Share

Tahu Sesuatu

“Erna, kamu sudah coba hubungi pihak vendor belum? Tolong bilang sama mereka, kalau kita mau bekerja sama dengan perusahaan mereka. Asal mereka bisa menjaga kualitas barang kita nantinya. Jangan seperti yang sekarang sedang viral, banyak kasus skincare yang kandungan bahan utamanya di kurang–kurangi sama pihak mereka.Jangan sampai hanya karena mereka ingin untung banyak, lantas mereka jadi merugikan kita.”

Aisyah berbicara dengan Erna asisten pribadi sekaligus sahabatnya itu. Namun kedua bola mata Aisyah masih tertuju dengan lekat ke arah laptop yang berada di dihadapannya.

“Erna! Apa kamu mendengarkan ucapanku?” tanya Aisyah yang kemudian menatap ke arah sang asisten pribadi setelah pertanyaannya tak mendapatkan respon.

“Aa–aa i–iya Ais, nanti kamu mau makan apa?” jawabnya asal.

“Makan? Siapa yang bahas makan?”

Aisyah pun mengernyitkan keningnya, ia kemudian terkekeh ketika melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Erna padanya sambil garuk–garuk kepalanya yang tak gatal.

“Erna, apa kamu belum sarapan? Sampai–sampai semua kalimat yang aku ucapkan panjang lebar pun nggak ada yang kamu dengarkan sedikitpun hmm?”

“Aa–aa ma–maaf Ais, tadi kamu bilang apa ya? Coba kamu ulangi! So–soalnya ta–tadi a–aku sedang memikirkan sesuatu.”

Seketika bayangan Erna langsung kembali pada ucapan Restu tadi pagi. Restu yang katanya tak sengaja melihat Hanung yang terlihat mesra dengan Mala adiknya Aisyah. Saat itu Restu tidak tahu jika pertemuan itu bukanlah kebetulan saja, karena sebetulnya Hanung memang akan membeli rumah di kawasan perumahan yang sama dengan Restu untuk Mala.

“Erna, tadi pagi aku melihat Hanung bersama dengan. Mala. Mereka terlihat sangat mesra layaknya pasangan kekasih. Aku sempat berhenti untuk memastikan, tapi ternyata mereka sudah naik ke dalam mobil yang mereka kendarai. Erna, aku yakin ada sesuatu yang tidak beres dengan mereka yang terjadi,”

Itulah kalimat yang masih terngiang–ngiang di pendengaran Erna. Walaupun ia sempat tidak percaya dan menyangkali semua yang dikatakan oleh Restu, tapi Erna juga jadi sedikit curiga, apalagi selama ini Mala dan Hanung memang selalu pergi dan pulang dengan mobil yang sama.

Restu sempat meminta Erna untuk memberitahu sama Aisyah, namun melihat semangat empat lima dari Aisyah yang sedang mempersiapkan acara untuk nant malam rasanya Erna merasa tidak tega untuk menceritakannya.

Namun jika benar Hanung memang memiliki hubungan dengan Mala, tentunya hal itu akan lebih menyakitkan bagi Aisyah yang selalu berkeyakinan jika Hanung adalah suami terbaiknya.

“Ada apa Erna? Katakanlah! Jangan bengong begitu. Sebenarnya kamu ada masalah apa?” tanya Aisyah yang kemudian memilih menghentikan aktivitasnya. Karena tidak biasanya Erna bersikap seperti itu.

“A–aku?”

“Iya kamu. Kan kamu yang bengong Erna, ya sudah pasti kamu yang punya masalah kan? Ayo cepat ceritakan sama aku ada apa?!”

Erna menggelengkan kepalanya ragu, ternyata ia tak memiliki keberanian yang cukup untuk berbicara tentang sesuatu yang bisa sangat menghancurkan hati sahabat sekaligus boss nya itu.

Lalu Erna menggelengkan kepalanya dengan cepat, “Engga Ais, nggak ada kok.” dengan yakinnya Erna langsung menyanggah ucapannya Aisyah.

Kemudian terdengar ponsel Aisyah berdering, tak membutuhkan waktu lama Aisyah pun langsung mengangkat panggilan tersebut dengan cepat.

“Ya, hallo Mala,”

Aisyah menjawab panggilan tersebut dengan senyum sumringah, saat ia tahu jika yang menghubunginya adalah sang adik perempuannya.

Lalu sayup–sayup terdengar suara Mala di ujung telepon sana, dan mendengar kalimat yang diucapkan oleh Mala, seketika ekspresi wajah Aisyah pun terlihat langsung berubah.

“Ke–kenapa kamu pindah, Mala? Apakah selama kamu tinggal di rumah Mbak Aisyah, Mala nggak betah ya?” tanya Aisyah yang cukup kaget dengan permintaan sang adik itu.

“Bukan Mbak, bukan nggak betah tapi karena Mala nggak enak kalau harus ngeburu–buru Mas Hanung setiap pagi. Boss Mala galak, jadi kalau mala telat sedikit saja, Mala pasti akan langsung dipotong gaji. Jadi untuk sementara Mala mau ngekost aja dulu Mbak.” ujarnya beralasan.

“Tapi Mala, nanti apa kata Mama. Mama pasti akan berpikir macam–macam sama kita. Mbak Aisyah takut jika nanti kita malah dikira berantem sama Mama.”

“Pokoknya Mbak Aisyah nggak perlu mikirin itu, karena sebelumnya Mala juga sudah izin sama Mama dan Mama juga mengizinkannya kok Mbak. Jadi Mbak Aisyah nggak perlu pikirin Mama ya. Ya sudah hari ini juga Mala mau langsung pindah, lagi pula nanti malam kan Mbak Aisyah juga ada acara di kantor kan? Jadi Mbak Aisyah fokus aja sama kerjaan Mbak Aisyah ya.”

Aisyah terdiam sebentar, lalu ia pun menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan perlahan. Karena Aisyah kini sudah tak bisa berbuat apa–apa lagi kalau Mamanya sudah mengizinkannya.

“Baiklah kalau gitu Mbak Aisyah telpon Mas Hanung. Agar Mas Hanung bisa bantuin kamu pindahan ya Mala.”

“Ah nggak usah Mbak, Mala bisa sendiri kok. Lagi pula Mala juga hanya bawa baju dan bebrapa perlengkapan yang perlu–perlu saja. Jjadi nanti Mala biar naik taksi online aja. Kasian Mas Hanung juga pasti lagi sibuk di kantor.”

Mala menolak bantuan dari Aisyah yang akan menelpon suaminya, agar mau membantunya.

“Kamu yakin?”

“Iya Mbak Mala yakin kok. Ya sudah kalau begitu, Mala siap–siap meeting dulu ya Mbak,”

Dan panggilan pun langsung di matikan oleh Mala tanpa mendengarkan jawaban dari sang Kakak terlebih dahulu. Aisyah tahunya Mala masih di kantor, padahal di seberang sana Mala tengah asyik berdua bersama Hanung yang saat ini sedang berada di dalam kamar rumah baru Mala yang dibelikan oleh Hanung tersebut.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status