Salsa dengan asyik memberikan Asi -nya, seketika bayi itu kembali tenang dalam dekapan ibu kandungnya sendiri. Bu Citra melihatnya dengan begitu haru, ada rasa kasihan kepada Salsa yang dipaksa untuk menyerahkan bayi itu untuk Desi agar dia bisa mendapatkan seorang anak tetapi dia pun menjadi orang tua egois untuk kepentingan anak perempuannya agar bisa hamil dengan cara merawat bayinya Salsa.
“Cepat bawa bayi itu di kamar kamu, hari ini kamu bisa tidur dengan dia, Desi sepertinya sangat kewalahan mengurus bayi itu sendiri,” ucapnya sambil menatap bayi itu yang begitu tenang tetapi mulutnya masih bergerak dengan lahap menyusu. “Bu, bolehkah Salsa merawat bayi Salsa sendiri? Atau biarkan Mbak Desi tinggal di sini atau Salsa yang tinggal di rumah Mbak Desi selama tiga bulan saja ?”“Ibu jangan khawatir masalah pekerjaan rumah tetap Salsa yang kerjakan, Bu tidak akan Salsa repotkan. Kasihan jika Mbak Desi membawa bayi Salsa keluar malam-malam begini,” pintanya.“Oh ... kamu mulai berani mengatur saya, Salsa memang siapa kamu, apa hak kamu menggurui saya?” bentaknya dengan nada kasar.“Salsa hanya memberikan pendapat, dan itu harus Ibu terima, hal ini sudah menyangkut nyawa bayi ini jika sampai terjadi sesuatu dengan bayi Salsa kalian lah yang akan bertanggung jawab!” tegasnya lagi.“Wah hebat kamu Salsa, berani sudah membentak saya dengan masalah sepele ini?”Sadam! Sadam!” panggil Bu Citra tak kalah nyaringnya membuat kedua mata kecil itu terbangun lagi. Salsa kembali mengayun buah hatinya agar kembali terlelap. Baru saja di ayun bayi begitu tenang dalam dekapan sang ibu, Salsa pun membawanya ke dalam kamar.Bu Citra mengekorinya dari belakang dan melihat anaknya masih terlelap dalam tidurnya dengan memeluk guling besar.“Sudah malam Bu, jangan membangunkan semua tetangga, nanti ibu saja yang malu sendiri,” ucapnya dengan tenang.“Kamu mulai mengancam saya, Salsa , sejak kapan kamu mulai bertindak kurang ajar seperti ini?”“Ibu yang sudah keterlaluan, memisahkan bayi dengan ibu kandungnya sendiri untuk kepentingan Mbak Desi, Ibu nggak lihat apa yang dilakukan sama Mbak Desi, baru lima hari bayi Salsa di rumahnya itu, tetapi dia sendiri tidak bisa menjaga ASI Salsa dengan baik, itu baru Asi, bagaimana dengan yang lain?”“Maaf Bu, saya tutup pintunya, mau istirahat!”Salsa lalu menutup pintu kamarnya dengan pelan agar tidak membangunkan bayinya kembali.Salsa sangat bersyukur setiap dia memanjatkan doanya selalu menjadi kenyataan untuk bisa memeluk dan mencium bayinya yang baru saja di lahirkannya.Salsa kembali menatap sang buah hati secara bergantian, sungguh rasa lelahnya sepanjang hari sebagai Ibu rumah tangga sangat melelahkan, bahkan jam tidur ya pun tidak menentu, tetapi ter bayarkan ketika Salsa menatap lekat buah hatinya yang tertidur dengan pulas. Wanita itu termenung, sesekali matanya melirik ke sang suami yang begitu damai dalam tidurnya. Bahkan suara mendengkur terdengar jelas di telinga Salsa.“Sampai kapan aku mengalah di dalam setiap masalah, Mas Sadam?”“Aku begitu lelah menghadapi egois kalian, tidak mau mengerti perasaanku. Apalagi kamu, Mas.”“Apakah ini alasannya kamu melarangku memakai alat KB apa pun agar aku bisa hamil dan memberikan bayi kita ke tangan Mbak Desi?”“Apakah memang ini rencana kalian hanya untuk bisa memberikan seorang bayi untuk Mbak Desi, sedangkan baru lima hari saja bersamanya bayiku juga tidak terurus dengan baik, padahal semua pekerjaan rumah aku yang menyelesaikannya.”Salsa beranjak dari duduknya di tepi ranjang, berdiri mematung melihat pantulan cermin hias itu. Betapa buruknya tubuhnya yang lemas, kulit kusam seakan-akan menua dini dari umur, kurus kerempeng seperti hanya terbungkus dengan tulang. Pakaian yang terlihat lusuh bahkan banyak tambalan di mana-mana.