Share

Keadaan Kamar Hanifa dan Hanif

Author: Fetina
last update Last Updated: 2024-05-22 11:09:06

Bab 2

"Alma! Cepatlah! Makan dulu yuk! Kamu yang harus makan duluan sebelum kami." Tangan Ibu mencengkeram lenganku. Aku baru perhatikan kalau Ibu memakai banyak perhiasan. Ada lima buah gelang, di kiri dan kanan, serta beberapa cincin di jarinya.

"Iya Bu, sebentar." Aku mengikutinya masuk ke dalam.

Di ruang tamu, sudah berkumpul banyak orang. Ibu membuka acara dan menceritakan pada semua orang kalau ia bangga pada menantunya. Katanya mau makan, tapi malah ada acara seperti ini.

Aku menyenggol ibu agar segera bisa makan.

"Kamu dulu yang mulai, nanti diikuti para tamu," katanya.

Aku manut dan mulai mengambil makan siang menjelang sore ini. Semua menanyakan kabarku. Mereka menanyakan juga penyakitku apakah sudah sembuh?

Aku bingung, selama ini aku tak ada penyakit apapun yang dialami di sana kecuali flu, batuk, pilek.

"Kayaknya udah sembuh. Liat aja dia gemukan sekarang," kata salah satu kerabat Ibu. Aku hanya tersenyum.

"Memangnya siapa yang cerita saya sakit?" Aku menanyainya sekarang.

Ibu tiba-tiba datang dan menyuruh kerabatnya pulang. Katanya dicari oleh suaminya.

"Ya udah, saya permisi dulu," pamitnya. 

Aku sebenarnya capek ingin istirahat, tapi masih banyak orang seperti ini. Karena tak kuat menahan capek, aku putuskan masuk kamarku.

"Eh, Alma maaf ibu lupa kalau kamarmu bukan yang itu," kata Ibu.

"Loh, yang mana, Bu? Ini kamar siapa?" tanyaku.

"Ini kamar Ibu. Kamu di kamar Ibu yang dulu aja, ya!"

Walau sudah direnovasi, letak ruangan masih seperti dulu, yang berbeda hanya luasnya saja.

"Ya udah, Bu." Aku ikut aja apa kata Ibu.

Di kamar, aku sangat mengantuk, rasanya ingin merebahkan diri dan memejamkan mata walau hanya sekejap.

***

Rumah sudah sepi. Kedua anakku juga tak terlihat. Suami dan Ibu juga belum kelihatan.

Aku berjalan menuju kamar anakku.

"Hanifa, Adekmu ada kan di kamar sebelah?" 

"Iya, ada. Hanif tadi sedang tidur, Bu," jawab Hanifa.

Kuperhatikan keadaan kamar anakku. Ranjangnya tak diganti, tas masih yang lama, serta lemari dan lainnya tak menggunakan yang baru.

"Hanifa, kesini Sayang! Ibu mau tanya sama kamu. Selama sama Nenek dan Bapak, apa kalian bahagia?" tanyaku pada gadis berusia sebelas tahun itu.

"Iya, Bu. Aku ... Aku bahagia, Bu," jawabnya sambil menunduk.

"Tatap mata Ibu, Nak. Jangan menunduk. Ibu hanya ingin kebenaran yang terungkap," sahutku sembari mengangkat dagu putriku. Mata kami bertemu, Hanifa menangis. Ada apa ini?

Ia menangis memelukku erat. Hanifa menangis pelan, tidak meraung. Katanya ia takut. Tapi, takut apa?

Aku sudah bisa mengambil kesimpulan, ia tak merasakan kebahagiaan selama ini. Pantas saja Ibu jarang memberikan teleponnya pada kedua anakku untuk berbicara.

"Nenek ... Nenek.--" Tiba-tiba pintu kamar diketuk. Aku segera membukakan pintu.

"Iya, Bu." Setelah kulihat, ibu yang datang. Ia mau berbicara padaku.

"Kesini sebentar!"

"Iya, Bu. Ada apa?" tanyaku setelah keluar mengikuti Ibu.

"Begini. Rumah ini belum selesai renovasinya. Uangnya sudah habis, Alma. Kamu bisa kasih tambahan ke Ibu?"

