“Sudah tidur istrimu itu, Dam?” tanya Desi yang ternyata menunggu di luar.
“Sudah Mbak,” jawab Sadam lesu.“Bagus, aku pulang dulu dan kasih tahu istrimu peras saja susunya taruh di botol dan kamu yang akan mengantarkannya jangan Salsa, karena Ibu nggak mau dia melihat bayinya lagi.”“Bu apa salahnya jika Salsa melihat bayinya sendiri?” protes Sadam.“Nggak usah protes dong Dam, anakmu bukan Mbak jual tetapi dirawat, entar kalau Mbak hamil, anakmu ini akan aku kembalikan, jadi jangan khawatir,” jelas Desi sedikit kesal.“Kamu ingat ya Dam, kamu harus balas jasa dong, kalau bukan Mas Dirga membantu kamu nggak mungkin kamu bisa kerja yang bagus seperti ini lantaran Mas Dirga banyak koneksi,” ancam Desi ketus. Desi dengan perlahan mengambil bayi itu tanpa bersuara. Seketika bayi itu menangis kencang tetapi mungkin karena terlalu lemah Salsa hanya mendengar samar-samar.“Mas, bayi kita menangis,” ucapnya pelan tanpa melihat bayinya.“Ya Sayang nggak apa-apa, cuma mau di mandiin sama bidannya,” jawab Sadam berbohong.Salsa kembali tidur tanpa curiga karena berpikir suaminya tidak akan melakukannya.Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, rasa gerah kini menyelimuti Salsa, dia pun segara bangun untuk melihat sang bayi, tetapi saat menengok ke box bayi ternyata sudah tidak ada.Salsa terkejut dan berteriak tetapi segera di tenangkan oleh suaminya.Mas, bayi kita ke mana? Apakah perawat masih memandikannya tetapi ini sudah jam lima kok belum selesai?” tanyanya tanpa jeda dan khawatir.Sadam mendekati Salsa yang masih kebingungan, lalu kedua tangannya pun memegang tangan Salsa.“Sayang kamu percaya kan dengan suamimu?”“Mas, ada apa kenapa kamu berkata seperti itu, apa maksudmu, Mas?” tanya Salsa bertambah bingung.“Begini Sayang, bayimu memang sudah dimandikan dari tadi, dan sudah dibawa pulang sama Mbak Desi,” jawabnya pelan.Bagai disambar petir, Salsa menatap tajam ke arah suaminya, lidahnya kelu, sesaat air matanya pun tidak tertahankan untuk mengalir.“A—apa maksud Mas Sa-Sadam?” tanyanya dengan tangan bibir bergetar.“Sayang, Mas sudah memberikan anak kita untuk Mbak Desi, kamu tahu kan itu?” tanyanya balik.“Mas, apa kamu sudah nggak waras? Kamu memberikannya saat aku tertidur dan kamu dengan seenaknya memberikan bayiku kepada Mbak Desi?”“Dia baru saja meminum Asiku Mas, sekarang kamu menjauhkan aku dan bayiku sendiri, ini tidak adil Mas, dia anakku!”“Salsa, jangan membuatku serba salah, kamu tahu sendiri dari awal Mbak Desi sangat menginginkan bayi itu, kenapa sih kamu nggak mau ngerti?”“Lagian dia itu Mbak aku sendiri, bukan orang lain, kalau kamu rindu dengan bayi itu kamu bisa kan melihatnya tanpa harus banyak komentar?” Sadam terlihat sangat marah dan kesal ketika istrinya masih saja protes padahal menurutnya Salsa sudah tahu kalau Desi meminta anaknya ketika sudah lahir.“Mas ...” ucapnya lirih dan menahan air matanya.“Kamu sudah mendingan kan, lebih kita pulang sekarang kita akan bahas masalah ini nanti, dan jangan membuat keributan apalagi kamu mengadu dengan Bidan Lastri.”“Mas, tetapi ...