“Siapa aku ini?”“Apakah ini diriku?”“Aku sudah sangat berubah, tidak terurus, ini kah diriku?” tanyanya dalam hati.“Ah ... seandainya waktu itu ...“Tidak! aku tidak mau hamil lagi, dia saja terlihat sangat cuek dan aku tidak mau menderita lagi, sudah cukup aku bertahan dengan rumah tangga seperti ini.”“Semakin lama di diamkan mereka semakin keterlaluan, kasihan jika anak-anakku tidak terurus hanya untuk bekerja sebagai pembantu di rumah ini,” batinnya berkata.“Mas Sadam harus mengerti aku juga, dia sebagai kepala rumah tangga tetapi dia sangat lemah jika Ibu dan Mbak Desi yang bersuara.”“Aku harus memakai alat KB , aku tidak ingin kebobolan lagi, sudah cukup!”“Kalian tidak bisa lagi membuatku menderita, kalian belum tahu siapa aku!”“Aku bertahan hanya untuk melihat anak-anakku bahagia, bahkan aku juga bisa membiayai hidup mereka tanpamu, Mas!” lanjutnya lagi. Salsa mengecup kening ketiga anaknya, dia akhirnya bisa tidur terlelap walaupun hanya sebentar sebelum aktivitas rutin menyambutnya. Menjelang Subuh Salsa terbangun sendiri dan langsung mengecek bayinya yang ternyata sudah bangun. Bayi itu seolah-olah tahu akan keberadaan sang ibu sehingga bayi itu memberikan senyuman lucunya membuat Salsa menjadi gemas.“Ah, anak Mamah sudah bangun juga ya, mau mimik? Bentar ya dek ... Salsa lalu menyusunya kembali. Bayi itu tidak menangis dia terlihat tenang, setelah tidur kembali Salsa harus segera ke dapur.Dia ingin ketika bayinya bangun lagi dia sudah menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Mulai dari mencuci pakaian milik keluarganya maupun milik Mbak Desi dan suaminya. Ada tiga keranjang besar sudah menunggu di depan matanya.Itu sudah hak yang biasa bagi Salsa, setelah melahirkan pun tidak ada waktu istirahat, ibu mertuanya langsung memberikan pekerjaan seperti biasa.Tepat jam lima subuh cucian telah selesai dan tinggal di jemur, dia melakukan aktivitasnya yang kedua yaitu memasak.Lagi-lagi masakan ini harus di makan juga oleh Mbak Desi dan suaminya. Bu Citra terlalu memanjakan putri kandungnya sehingga setelah menikah dia pun masih di manja.“Selamat pagi Mah,” ucap gadis kecil itu dengan tersenyum.“Selamat pagi, Sayang ,” sahut Salsa membalas senyuman anaknya.“Sheila, sudah salat belum?”“Ini baru mau ambil air wudu.”“Mah, ada dedek di kamar masih tidur, tadi bangun sebentar terus di tenangi sama Sarah.”“Oh ya, makasih ya Sayang, Mamah harus selesai semuanya sebelum dedek nangis, tadi malam Tante Desi ke rumah dan membawa dedek lagi nangis makanya dedek ada di rumah ini,” jelasnya sambil tangannya dengan cekatan menggoreng telur ceplok.“Mah, kenapa nggak kita aja sih yang merawat dedek, Tante Desi itu jahat, jutek, Sheila nggak suka sama dia , nanti kalau ada apa-apa kasihan dedek,” protes Sheila gadis kecil yang kini sudah berusia delapan tahun itu.“Sayang nggak boleh ngomong gitu ah, nggak baik, sudah sana salat nanti kesiangan, bangunkan juga Papah ya biar salat sama-sama.”