Lelaki di depannya, tetap menunduk dan tidak mengiyakan ataupun menolak. Kedua tangan menyatu, diletakkan di depan dada. Sedikit bungkukan, guna memberi hormat lalu pamit keluar.
Tepat baru 2 langkah, mencoba melirik ke belakang, memperlihatkan ujung dagu dan ekor mata. "Saya tidak memiliki waktu luang untuk itu," ucapan dingin nan datar. Menemani langkah kepergian Putra Mahkota. Wajahnya ikut mendatar, tidak ada garis senyum sedikitpun. Disertai tarikan alis, dia keluar sehabis menyapa Permaisuri kekaisaran. Sekaligus ibundanya sendiri.
Sang ibunda menarik napas dan menghembuskan napas dalam. Dibarengi lontaran kekesalan di dalam hati. 'Dasar pria dingin ini! Jika bukan aku yang bekerja keras sampai di detik ini! Apa dia bisa bertahan di posisi sekarang? Ahh!' deruan napas, tetapi lebih merunjuk kedengusan kesal. Sambil memijat pelipis, benih mata bergerak kekanan-kekiri. Seperti memikirkan sesuatu, membuat lipatan di dahi.
---
"Kenapa Putra Mahkota harus dijodohkan dari klan Lu? Huh! Apa anakku tetap menikahi si 'sampah masyarakat' itu? Heh, menggelikan sekali, tidak habis pikir. Semua anak keluarga Lu menonjol dengan bakat masing-masing. Tapi--- kenapa harus perempuan satu itu, yang tidak memiliki bakat apapun? Baiklah, seandainya diangkat menjadi selir. Belum layak disandingkan terhadap Putraku. Tapi kekuatan dari klan Lu, tidak bisa dianggap remeh. Ssst," oceh wanita ini. Telunjuk kanan mengetuk meja.
---
Suara riuh gemuruh di dalam perut, membuat Xiao li hanya bisa menelan ludah kering. Angin malam begitu dingin, menusuk di Hanfu pudar nan kaku. Tidak ada arang, tidak ada alas. Hanya ada tumpukan jerami kering. Terdapat jerami kering, Xiao li tetap tersenyum, dia bisa tidur di atasnya. Rona merah di pipi masih membekas, akibat tamparan salah satu dayang milik kakak pertama.
Tidak ada cahaya menemani di halaman ini. Tangan itu meraba, mau menenangkan diri dan mengistirahatkan tubuh lemahnya. Di detik ini, Xiao li tidak memikirkan pipi merah, dahi membengkak! Apalagi kedinginan yang melandanya. Direbahan pejaman mata, hanya memikirkan sang ibunda. "Aku harus bertahan, aku tidak mau membuat ibu khawatir!" sembari menutup kembali bola mata. Kelopak mata sudah tidak bisa terbuka, saking lemah dan tidak memiliki tenaga.
---*
Byurrr!
Satu siraman air timba, membangunkan Xiao li. Dua dayang saling tertawa dan semakin mendekati Xiao li. Air dingin menyerbak ke seluruh badan, memaksa masuk ke mata, Dingin! Terpaksa, membuka kedua bola mata hitam, terkaget akan guyuran air. Dua dayang tidak mau menyentuh Xiao li, mereka menggunakan ujung sepatu. Semakin membangunkan Xiao li dari baringan. Cahaya pagi kian meninggi, menerawangi Xiao li di atas jerami.
"Cepat bangun! Sudah ditunggu oleh Putra Mahkota. Aku pikir, Putra Mahkota mau membatalkan pernikahan dengan sampah sepertimu!'' bentak salah satu dayang. Xiao li, padahal sudah membuka kelopak mata. Naas, tenaganya belum terkumpul sepenuhnya. Dia menggerakkan kedua tangan dan kaki. Kelambatan gadis itu untuk berdiri, membangkitkan rasa amarah dari dua dayang. Dia menyeretnya bangun, justru semakin membuat Xiao li terkejut.
