“Mbak, tolong jangan pisahkan aku dengan anakku sendiri, aku masih mampu merawatnya!” lirih Salsa sembari menangis.
“Apa, kamu bilang bisa merawatnya anak?”“Eh, Sa, lihat kedua anakmu saja tidak terurus buktinya badan mereka kurus-kurus, kurang gizi, dan kamu mau merawat bayi itu?”“Sadam saja sudah menyetujui kalau bayi itu akan dibawa oleh Desi, lagian rumah kakak iparmu itu nggak jauh-jauh banget dari rumah Ibu, jadi kalau kamu rindu bisa lah sekali-kali tengok bayimu?” sanggah Bu Citra sedikit memainkan mata kepada Desi.“Bo-boleh lah tetapi dari jauh saja, tidak perlu kamu datang ke rumah!” bentaknya lagi.“Bu, di mana Mas Sadam?”“Kenapa kamu cari dia, pasti kerja lah, memang kenapa?” tanya mertuanya ketus.“Dia harus mengazani anaknya baru lahir, Bu!”Ada apa ini ribut-ribut?” terdengar suara seseorang yang sudah ditunggu oleh Salsa. Sadam yang baru meminta izin dari kantor akhirnya bisa datang ke rumah Bu Lastri dan langsung mencari ruangan istrinya.Mas ... anak kita sudah lahir dengan selamat, bayi kita laki-laki seperti yang kamu mau!” Salsa begitu bahagia menyampaikan berita itu saat melihat suaminya sudah sampai di depan pintu kamar.“Alhamdulillah, sekarang di mana bayinya?” tanya Sadam tersenyum dengan penuh arti.“Sebentar, Mas lagi dibersihkan,” jawab Sasa semringah.Permisi Bu, sudah waktunya Ibu dipindahkan ke ruang perawatan,” ucap salah satu asisten Bu Bidan dengan ramah.“Buat apa toh Mbak, memang perlu di jahit ada robek atau pendarahan?” tanya Bu Citra ketus.“Maaf Bu, setelah melahirkan kondisi Ibu Salsa sedikit lemah walaupun Bu Salsa tidak mengalami pendarahan ataupun tidak ada yang dijahit tetapi tetap harus dipindahkan agar pemulihan dan stamina Bu Salsa tetap terjaga.“Dan yang paling penting adalah Bu Salsa bisa menyusuinya dengan baik,” jelas asisten Bu Bidan itu.“Sok tahu banget kamu, kalau nggak ada masalah lebih baik pulang saja, ngapain menginap di sini atau jangan-jangan supaya kami di tagih biaya penginapan juga, iya kan?”“Dasar licik, nggak boleh seperti itu, Mbak dosa namanya,” cerca Bu Citra dengan emosi.“Sudah lah Bu, nggak apa-apa lagian hanya sehari saja, tidak perlu dibesar-besarkan.”“Lagian Salsa itu perlu istirahat sebentar, biarkan dulu, Bu,” jelas Mas Sadam membela istrinya.Mendengar ucapan suaminya, Salsa begitu bahagia dan sampai-sampai menitikkan air mata kebahagiaan.“Terima kasih, Mas,” ucapnya lirih.“Iya, Sayang,” sahutnya sembari mengecup kening istrinya dengan lembut. Tak lama kemudian Bu Lastri datang membawa bayi mereka lalu memberikannya kepada Mas Sadam untuk diazani di telinga kanannya.Lagi-lagi Salsa dibuatnya terharu melihat suaminya begitu menyayangi anak nya yang sekarang berjenis kelamin laki-laki yang sudah lama diidam-idamkan olehnya sendiri. Setelah selesai, Salsa pun akhirnya dipindahkan ke kamar lain agar bisa menyusui dengan baik. Bayi itu masih ada digendongan Mas Sadam, dia pun tak ingin lepas dari bayinya. Sampai akhirnya Salsa sudah berada di kamar pemulihan, dan bu Lastri menyarankan untuk segera memberikan Asi yang pertama untuk bayinya sendiri.Namun saat Sadam ingin memberikannya tiba-tiba Desi mengambil paksa dari tangan Sadam.Bu Lastri yang melihat kejadian itu langsung menegur Desi dengan marah.“Tidak usah kamu kasih bayi ini ke Sasa, Dam!”“Kita sudah sepakat kalau bayi ini setelah lahir harus langsung menjadi milikku,” tegasnya tanpa memedulikan tangisan Salsa yang ingin memeluknya lagi.“Desi, kamu apa-apaan ini?”