“Kamu dengar nggak sih apa yang Mas bilang, jangan membuat masalah Salsa, atau kamu tanggung sendiri akibatnya,” ucapnya penuh dengan penekanan.“Baik, Mas!”Dengan berat hati Salsa mengemas barangnya untuk pulang ke rumah, saat berberes Bidan Lastri datang untuk menjenguk dan dia pun terkejut saat melihat Salsa sudah bersiap diri untuk pulang.“Loh Salsa kamu sudah mau pulang, besok pagi juga nggak apa-apa kok, dan di mana bayimu, semua baik-baik saja kan?”“Maaf tadi Ibu membantu ibu lain yang mau melahirkan, makanya baru sempat ke sini,” ucap Lastri lembut.“Iya nggak apa-apa Bu, bayiku sudah di bawa Mbak Desi tadi, nggak apa-apa kok Bu, dia berjanji akan sering ke rumah sebelum tiga bulan usianya, bayiku akan bersama ibu kandungnya,” kilah Salsa penuh penekanan. Kedua matanya melirik ke atas Sadam yang terlihat tampak tenang saja.“Oke ... kalau nggak ada masalah, tetapi ingat satu hal Salsa, kamu adalah seorang wanita, kamu seorang ibu yang tangguh, jangan kamu lemah untuk menjalani hidup ini, setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, kamu harus tegas, tunjukkan kalau dirimu ini wanita yang kuat , yang tidak bisa di remehkan oleh siapa pun juga termasuk suamimu!” Nasihat Bidan Lastri membuat Sadam tersentak kaget.“Maaf, Bu Lastri menyindir saya?” tanya Sadam kesal.“Nggak juga, Ibu hanya memberikan nasihat sama Salsa, untuk selalu menjadi wanita yang kuat, tahan banting dan selalu di jalan yang benar, apa itu salah Sadam?” tanya balik Bu Lastri menatap tajam kearahnya.“Ayuk Sa, jangan lama-lama di sini, Kami pamit, Assalamu’alaikum!”“Bu, Salsa pulang dulu, terima kasih atas dukungannya Bu, Assalamu’alaikum.”“Wa’alaikumsalam, kalau ada apa-apa kasih tahu Ibu ya.”“Iya Bu.”Mereka pun akhirnya pulang ke rumah. Salsa tak henti-hentinya menangis sehingga sebagian warga ada yang melihat, tetapi mereka enggan menegur, karena mereka malas mencari ribut dengan keluarga yang keras kepala itu. *** Sudah lima hari Salsa tidak bisa menggendong bayinya sendiri, setiap Salsa memberikan Asi untuk si kecil, Desi selalu melarangnya dan meminta untuk memeras dan menyimpannya di botol.Setiap kali bayinya menangis membuat hati Salsa ikut menangis, dia pun tidak tidur sepanjang hari karena memikirkan bayinya membuat kesehatannya terganggu.Pekerjaan rumah tidak ada yang selesai di kerjakan oleh Salsa. Semenjak Desi yang merawat bayi itu, pekerjaan rumah tangga Desi diserahkan kepada Salsa.Desi tidak mau tahu dia harus fokus untuk merawat si kecil walaupun dengan susah payah.Setiap malam bayi itu menangis membuat Desi dan Dirga tidak bisa tidur dengan nyenyak. Sehari dua hari mereka tidak terganggu dengan tangisan bayi itu, tetapi tiga hari kemudian mereka mengeluh dan membuat Dirga suaminya marah-marah karena terganggu dengan tangisan bayi di malam hari.Sedangkan Sadam bisa tidur dengan nyenyak tanpa mendengar tangisan bayi lagi seperti yang pernah dia alami. “Oek ...oek ... tangisan bayi itu kembali pecah membuat Desi yang baru saja tidur merasa lelah seharian mengurus bayi dia pun malas untuk bangun.