuhi pepohonan rindang dan diapit dua tebing tinggi di sisi kiri-kanannya. Selang beberapa saat, Mei Hua datang dan langsung diperingati Chen Yi agar tidak menimbulkan suara apapun.“Hari ini, kita tidak hanya akan melatih tubuhmu, tetapi juga pikiranmu,” kata Chen Yi sambil meletakkan seikat pedang kayu di tanah. “Untuk m
Semua pendekar tidak ada yang berani melawan Chen Yi mengingat kekuatan Chen Yi berada tiga tingkat lebih tinggi dari mereka.Dalam dunia persilatan, ada empat tingkatan kultivasi yang menjadi tolak ukur kekuatan seorang pendekar.Pendekar Naga adalah tingkat tertinggi, disusul Pendekar tingkat Langit, Bumi, dan Tanah. Masing-masing memiliki tiga tingkatan, yaitu awal, tengah, dan akhir.Chen Yi adalah Pendekar Naga Awal yang sangat disegani. Kekuatan seorang Chen Yi setara dengan sepuluh orang Pendekar Langit Akhir, yang mana, itu adalah tingkatan Xie Rong yang tadi ingin membunuh Li Shan.Pedang yang tadi dihunuskan, sekarang disarungkan lagi.Chen Yi menatap Xie Rong yang mulai mengumpulkan energi alam. Aura yang cukup panas menyelimuti ruangan.Namun, aura itu tidak berlangsung lama karena Chen Yi segera membalasnya dengan energi yang lebih kuat, membuat Xie Rong terpental hingga menabrak tiang penyangga perguruan. Mendekati Li Shan, Chen Yi berujar, “Mei Hua akan dirawat oleh ist
Langit yang cerah mulai meredup saat Li Shan dan Mei Hua kembali ke markas Klan Naga Merah. Rasa lega perlahan mulai meresap di hati mereka setelah berhasil membawa pulang Pedang Naga Mendung, tetapi suasana hati mereka tetap tegang.“Perasaanku tidak enak,” Li Shan berkata pelan, matanya melirik ke arah Li Shan yang memegang pedang tersebut. “Ada aura kegelapan yang sudah menanti kita di dekat perguruan. Aku tidak tahu, perasaan itu tiba-tiba muncul.”“Jangan terlalu percaya firasat,” Mei Hua mengingatkan.Sesampainya di gerbang markas Klan Naga Merah, penjaga menyambut mereka dengan tatapan penuh rasa hormat. “Tuan Xie Rong sudah menunggu,” kata salah satu penjaga, lalu mereka diantar menuju aula utama.Saat pintu aula besar terbuka, mereka melihat Luo Jian duduk di takhta kayu yang besar, dikelilingi oleh para tetua Klan Naga Merah. Xie Rong berdiri di sisi Luo Jian, tatapan matanya tajam menatap Li Shan dan Mei Hua. Suasana di aula itu berat dan penuh ketegangan.“Kau kembali deng
Li Shan dan Mei Hua tiba di kaki gunung di mana gua legendaris itu beradaDi hadapan mereka, sebuah mulut gua besar terbuka lebar, seperti monster raksasa yang menanti mangsanya. Angin dingin berhembus dari dalam gua, membawa aroma lembab dan misteri yang telah lama terkubur.“Ini dia,” Mei Hua bergumam pelan. “Gua tempat Pedang Naga Mendung berada.”Mereka memasuki gua dengan langkah hati-hati. Suara gemerincing air menetes terdengar dari dinding-dinding batu yang lembab, menciptakan suasana yang semakin mencekam. Cahaya lentera yang mereka bawa menerangi jalan sempit yang penuh bebatuan, namun bayangan-bayangan aneh tampak menari di sekitar mereka, seolah mengikuti setiap langkah.Semakin dalam mereka masuk, udara semakin dingin dan berat. Dinding-dinding gua terasa semakin rapat, membuat mereka merasa seolah-olah sedang dijepit oleh kekuatan tak terlihat. Suara langkah kaki mereka menggema, memantul kembali dari kedalaman yang tak terduga.Mei Hua, yang berada di depan, tiba-tiba be