“Bayi itu harus di susui dulu sama ibunya, dan kamu secara paksa mengambilnya dengan paksa!” cerca Bu Lastri yang geram melihat tingkah laku Desi.“Eh, Bu Lastri nggak usah ikut campur, ini masalah keluarga saya, jadi anggap saja kamu tidak melihatnya,” bentak Bu Citra dengan emosi.“Baik, saya tidak akan ikut campur tetapi saya akan laporkan kalian kepada Pak RT kalau kalian memaksa Salsa untuk menyerahkan bayi itu ke Desi,” gertak Bu Lastri semakin berani.“Bayi itu perlu dekat dengan ibunya, kamu mau bayi itu meninggal karena kehausan, lagian air susu Salsa itu terus mengalir dan sangat bagus untuk bayinya,” jelas Bu Lastri nampak tegang dengan Bu Citra.Seketika Bu Citra terdiam karena tidak ingin memperpanjang masalah, sehingga Bu Citra membiarkan Salsa untuk menggendong dan memberikannya asi.“Bu, tapi kan dia sudah menjadi anakku?”“Kenapa Ibu kasih lagi sama Salsa, ibu jahat sama Desi!”“Ibu nggak sayang sama Desi!” teriaknya histeris saat bayi itu sudah di pangkuan Salsa.“Desi, dengarkan Ibu, ini bukan waktunya kamu bertindak karena Bu Lastri mengawasi kita, masih banyak waktu Desi!”“Sampai kapan dia bisa bertahan dengan serangan kita bertubi-tubi?” jelasnya kepada Desi dengan membuat rencana baru. Setelah dirasa cukup, akhirnya bayi itu kembali tidur dengan nyenyaknya di pangkuan Salsa.“Sayang , dedeknya sudah tidur lebih baik kamu istirahat juga, jadi saat bayi kamu bangun kamu sudah bisa pulih kembali, iya kan?” bujuk Sadam dengan lembut sambil mencium kening istrinya.“Iya, Mas, makasih banyak Mas,” sahutnya tersenyum bahagia.Namun saat ingin tertidur, kembali teringat kalau Desi dan mertuanya akan memisahkan mereka, sehingga dia pun tetap terjaga dengan hati yang was-was.Sadam yang melihat istrinya tegang dan tidak bisa tidur, akhirnya bertanya kepadanya.“Dek ada apa, kok tegang gitu seperti habis lihat hantu saja?” tanya Sadam penasaran.“Ini lebih sekedar hantu, Mas kalau kamu tahu, tetapi Mbak Desi dan Ibumu yang ingin memisahkan bayi ini dengan aku,” ucapnya lirih dalam hati sembari menatap lekat wajah mereka yang juga menatap tajam ke arah mereka. “Sayang ada apa, tidur saja nanti kalau ada dedeknya nangis Mas akan membangunkan kamu, ya?”“Kamu Sa, turuti saja suamimu itu jangan membantah, kalau kamu disuruh tidur ya tidur nggak usah banyak protes lagian itu juga untuk kebaikan kamu juga kan?” Desi menekankan perkataan suaminya yang tidak boleh membantah. “Dam, Ibu pergi dulu ya mau ada arisan, mungkin Salsa nggak bisa tidur kalau ada kita, kamu tolong jaga Salsa dan bayinya baik-baik, Ayuk Des kita pulang!” ajaknya sembari menarik tangan Desi.“Bu, apa-apaan sih, aku ke sini mau mengambil bayi Salsa, Ibu kan sudah janji kau bayi itu harus menjadi milikku bukan Salsa, dia kan sudah banyak anak,” celetuknya yang tidak mau ikut dengan Bu Citra.“Desi sayang masih banyak waktu, nanti kita pikirkan lagi, Ibu mau arisan dulu.”“Oh ya Dam, kamu sudah transferan ke rekening Ibu, soalnya setelah arisan Ibu mau traktir teman-teman makan di restoran mewah, bosan makan di rumah.”“Istrimu itu nggak becus kalau masak, menunya nggak bervariasi, nggak ada inisiatifnya, monoton untung saja bisa melahirkan anak, coba kalau nggak sudah pasti Ibu suruh kamu cari istri baru,” celetuknya dengan tersenyum sinis.Salsa hanya bisa terdiam dan mendengarkan semua hinaan dan caci maki dari mulut sang mertua yang tajam seperti pisau.Akhirnya mereka pun pergi dari hadapan Salsa membuat sedikit lega perasaan Salsa seketika.