“Nggak ah malas, Papah itu kalau dibangunin bawaannya marah, kasihan dedek nanti terganggu tidurnya,” jawabnya dan berlalu begitu saja dan pergi ke kamar mandi.Salsa hanya bisa menghela napas panjang saat putri pertamanya ini sudah bisa menilai orang di sekitar lingkungannya. Walaupun dia hanya seorang gadis kecil tetapi anak itu sangat peduli dengan Salsa.Gadis kecil yang berani, dan tidak takut dengan siapa pun, dia akan berontak jika ada yang menyakiti ibu dan adiknya. Gadis kecil itu seolah-olah sebagai perisai untuk ibunya.Selain pintar di sekolah tak jarang Sheila dan Sarah akan membantu menyelesaikan pekerjaan rumah, walau sering dimarahi oleh ibunya agar tidak ikutan, tetapi dua kakak beradik itu tidak ingin ibunya menjadi pembantu di rumah sendiri. Sebisa mungkin mereka akan mengerjakan apa yang bisa mereka lakukan.“Salsa!” teriak Mas Sadam memekik sampai luar kamar.Sadam mendatangi Salsa dan Sheila yang sibuk menjemur pakaian di halaman belakang.“Ada apa Mas, kenapa pagi-pagi sudah teriak,” protes Salsa sedikit kesal.“Ada apa, ada apa ... itu kenapa di kamar kita ada bayi itu, kamu sengaja bawa bayi ke rumah kita lagi?” tanyanya dengan nada emosi.“Oh kirain ada apa, memang kenapa?”“Kamu kenapa sih bawa bayi itu lagi, kasihan Mbak Desi dong, dia itu sangat menginginkan bayi itu, kalau sebentar-sebentar kamu bawa ke sini bagaimana dia lengket sama bayi itu, jangan egois dong?” ucap Sadam membuat telinga Salsa memanas.Begitu juga dengan Sheila yang ingin bersuara membela ibunya tetapi buru-buru tangannya di pegang.“Sayang temani dulu dedek ya, biar jemuran ini Mamah yang selesaikan dan sekalian papah kamu.” Tatapan Salsa sendu membuat Sheila sangat mengerti maksud ibunya dia pun mengangguk tanda mengerti dan pergi dari tempat itu.“Sa, kamu dengar nggak sih apa yang aku omongin?” “Jangan bawa bayi itu ke rumah ini lagi, kasihan Mbak Desi!” tegasnya lagi.Salsa membanting jemuran itu ke ember besar dan menatap tajam ke arah suaminya, dengan napas yang memburu ingin sekali menjambak dan merobek m
“Kamu sangat keterlaluan Mbak, bagaimana bisa kemu teledor seperti itu?” teriaknya kembali.“Aku juga tidak tahu, Sa, saat aku ingin pergi kamar mandi aku menitipkan kepada salah satu karyawan toko itu, tetapi saat aku kembali bayi itu sudah tidak ada lagi di dalam kereta dorong itu.”“Aku sudah menanyakan kepada karyawan itu tetapi dia juga menyesal karena saat itu lagi banyak pengunjung dan dia tidak melihat siapa yang membawa bayi itu.”“Aku dan Mas Dirga sudah melihat CCTV di sana, tetapi posisi di area itu tidak ada kata petugas di sana,” kilahnya berbohong.“Kenapa kamu membawa bayiku ke luar, dia belum ada seminggu dan itu sangat rentan Mbak, apa kamu tidak tahu itu, atau kamu sengaja membuat bayiku meninggal, hah?” teriaknya histeris.“Sa, aku tidak tahu, aku hanya ingin jalan-jalan dengan bayiku tidak lebih dari itu , aku tidak ada niatan untuk menghilangkannya, kamu tahu sendiri kan kalau aku sangat menginginkan seorang anak?” kilahnya.“Mas, bagaimana ini, kita harus se
“Istrimu ini sangat subur setiap lepas KB saja dia langsung bisa hamil, kamu bisa memanfaatkan nya dan membuat dia hamil ya paling setahunan gitu jaraknya, dan lagian dia itu nggak susah kalau melanjutkan tidak ada pendarahan atau tekanan tinggi, sangat gampang,” cerca Bu Citra bersemangat.“Bukannya Ibu yang menyuruh Salsa untuk pakai KB agar Salsa, nggak punya anak lagi?” “Iya memang, tetapi setelah kejadian ini kamu nggak dengar kata Desi, temannya mau membayar dengan harga mahal satu milyar Sadam.”“Bayangkan saja kamu jual anakmu dengan satu milyar apa kita nggak kaya mendadak, apalagi kamu bisa melahirkan anak laki-laki seperti bayi yang di jual itu, lebih besar harganya dari pada yang perempuan.”“Tidak Bu, Sadam tidak mau itu sama saja kita melawan hukum, Ibu mau masuk penjara, cukup sekali ini saja Bu, Sadam nggak mau membuat Salsa menderita.”“Sadam nggak mau melakukan kesalahan lagi, cukup sekali saja, jika Salsa tahu kalau Sadam terlibat dia akan marah besar dan akan men