"Bangun! Dasar lemah! Saya tidak mau menyentuh lama-lama tubuh bau ini!" begitu pedas ucapan dayang itu.
"Ayuk cepat jalan!" timpal sekali lagi dayang lebih kurus. Belum sepenuh hati kaki Xiao li berdiri, sudah di seret. Gadis ini, begitu patuh dibawa pergi mau menolak tidak ada tenaga. Xiao li menatap jalan, kakinya tersandung kerikil dan batu. Karena tidak berjalan dengan benar. 'Mau dibawa kemana lagi? Aku ingin sekali mengakhiri hidupku atau aku tidak bisa lagi membuka kelopak mataku. Aku ingin semua ini berakhir, tapi--- aku takut meninggalkan ibu sendirian,' batin Xiao li. Sekarang dia sudah berganti pakaian dan di seret lagi ke ruang tengah.
---
Tunas yang mengecil, langsung membesar dan membulat. Mengintip sudah ada tamu. Semua anak keluarga Lu berkumpul di ruang tengah. Ada seseorang mendekati Xiao li.
''Adik, ayo sini," lirih nona pertama, Lu an ran. Xiao li masih bingung, ada apa ini? Ain pekatnya menangkap seorang Pria duduk dengan tenang. Pria itu terus menyorotinya. Baru Xiao li sekilas meninjau, kembali menundukkan kepala. Malu dan takut. Tidak berani lagi menatap dan mengangkat wajah. Walau Xiao li sudah berganti pakaian. Tetap saja, dia tidak didandani seanggun nona pertama atau seglamor nona kelima. Memang nona keempat, tidak memiliki aksesoris atau peralatan untuk merias diri. Diberi jatah uang yang sedikit, oleh selir pertama. Ditambah uang sakunya, ditilap oleh dayangnya sendiri.
Hanfu yang dikenakan Xiao li sangat biasa saja. Tidak ada motif awan atau motif guguran bunga salju. Soalnya, model ini lagi ngetren di ibu kota. 'Mata itu terus menuju kepadaku, aku bisa melihat wajah Ibu yang gelisah. Siapa lelaki itu? Kenapa datang kesini, tetapi adaapa dengan mataku ini?' kata hati Xiao li. Dia terus mengejap-ngejapkan kedua bola mata. Maniknya berkunang-kunang, dari kemarin hingga sekarang. Belum merasakan sesuap makanan, masuk ke dalam mulut. Begitu lemas, lesu dan berjalan serampungan. Serasa, terhempas banteng akan tumbang. Dia berusaha mengumpulkan sisa energi, untuk tetap berdiri.
'Apa aku harus menikahi gadis itu, yang tidak berani menatap mataku?' monolog pria yang terus melonyok Xiao li dengan mata tajamnya.
''Cepat beri hormat kepada Putra Mahkota," suruh Ming bai sang ayah. Mendengar kata 'Putra Mahkota' pupil Xiao li bergoyang. 'A-ap--ppa Pu-putra Mahkota? Untuk apa dia datang ke sini?' Xiao li mendiam sejenak akan pemikiran itu, lantas memberi salam. Dia tahu, sudah bertunangan. Sayangnya, dari dulu hingga sekarang tidak pernah bertemu, kecuali di saat masih kecil. Pernikahan mereka, telah direncanakan oleh Kaisar terdahulu sejak kecil. "Sa-salam untuk Putra Mahkota, se--semoga harimu, ba-ba--haagia," salam gagap. Membuat semua orang keluarga Lu membuang wajah. Terkecuali, sang ibu yang menatap cemas putri tercinta.
Lu an ran memanfaatkan kesempatan, menunjukkan diri lebih bagus dari adiknya. "Maaf 'kan adik hamba Putra Mahkota, dia sedikit gugup saja. Maka dari itu ... Hamba akan menggantikannya memberi salam," pungkas An ran. Membungkukkan badan ke depan, tangan ditumpuk di bawah dada. Kaki sedikit menekuk, di tutup senyum. Sang ayah, tampak bangga akan prilaku putri pertamanya.