“Mas ... Mas ... bangun ... gantian dong urus bayinya aku ngantuk banget nih,” ucapnya tanpa membuka matanya tetapi tangan tetap menggoyangkan tubuh gempal suaminya.“Aduh ... kamu bagaimana sih Des, aku ini juga butuh istirahat, cepat urus bayi itu, sungguh berisik di telinga, kalau kamu tidak urus lebih baik kamu pulangkan saja dengan ibunya,” bentak Dirga semakin membuat bayi itu menangis kencang.“Ah sulit banget sih menenangkan bayi ini, rewel banget, aku kan jadi pusing!”“Mas, aku ke rumah Ibu sebentar!”“Terserah, aku ngantuk jangan ganggu!”Desi lalu membawa bayi mungil itu ke rumah ibunya yang berjarak seratus meter dari rumah. Tanpa mengenal waktu yang sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Hawa dingin menyelimuti malam itu tidak membuatnya takut jika bayi itu akan merasa kedinginan.“Ibu! Tok! Tok!” panggilan suara Desi bercampur ketukan pintu membuat Salsa bergegas ke luar rumah, memang Salsa setiap malam tidak akan bisa tidur sebelum melihat bayi tidak terjadi apa-apa.Bu Citra juga bangun setelah mendengar keributan yang dibuat oleh Desi malam-malam.“Kenapa dengan bayiku, Mbak?” tanyanya di depan pintu dan langsung mengambil alih menggendong bayi itu.“Cepat susui bayi itu, aku pusing mendengarkan tangisan nya,” bentak Desi dan segera masuk ke rumah.“Bu, aku tidur di kamar Ibu ya, ngantuk berat nih biar Salsa saja yang menenangkan bayi rewel itu,” izinnya kepada Bu Citra yang baru saja selesai menguap di depannya.“Loh, Des, bukannya Salsa sudah memberikan tiga botol asi ke rumahmu?” tanya Bu Citra bingung.“Iya aku lupa menaruh botol asi itu di kulkas, jadi basi deh,” jawabnya enteng dan pergi meninggalkan Bu Citra dan Salsa yang masih ada di ruang tamu.Salsa dengan asyik memberikan Asi -nya, seketika bayi itu kembali tenang dalam dekapan ibu kandungnya sendiri. Bu Citra melihatnya dengan begitu haru, ada rasa kasihan kepada Salsa yang dipaksa untuk menyerahkan bayi itu untuk Desi agar dia bisa mendapatkan seorang anak tetapi dia pun menjadi orang tua egois untuk kepentingan anak perempuannya agar bisa hamil dengan cara merawat bayinya Salsa.“Cepat bawa bayi itu di kamar kamu, hari ini kamu bisa tidur dengan dia, Desi sepertinya sangat kewalahan mengurus bayi itu sendiri,” ucapnya sambil menatap bayi itu yang begitu tenang tetapi mulutnya masih bergerak dengan lahap menyusu.“Bu, bolehkah Salsa merawat bayi Salsa sendiri? Atau biarkan Mbak Desi tinggal di sini atau Salsa yang tinggal di rumah Mbak Desi selama tiga bulan saja ?” “Ibu jangan khawatir masalah pekerjaan rumah tetap Salsa yang kerjakan, Bu tidak akan Salsa repotkan. Kasihan jika Mbak Desi membawa bayi Salsa keluar malam-malam begini,” pintanya.“Oh ... kamu mulai ber
“Ada apa, ada apa ... itu kenapa di kamar kita ada bayi itu, kamu sengaja bawa bayi ke rumah kita lagi?” tanyanya dengan nada emosi.“Oh kirain ada apa, memang kenapa?”“Kamu kenapa sih bawa bayi itu lagi, kasihan Mbak Desi dong, dia itu sangat menginginkan bayi itu, kalau sebentar-sebentar kamu bawa ke sini bagaimana dia lengket sama bayi itu, jangan egois dong?” ucap Sadam membuat telinga Salsa memanas.Begitu juga dengan Sheila yang ingin bersuara membela ibunya tetapi buru-buru tangannya di pegang.