"Baru aja aku kirim awal bulan kemarin, Bu. Trus, katanya Kang Ikbal punya mobil, mana mobilnya?" Aku mencari-cari keberadaan mobil yang katanya sudah dibeli suamiku.

"Ikbal sedang pergi, Ma. Sebentar lagi juga pulang," kata Ibu.

"Kemana Kang Ikbal malem-malem?"

"Biasa, bisnis. Dia jual beli batu akik," kata Ibu.

"Bukannya udah nggak musim ya, Bu?"

"Tapi peminatnya masih banyak," jawabnya.

"Gimana, Ma? Yang tadi?"

"Alma aja yang ngurus. Lagipula aku kasihan sama Ibu. Pasti repot terus. Sekarang, Ibu duduk manis aja ya!"

Aku sengaja tidak mau melibatkan Ibu karena ia sudah capek mengurus semua sampai saat ini. Harusnya aku bersyukur Ibu sudah membantuku.

"Bu, kenapa lemari, ranjang dan lainnya di kamar Hanifa tidak diganti? Sementara di kamar Ibu baru semua kulihat."

"Nah itu dia, kekurangan buat beli furniture. Uangnya kehabisan, jadi belum sempat dibelikan," katanya.

"Tapi Ibu bilang semua sudah selesai waktu itu, beli furniture baru."

"Kapan? Mungkin waktu itu belum dilist benar-benar. Kamu nggak percaya sama Ibu?"

Kalau sudah begini, aku saja yang mengalah. Ibu sudah berkorban tenaga dan waktu untuk mengurusi semuanya.

***

Pagi ini, aku belanja ke warung dekat rumah. Ibu-ibu tetangga menyambutku dengan baik. Mereka membahas warisanku yang katanya ada di televisi.

"Teh Alma bisa beli apapun dari uang itu. Pasti teh Alma seneng ya. Tapi, hati-hati sama Ibu mertua teteh," katan

ya.

"Memang ada apa dengan Ibu?"

"Duh, gimana ya? Kita juga nggak mau jelekin, tapi.--"

Bersambung

Related chapters

  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Cerita Tentang Ibu dari Tetangga

    Bab 3"Ibu kenapa? Tolong jelaskan saya nggak paham," kataku."Ibunya Teh Alma banyak utangnya. Arisan aja udah dapet, belum bayar-bayar. Pas ditagih malah dianya yang galak, jadinya yang nagih pusing tujuh keliling," jawab Bu Tina salah satu Ibu yang berbicara denganku."Ya Allah, benarkah?""Iya, Teh. Trus, kita suka kasian sama anak Teteh, baju sekolahnya dah pada lusuh tetep dipake. Saat kita tanya, memangnya nggak ada baju lain? Eh dijawab katanya kalau pake yang baru Kebagusan buat mereka."Ya Allah, tega banget Ibu bicara seperti itu sama anak-anak. Berarti selama ini Ibu senang-senang pakai uangku. Tanpa memberikan hak anak-anakku."Baik, Bu Ibu. Hatur nuhun informasinya," ucapku pada mereka. Segera aku meninggalkan warung untuk kembali ke rumah.Itu berarti aku takkan memberinya uang lagi. Bisa bahaya nanti kalau ibu pegang uang terus tanpa diberikan pada haknya.Sesampainya di rumah, aku mendengar ibu sedang berbicara."Pokoknya kamu jangan ngadu sama Ibumu!" Ibu sedang mema

    Last Updated : 2024-05-22
  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Mengikuti Kang Ikbal Diam-diam

    Bab 4Aku harus menyelidikinya. Kang Ikbal tak boleh main serong di belakangku. Aku aja bisa menjaga diri dan hati saat di sana. Ia pun harusnya bisa berbuat sama denganku.Kemudian aku memperhatikan Kang Ikbal. Setelah bangun tidur, ia sepertinya ada acara. Ia merapikan diri di depan cermin. Aku memandangnya dari belakang."Eh, Neng Alma sedang apa di situ?" Ia menghampiriku, lalu mengecup keningku."Lagi liatin Akang yang makin ganteng. Selama aku nggak ada, Akang perawatan di mana?"Ia menyeringai, balas menatapku. Lalu ia menjawil hidungku."Akang harus terlihat menarik di depan para costemer batu akik, biar mereka beli," katanya."Memangnya perlu laki-laki ganteng ya? Kan paling yang beli laki-laki tua aja, ya kan?" "Nggak, Neng. Semua kalangan ada laki-laki muda dan tua, ada juga wanita muda dan tua," katanya."Oh, pantes. Pasti udah ada yang nyangkut ya?" Aku balas menyeringai."Nyangkut? Iya pasti ada dong. Suamimu ini jadi pengusaha batu akik terbesar di Jawa Barat," katanya