Tindakan itu, tidak berlaku bagi nona ketiga. ''Sihh! Aku ingin meninju mulut itu!'' gumam Ming yi. Tak terima An ran mencari muka.
"Adik, tenangkan dirimu, kita berada di mana?" balas sang kakak. Lu bing bin membisiki sang adik. Mereka cukup jauh dari Putra Mahkota.
Di ruang tengah, ada Lu ming bai dan Xiao meng. Kedua selir, tidak di sini guna menghormati Putra Mahkota. Malah semua anak Lu ming bai ada di sini. Putra Mahkota, datang kemari atas perintah sang Permaisuri. Agar membatalkan pernikahanya dengan nona keempat. Semisal, keluarga Lu menolak atau nona keempat menolak. Jalan satu-satunya menjadi selir Putra Mahkota. Membawa dekrit Kekaisaran, sang pengawal Putra Mahkota membacakan isi dekrit dengan tegas.
Sebelumnya, Permaisuri meminta kepada Kaisar untuk membatalkan pernikahan anaknya. Berdalih, Xiao li si 'sampah masyarakat' tidak memenuhi kualifikasi sebagai Permaisuri masa depan. Dia membuat keributan, supaya membatalkan pernikahan anaknya. Kaisar pun menerima saran Permaisuri, sayangnya janda Ibu suri tidak tahu akan hal itu.
Gulungan berwarna kuning keemasan, terbuat dari bahan paling bagus. Terlihat begitu indah dan megah, faktanya. Di dalamnya berisi hal sebaliknya. Baru pengawal membacakan salam pembuka. Xiao li yang berlutut tiba-tiba. 'Aku tidak mendengar jelas dan juga aku tidak bisa menahan ini lag--gi ak .…' hati Xiao li mulai mendiam. Indra penglihatan berkunang, mencoba mengambil alih kesadaran. Sedangkan, pengawal itu terus membaca isi dekrit. Sampai di tengah pembacaan dekrit.
"Jadi, nona Keempat dari keluarga Lu dan Putra Mahk--"
Brakggh!
"Xiao er!"
Teriak Xiao meng sang ibu, membidik sang anak terbaring di lantai. Membuat pengawal berhenti membaca dekrit Kekaisaran, isinya pembatalan pernikahan. Putra Mahkota, menyaksikan keluarga ini bak menonton opera. Hingga bangkit dan memutuskan pergi dari sini.
Sedikit memberi wajah untuk Xiao li. "Sepertinya, keadaan tubuh Nona Keempat tidak cukup baik. Saya memutuskan menghentikan sampai di sini. Maka, tunda dulu hari ini, setelah kesehatan nona Keempat membaik, baru lanjutkan masalah ini. Tentunya, dengan pembatalan pernikahan!" tegas Putra Mahkota. Berjalan meninggalkan kediaman keluarga Lu. Nona pertama, An ran tidak mau kalah, dia menghantarkan kepergian Putra Mahkota.
Sang ibu memanggil tabib, tetapi Ming bai tampak mengeluarkan ekspresi ketidak kesukaannya. Sehari setelah kejadian ini. Putra Mahkota yang mengunjungi kediaman Lu dan membatalkan pernikahan. Serta merunjuk Xiao li bukan lagi tunangan Putra Mahkota. Rumor aneh menyebar ke seluruh penjuru. Orang-orang yang mengolok-olok Xiao li, sekarang lebih kejam lagi. Sudah hilang bayang-bayang tunangan Putra Mahkota, apalagi Permaisuri masa depan! Meski belum sepenuhnya dibatalkan oleh Putra Mahkota. Karena Xiao li belum menerima dekrit. Seharusnya, Xiao li masih tunangan Putra Mahkota. Walaupun dekrit itu sudah turun, tetapi belum dijalankan. Orang-orang tidak menganggap Xiao li sebagai tunangan Putra Mahkota dan calon istri masa depan Putra Mahkota! Memang dari dulu, tidak ada yang menganggap tinggi Xiao li.