“Akan kupastikan kamu tidak bisa bertemu dengan mereka, apa itu yang kamu, Salsa?” Ucapan itu terdengar seperti petir di siang bolong menambah luka yang belum kering, kini sudah tercipta luka yang baru.Salsa berhenti sejenak, kini dia pun menjadi dilema antara mencari bayi yang hilang itu atau kedua anaknya yang juga butuh perhatiannya. “Ya Allah apa yang harus aku lakukan? Aku juga tidak mungkin meninggalkan kedua anakku dengan mereka, bagaimana nasib mereka jika tidak ada aku?”“Bisa-bisa mereka juga akan menelantarkan kedua anakku yang lain hanya karena kesal kepadaku.”“Tidak-tidak aku tidak boleh egois, aku akan mencari cara lain,” batinnya berkata.“Kenapa Sayang, apa yang kamu tunggu, Ayuk silakan jika kamu mau pergi aku tidak keberatan tetapi seperti yang aku bilang tadi, selangkah saja kamu keluar jangan harap kamu bisa bertemu mereka lagi!”Sadam mendekati Salsa dan membisikkan sesuatu di telinganya.“Berpikirkah dua kali jika kedua anakmu ingin selamat, Sayang,” ucapnya pe
Tangisan pilu itu semakin kencang terdengar di telinga Salsa, naluri keibuannya pun semakin memanggilnya.“Suara tangisan itu mengingatkan dengan bayiku yang hilang dan kenapa sampai sekarang belum ada kabar dari polisi, apakah Mas Sadam memang sudah melaporkannya atau tidak sih?” gerutunya dalam hati tetapi langkahnya tidak berhenti untuk mencari suara tangisan bayi itu yang menyentuh hatinya.Sampai di sebuah lorong rumah sakit, terlihat seorang wanita cantik tinggi semampai sedang menggendong seorang bayi, dia tampak kewalahan saat bayi itu menangis begitu kencangnya.Salsa mencoba mendekati wanita muda itu dan menyapanya.“Maaf, bayinya kenapa Mbak?” “Nggak tahu kenapa Mbak, hari ini jadwalnya imunisasi tetapi dia terus saja menangis padahal di rumah dia tidur eh malah ke sini jadi begini,” jawab wanita itu kewalahan dan sedikit prustasi.“Kenapa nggak disusui saja bayinya, Mbak? Kasihan banget,” tanyanya lagi merasa kasihan karena mengingat anaknya kembali.“ASI saya nggak kelu
“Aku yakin dengan temanku itu Mbak, mereka memang sih orang miskin dan tidak sanggup membiayai bayinya makanya dia mau memberikannya kepadaku,” jawabnya pelan.“Lebih baik kamu buat surat perjanjian sama temanmu itu, jangan sampai dia akan mengambil lagi anaknya setelah besar apalagi saat dia hidup di rumah orang kaya, kita memang tidak tahu sifat manusia Re.”“Mungkin saat ini dia hanya meminta satu milyar, nggak tahu kan ke depannya jika dia meminta uang kamu lagi atau memeras kamu bagaimana, kamu mengesahkan bayi itu adalah anak kamu, jangan sampai saat kamu sudah terlanjur sayang dengan bayi itu dan ketika besar mengakui kalau mereka adalah orang tua kandungnya, ribet loh Re,” cerca Dokter Shinta berusaha menasihati adiknya.“Ingat Re, bukan berarti kita memutuskan ikatan mereka, biar bagaimana pun mereka adalah orang tua kandungnya dan kamu harus lebih dulu memberitahukannya ketika dia sudah besar, jangan mereka karena Mbak takut mereka akan memutar balikan fakta kamu kamu yang