    Last Updated : 2024-05-22
  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Kebenaran Itu

    Bab 5Sebelum anak-anak pulang, aku segera ke rumah Bi Ikah. Akan ku cari info dari Bi Ikah mengenai Ibu Mertua dan Suamiku.Kembali diantar oleh Kang Rahman. Setelah turun, aku memberikan sejumlah uang padanya dengan jumlah yang tak sedikit karena ia sudah mengantarku kesana kemari.Kang Rahman tak mau mengambilnya, katanya dia ikhlas mengantarku. Dan sebenarnya dia bukan tukang ojeg yang biasa mangkal. Karena motornya berhenti, tadi langsung saja kuminta ia untuk mengejar Kang Ikbal.Katanya sekarang rumahnya bukan di sini sekarang. Rumah yang di sini, ia kontrakan. Ia ke sini hanya untuk menemui pengontrak rumahnya.Betapa malunya aku ketika mengetahui hal itu."Maafkan ya, Kang. Saya malah mengira Akang tukang ojeg. Maaf sekali lagi ya!" ucapku sembari menunduk karena malu."Nggak apa-apa kok Teh Alma. Ya udah saya permisi dulu aja ya, Teh!""Iya, hati-hati ya, Kang!"Aku kembali ke tujuanku untuk menemui Bi Ikah. Sekarang aku sudah di depan rumahnya.Rumah Bi Ikah berjarak bebera

    Last Updated : 2024-05-22
  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Mencari Perhiasan Ibu

    Bab 6"Maaf, Bu. Aku habis jalan-jalan. Ibu dan anak-anak sudah pulang ternyata. Untungnya aku udah masak tadi, Bu.""Jalan-jalan kemana pake baju biasa gitu? Jangan bilang kamu habis ngegosip sama ibu-ibu tetangga? Jangan pernah percaya sama penggosip," katanya..Sepertinya Ibu ketakutan kalau aku mengetahui tentangnya dari tetangga. Aku tak akan langsung menuduhnya. Akan kucari bukti-bukti kecurangannya."Ke kota, Bu. Kalau di Arab, justrubaku pake gamis item gini, tinggal pake cadarnya deh. Jadi, baju kayak gini kalau di sana, jadi kebiasaan. Dan memang Sunnahnya kalau perempuan pake baju yang tidak mencolok, Bu.""Kalau kayak gitu, gimana suamimu mau kembali," katanya."Apa, Bu?""Eh, iya maksudnya mau melirik kamu loh, Alma," ralatnya. Aku tertawa dalam hati. Ternyata Ibu keceplosan, dan itu berarti Ibu sudah tau kalau Kang Ikbal dan Susi nikah siri."Kang Ikbal memang udah ke lain hati kayaknya, Bu.""Loh, memangnya kenapa? Ada yang bicara enggak-enggak sama kamu?" Ibu kebakaran

    Last Updated : 2024-05-22
  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Kedatangan Susi

    Bab 7Ternyata Ibu tak menyadari aku ada di kamarnya. Aku buru-buru menaruh brankas kecil itu di kamarku."Iya, Bu. Sebentar. Aku ketiduran," ucapku.Namun aku berpikir, buat apa kubawa brankas Ibu, tapi belum ada nomor PINnya. Tetap saja nanti tak bisa dibuka. Biar kucari lagi nanti nomor PINnya.Pada akhirnya brankas kuamankan di kamarku agar Ibu tak tau tempat menyimpannya. Uang hasil keringatku malah dibelikan emas, padahal harusnya untuk kebutuhan anak-anakku."Hanifa, kamu kok nggak cuci piring tadi habis makan?" gerutu Ibu. Padahal aku ada di rumah, Ibu berani memarahi anakku."Kamu juga Hanif, harusnya kamu buang sampah sana! Kan udah makan, harusnya mau buat buang sampahnya.""Iya, Nek. Sebentar.""Ah Nenek, semua kerjaan sama kita. Nenek cuma nyantai aja, trus baru sekarang Nenek mau beli bakso. Biasanya nyuruh aku. Nenek suka sesukanya nyuruh aku sama kak Hanifa, ngasih makan jarang. Sekarang ada ibuku, Nenek pura-pura baik," katanya panjang lebar. Aku terbelalak, ternyata