“Ibu dan Mbak Desi sudah pergi Sayang, sekarang kamu istirahat ya, kasihan kamu terlihat begitu kelelahan, Mas nggak ke mana-mana kok,” ucapnya meyakinkan.Salsa pun akhirnya mengikuti saran Sadam untuk tidur sejenak, karena berpikir untuk sesaat tidak ada yang akan mengambil bayinya.Sadam menatap lekat wajah istrinya kalau mengecup keningnya dengan lembut.“Maafkan Mas, Sayang!”“Ini harus dilakukan karena biar bagaimana pun juga menolong saudara sendiri nggak apa-apakan?” tanyanya dengan nada suara pelan.“Sudah tidur istrimu itu, Dam?” tanya Desi yang ternyata menunggu di luar.“Sudah Mbak,” jawab Sadam lesu.“Bagus, aku pulang dulu dan kasih tahu istrimu peras saja susunya taruh di botol dan kamu yang akan mengantarkannya jangan Salsa, karena Ibu nggak mau dia melihat bayinya lagi.”“Bu apa salahnya jika Salsa melihat bayinya sendiri?” protes Sadam.“Nggak usah protes dong Dam, anakmu bukan Mbak jual tetapi dirawat, entar kalau Mbak hamil, anakmu ini akan aku kembalikan, jadi jangan khawatir,” jelas Desi sedikit kesal.“Kamu ingat ya Dam, kamu harus balas jasa dong, kalau bukan Mas Dirga membantu kamu nggak mungkin kamu bisa kerja yang bagus seperti ini lantaran Mas Dirga banyak koneksi,” ancam Desi ketus.Desi dengan perlahan mengambil bayi itu tanpa bersuara. Seketika bayi itu menangis kencang tetapi mungkin karena terlalu lemah Salsa hanya mendengar samar-samar.“Mas, bayi kita menangis,” ucapnya pelan tanpa melihat bayinya.“Ya Sayang nggak apa-apa, cuma mau di mandiin sama bi
Salsa dengan asyik memberikan Asi -nya, seketika bayi itu kembali tenang dalam dekapan ibu kandungnya sendiri. Bu Citra melihatnya dengan begitu haru, ada rasa kasihan kepada Salsa yang dipaksa untuk menyerahkan bayi itu untuk Desi agar dia bisa mendapatkan seorang anak tetapi dia pun menjadi orang tua egois untuk kepentingan anak perempuannya agar bisa hamil dengan cara merawat bayinya Salsa.“Cepat bawa bayi itu di kamar kamu, hari ini kamu bisa tidur dengan dia, Desi sepertinya sangat kewalahan mengurus bayi itu sendiri,” ucapnya sambil menatap bayi itu yang begitu tenang tetapi mulutnya masih bergerak dengan lahap menyusu.“Bu, bolehkah Salsa merawat bayi Salsa sendiri? Atau biarkan Mbak Desi tinggal di sini atau Salsa yang tinggal di rumah Mbak Desi selama tiga bulan saja ?” “Ibu jangan khawatir masalah pekerjaan rumah tetap Salsa yang kerjakan, Bu tidak akan Salsa repotkan. Kasihan jika Mbak Desi membawa bayi Salsa keluar malam-malam begini,” pintanya.“Oh ... kamu mulai ber
“Ada apa, ada apa ... itu kenapa di kamar kita ada bayi itu, kamu sengaja bawa bayi ke rumah kita lagi?” tanyanya dengan nada emosi.“Oh kirain ada apa, memang kenapa?”“Kamu kenapa sih bawa bayi itu lagi, kasihan Mbak Desi dong, dia itu sangat menginginkan bayi itu, kalau sebentar-sebentar kamu bawa ke sini bagaimana dia lengket sama bayi itu, jangan egois dong?” ucap Sadam membuat telinga Salsa memanas.Begitu juga dengan Sheila yang ingin bersuara membela ibunya tetapi buru-buru tangannya di pegang.“Sayang temani dulu dedek ya, biar jemuran ini Mamah yang selesaikan dan sekalian papah kamu.” Tatapan Salsa sendu membuat Sheila sangat mengerti maksud ibunya dia pun mengangguk tanda mengerti dan pergi dari tempat itu.“Sa, kamu dengar nggak sih apa yang aku omongin?” “Jangan bawa bayi itu ke rumah ini lagi, kasihan Mbak Desi!” tegasnya lagi.Salsa membanting jemuran itu ke ember besar dan menatap tajam ke arah suaminya, dengan napas yang memburu ingin sekali menjambak dan merobek m
