Mata hitam menunduk takut, keringat mulai bercucuran, disertai darah menetes di dahi. Air mata, merembes keluar tidak bisa ditahan, tetapi mulut masih kokoh merapat. Tidak mengeluarkan suara.
Plak!
Sebuah tamparan mendarat di pipi tipis, saking nyaris tidak memiliki daging. Dibalut kulit kecokelatan, menonjolkan tulang pipinya. Meski pipi tipis kurang gizi ditampar, gadis itu masih mendiam. Tampak, seorang gadis sedikit dewasa, mendekati gadis yang berlutut menerima tamparan.
Memasang ekspresi polos, akan halnya, sorot mata penuh keangkuhan. "Apa kamu yang mencuri jepit rambut Kakak?" nada selidik. Jauh di lubuk hati perempuan itu, menyimpan senyum. Mungkin, tawa menghiasi ruang hatinya. Terlihat lagi, ada seorang gadis lebih muda mendekat.
Mengangkat bibir kerucut, cukup sekali tarikan napas. "Kakak, tidak perlu bertanya lagi, sudah jelas dia yang mencuri! Siapa lagi kalau bukan dia?" kompor gadis ini. Dia memojokan gadis yang berlutut. Terlihat tangan itu begitu menonjolkan tulang belulang, terasa seperti lengan anak kecil, saking kurusnya. Sebenarnya, gadis itu berumur kurang lebih 16 tahun. Dibalut dengan bahan kain sederhana, apabila disandingkan para dayang di rumah ini. Kualitas dari bahan pakaiannya kalah jauh. Jikalau orang lain melihat gadis itu, pasti sudah dianggap budak.
Mendengar perkataan itu, bola mata bergulir, mencoba meludahkan kata. "A--ku, a--ku," ucap gagap. Penuh suara gemetar. Bola mata yang menggoyah, tidak berani menatap lawan bicara. Mendengar keributan ini, seorang pria paruh baya mendekati 3 gadis itu.
"Ada apa ini?" tanya seorang pria. Memiliki sedikit kumis di atas bibir. Semua orang yang ada di sini terkejut dan tersenyum ramah. Menghampiri pria itu, tidak lain ayah mereka. Tidak terkecuali gadis yang berlutut. Hanya menengadah, andaikan mau mendekat. Dilarang oleh ayahnya sendiri.
"Diam! Kamu bau, kamu hanya mempermalukan keluarga, lihat pakaianmu! Para dayang di sini, jauh lebih baik dari itu!" pekik ayahnya. Memegangi kedua putri dan malah jijik melihat, putri berbalut kain berwarna cokelat lusuh, kaku dan kasar. Serasa, bukan kain kapas atau sutera, yakni kain goni. Tanpa riasan di kepala sedikitpun. Bibirnya yang berbentuk hati, putih pucat tidak tersentuh pemerah bibir. Hanya tersentuh keringat dan darah. Para pelayan tertawa dalam diam. Memang nona keempat terkenal bodoh dan kurang dicintai oleh ayahnya.
"Ayah! Lihat Xiao li, mengambil jepit rambut Kakak!" adu gadis ini. Bisa dibilang seumuran dengannya. Gadis yang berlutut memulai bangkit berdiri. Netra sang ayah kian mengecil, mendengar aduan anak gadisnya. Merasa tak terima dituduh mencuri jepit rambut, Xiao li mencoba menjelaskan dirinya. Berusaha bangun dari berlutut, semakin mendekati mereka.
"Ayah it--tu tidak benar, aku …."
"Adik! Asalkan kamu mau, kamu boleh memiliki jepit rambut ini. Kakak akan memberikannya semisal kamu meminta. Tidak dengan begini caranya(mencuri) kamu mengecewakan Kakak dan juga mempermalukan Ayah. Kita tidak dididik seperti ini," memotong ucapan Xiao li. Suara pelan dan menusuk di hati Xiao li serta sang ayah. Sudah pasti, ditangkap dengan makna berbeda, ucapan dari nona pertama. Mulut sang ayah kembali membujuh, mendengar laporan putri pertamanya.
Ekspresi memuram, kulit memerah, sangat siap menyembur nona keempat. "Kamu ini, dasar anak tidak berguna! Lihat Kakakmu, sudah berbaik hati memberimu. Misalkan kamu meminta, tapi kamu malah mencurinya. Pelayan!" lengkingan sang ayah memanggil pelayan. Pupil Xiao li bergetar, dia mau menjelaskan lagi, tetapi tidak bisa. Bibirnya benar-benar kaku, sampai datanglah 2 orang pelayan. Memulai menyapa pria ini adalah Lu ming bai. Seorang pria yang memiliki 1 istri, 2 selir dan 5 anak. Kedudukannya sebagai salah satu seorang pejabat atas kelas 3 di istana. Bisa dibilang, sudah memakai jubah merah.
"Adik, Kakak tidak mau menolong, ini demi kebaikanmu, maafkan Kakak," lantunan suara lembut nan sedih. Mencoba mau menyelamatkan adiknya. Namun, dibalik kata itu, seperti menyiram bensin ke dalam api.
"Cukup! Lu an ran, tidak perlu mengasihani gadis bodoh yang tidak tahu malu! Pelayan, cepat kurung nona Keempat. Jangan beri dia makan! Selama satu hari satu malam, kurung dia di belakang!" perintah Lu ming bai. Menyuruh Xiao li atau nona keempat dikurung.