“Sayang temani dulu dedek ya, biar jemuran ini Mamah yang selesaikan dan sekalian papah kamu.” Tatapan Salsa sendu membuat Sheila sangat mengerti maksud ibunya dia pun mengangguk tanda mengerti dan pergi dari tempat itu.“Sa, kamu dengar nggak sih apa yang aku omongin?” “Jangan bawa bayi itu ke rumah ini lagi, kasihan Mbak Desi!” tegasnya lagi.Salsa membanting jemuran itu ke ember besar dan menatap tajam ke arah suaminya, dengan napas yang memburu ingin sekali menjambak dan merobek m
“Kamu sangat keterlaluan Mbak, bagaimana bisa kemu teledor seperti itu?” teriaknya kembali.“Aku juga tidak tahu, Sa, saat aku ingin pergi kamar mandi aku menitipkan kepada salah satu karyawan toko itu, tetapi saat aku kembali bayi itu sudah tidak ada lagi di dalam kereta dorong itu.”“Aku sudah menanyakan kepada karyawan itu tetapi dia juga menyesal karena saat itu lagi banyak pengunjung dan dia tidak melihat siapa yang membawa bayi itu.”“Aku dan Mas Dirga sudah melihat CCTV di sana, tetapi posisi di area itu tidak ada kata petugas di sana,” kilahnya berbohong.“Kenapa kamu membawa bayiku ke luar, dia belum ada seminggu dan itu sangat rentan Mbak, apa kamu tidak tahu itu, atau kamu sengaja membuat bayiku meninggal, hah?” teriaknya histeris.“Sa, aku tidak tahu, aku hanya ingin jalan-jalan dengan bayiku tidak lebih dari itu , aku tidak ada niatan untuk menghilangkannya, kamu tahu sendiri kan kalau aku sangat menginginkan seorang anak?” kilahnya.“Mas, bagaimana ini, kita harus se
“Istrimu ini sangat subur setiap lepas KB saja dia langsung bisa hamil, kamu bisa memanfaatkan nya dan membuat dia hamil ya paling setahunan gitu jaraknya, dan lagian dia itu nggak susah kalau melanjutkan tidak ada pendarahan atau tekanan tinggi, sangat gampang,” cerca Bu Citra bersemangat.“Bukannya Ibu yang menyuruh Salsa untuk pakai KB agar Salsa, nggak punya anak lagi?” “Iya memang, tetapi setelah kejadian ini kamu nggak dengar kata Desi, temannya mau membayar dengan harga mahal satu milyar Sadam.”“Bayangkan saja kamu jual anakmu dengan satu milyar apa kita nggak kaya mendadak, apalagi kamu bisa melahirkan anak laki-laki seperti bayi yang di jual itu, lebih besar harganya dari pada yang perempuan.”“Tidak Bu, Sadam tidak mau itu sama saja kita melawan hukum, Ibu mau masuk penjara, cukup sekali ini saja Bu, Sadam nggak mau membuat Salsa menderita.”“Sadam nggak mau melakukan kesalahan lagi, cukup sekali saja, jika Salsa tahu kalau Sadam terlibat dia akan marah besar dan akan men
“Akan kupastikan kamu tidak bisa bertemu dengan mereka, apa itu yang kamu, Salsa?” Ucapan itu terdengar seperti petir di siang bolong menambah luka yang belum kering, kini sudah tercipta luka yang baru.Salsa berhenti sejenak, kini dia pun menjadi dilema antara mencari bayi yang hilang itu atau kedua anaknya yang juga butuh perhatiannya. “Ya Allah apa yang harus aku lakukan? Aku juga tidak mungkin meninggalkan kedua anakku dengan mereka, bagaimana nasib mereka jika tidak ada aku?”“Bisa-bisa mereka juga akan menelantarkan kedua anakku yang lain hanya karena kesal kepadaku.”“Tidak-tidak aku tidak boleh egois, aku akan mencari cara lain,” batinnya berkata.“Kenapa Sayang, apa yang kamu tunggu, Ayuk silakan jika kamu mau pergi aku tidak keberatan tetapi seperti yang aku bilang tadi, selangkah saja kamu keluar jangan harap kamu bisa bertemu mereka lagi!”Sadam mendekati Salsa dan membisikkan sesuatu di telinganya.“Berpikirkah dua kali jika kedua anakmu ingin selamat, Sayang,” ucapnya pe