“Kamu sangat keterlaluan Mbak, bagaimana bisa kemu teledor seperti itu?” teriaknya kembali.“Aku juga tidak tahu, Sa, saat aku ingin pergi kamar mandi aku menitipkan kepada salah satu karyawan toko itu, tetapi saat aku kembali bayi itu sudah tidak ada lagi di dalam kereta dorong itu.”“Aku sudah menanyakan kepada karyawan itu tetapi dia juga menyesal karena saat itu lagi banyak pengunjung dan dia tidak melihat siapa yang membawa bayi itu.”“Aku dan Mas Dirga sudah melihat CCTV di sana, tetapi posisi di area itu tidak ada kata petugas di sana,” kilahnya berbohong.“Kenapa kamu membawa bayiku ke luar, dia belum ada seminggu dan itu sangat rentan Mbak, apa kamu tidak tahu itu, atau kamu sengaja membuat bayiku meninggal, hah?” teriaknya histeris.“Sa, aku tidak tahu, aku hanya ingin jalan-jalan dengan bayiku tidak lebih dari itu , aku tidak ada niatan untuk menghilangkannya, kamu tahu sendiri kan kalau aku sangat menginginkan seorang anak?” kilahnya.“Mas, bagaimana ini, kita harus se
“Istrimu ini sangat subur setiap lepas KB saja dia langsung bisa hamil, kamu bisa memanfaatkan nya dan membuat dia hamil ya paling setahunan gitu jaraknya, dan lagian dia itu nggak susah kalau melanjutkan tidak ada pendarahan atau tekanan tinggi, sangat gampang,” cerca Bu Citra bersemangat.“Bukannya Ibu yang menyuruh Salsa untuk pakai KB agar Salsa, nggak punya anak lagi?” “Iya memang, tetapi setelah kejadian ini kamu nggak dengar kata Desi, temannya mau membayar dengan harga mahal satu milyar Sadam.”“Bayangkan saja kamu jual anakmu dengan satu milyar apa kita nggak kaya mendadak, apalagi kamu bisa melahirkan anak laki-laki seperti bayi yang di jual itu, lebih besar harganya dari pada yang perempuan.”“Tidak Bu, Sadam tidak mau itu sama saja kita melawan hukum, Ibu mau masuk penjara, cukup sekali ini saja Bu, Sadam nggak mau membuat Salsa menderita.”“Sadam nggak mau melakukan kesalahan lagi, cukup sekali saja, jika Salsa tahu kalau Sadam terlibat dia akan marah besar dan akan men
“Akan kupastikan kamu tidak bisa bertemu dengan mereka, apa itu yang kamu, Salsa?” Ucapan itu terdengar seperti petir di siang bolong menambah luka yang belum kering, kini sudah tercipta luka yang baru.Salsa berhenti sejenak, kini dia pun menjadi dilema antara mencari bayi yang hilang itu atau kedua anaknya yang juga butuh perhatiannya. “Ya Allah apa yang harus aku lakukan? Aku juga tidak mungkin meninggalkan kedua anakku dengan mereka, bagaimana nasib mereka jika tidak ada aku?”“Bisa-bisa mereka juga akan menelantarkan kedua anakku yang lain hanya karena kesal kepadaku.”“Tidak-tidak aku tidak boleh egois, aku akan mencari cara lain,” batinnya berkata.“Kenapa Sayang, apa yang kamu tunggu, Ayuk silakan jika kamu mau pergi aku tidak keberatan tetapi seperti yang aku bilang tadi, selangkah saja kamu keluar jangan harap kamu bisa bertemu mereka lagi!”Sadam mendekati Salsa dan membisikkan sesuatu di telinganya.“Berpikirkah dua kali jika kedua anakmu ingin selamat, Sayang,” ucapnya pe
Tangisan pilu itu semakin kencang terdengar di telinga Salsa, naluri keibuannya pun semakin memanggilnya.“Suara tangisan itu mengingatkan dengan bayiku yang hilang dan kenapa sampai sekarang belum ada kabar dari polisi, apakah Mas Sadam memang sudah melaporkannya atau tidak sih?” gerutunya dalam hati tetapi langkahnya tidak berhenti untuk mencari suara tangisan bayi itu yang menyentuh hatinya.Sampai di sebuah lorong rumah sakit, terlihat seorang wanita cantik tinggi semampai sedang menggendong seorang bayi, dia tampak kewalahan saat bayi itu menangis begitu kencangnya.Salsa mencoba mendekati wanita muda itu dan menyapanya.“Maaf, bayinya kenapa Mbak?” “Nggak tahu kenapa Mbak, hari ini jadwalnya imunisasi tetapi dia terus saja menangis padahal di rumah dia tidur eh malah ke sini jadi begini,” jawab wanita itu kewalahan dan sedikit prustasi.“Kenapa nggak disusui saja bayinya, Mbak? Kasihan banget,” tanyanya lagi merasa kasihan karena mengingat anaknya kembali.“ASI saya nggak kelu