Wajah Salsa tak lagi murung setidaknya ada secercah harapan untuk bisa bertemu kembali dengan anaknya. Apalagi saat bertemu bayi lucu yang sangat menggemaskan itu terlihat ada guratan senyuman yang terlukis di wajahnya. “Ah kenapa aku merasa dia seperti bayiku yang hilang? Dan bagaimana perkembangan kasus bayiku itu, sepertinya aku harus mencari tahu apakah Mas Sadam memang sudah melaporkan ke kantor polisi atau belum,” ucapnya kesal dalam hati. “Wah hebat kamu Sa, jam segini baru pulang, dari mana saja kamu?” bentak Bu Citra menatap tajam menghadang jalan Salsa yang ingin masuk ke rumah. “Dari luar, kan Ibu sudah lihat Salsa datang dari luar,” ucapnya tanpa ingin berdebat panjang. “Dasar menantu kurang ajar. Kamu nggak lihat ini sudah jam berapa? Apa saya harus mengingatkan kamu tugas kamu, Salsa?” Bu Citra semakin geram dan tidak biasanya wanita yang dianggap lemah itu mulai berontak. “Iya Bu, tapi Salsa butuh istirahat juga. Dari subuh Salsa sudah mengerjakan pekerjaan rumah i
Wanita paru baya itu segera memanggil warga meminta bantuan untuk mengantarkan Desi ke rumah sakit terdekat. Untung masih ada orang yang masih peduli dengan mereka meskipun keluarga itu sering berbuat masalah. Sampai di rumah sakit Desi langsung diperiksa oleh dokter. Tampak sekali raut wajah Bu Citra masih terlihat sangat Khawatir. “Bagaimana Dok, apa yang terjadi dengan Desi, anak saya?” Bu Citra tak sabar menanti penjelasan dokter yang baru saja keluar dari ruangan. “Lebih baik kita pastikan dulu sepertinya pasien sedang hamil tapi kita akan melakukan pengecekan terlebih dahulu agar lebih meyakinkan,” sahut dokter itu membuat mulut Bu Citra menganga.“A—apa yang Dokter katakan? Ha—hamil? Anak saya hamil?” Bu Citra sangat terkejut bercampur bahagia. Dia tak menyangka kalau putrinya akan segera memiliki anak sendiri.“Lebih baik kita memastikan dulu, Bu,” jawab dokter itu lagi. “Baik, terserah dokter saja. Kamu dengar itu Desi, kamu hamil?” Bu Citra sampai menutup mulut dengan ta
Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Untung saja Salsa sudah selesai di dapur. Bahkan sudah mandi dan segar. Bersantai sejenak di depan teras sambil menatap layar ponsel jadulnya. Salsa pun melihat story WA yang disematkan di postingan kakak iparnya sepuluh menit yang lalu. “Alhamdulillah, akhirnya Allah mengabulkan doaku. Kalau orang sabar itu pasti mendapatkan pertolongan dari-Nya. Aamiin.”“Mbak Desi posting tulisan seperti ini kayak dapat rezeki nomplok, apa ya?” tanya Salsa penasaran. Sesaat kemudian terlihat kembali status story WA dari Desi. Mata Salsa terbelalak saat melihat dan membacanya. “Akhirnya ada pengganti bayiku yang hilang. Terima kasih ya Allah, Engkau telah mengabulkan doaku untuk menjadi ibu sungguhan.” “Apa maksud Mbak Desi, apakah dia sedang hamil?” ucapnya dalam hati merasa bingung. Di saat Salsa masih bingung dengan perasaannya tiba-tiba saja mereka sudah kembali. Tampak mobil silver memasuki halaman rumah mereka. Sadam pun bersama mereka di dalam mo
Wajah Salsa terlihat semringah begitu juga dengan Sheila dan Sarah setelah sampai di rumah. Bagaimana tidak karena mereka berdua diizinkan untuk ikut ibunya bekerja untuk menjadi baby siter di rumah besar itu. Rupanya Salsa tidak ragu-ragu lagi untuk mengambil keputusan tanpa seizin suaminya . Dia langsung menerima tawaran itu. Meskipun dia tahu kalau Sadam akan tidak mengizinkannya dia tetap nekat untuk bekerja. Bukan Salsa yang gila yang tapi dia ingin membuat kedua anaknya tumbuh dengan makanan yang bergizi dan sehat. “Ma, kok sepi sih pada ke mana yah?” tanya Sheila saat melihat rumah mereka tak melihat satu pun orang di sana. “Biasa kali, mereka pasti keluar. Biarkan saja Sayang, sekarang bawa adikmu dan cepat ganti pakaian , sudah jam lima ternyata, cepat sana!”:perintah Salsa disertai anggukan kepala dengan sikap hormat. “Siap Bos!” sahut Sheila dan Sarah bersamaan. Baru kali ini bisa tawa ceria dari mereka membuat mata Salsa berkaca-kaca. Sheila yang sudah mengerti akan p