Tangisan pilu itu semakin kencang terdengar di telinga Salsa, naluri keibuannya pun semakin memanggilnya.“Suara tangisan itu mengingatkan dengan bayiku yang hilang dan kenapa sampai sekarang belum ada kabar dari polisi, apakah Mas Sadam memang sudah melaporkannya atau tidak sih?” gerutunya dalam hati tetapi langkahnya tidak berhenti untuk mencari suara tangisan bayi itu yang menyentuh hatinya.Sampai di sebuah lorong rumah sakit, terlihat seorang wanita cantik tinggi semampai sedang menggendong seorang bayi, dia tampak kewalahan saat bayi itu menangis begitu kencangnya.Salsa mencoba mendekati wanita muda itu dan menyapanya.“Maaf, bayinya kenapa Mbak?” “Nggak tahu kenapa Mbak, hari ini jadwalnya imunisasi tetapi dia terus saja menangis padahal di rumah dia tidur eh malah ke sini jadi begini,” jawab wanita itu kewalahan dan sedikit prustasi.“Kenapa nggak disusui saja bayinya, Mbak? Kasihan banget,” tanyanya lagi merasa kasihan karena mengingat anaknya kembali.“ASI saya nggak kelu
“Aku yakin dengan temanku itu Mbak, mereka memang sih orang miskin dan tidak sanggup membiayai bayinya makanya dia mau memberikannya kepadaku,” jawabnya pelan.“Lebih baik kamu buat surat perjanjian sama temanmu itu, jangan sampai dia akan mengambil lagi anaknya setelah besar apalagi saat dia hidup di rumah orang kaya, kita memang tidak tahu sifat manusia Re.”“Mungkin saat ini dia hanya meminta satu milyar, nggak tahu kan ke depannya jika dia meminta uang kamu lagi atau memeras kamu bagaimana, kamu mengesahkan bayi itu adalah anak kamu, jangan sampai saat kamu sudah terlanjur sayang dengan bayi itu dan ketika besar mengakui kalau mereka adalah orang tua kandungnya, ribet loh Re,” cerca Dokter Shinta berusaha menasihati adiknya.“Ingat Re, bukan berarti kita memutuskan ikatan mereka, biar bagaimana pun mereka adalah orang tua kandungnya dan kamu harus lebih dulu memberitahukannya ketika dia sudah besar, jangan mereka karena Mbak takut mereka akan memutar balikan fakta kamu kamu yang
Wajah Salsa tak lagi murung setidaknya ada secercah harapan untuk bisa bertemu kembali dengan anaknya. Apalagi saat bertemu bayi lucu yang sangat menggemaskan itu terlihat ada guratan senyuman yang terlukis di wajahnya. “Ah kenapa aku merasa dia seperti bayiku yang hilang? Dan bagaimana perkembangan kasus bayiku itu, sepertinya aku harus mencari tahu apakah Mas Sadam memang sudah melaporkan ke kantor polisi atau belum,” ucapnya kesal dalam hati. “Wah hebat kamu Sa, jam segini baru pulang, dari mana saja kamu?” bentak Bu Citra menatap tajam menghadang jalan Salsa yang ingin masuk ke rumah. “Dari luar, kan Ibu sudah lihat Salsa datang dari luar,” ucapnya tanpa ingin berdebat panjang. “Dasar menantu kurang ajar. Kamu nggak lihat ini sudah jam berapa? Apa saya harus mengingatkan kamu tugas kamu, Salsa?” Bu Citra semakin geram dan tidak biasanya wanita yang dianggap lemah itu mulai berontak. “Iya Bu, tapi Salsa butuh istirahat juga. Dari subuh Salsa sudah mengerjakan pekerjaan rumah i
Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Untung saja Salsa sudah selesai di dapur. Bahkan sudah mandi dan segar. Bersantai sejenak di depan teras sambil menatap layar ponsel jadulnya. Salsa pun melihat story WA yang disematkan di postingan kakak iparnya sepuluh menit yang lalu. “Alhamdulillah, akhirnya Allah mengabulkan doaku. Kalau orang sabar itu pasti mendapatkan pertolongan dari-Nya. Aamiin.”“Mbak Desi posting tulisan seperti ini kayak dapat rezeki nomplok, apa ya?” tanya Salsa penasaran. Sesaat kemudian terlihat kembali status story WA dari Desi. Mata Salsa terbelalak saat melihat dan membacanya. “Akhirnya ada pengganti bayiku yang hilang. Terima kasih ya Allah, Engkau telah mengabulkan doaku untuk menjadi ibu sungguhan.” “Apa maksud Mbak Desi, apakah dia sedang hamil?” ucapnya dalam hati merasa bingung. Di saat Salsa masih bingung dengan perasaannya tiba-tiba saja mereka sudah kembali. Tampak mobil silver memasuki halaman rumah mereka. Sadam pun bersama mereka di dalam mo
Wajah Salsa terlihat semringah begitu juga dengan Sheila dan Sarah setelah sampai di rumah. Bagaimana tidak karena mereka berdua diizinkan untuk ikut ibunya bekerja untuk menjadi baby siter di rumah besar itu. Rupanya Salsa tidak ragu-ragu lagi untuk mengambil keputusan tanpa seizin suaminya . Dia langsung menerima tawaran itu. Meskipun dia tahu kalau Sadam akan tidak mengizinkannya dia tetap nekat untuk bekerja. Bukan Salsa yang gila yang tapi dia ingin membuat kedua anaknya tumbuh dengan makanan yang bergizi dan sehat. “Ma, kok sepi sih pada ke mana yah?” tanya Sheila saat melihat rumah mereka tak melihat satu pun orang di sana. “Biasa kali, mereka pasti keluar. Biarkan saja Sayang, sekarang bawa adikmu dan cepat ganti pakaian , sudah jam lima ternyata, cepat sana!”:perintah Salsa disertai anggukan kepala dengan sikap hormat. “Siap Bos!” sahut Sheila dan Sarah bersamaan. Baru kali ini bisa tawa ceria dari mereka membuat mata Salsa berkaca-kaca. Sheila yang sudah mengerti akan p
Wanita paru baya itu segera memanggil warga meminta bantuan untuk mengantarkan Desi ke rumah sakit terdekat. Untung masih ada orang yang masih peduli dengan mereka meskipun keluarga itu sering berbuat masalah. Sampai di rumah sakit Desi langsung diperiksa oleh dokter. Tampak sekali raut wajah Bu Citra masih terlihat sangat Khawatir. “Bagaimana Dok, apa yang terjadi dengan Desi, anak saya?” Bu Citra tak sabar menanti penjelasan dokter yang baru saja keluar dari ruangan. “Lebih baik kita pastikan dulu sepertinya pasien sedang hamil tapi kita akan melakukan pengecekan terlebih dahulu agar lebih meyakinkan,” sahut dokter itu membuat mulut Bu Citra menganga.“A—apa yang Dokter katakan? Ha—hamil? Anak saya hamil?” Bu Citra sangat terkejut bercampur bahagia. Dia tak menyangka kalau putrinya akan segera memiliki anak sendiri.“Lebih baik kita memastikan dulu, Bu,” jawab dokter itu lagi. “Baik, terserah dokter saja. Kamu dengar itu Desi, kamu hamil?” Bu Citra sampai menutup mulut dengan ta