“Aku yakin dengan temanku itu Mbak, mereka memang sih orang miskin dan tidak sanggup membiayai bayinya makanya dia mau memberikannya kepadaku,” jawabnya pelan.“Lebih baik kamu buat surat perjanjian sama temanmu itu, jangan sampai dia akan mengambil lagi anaknya setelah besar apalagi saat dia hidup di rumah orang kaya, kita memang tidak tahu sifat manusia Re.”“Mungkin saat ini dia hanya meminta satu milyar, nggak tahu kan ke depannya jika dia meminta uang kamu lagi atau memeras kamu bagaimana, kamu mengesahkan bayi itu adalah anak kamu, jangan sampai saat kamu sudah terlanjur sayang dengan bayi itu dan ketika besar mengakui kalau mereka adalah orang tua kandungnya, ribet loh Re,” cerca Dokter Shinta berusaha menasihati adiknya.“Ingat Re, bukan berarti kita memutuskan ikatan mereka, biar bagaimana pun mereka adalah orang tua kandungnya dan kamu harus lebih dulu memberitahukannya ketika dia sudah besar, jangan mereka karena Mbak takut mereka akan memutar balikan fakta kamu kamu yang
Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Untung saja Salsa sudah selesai di dapur. Bahkan sudah mandi dan segar. Bersantai sejenak di depan teras sambil menatap layar ponsel jadulnya. Salsa pun melihat story WA yang disematkan di postingan kakak iparnya sepuluh menit yang lalu. “Alhamdulillah, akhirnya Allah mengabulkan doaku. Kalau orang sabar itu pasti mendapatkan pertolongan dari-Nya. Aamiin.”“Mbak Desi posting tulisan seperti ini kayak dapat rezeki nomplok, apa ya?” tanya Salsa penasaran. Sesaat kemudian terlihat kembali status story WA dari Desi. Mata Salsa terbelalak saat melihat dan membacanya. “Akhirnya ada pengganti bayiku yang hilang. Terima kasih ya Allah, Engkau telah mengabulkan doaku untuk menjadi ibu sungguhan.” “Apa maksud Mbak Desi, apakah dia sedang hamil?” ucapnya dalam hati merasa bingung. Di saat Salsa masih bingung dengan perasaannya tiba-tiba saja mereka sudah kembali. Tampak mobil silver memasuki halaman rumah mereka. Sadam pun bersama mereka di dalam mo
Wajah Salsa terlihat semringah begitu juga dengan Sheila dan Sarah setelah sampai di rumah. Bagaimana tidak karena mereka berdua diizinkan untuk ikut ibunya bekerja untuk menjadi baby siter di rumah besar itu. Rupanya Salsa tidak ragu-ragu lagi untuk mengambil keputusan tanpa seizin suaminya . Dia langsung menerima tawaran itu. Meskipun dia tahu kalau Sadam akan tidak mengizinkannya dia tetap nekat untuk bekerja. Bukan Salsa yang gila yang tapi dia ingin membuat kedua anaknya tumbuh dengan makanan yang bergizi dan sehat. “Ma, kok sepi sih pada ke mana yah?” tanya Sheila saat melihat rumah mereka tak melihat satu pun orang di sana. “Biasa kali, mereka pasti keluar. Biarkan saja Sayang, sekarang bawa adikmu dan cepat ganti pakaian , sudah jam lima ternyata, cepat sana!”:perintah Salsa disertai anggukan kepala dengan sikap hormat. “Siap Bos!” sahut Sheila dan Sarah bersamaan. Baru kali ini bisa tawa ceria dari mereka membuat mata Salsa berkaca-kaca. Sheila yang sudah mengerti akan p