---*
Keesokannya, ketika Xiao li keluar disuruh sang kakak. Sorot mata orang-orang di sekeliling, menertawai langkah kaki gadis ini. Dia hanya ditemani satu pelayan saja. Malah, dirinya sendiri yang kerepotan membawa belanjaan.
''Heh, lihat itu! Dia diputuskan oleh Putra Mahkota hahah!" tawa nyaring. Xiao li masih menunduk, tidak memperdulikan ucapan yang mengolok-olok dirinya.
Sepanjang jalan, Xiao li ditertawai dan di cemooh. Memilih jalan pulang yang sedikit sepi. Kaki itu berjalan tidak biasa, mulai digantikan larian kecil. Sudah jelas, Xiao li tidak bisa berlari dari kepungan para Pria entah dari mana ini. Netra hitamnya melesat takut, belanjaan berceceran di mana-mana. Pelayan tadi tidak terlihat, dirinya sekilas meninjau samar-samar. Menangkap, sedikit asing terhadap tempat ini. Akibat berlari sembarangan. Tubuh kurusnya gemetaran, mengintip di sekeliling sudah ada…*..*
Gercikan air terpantul di bebatuan bisa di tangkap telinga Xiao li. Tanpa sadar, larian itu mengarah ke sebuah air terjun. Memang sengaja, 4 Pria itu mengiring Xiao li menuju ke air terjun. Kaki memberat, mau maju ada 4 Pria memasang seringai, siap menerkamnya. Mau mundur, ada jurang air terjun. Terlihat, dari atas tidak bisa melihat dasarnya. 'Bagaimana ini? Apa aku melompat saja, tapi aku masih ingin bersama Ibuku. Meski aku tidak berguna begini!' pikir Xiao li. Mulai memperlihatkan kerutan di dahi.Mereka berempat memiliki perawakan yang beragam. Bila disimpulkan para lelaki itu adalah kultivator tingkat 3 ranah 2. Mungkin dialah pemimpinya, badannya sedikit gemuk. Memiliki wajah kaku dengan warna kulit gandum. Sedangkan pria di sisinya, dia tinggi dan kurus. Auranya tidak terlalu menonjol, pasti baru tahap 2 awal. Kalau yang botak, dia pendek. Memancarkan tekanan yang kuat, tidak sekuat s
"Ssst! Aw, punggungku!"Lirih seorang gadis, mata tertutup, tangan kiri mencoba meraih pinggang. "Bentar, bantalan keras macam apa ini!" melengkingkan suara. Tangannya merasakan bulir-bulir keras di bawah punggung. Membuat punggungnya terasa sakit. Mencoba membangunkan diri, pandangan masih samar-samar. Naas, tubuh tidak mengikuti keinginan. Badan kecilnya, hilang keseimbangan dan tumbang. Kaki di atas, kepala di bawah, tepat di atas bebatuan."Akkkaaaagh!""Adududuh, pinggangku! Kaki siapa? Eh, sepatu macam apa itu? Lebih mirip boots dari modelnya. Kuno sekali," cibirnya. Menatap sebuah kaki di atas dibalut benda berwarna putih, tetapi berubah menjadi cokelat saking kotornya.
Semua angan-angan dipatahkan kucing hitam. Li xiao kembali ke kehidupan nyatanya. "Bentar-bentar aaakkkhhh," teriakan begitu nyaring. Baru menyadari kalau kucing hitam bisa bicara, mulut hatinya sudah berbentuk 0.Serasa ucapannya penuh ledek, "Sudah terlambat! Apa ini kehebatan Assassin? Sepertinya itu terlalu berlebihan. Huuh, dasar manusia tidak memiliki mata yang bagus!" sindir kucing hitam. Mengerti aksi terkejutnya. Sambil mengibaskan ekor dan membuang dagu penuh remeh terhadap Li xiao. Mulut Li xiao kembali komat-kamit, kesal akan ucapan itu, "Sialan, jika bukan dirimu yang menghampiriku! Apa aku akan berada di sini? Siapa si bodoh yang main melompatiku dan berakhir di sini?" tak kalah pedas balasan Li xiao.