Wanita paru baya itu segera memanggil warga meminta bantuan untuk mengantarkan Desi ke rumah sakit terdekat. Untung masih ada orang yang masih peduli dengan mereka meskipun keluarga itu sering berbuat masalah. Sampai di rumah sakit Desi langsung diperiksa oleh dokter. Tampak sekali raut wajah Bu Citra masih terlihat sangat Khawatir. “Bagaimana Dok, apa yang terjadi dengan Desi, anak saya?” Bu Citra tak sabar menanti penjelasan dokter yang baru saja keluar dari ruangan. “Lebih baik kita pastikan dulu sepertinya pasien sedang hamil tapi kita akan melakukan pengecekan terlebih dahulu agar lebih meyakinkan,” sahut dokter itu membuat mulut Bu Citra menganga.“A—apa yang Dokter katakan? Ha—hamil? Anak saya hamil?” Bu Citra sangat terkejut bercampur bahagia. Dia tak menyangka kalau putrinya akan segera memiliki anak sendiri.“Lebih baik kita memastikan dulu, Bu,” jawab dokter itu lagi. “Baik, terserah dokter saja. Kamu dengar itu Desi, kamu hamil?” Bu Citra sampai menutup mulut dengan ta
Wajah Salsa tak lagi murung setidaknya ada secercah harapan untuk bisa bertemu kembali dengan anaknya. Apalagi saat bertemu bayi lucu yang sangat menggemaskan itu terlihat ada guratan senyuman yang terlukis di wajahnya. “Ah kenapa aku merasa dia seperti bayiku yang hilang? Dan bagaimana perkembangan kasus bayiku itu, sepertinya aku harus mencari tahu apakah Mas Sadam memang sudah melaporkan ke kantor polisi atau belum,” ucapnya kesal dalam hati. “Wah hebat kamu Sa, jam segini baru pulang, dari mana saja kamu?” bentak Bu Citra menatap tajam menghadang jalan Salsa yang ingin masuk ke rumah. “Dari luar, kan Ibu sudah lihat Salsa datang dari luar,” ucapnya tanpa ingin berdebat panjang. “Dasar menantu kurang ajar. Kamu nggak lihat ini sudah jam berapa? Apa saya harus mengingatkan kamu tugas kamu, Salsa?” Bu Citra semakin geram dan tidak biasanya wanita yang dianggap lemah itu mulai berontak. “Iya Bu, tapi Salsa butuh istirahat juga. Dari subuh Salsa sudah mengerjakan pekerjaan rumah i
“Aku yakin dengan temanku itu Mbak, mereka memang sih orang miskin dan tidak sanggup membiayai bayinya makanya dia mau memberikannya kepadaku,” jawabnya pelan.“Lebih baik kamu buat surat perjanjian sama temanmu itu, jangan sampai dia akan mengambil lagi anaknya setelah besar apalagi saat dia hidup di rumah orang kaya, kita memang tidak tahu sifat manusia Re.”“Mungkin saat ini dia hanya meminta satu milyar, nggak tahu kan ke depannya jika dia meminta uang kamu lagi atau memeras kamu bagaimana, kamu mengesahkan bayi itu adalah anak kamu, jangan sampai saat kamu sudah terlanjur sayang dengan bayi itu dan ketika besar mengakui kalau mereka adalah orang tua kandungnya, ribet loh Re,” cerca Dokter Shinta berusaha menasihati adiknya.“Ingat Re, bukan berarti kita memutuskan ikatan mereka, biar bagaimana pun mereka adalah orang tua kandungnya dan kamu harus lebih dulu memberitahukannya ketika dia sudah besar, jangan mereka karena Mbak takut mereka akan memutar balikan fakta kamu kamu yang