Wanita paru baya itu segera memanggil warga meminta bantuan untuk mengantarkan Desi ke rumah sakit terdekat. Untung masih ada orang yang masih peduli dengan mereka meskipun keluarga itu sering berbuat masalah. Sampai di rumah sakit Desi langsung diperiksa oleh dokter. Tampak sekali raut wajah Bu Citra masih terlihat sangat Khawatir. “Bagaimana Dok, apa yang terjadi dengan Desi, anak saya?” Bu Citra tak sabar menanti penjelasan dokter yang baru saja keluar dari ruangan. “Lebih baik kita pastikan dulu sepertinya pasien sedang hamil tapi kita akan melakukan pengecekan terlebih dahulu agar lebih meyakinkan,” sahut dokter itu membuat mulut Bu Citra menganga.“A—apa yang Dokter katakan? Ha—hamil? Anak saya hamil?” Bu Citra sangat terkejut bercampur bahagia. Dia tak menyangka kalau putrinya akan segera memiliki anak sendiri.“Lebih baik kita memastikan dulu, Bu,” jawab dokter itu lagi. “Baik, terserah dokter saja. Kamu dengar itu Desi, kamu hamil?” Bu Citra sampai menutup mulut dengan ta
Wajah Salsa tak lagi murung setidaknya ada secercah harapan untuk bisa bertemu kembali dengan anaknya. Apalagi saat bertemu bayi lucu yang sangat menggemaskan itu terlihat ada guratan senyuman yang terlukis di wajahnya. “Ah kenapa aku merasa dia seperti bayiku yang hilang? Dan bagaimana perkembangan kasus bayiku itu, sepertinya aku harus mencari tahu apakah Mas Sadam memang sudah melaporkan ke kantor polisi atau belum,” ucapnya kesal dalam hati. “Wah hebat kamu Sa, jam segini baru pulang, dari mana saja kamu?” bentak Bu Citra menatap tajam menghadang jalan Salsa yang ingin masuk ke rumah. “Dari luar, kan Ibu sudah lihat Salsa datang dari luar,” ucapnya tanpa ingin berdebat panjang. “Dasar menantu kurang ajar. Kamu nggak lihat ini sudah jam berapa? Apa saya harus mengingatkan kamu tugas kamu, Salsa?” Bu Citra semakin geram dan tidak biasanya wanita yang dianggap lemah itu mulai berontak. “Iya Bu, tapi Salsa butuh istirahat juga. Dari subuh Salsa sudah mengerjakan pekerjaan rumah i
“Aku yakin dengan temanku itu Mbak, mereka memang sih orang miskin dan tidak sanggup membiayai bayinya makanya dia mau memberikannya kepadaku,” jawabnya pelan.“Lebih baik kamu buat surat perjanjian sama temanmu itu, jangan sampai dia akan mengambil lagi anaknya setelah besar apalagi saat dia hidup di rumah orang kaya, kita memang tidak tahu sifat manusia Re.”“Mungkin saat ini dia hanya meminta satu milyar, nggak tahu kan ke depannya jika dia meminta uang kamu lagi atau memeras kamu bagaimana, kamu mengesahkan bayi itu adalah anak kamu, jangan sampai saat kamu sudah terlanjur sayang dengan bayi itu dan ketika besar mengakui kalau mereka adalah orang tua kandungnya, ribet loh Re,” cerca Dokter Shinta berusaha menasihati adiknya.“Ingat Re, bukan berarti kita memutuskan ikatan mereka, biar bagaimana pun mereka adalah orang tua kandungnya dan kamu harus lebih dulu memberitahukannya ketika dia sudah besar, jangan mereka karena Mbak takut mereka akan memutar balikan fakta kamu kamu yang
Tangisan pilu itu semakin kencang terdengar di telinga Salsa, naluri keibuannya pun semakin memanggilnya.“Suara tangisan itu mengingatkan dengan bayiku yang hilang dan kenapa sampai sekarang belum ada kabar dari polisi, apakah Mas Sadam memang sudah melaporkannya atau tidak sih?” gerutunya dalam hati tetapi langkahnya tidak berhenti untuk mencari suara tangisan bayi itu yang menyentuh hatinya.Sampai di sebuah lorong rumah sakit, terlihat seorang wanita cantik tinggi semampai sedang menggendong seorang bayi, dia tampak kewalahan saat bayi itu menangis begitu kencangnya.Salsa mencoba mendekati wanita muda itu dan menyapanya.“Maaf, bayinya kenapa Mbak?” “Nggak tahu kenapa Mbak, hari ini jadwalnya imunisasi tetapi dia terus saja menangis padahal di rumah dia tidur eh malah ke sini jadi begini,” jawab wanita itu kewalahan dan sedikit prustasi.“Kenapa nggak disusui saja bayinya, Mbak? Kasihan banget,” tanyanya lagi merasa kasihan karena mengingat anaknya kembali.“ASI saya nggak kelu