    Last Updated : 2024-05-22
  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Susi 'Kegatelan'

    Bab 8Kami akan makan malam bersama. Kupesan nasi goreng melalui Bi Ikah, aku meminta agar nasi gorengnya spesial, pakai udang juga. Tapi jangan sampai kelihatan ada udang di situ, udangnya harus dihaluskan.Aku punya rencana bagi Susi, yang kutau dia alergi udang. Jika ia makan makanan mengandung udang, biasanya badannya bentol-bentol besar. Akan kubuat alerginya kambuh."Ayo dimakan dulu nasi goreng spesialnya," ucapku."Wah, enak nih kayaknya," ucap Susi.Kami makan melingkar di meja makan. Aku duduk berhadapan dengan Kang Ikbal, sedangkan Susi ada di sebelahku. Di sebelah Kang Ikbal ada anak-anak kami Hanif dan Hanifa.Kang Ikbal selalu menyorot seseorang di sebelahku. Aku tau karena ia di depanku. Ia jarang melihat kearahku. Rasanya sangat perih, ketika suami lebih memperhatikan wanita lain yang ternyata adalah istri mudanya. Sementara istrinya sendiri baru pulang, tak disentuh sedikitpun."Sus, tambah lagi. Kayaknya anakmu suka banget. Ayo ah Sus, kalau mau tambah, nggak usah ra

    Last Updated : 2024-05-22
  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Mengecek Hutang Ibu

    "Mmm ... Maaf, Alma. Aku harus buru-buru pergi lagi," katanya."Loh, kok malah buru-buru pergi? Sebentar Kang. Kita bicarakan dulu soal tadi.""Nggak bisa. Aku harus buru-buru ke gerai batu akik. Sudah ada yang menunggu di sana," katanya.Kurasa Kang Ikbal menghindari pembicaraan sertifikat dan BPKB mobil. Makanya ia langsung tunggang langgang. Apa jangan-jangan surat-surat itu tak ada di tangannya? Aku jadi curiga, apa yang sebenarnya terjadi.Aku tak bisa mencegahnya pergi. Aku hanya bisa merutuk. Karena tak tahan, aku bertanya pada Ibu mertua."Bu, apa ibu tau dimana keberadaan sertifikat rumah ini? Sama BPKB mobil juga, Bu," tanyaku.Ibu terperanjat, ia juga kaget seperti Kang Ikbal. Dari sini aku tau berarti keduanya tau keberadaan surat-surat penting itu.Kalau mobil dibeli saat aku di luar negeri, aku yakin pakai nama suamiku. Namun untuk rumah yang harus kuselamatkan, itu atas namaku. Aku harus bisa menemukan sertifikat rumah ini."Ibu nggak tau, Ma. Kamu udah tanyakan pada Ik

    Last Updated : 2024-06-10
  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Nilai Hutang yang Fantastis

    Aku pun heran sampai 100 persen lebih bunganya. Inilah kebodohan Kang Ikbal dan Ibu yang percaya meminjam uang dengan jaminan surat berharga kami. Akhirnya tagihannya sungguh di luar nalar kami.Itu sama saja harga jual keduanya dan kalaupun dijual, aku takkan dapat apa-apa dari sana. "Ya sudah, Pak. Saya hanya ingin tau tagihannya. Oya, kalau sertifikat rumahnya saja berapa yang harus saya tebus?""Nggak bisa rumah saja atau mobil saja, Teh. Ini harus tebus keduanya," kata Pak Ujang. Jawabannya saklek tak bisa diubah. Aku jadi kecewa berat dengan semua yang terjadi.Saat pulang, berharap kebahagiaan yang kudapat. Malah kesedihan yang ada. Suami dan Ibu mertua yang berkhianat dan mata duitan."Baikah. Kami pulang dulu.""Tunggu! Jangan lupa ya, akhir bulan ini dilunasi! Jika tidak, akan kami sita semuanya!" ancam Pak Ujang.Ternyata Ibu sedang kesakitan. Perutnya katanya sakit. Mungkin karena makan yang terlalu banyak, atau bisa jadi karena ibu kaget dengan ancaman Pak Ujang. "Ibu k