Wajah Salsa tak lagi murung setidaknya ada secercah harapan untuk bisa bertemu kembali dengan anaknya. Apalagi saat bertemu bayi lucu yang sangat menggemaskan itu terlihat ada guratan senyuman yang terlukis di wajahnya. “Ah kenapa aku merasa dia seperti bayiku yang hilang? Dan bagaimana perkembangan kasus bayiku itu, sepertinya aku harus mencari tahu apakah Mas Sadam memang sudah melaporkan ke kantor polisi atau belum,” ucapnya kesal dalam hati. “Wah hebat kamu Sa, jam segini baru pulang, dari mana saja kamu?” bentak Bu Citra menatap tajam menghadang jalan Salsa yang ingin masuk ke rumah. “Dari luar, kan Ibu sudah lihat Salsa datang dari luar,” ucapnya tanpa ingin berdebat panjang. “Dasar menantu kurang ajar. Kamu nggak lihat ini sudah jam berapa? Apa saya harus mengingatkan kamu tugas kamu, Salsa?” Bu Citra semakin geram dan tidak biasanya wanita yang dianggap lemah itu mulai berontak. “Iya Bu, tapi Salsa butuh istirahat juga. Dari subuh Salsa sudah mengerjakan pekerjaan rumah i
“Aku yakin dengan temanku itu Mbak, mereka memang sih orang miskin dan tidak sanggup membiayai bayinya makanya dia mau memberikannya kepadaku,” jawabnya pelan.“Lebih baik kamu buat surat perjanjian sama temanmu itu, jangan sampai dia akan mengambil lagi anaknya setelah besar apalagi saat dia hidup di rumah orang kaya, kita memang tidak tahu sifat manusia Re.”“Mungkin saat ini dia hanya meminta satu milyar, nggak tahu kan ke depannya jika dia meminta uang kamu lagi atau memeras kamu bagaimana, kamu mengesahkan bayi itu adalah anak kamu, jangan sampai saat kamu sudah terlanjur sayang dengan bayi itu dan ketika besar mengakui kalau mereka adalah orang tua kandungnya, ribet loh Re,” cerca Dokter Shinta berusaha menasihati adiknya.“Ingat Re, bukan berarti kita memutuskan ikatan mereka, biar bagaimana pun mereka adalah orang tua kandungnya dan kamu harus lebih dulu memberitahukannya ketika dia sudah besar, jangan mereka karena Mbak takut mereka akan memutar balikan fakta kamu kamu yang
Tangisan pilu itu semakin kencang terdengar di telinga Salsa, naluri keibuannya pun semakin memanggilnya.“Suara tangisan itu mengingatkan dengan bayiku yang hilang dan kenapa sampai sekarang belum ada kabar dari polisi, apakah Mas Sadam memang sudah melaporkannya atau tidak sih?” gerutunya dalam hati tetapi langkahnya tidak berhenti untuk mencari suara tangisan bayi itu yang menyentuh hatinya.Sampai di sebuah lorong rumah sakit, terlihat seorang wanita cantik tinggi semampai sedang menggendong seorang bayi, dia tampak kewalahan saat bayi itu menangis begitu kencangnya.Salsa mencoba mendekati wanita muda itu dan menyapanya.“Maaf, bayinya kenapa Mbak?” “Nggak tahu kenapa Mbak, hari ini jadwalnya imunisasi tetapi dia terus saja menangis padahal di rumah dia tidur eh malah ke sini jadi begini,” jawab wanita itu kewalahan dan sedikit prustasi.“Kenapa nggak disusui saja bayinya, Mbak? Kasihan banget,” tanyanya lagi merasa kasihan karena mengingat anaknya kembali.“ASI saya nggak kelu