“Akan kupastikan kamu tidak bisa bertemu dengan mereka, apa itu yang kamu, Salsa?” Ucapan itu terdengar seperti petir di siang bolong menambah luka yang belum kering, kini sudah tercipta luka yang baru.Salsa berhenti sejenak, kini dia pun menjadi dilema antara mencari bayi yang hilang itu atau kedua anaknya yang juga butuh perhatiannya. “Ya Allah apa yang harus aku lakukan? Aku juga tidak mungkin meninggalkan kedua anakku dengan mereka, bagaimana nasib mereka jika tidak ada aku?”“Bisa-bisa mereka juga akan menelantarkan kedua anakku yang lain hanya karena kesal kepadaku.”“Tidak-tidak aku tidak boleh egois, aku akan mencari cara lain,” batinnya berkata.“Kenapa Sayang, apa yang kamu tunggu, Ayuk silakan jika kamu mau pergi aku tidak keberatan tetapi seperti yang aku bilang tadi, selangkah saja kamu keluar jangan harap kamu bisa bertemu mereka lagi!”Sadam mendekati Salsa dan membisikkan sesuatu di telinganya.“Berpikirkah dua kali jika kedua anakmu ingin selamat, Sayang,” ucapnya pe
“Istrimu ini sangat subur setiap lepas KB saja dia langsung bisa hamil, kamu bisa memanfaatkan nya dan membuat dia hamil ya paling setahunan gitu jaraknya, dan lagian dia itu nggak susah kalau melanjutkan tidak ada pendarahan atau tekanan tinggi, sangat gampang,” cerca Bu Citra bersemangat.“Bukannya Ibu yang menyuruh Salsa untuk pakai KB agar Salsa, nggak punya anak lagi?” “Iya memang, tetapi setelah kejadian ini kamu nggak dengar kata Desi, temannya mau membayar dengan harga mahal satu milyar Sadam.”“Bayangkan saja kamu jual anakmu dengan satu milyar apa kita nggak kaya mendadak, apalagi kamu bisa melahirkan anak laki-laki seperti bayi yang di jual itu, lebih besar harganya dari pada yang perempuan.”“Tidak Bu, Sadam tidak mau itu sama saja kita melawan hukum, Ibu mau masuk penjara, cukup sekali ini saja Bu, Sadam nggak mau membuat Salsa menderita.”“Sadam nggak mau melakukan kesalahan lagi, cukup sekali saja, jika Salsa tahu kalau Sadam terlibat dia akan marah besar dan akan men
“Kamu sangat keterlaluan Mbak, bagaimana bisa kemu teledor seperti itu?” teriaknya kembali.“Aku juga tidak tahu, Sa, saat aku ingin pergi kamar mandi aku menitipkan kepada salah satu karyawan toko itu, tetapi saat aku kembali bayi itu sudah tidak ada lagi di dalam kereta dorong itu.”“Aku sudah menanyakan kepada karyawan itu tetapi dia juga menyesal karena saat itu lagi banyak pengunjung dan dia tidak melihat siapa yang membawa bayi itu.”“Aku dan Mas Dirga sudah melihat CCTV di sana, tetapi posisi di area itu tidak ada kata petugas di sana,” kilahnya berbohong.“Kenapa kamu membawa bayiku ke luar, dia belum ada seminggu dan itu sangat rentan Mbak, apa kamu tidak tahu itu, atau kamu sengaja membuat bayiku meninggal, hah?” teriaknya histeris.“Sa, aku tidak tahu, aku hanya ingin jalan-jalan dengan bayiku tidak lebih dari itu , aku tidak ada niatan untuk menghilangkannya, kamu tahu sendiri kan kalau aku sangat menginginkan seorang anak?” kilahnya.“Mas, bagaimana ini, kita harus se