    Last Updated : 2024-06-10

Latest chapter

  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Candaan Anak-anak

    "Udah, ini sedang dijalan. Teh Alma mau pesen apa? Biar nanti saya bawakan?""Nggak usah.""Oh ... saya bawakan martabak aja ya. Oya teh, saya mau ngenalin teteh sama kedua anak saya. Kapan teteh kira-kira bisa?"Wah, ada apa ya Kang Rahman sampai nyari waktu buat ketemu anaknya."Mmm kapan ya? Memangnya pada di rumah?""Sedang libur pesantren. Ini juga mereka jalan-jalan sama anak-anak saya, Teh.""Masa?""Ya udah nanti aja pas pulang, tinggal turun. Kenalan sama saya," sahutku."Iya sih. Tapi pengennya ada makan siang di rumah saya, Teh. Teteh dan anak-anak datang ke rumah.""Oh gitu. Ya udah aku pikirkan dulu ya!""Baik, Teh."Kang Rahman jangan-jangan memang masih ingin memperistriku? Rasanya aku takut sekali kalau harus menikah lagi. Apalagi Kang Rahman punya dua anak. Kalau mereka nggak suka aku bagaimana? Kalau Pak RT memang masih bujangan, tapi aku belum sreg dengannya. Ah benar-benar memusingkan.Memang, perceraianku dengan Kang Ikbal sudah tiga bulanan. Tapi untuk menentukan

  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Anak-Anak Jalan-jalan dengan Kang Rahman

    "Bu Alma, kenalkah denganku?" Ia membuka cadarnya sebentar. Aku langsung mengenalinya."Tini! Kamu Tini kan? Apa kabar?" Aku memeluk sahabat lamaku waktu jadi TKW di Arab Saudi."Iya, Alma. Aku Tini!" Kami saling berpelukan. "Kamu udah sukses sekarang, Al. Kalau aku belum bisa sesukses dirimu."Kamu mau buka kebab atau nasi uduk? Kenapa nggak menyapaku tadi?" "Malu aku, Al. Masa orang sepertiku menyapa pembicara. Mending kek gini aja, di balik layar. Hehe. Kamu hebat loh kemarin sempet terkenal, ada di televisi," kata Tini."Ah, iya. Padahal aku sedih banget majikanku meninggal. Beliau seperti ayah bagiku. Yang ngajarin aku bisnis itu siapa lagi kalau bukan majikanku," jawabku."Oh gitu. Pantas, pulang dari sana kamu malah pinter bisnis. Semoga akupun ketularan dengan membuka gerai kebab mini dan nasi uduk," ucapku."Eh, ngobrolnya di rumahku yuk! Kangen nih sama kamu," sahut Tini."Nggak bisa Tin, anakku masih pemulihan kemarin mereka sempat kecelakaan," jawabku."Ya Allah, dua-duan

  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Bertemu Sahabat

    Luar biasa semangat Kang Ikbal yang mau merubah nasib dengan terus berikhtiar untuk berbisnis.Hanif sudah baikan. Sedikit demi sedikit ia bisa mengingat kejadian sebelumnya. Kadang saat dia inget, langsung ia sebutkan saja."Oya Ibu, aku ingat dulu ibu pergi keluar negeri, trus aku nangis," katanya.Ya Allah, kenangan itu. Saat pertama kali aku akan berangkat ke Arab Saudi. Hanif dan Hanifa menangis terus, mereka bersama Bapaknya. Hanif dipangku oleh Kang Ikbal, sementara Hanifa, ia berdiri di sebelah bapaknya.Saat itu, aku akan menaiki mobil yang akan membawaku ke bandara. Sedih sekali harus meninggalkan suami dan kedua anakku."Ibuu!" teriak Hanif, ia turun dari gendongan bapaknya, lalu mengejar mobilku. Aku yang berada di dalam mobil, tak bisa berbuat apa-apa. Jika aku saat itu turun dan memeluk Hanif, mungkin aku takkan jadi berangkat ke Arab Saudi.Kulihat Hanifa hanya menangis sembari memegangi tangan bapaknya. Satu tangan lagi ia gunakan untuk mengusap wajahnya yang basah.Ak