“Akan kupastikan kamu tidak bisa bertemu dengan mereka, apa itu yang kamu, Salsa?” Ucapan itu terdengar seperti petir di siang bolong menambah luka yang belum kering, kini sudah tercipta luka yang baru.Salsa berhenti sejenak, kini dia pun menjadi dilema antara mencari bayi yang hilang itu atau kedua anaknya yang juga butuh perhatiannya. “Ya Allah apa yang harus aku lakukan? Aku juga tidak mungkin meninggalkan kedua anakku dengan mereka, bagaimana nasib mereka jika tidak ada aku?”“Bisa-bisa mereka juga akan menelantarkan kedua anakku yang lain hanya karena kesal kepadaku.”“Tidak-tidak aku tidak boleh egois, aku akan mencari cara lain,” batinnya berkata.“Kenapa Sayang, apa yang kamu tunggu, Ayuk silakan jika kamu mau pergi aku tidak keberatan tetapi seperti yang aku bilang tadi, selangkah saja kamu keluar jangan harap kamu bisa bertemu mereka lagi!”Sadam mendekati Salsa dan membisikkan sesuatu di telinganya.“Berpikirkah dua kali jika kedua anakmu ingin selamat, Sayang,” ucapnya pe
“Istrimu ini sangat subur setiap lepas KB saja dia langsung bisa hamil, kamu bisa memanfaatkan nya dan membuat dia hamil ya paling setahunan gitu jaraknya, dan lagian dia itu nggak susah kalau melanjutkan tidak ada pendarahan atau tekanan tinggi, sangat gampang,” cerca Bu Citra bersemangat.“Bukannya Ibu yang menyuruh Salsa untuk pakai KB agar Salsa, nggak punya anak lagi?” “Iya memang, tetapi setelah kejadian ini kamu nggak dengar kata Desi, temannya mau membayar dengan harga mahal satu milyar Sadam.”“Bayangkan saja kamu jual anakmu dengan satu milyar apa kita nggak kaya mendadak, apalagi kamu bisa melahirkan anak laki-laki seperti bayi yang di jual itu, lebih besar harganya dari pada yang perempuan.”“Tidak Bu, Sadam tidak mau itu sama saja kita melawan hukum, Ibu mau masuk penjara, cukup sekali ini saja Bu, Sadam nggak mau membuat Salsa menderita.”“Sadam nggak mau melakukan kesalahan lagi, cukup sekali saja, jika Salsa tahu kalau Sadam terlibat dia akan marah besar dan akan men
“Kamu sangat keterlaluan Mbak, bagaimana bisa kemu teledor seperti itu?” teriaknya kembali.“Aku juga tidak tahu, Sa, saat aku ingin pergi kamar mandi aku menitipkan kepada salah satu karyawan toko itu, tetapi saat aku kembali bayi itu sudah tidak ada lagi di dalam kereta dorong itu.”“Aku sudah menanyakan kepada karyawan itu tetapi dia juga menyesal karena saat itu lagi banyak pengunjung dan dia tidak melihat siapa yang membawa bayi itu.”“Aku dan Mas Dirga sudah melihat CCTV di sana, tetapi posisi di area itu tidak ada kata petugas di sana,” kilahnya berbohong.“Kenapa kamu membawa bayiku ke luar, dia belum ada seminggu dan itu sangat rentan Mbak, apa kamu tidak tahu itu, atau kamu sengaja membuat bayiku meninggal, hah?” teriaknya histeris.“Sa, aku tidak tahu, aku hanya ingin jalan-jalan dengan bayiku tidak lebih dari itu , aku tidak ada niatan untuk menghilangkannya, kamu tahu sendiri kan kalau aku sangat menginginkan seorang anak?” kilahnya.“Mas, bagaimana ini, kita harus se