Kupu-kupu berubah menjadi kecil, hinggap di telunjuk Li xiao dan menghisap darahnya. Cukup satu suntikan dan hisapan, mampu membuat Li xiao jatuh dari berdirinya. Matanya kian menutup dan tergeletak di bawah. "Hehehe aku menemukan Tuanku." "Bicara apa kau! Meow! Jika aku tidak membunuhmu sekarang, maka kamu menjadi saudaraku. Meow!" Memperlihatkan kuku. Swutt-swuth. Mencakar! "Hey! Hentikan kucing bodoh! Hentikan." Hushh!
Li xiao perlahan-lahan mengangkat kedua tangan, wajahnya sedikit ragu. 'Meski pria itu berlumur darah dan baju terkoyak. Aku bisa merasakan tekanan yang kuat mengintimidasiku. Tatapan mata itu tidak bisa didekati dan disentuh. Jika aku kabur dari sini? Sepertinya ide yang bagus hehe,' batin Li xiao masih mendiam. 'Bila kau kabur dari sini, jangan meninggalkanku,' balas Xia yu. "Ekkkhh!'' Erang Li xiao membuat pria ini semakin mendekatkan pedang. Hanya beberapa langkah dengan Li xiao. "Emmm," geram Li xiao kembali mendiam. 'Bodoh kita bisa mendengar pikiranmu! Maksudku, pikiran kita saling terhubung. Aku bisa me
Memperhatikan seorang gadis tegap dan berani berbicara kepadanya, pria ini menyunggingkan bibir. Lebih membentuk seringai lalu. "Bagaimana kau menyelamatkanku, sedangkan kau tidak bisa menyelamatkan diri sendiri?" Li xiao tidak bisa menjawab, omongan itu memang benar. Rupanya, Li xiao tidak kehilangan akal, dengan cepat memangkas otak. Agar pria ini percaya dengannya. 'Bagaimana caranya aku mengatasi pria ini? Aku baru bereinkarnasi, apa mau mati lagi? Ahh! Bisa-bisa orang lain yang tahu akan menertawaiku,' hati Li xiao. Tangan yang ke atas mulai menurun dan kian merapat satu sama lain. Membentuk genggaman di depan perut. Baru kali ini merasakan kegugupan. Tanpa sadar, meremas jari-jarinya hingga tidak sengaja. Telunjuk kiri, menyentuh cincin Ruby di telunjuk kanan.
Pria ini menghunus pedang ke depan, disaat Li xiao di bawah. Tidak ada rasa kasihan atau bersalah. Pedang itu merobek Hanfu Li xiao, membuat sayatan di tengah Hanfu. Untung saja, dia bergerak cepat membelah kaki. Jika tidak, pedang itu mendarat di paha dan kaki. Tepat di belahan kaki Li xiao, dari paha ke pinggul. "Yaaah! Bajingan!" pekik Li xiao. Memelototi pedang yang merobek Hanfu di sela-sela kakinya. "Boleh juga," tarikan pedang, dibarengi desisan. Pria ini kembali mengangkat pedang, menyerang kedua kalinya. 'Tidak-tidak, aku tidak ingin mati, sial tubuh ini begitu lemah dan lambat!' rutuk hati Li xiao. Swush. "Etss, tidak kena," ledek Li xiao cepat memundur. Lelaki ini kembali mengeluarkan ringisan, ulah luka yan
Seorang pria tua, membawa sebuah kotak persegi empat. Seperti laci yang ditumpuk menjadi satu, bila ditarik setiap lubang memiliki peralatan medis. Dia berjongkok, meletakan kotak yang berwarna cokelat tua. Sedikit ukiran di pintu dan di atasnya ada sebuah gagang untuk pegangan. Memusatkan mata, tangan meraih tangan kanan pria yang terluka. Benih mata bergeser kekanan-kekiri sedikit pejaman. Mengangguk, tangan kirinya berada di bawah tangan pangeran. Jari telunjuk kanan dan tengah disatukan, diletakan di tangan pangeran, tepat di pergelangannya. Mengintip ke botol yang dipegangnya. "Pangeran, ini-ini obat apa? Tapi menurut nadi Pangeran. Sudah stabil, serta suhu badan pangeran tidak tinggi, tetapi Hamba akan melakukan yang terbaik. Untuk mengeluarkan sisa-sisa serpihan ini," ucap hati-hati seorang tabib.