  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Hanif boleh Pulang

    Saat aku kembali ke ruangan, Hanif sedang dipegangi oleh Kang Rahman dan Pak RT. Infusan bergeser, sehingga ada darah yang naik di selang. Gegas Perawat membenarkan posisinya agar tidak ada darah yang tersedot di selang infus.Selain itu, perbannya sudah tercabik-cabik. Perawat membenarkan posisi perban juga. Aku hanya bisa memperhatikan yang dilakukan perawat."Sudah, Bu.""Sus, mengapa bisa demikian ya? Anak saya jadi tiba-tiba mengamuk tanpa sebab," sahutku."Memang ada beberapa kasus seperti anak ibu. Pasca operasi kepala, mereka tidak bisa kembali normal seperti sedia kala. Biasanya dibutuhkan waktu, sehingga harus sabar agar si pasien kembali sembuh," sahut Perawat itu."Ya Allah, terima kasih ya Sus atas keterangannya. Mudah-mudahan saya diberi kesabaran yang lebih," sahutku."Insya Allah, Bu. Buat yang merawat harus tetap semangat berjuang," katanya.Selepas Perawat keluar dari kamar Hanif, kuhampiri anakku. Ia memandangiku."Hanif, tadi kenapa?" Ia diam, mungkin tidak ingat

  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Hanifku

    "Hanif masih sakit. Dia tak bisa pulang sekarang, Hani. Insya Allah nanti menyusul ya!" sahutku."Iya, Bu. Mudah-mudahan, aku kangen sama Hanif. Nanti siapa temen berantemku? Lagipula nanti aku di atas kesepian, kalau kamar Hanif kosong," katanya."Kalau kamu mau ditemenin Ibu atau Bi Ikah, bilang aja ya!""Iya, pengen banget, Bu. Aku nggak mau sendirian," sahut Hani.Kami pulang dan sampai di rumah setelah 30 menit berlalu."Eh, Neng Hani udah pulang," sapa Bi Ikah."Iya, Bi. Hani Alhamdulillah udah baikan dan diizinkan pulang.""Berarti aa Hanif belum boleh pulang ya?" tanya Bi Ikah."Iya, Bi. Bantu doa ya semoga bisa cepet pulang!" sahutku."Aamiiin."Hani kubawa langsung ke kamarnya agar ia bisa segera beristirahat. Setelah ia merebahkan diri, aku mengatur barang-barangnya. Tak lama Bi Ikah membawakan teh manis hangat untuk anakku."Diminum dulu Neng Hani dan Bu Alma," katanya."Eh, Bibi pake panggil Bu segala. Panggil nama aja kenapa sih?""Kan Ibu udah jadi pengusaha sukses, mas

  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Menjenguk Hanif

    Tangannya sudah menggenggam, tapi ia belum membuka matanya. Aku bertanya pada perawat, kapan Hanif akan sadar, katanya secepatnya Insya Allah.Aku menungguinya di sini, ya. Di ruangan dingin ini. Sesekali aku, Kang Rahman dan Kang Ikbal bergantian jaga.Hanif sadar pasca sehari dioperasi. Ia memutar matanya, melihat seluruh sudut ruangan tempatnya dirawat. Aku memperhatikan tingkah laku anakku.Alhamdulillah, Hanif udah buka mata. Mudah-mudahan kamu bisa segera keluar dari sini, ya, Nif!" Kuambil tangannya, lalu kucium punggung tangan anakku yang masih kebingungan saat tersadar."Ini dimana?" tanyanya."Di rumah sakit, Nif. Kamu bisa pulang sebentar lagi, ya!" hiburku.Hanif mengangguk, tapi sepertinya ia belum bisa menyerap apa yang terjadi padanya. Ia tertidur kembali, dan aku menjaga di sampingnya. Hingga akhirnya ia terbangun, tapi malah mengamuk."Anda siapa?" tanya Hanif."Aku ibumu. Kamu lupa?" Ia mengangguk. Apa benar ia lupa?"Ya sudah, nggak apa-apa. Ibu ke depan dulu, ya!"