Tangisan pilu itu semakin kencang terdengar di telinga Salsa, naluri keibuannya pun semakin memanggilnya.“Suara tangisan itu mengingatkan dengan bayiku yang hilang dan kenapa sampai sekarang belum ada kabar dari polisi, apakah Mas Sadam memang sudah melaporkannya atau tidak sih?” gerutunya dalam hati tetapi langkahnya tidak berhenti untuk mencari suara tangisan bayi itu yang menyentuh hatinya.Sampai di sebuah lorong rumah sakit, terlihat seorang wanita cantik tinggi semampai sedang menggendong seorang bayi, dia tampak kewalahan saat bayi itu menangis begitu kencangnya.Salsa mencoba mendekati wanita muda itu dan menyapanya.“Maaf, bayinya kenapa Mbak?” “Nggak tahu kenapa Mbak, hari ini jadwalnya imunisasi tetapi dia terus saja menangis padahal di rumah dia tidur eh malah ke sini jadi begini,” jawab wanita itu kewalahan dan sedikit prustasi.“Kenapa nggak disusui saja bayinya, Mbak? Kasihan banget,” tanyanya lagi merasa kasihan karena mengingat anaknya kembali.“ASI saya nggak kelu
“Akan kupastikan kamu tidak bisa bertemu dengan mereka, apa itu yang kamu, Salsa?” Ucapan itu terdengar seperti petir di siang bolong menambah luka yang belum kering, kini sudah tercipta luka yang baru.Salsa berhenti sejenak, kini dia pun menjadi dilema antara mencari bayi yang hilang itu atau kedua anaknya yang juga butuh perhatiannya. “Ya Allah apa yang harus aku lakukan? Aku juga tidak mungkin meninggalkan kedua anakku dengan mereka, bagaimana nasib mereka jika tidak ada aku?”“Bisa-bisa mereka juga akan menelantarkan kedua anakku yang lain hanya karena kesal kepadaku.”“Tidak-tidak aku tidak boleh egois, aku akan mencari cara lain,” batinnya berkata.“Kenapa Sayang, apa yang kamu tunggu, Ayuk silakan jika kamu mau pergi aku tidak keberatan tetapi seperti yang aku bilang tadi, selangkah saja kamu keluar jangan harap kamu bisa bertemu mereka lagi!”Sadam mendekati Salsa dan membisikkan sesuatu di telinganya.“Berpikirkah dua kali jika kedua anakmu ingin selamat, Sayang,” ucapnya pe
“Istrimu ini sangat subur setiap lepas KB saja dia langsung bisa hamil, kamu bisa memanfaatkan nya dan membuat dia hamil ya paling setahunan gitu jaraknya, dan lagian dia itu nggak susah kalau melanjutkan tidak ada pendarahan atau tekanan tinggi, sangat gampang,” cerca Bu Citra bersemangat.“Bukannya Ibu yang menyuruh Salsa untuk pakai KB agar Salsa, nggak punya anak lagi?” “Iya memang, tetapi setelah kejadian ini kamu nggak dengar kata Desi, temannya mau membayar dengan harga mahal satu milyar Sadam.”“Bayangkan saja kamu jual anakmu dengan satu milyar apa kita nggak kaya mendadak, apalagi kamu bisa melahirkan anak laki-laki seperti bayi yang di jual itu, lebih besar harganya dari pada yang perempuan.”“Tidak Bu, Sadam tidak mau itu sama saja kita melawan hukum, Ibu mau masuk penjara, cukup sekali ini saja Bu, Sadam nggak mau membuat Salsa menderita.”“Sadam nggak mau melakukan kesalahan lagi, cukup sekali saja, jika Salsa tahu kalau Sadam terlibat dia akan marah besar dan akan men
“Kamu sangat keterlaluan Mbak, bagaimana bisa kemu teledor seperti itu?” teriaknya kembali.“Aku juga tidak tahu, Sa, saat aku ingin pergi kamar mandi aku menitipkan kepada salah satu karyawan toko itu, tetapi saat aku kembali bayi itu sudah tidak ada lagi di dalam kereta dorong itu.”“Aku sudah menanyakan kepada karyawan itu tetapi dia juga menyesal karena saat itu lagi banyak pengunjung dan dia tidak melihat siapa yang membawa bayi itu.”“Aku dan Mas Dirga sudah melihat CCTV di sana, tetapi posisi di area itu tidak ada kata petugas di sana,” kilahnya berbohong.“Kenapa kamu membawa bayiku ke luar, dia belum ada seminggu dan itu sangat rentan Mbak, apa kamu tidak tahu itu, atau kamu sengaja membuat bayiku meninggal, hah?” teriaknya histeris.“Sa, aku tidak tahu, aku hanya ingin jalan-jalan dengan bayiku tidak lebih dari itu , aku tidak ada niatan untuk menghilangkannya, kamu tahu sendiri kan kalau aku sangat menginginkan seorang anak?” kilahnya.“Mas, bagaimana ini, kita harus se