Dari balikan tirai berdiri 5 orang berjubah hitam. “Sial! Kenapa aku tidak menyadari mereka.” Alis menekuk, mereka tidak terdeteksi, sudah pasti cultivator tingkat 4 ke atas.“Keluar atau ku keluarkan?!” teriak di depan kereta. Li xiao tidak punya pilihan, mau melawan belum pulih seutuhnya, mau lari tidak bisa. “Gimana nih, bedebah itu tidak mau menungguku pulang?” Menebak mereka suruhan Ming yi, siapa lagi yang menaruh dendam lebih besar dari komplotan mereka?Pria berjubah hitam, memegang pedang– tidak menunggu lama. Dia memiliki kesabaran setipis sutra. “Serang! Jangan biarkan dia hidup!” Syut!Saat mereka mulai mengepung kereta, turun pria berbaju hitam menghadang. “Jangan ganggu dia, kalian,” menunjuk semua, “lawan aku!” “Pahlawan dari mana ini?! Mau mati juga? Tinggal tanam!” marah. Menyerang tanpa aba-aba.Pria ini menghindar, di serang dari arah kiri, tinju beruap panas hampir mendarat di pipi. Tinggal 3 cm dari pipi kanan, hawanya terasa menusuk pipi. Melihat dia di kero
Jiang Zu, “Tepat! Nona Keempat jatuh, tapi tidak menyentuh tanah.” Berdiri, turun ke lapangan. Menegaskan, “Apa aku salah lihat, Pengawas Wang?” Seolah darah naik ke permukaan wajah Pengawas Wang, mengatur napas. “Tidak-tidak, saya tidak berani, tapi ini … ini… pertama kali ada hal seperti ini.” Meskipun mata duitan, tetap sadar dalam situasi ini. “Saya takut ada kesalahan, Pangeran Ketujuh ka–”“Pengawas Wang terlalu kaku, kau sendiri yang bicara, peraturan ‘kan emang perlu dilanggar.” “Tidak perlu di tanyakan, dia tidak menyentuh tanah! Sudah jelas, dia menang!” cetusan kata dari Pangeran Kedelapan.Semua orang diam, menerima apa yang terjadi, ‘Apa yang menarik darinya? Semua orang membela!’ batin Pengawas Wang. Tawa terpaksa keluar, “Hahaha, benar juga perkataan para Pangeran, dia,” melirik Li xiao, alis meninggi, sesaat menurun menahan amarah, “Menang.” Bola mata Ming yi mendelik, meraih lengan Pengawas Wang. “Apa?!” Menghentakkan tangan, meski suka uang, mendapat situasi pa
Anak jarum, melempar! Bagi Ming yi, ini bukan apa-apa. “Kau pikir aku buta!” Menangkis!Li xiao mundur, ‘Dia jeli juga, kalau ini?!’ Mengeluarkan jarum dari dua tangan. Melempar satu-satu, mengelilingi udara.Hak! Serbuan anak jarum menghujani Ming yi, bukan hanya dua jurus. Seluruh jurus Li xiao hampir keluar. Semua ini tidak berarti, tersenyum. “Cukup sudah main-mainnya.” Mengeluarkan pedang, di simpan di balik punggung. Mata memicik, sudut mulut kiri meninggi. “Hak!”Serangan begitu cepat, Li xiao tidak bisa menghindar. Gaun hanfu hitam merah tersobek, bagian lengan kiri menimbulkan darah. Merunduk, bertumpu dua kaki. “Aku pasti membalaskan semua yang kuterima! Walau ‘tak sepenuhnya, kupastikan kau mengingat ini!” Meremas jari, menyeka keringat. Tangan menyobek ujung hanfu, membalut luka. Penonton memperhatikan semua gerak-gerik mereka di arena. “Wah lihat itu, adiknya tidak segan-segan di sembelih!”“Untung bisa menghindar kalau tidak, lehernya melayang!”Mulai berbincang, samb