  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Aku Harus Kuat

    "Aku di rumah Teteh nih. Katanya lagi ke rumah mantan mertua ya?""Iya, Kang. Tadi memang nengokin ibu. Tapi, terjadi kecelakaan motor Kang Ikbal yang membonceng anak-anak. Sekarang aku ada di rumah sakit Sejahtera, Kang.""Astaghfirullah, aku mau ke sana ya! Ditunggu saja. Pantesan Teteh nggak di rumah. Aku bilangin ke Bi Ikah ya, biar beliau nggak khawatir," ucapnya."Iya, aku lupa bilang, Kang."Kang Rahman sedang di perjalanan menuju rumah sakit ini. Aku masih menunggui Hanifa. Hani sadar, ia mencari adiknya. Hanif ada di ruangan berbeda dengan Hanifa."Bu, Adek Hanif gimana?" tanyanya."Hanif masih tidur. Kamu sabar ya! Kamu juga butuh istirahat yang cukup, Nak," sahutku."Iya, Bu. Mudah-mudahan Hanif juga nggak apa-apa. Tadi aku lihat Hanif kelempar jauh, aku jadi takut Hanif kenapa-napa," ucap Hani."Aamiin, insya Allah." Hanifa tertidur kembali. Mungkin ia masih pusing.Hasil scan sudah ada, katanya Hanif harus operasi secepatnya. Kang Ikbal menandatangani persetujuan operasi

  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Kecelakaan

    Kemana perginya Kang Ikbal? Sampai kini ia masih belum kembali. Apa ia menculik anak-anak? Ah, tidak mungkin, ia kan sudah berubah lebih baik. Lagipula anak-anak sudah besar, tak mungkin diam saja saat diculik dan Kang Ikbal sendiri kan ayah dari mereka."Bu, Kang Ikbal lama sekali ya sampai jam segini belum ada kabar?" tanyaku.Ibu menggeleng. Sepertinya aku harus bertindak dan mencarinya."Assalamualaikum. Bu Odah!""Waalaikumsalam, silahkan masuk!" Kupersilahkan orang itu masuk karena mencari ibu. "Ada apa, Pak?" tanyaku lagi setelah ia masuk. Orang ini habis berlari, dan sekarang sedang mengatur napasnya terlebih dahulu. Aku menantikannya untuk bercerita."Itu, Kang Ikbal kan bawa dua anak ya. Trus, di ujung jalan sana, ia kecelakaan. Menghindari truk, dilempar ke kiri dan anak-anaknya luka-luka. Kang Ikbal tadi membawanya ke rumah sakit. Saya ikut mengantarkan ke sana, dan sekarang diminta memberitahukan ke sini," katanya."Astaghfirullah. Memangnya Kang Ikbal nggak bawa ponsel

  • Kelakuan Aneh Mertua dan Suamiku Saat Aku Pulang Kampung    Menjenguk Neneknya Anak-anak

    "Ada apa Hanif?""Kapan jenguk Nenek?" tanyanya."Tadi sih rencana hari Minggu ini. Kalian bisa kan?" tanyaku pada Hanif."Aku bisa, Kak Hanifa nggak tau deh. Katanya sih ada kerja kelompok."Aku keluar kamarku untuk menanyai Hanifa."Memangnya kerja kelompok jam berapa?" tanyaku."Jam 9 sampai jam 12 paling, Bu.""Oh, gitu. Berarti kita jenguk Nenek jam satu siang aja ya!" "Oke siap.""Baiklah, Bapak akan siapkan makanan kesukaan kalian. Kalian suka bakso kan?" tanya Kang Ikbal."Iya, kami suka bakso, Pak. Makasih ya, Pak!" ucap Hanifa. "Aku kembali ke kamar ya! Soalnya mau belajar.""Oke anak Bapak yang paling cantik! Semoga kamu pintar selalu ya!""Iya, Pak. Makasih ya."Hanifa ke atas, disusul Hanif yang katanya pengen tiduran aja di kamarnya."Oke, Hanif ganteng. Nggak apa-apa. Bapak juga mau pulang sekarang," katanya."Iya, Kang. Hati-hati aja di jalan ya!""Oke, Neng."Kang Ikbal sekarang hanya memiliki motor bebek biasa. Katanya ia beli bekas. Harganya jauh dibawah motor spor

DMCA.com Protection Status