Angin malam menyapu padang rumput saat Li Shan dan Mei Hua terus bergerak menuju barat, mengikuti kabar tentang Klan Naga Merah.Di kejauhan, cahaya dari perkampungan kecil mulai terlihat. Mereka berhenti di sebuah dataran tinggi yang menghadap ke desa tersebut, mengamati dari kejauhan. Desa itu tampak sepi, dengan hanya beberapa rumah yang masih terlihat terang. Namun, di pusat desa, ada sebuah bangunan besar dengan bendera merah berkibar di atasnya.“Itu pasti markas Klan Naga Merah,” kata Mei Hua, matanya tajam menatap ke arah bangunan.Li Shan mengangguk, tetapi ia merasa sedikit ragu. “Aku tidak tahu apakah kita bisa mempercayai mereka. Klan Naga Merah dikenal sebagai aliran yang keras dan tidak kenal ampun.”Mei Hua tersenyum samar. “Terkadang kita harus mengambil risiko. Mereka adalah satu-satunya sekutu yang mungkin kita temukan untuk melawan Sekte Tiga Langit. Lagipula, kita tidak punya pilihan lain.”Mereka turun menuju desa dengan hati-hati, memastikan tidak ada yang memper
Li Shan dan Mei Hua menempuh perjalanan menuruni lereng Gunung Tianzhu, meninggalkan kabut yang masih menggantung di lereng. Malam mulai turun, menggelapkan jalan berbatu di depan mereka. Suara angin gunung berbisik pelan, seolah mengikuti mereka dengan kesan misterius yang sulit dijelaskan. "Aku belum pernah melihatmu setegas ini," kata Mei Hua sambil menatap Li Shan dengan pandangan menyelidik. Li Shan tetap diam beberapa saat, menimbang kata-katanya. "Ini lebih dari sekadar pertempuran atau perebutan Batu Langit. Ada sesuatu yang lebih besar terjadi di balik semua ini." Mei Hua tersenyum tipis. "Kau merasakan ada hal yang janggal, bukan? Sesuatu yang tidak pernah kau bayangkan dari dunia persilatan yang penuh dengan ambisi." Li Shan mengangguk pelan. "Semakin aku mempelajari seni bela diri, semakin aku sadar, kebenaran itu bukan hitam dan putih seperti yang dulu kupikirkan." Mereka terus berjalan melewati lembah gelap hingga tiba di kaki gunung, di mana terdapat desa kecil ber
“Kita harus cepat, Li Shan, tidak ada waktu untuk bicara lagi. Tanah pijakan kita hampir longsor.” Mei Hua mengangkat Li Shan di pundaknya. Berat tubuh Li Shan tidak dia rasakan lagi. Energi yang terpusat di kaki, membuat Mei Hua lebih mudah menuruni tebing demi tebing sampai pada sebuah gua kecil. Saat Li Shan terbaring dan merintih kesakitan, Mei Hua langsung sadar, gempa itu adalah reaksi Mustika Bangau Putih saat berada di dekat Batu Langit. Cepat-cepat gadis itu menyobek kain lengan kanan, mengambil dedaunan, lalu mengikat batu itu dalam kain bersama dedaunan yang dia ambil di pintu gua. "Kau berada di pusat dari semua ini. Kau tahu lebih dari siapa pun tentang apa yang terjadi di puncak," Mei Hua mendekati Li Shan dengan langkah anggun. "Batu Langit... apa yang sebenarnya terjadi?" Li Shan menghela napas panjang. "Aku tidak tahu pasti. Batu itu bereaksi, tapi... rasanya ada sesuatu yang lebih dari sekadar memilih seorang pendekar." “Mustika Bangau Putih, ini adalah pembe
Li Shan memutuskan untuk melangkah maju, berdiri di samping Zhao Ming, guru yang akan membimbingnya untuk mengendalikan Batu Langit sekaligus orang pertama yang dia temui saat memulai pengembaraan. "Aku mungkin masih muda, tetapi tidak akan membiarkan dunia persilatan jatuh ke tangan orang-orang sepertimu!" katanya dengan mantap. Mereka berdua sedang berada di Gunung Thianzu, menjadi saksi dari pertempuran dahsyat yang melibatkan berbagai perguruan terkemuka di Tiongkok. Li Shan adalah target semua perguruan yang mengincar kekuatan mutlak Batu Langit, Mustika terkuat di alam semesta. Pertempuran semakin berkecamuk. Zhao Ming dan Li Shan melawan Han Qing serta Sekte Tiga Langit, masing-masing memperlihatkan kemampuan bela diri mereka yang luar biasa. Setiap gerakan mereka tampak seperti tarian maut, dengan angin yang berputar mengikuti setiap serangan pedang dan tinju. Namun, di tengah pertarungan sengit, sebuah kilat tiba-tiba menyambar puncak gunung, menimbulkan ledakan besar y