Li xiao dengan Ming yi.Seluruh penonton bergejolak mendengar teriakan pengawas Wang.“Huuuh!”Hampir semua penghuni balai, menebak Li xiao kalah telak dari Mingyi. Bahkan, senyum cerah adik kelima mengumandang. “Haha, dia bisa buat apa lagi?”Mendadak mendapat bertemu di arena yang sama, Li xiao sedikit curiga. ‘Heh! Memangnya aku takut.’ Menurunkan sikapan, mendekati Ming yi.Seolah dia tahu, siapa pertandingan pertama babak kedua ini. “Cepat bersujud, aku tidak akan memberimu belas kasihan … kalau sudah di atas.” Ming yi menggeleng, dia tidak bisa menang.Tidak terpancing, “Owh! Kau bisa melakukannya sekarang.” Malahan membalikan maksudnya.Para penonton semakin bersemangat, meskipun tahu pasti yang kalah, tapi cukup menghibur juga.Masuk bersamaan, pengawas Wang melempar bendera. Dua mata saling menyahut, tidak terlepas dari tatapan tajam.Ming yi menurunkan tangan kanan, sang hewan kontrak langsung muncul. Mengangkat tangan kanan, kuku panjangnya menyentuh ujung dagu, melirik ke
Seorang pria tinggi, bersama pria bertubuh gempal. Sang pengawas memberi abah-abah, mereka memasuki arena.Para penonton di balai Tàiyáng bersorak meriah, menyambut pertarungan babak pertama. Pengawas Wang melempar bendera kecil, ketika bendera mendarat pertarungan dimulai.Kletak.Dua pemuda melangkah ke depan, secara bersamaan mengeluarkan tinju. Namun, bagi pria tinggi yang memiliki bekas luka di pelipis. Sungguh ancaman besar bagi musuhnya, sangat terlihat jelas.Sang lawan terkapar hanya dengan satu pukulan, penonton bersorak. Pemenangnya sudah diputuskan, perkiraan dia baru menggunakan sepertiga kekuatan. Lawan telah tumbang, Bing bin sedikit bersemangat.Prok-prok!Tepukan tangan penonton. “Wah, benar-benar pemuda hebat! Ini seperti bukan bertarung.” Pengawas Wang memuji, melanjutkan ke pertarungan selanjutnya.Hingga puluhan pemain telah tumbang oleh si pria tinggi, babak pertama tentu dimenangkan olehnya. Detik ini, Bing bin memasuki arena, melawan pria seumurannya. “Lebih b
Pangeran ketujuh, Shen Jiang Zu. Li xiao memicingkan mata. “Ka-kamu.”“Adik, cepat masuk– beri hormat pada Pangeran Ketujuh.” An ran memapah masuk.Jiang Zu menepuk kipas. “Tidak masalah, jangan terlalu formal padaku.” Kedipannya membuat bulu berdiri, mau bagaimanapun dia tetap keluarga kerajaan. Memberi hormat, badan lurus 90 derajat, bangun, segera ke kamar.“Aku telah menunggu begitu lama, maukah kamu membuatkanku secangkir teh?”Li xiao terhenti, melirik ke samping. “Hah?” Kurang mengerti, entah trik apalagi yang digunakan.Ming bai menahan marah, melihat gelagat anaknya, tidak mau menyanjung. Mengusulkan, “Pangeran tunggu.” Bergegas ke putri keempat. “Cepat, layani Pangeran dengan baik.”Apa menjual putrinya? Hanya bisa menggeleng, badan di paksa di dudukan. “Pangeran silakan, kalau kurang sesuatu panggil kami.” Ming Bai membawa sisa anaknya keluar.Hanya berdua.Seolah Li xiao ingin ada badai merobohkan rumah, tidak perlu basa-basi. “Untuk apa kau datang? Jangan harap memaksa
Menarik sekuat tenaga!Menghindar ke kiri, mengangkat tangan, jijik disentuh. “Bedebah, hari ini biar aku yang menghukummu!” Sring!Dua jarum emas turun di ujung kanan jemari mungilnya, memutar sekali lempar!Jarum melesat maju, kecepatannya tidak bisa diimbangi mata si gendut. Menancap dua betisnya. “Aghh!”Merunduk, dua tangan menumpu tubuh, kalau tidak— sudah berguling di tanah. Si hitam mendekat. “Kamu kenapa? Cepat bangun!”“Kakiku, sakit! Gak bisa gerak!” Mengusapi dua kaki di balik hanfu coklat. Temannya mengikuti rabaan tangan gemuk. Mencoba mencari akar permasalahan di kaki.Merasakan ada yang ganjal, “Agh!” Tidak bisa dicabut, terlalu sakit. Jarum emas tertancap sepertiga, panjangnya setelunjuk. “Wanita gila, kau tidak tahu siapa ayahnya?” Tidak peduli! Jangankan ayah si pria gendut seorang wakil biro jasa hukum tingkat 3. Bahkan, anak kaisar pun tidak melepaskan begitu mudah.Menyilangkan tangan, bibir kiri meninggi dengan sedikit senyum. “Owh! Kata terakhirmu?” Li xiao
Seluruh keluarga Lu, siap mengadili kesalahan Li xiao. Meng yi paling antusias, sekaligus kesal mengapa masih selamat? “Kakek, lihat dia,” menunjuk. “Kenapa bisa pulang malam?”Lu San Tu memandang penuh, mencoba memberinya pembelaan. Sebelum bisa, dipotong Lu Nian. “Sudah jelas, melakukan perbuatan ‘tak senonoh!”Sang ibu segera meralat tuduhan, “Tunggu, tanyakan lebih dulu. Xiao er, sini.” Penuh lembut memapah masuk.Semakin Li xiao diam, mereka lebih penasaran. “Lihat, aku diantar siapa?”Bing bin mencemooh, “Kereta? Memang, siapa yang mau menampung wanita sepertimu?” Menggeleng, diikuti senyum meremehkan.Kereta belum menghilang sepenuhnya. “Itu saja tidak tahu, apa harus memberimu mata lagi? Atau, menghilangkan mata itu?” Mendengar ucapannya, serasa umpatan. Menambah kekesalan. “Heh! Palingan, pria hidung belang yang menod—agh!”Plak!Tamparan sopan, “Tutup mulutmu! Lihat baik-baik. Siapa yang punya tandu bersimbol singa emas?” Lu san tu, menekankan lambang kereta. Meskipun jarang
“Awas!” Maju, menghadang. Yushen membalikan kursi— cukup satu untasan tangan, dua pria terjatuh. Li xiao terkesima, entah seberapa kuat pria ini?Terpaku dengan kekuatannya, tapi kekesalan dan kejijikan di hati jauh-jauh-jauhhh lebih besar. Mengenali pria berkulit gandum, hampir … hampir melihat aset paling berharga.“Dasar pria lumpuh! Mau ikut campur saja!” Meremehkan, sesaat bangkit, siap menyerang.Swesssh! Selendang mengelebat cepat.“Akhh!”Sebelum tegap berdiri, teman sampingnya kembali terjatuh. Memegangi leher, menguraikan darah segar. Dua tangan bergetar, tidak mungkin. Rupanya salah mencari mangsa. “Si-si-siapa kamu?” suara terbata-bata. Mundur dua langkah, pupil bergetar ketakutan. Aura Yushen semakin pekat, mengambil pedang di bawah. Tanpa omong, membunuh pria tadi, dia selanjutnya. Memegang pedang, memandang ke depan. Mengingat, begitu jijik! Ingin mencabik-cabik sebelum dibunuh. “Terlalu baik, mengirimmu dengan satu tebasan.” Menyeringai, ain mengutuk, pedang terang