Belum menjelaskan sudah dikurung, memang benar jepit rambut itu berada di kamar Xiao li. Gadis ini menurut saja, ketika diseret. Mau melakukan penolakan, kekuatan 2 dayang jauh lebih besar. Membuat kaki tak bergerak menjadi bergerak. Diseret paksa keluar, tanpa takut dan rasa hormat sedikitpun.
Untuk urusan dayang yang berani menyeret nona keempat keluarga Lu, cukup disayangkan. Bagaimanapun juga, dia anak dari istri sah keluarga Lu. Posisinya jauh lebih tinggi dibanding anak keluarga Lu di sini. Jangankan para kakak atau adiknya, bahkan para selir ayahnya harus memberi hormat. Sayangnya, nona keempat bodoh dan tidak bisa melawan. Malah kena olok-olokan keluarga dan para pelayan ikut tidak memperdulikannya. Hingga ke ibu kota, nona keempat terkenal akan kebodohan dan kelemahannya. Tidak sebanding dengan para saudara atau saudarinya.
…*
Di sebuah benua Yīnghuā, dibagi menjadi beberapa wilayah, dipimpin menggunakan sistem Kekaisaran. Kenapa disebut benua Yīnghuā? Karena banyak menemukan bunga Sakura berada di benua ini. Selepas dari itu, dibagi menjadi 4 bagian; Utara, Barat, Selatan, Timur. Di hulu benua ini, tepatnya di Utara, yaitu negeri Pùbù berarti air terjun. Memang di negeri ini banyak menemukan air terjun. Aman dan tentram bila kamu memiliki 3 K; Kekuasaan. Kekuatan. Kekayaan. Andaikata tidak memiliki salah satu, siap-siap jadi bahan olok-olokan di seluruh ibu kota. Hingga, di seluruh penjuru negeri ini, dimana hukum rimba masih berlaku.
---
Xiao li merupakan nona keempat di keluarga Lu. Klan Lu salah satu klan populer di ibu kota. Sebagai bagian dari 3 klan teratas di negeri ini. Klan Lu dipimpin oleh Lu san tu, dia adalah ketua klan Lu. Termasuk kakek Xiao li. Lu san tu memiliki 2 orang putra. Lu ming bai sebagai anak bungsu memiliki 1 istri, 2 selir dan 5 anak.
Istri sahnya bernama Xiao meng, ibu dari Xiao li. Sebenarnya, Xiao li memiliki seorang kakak yang seumuran Lu an ran, tetapi kakaknya meninggal disaat dilahirkan. Maka dari itu, Lu an ran menjadi anak pertama keluarga Lu, berasal dari selir Hua jin. Dia menjadi selir pertama Lu ming bai, memiliki 2 orang putri. Sebagai nona pertama(Lu an ran) dan nona kelima(Lu nian)
Selir kedua bernama Wen xia, mempunyai 2 orang anak. Dikarenakan istri sahnya, Xiao meng tidak memiliki putra malah anak pertama meninggal. Ming bai mengangkat Hua jin, yang dulunya seorang budak menjadi selir pertama. Memang Hua jin menggoda Ming bai, disaat Xiao meng hamil(ibunya Xiao li) maka dari itu, tak heran dia dijadikan selir. Malah memiliki nasib yang sama, seperti Xiao meng. Melahirkan anak pertama seorang putri, yakni nona pertama(Lu an ran) Ming bai tak terima, memutuskan mengangkat selir lagi. Berasal dari keluarga Sastrawan yaitu; Wen xia, memiliki 2 orang anak, laki-laki dan perempuan. Dia sebagai selir kedua Lu ming bai.
Total anak keluarga Lu ming bai, ada 5 anak. Nona pertama Lu an ran, dikenal lemah lembut, santun dan pandai menyulam. Yang terkenal hasil sulaman dan kaligrafinya di seluruh ibu kota. Serta kepiawaiannya dalam membuat puisi.
Tuan muda kedua keluarga Lu. Lu bing bin, anak pertama selir Wen xia, Lu bing bin dikenal akan ilmu bela diri yang mumpuni. Sudah mencapai kultivator tingkat 3 di usia 12 tahun dan sekarang berada di tingkat ke 5. Sedangkan sang adik kandungnya, menjadi nona ketiga. Merupakan, salah satu wanita kultivator tahap 3 akhir dan menjadi Summoner tingkat 4. Di ibu kota, namanya terkenal sepanjang jalan. Tak heran, Ming bai lah memberi nama untuk nona ketiga, yang dipanggil Lu Ming yi. Kakak adik ini, terkenal akan ilmu bela diri. Ditambah latar belakang keluarga, siapa yang berani membully mereka? Sudah jelas, hanya cari mati!
Nona keempat, satu-satunya yang masih hidup. Anak dari istri sah Ming bai, yaitu Xiao li. Kenapa namanya berbeda? Karena Xiao li mengikuti marga sang ibu, dia bermarga Xiao. Sudah jelas, yang paling terkenal dari nona keempat adalah kebodohan dan kelemahannya. Malahan, para anjing mengejek kebodohannya. Sampai menjadi bahan olok-olokan, semua orang di ibu kota. Tidak ada yang spesial dari Xiao li, wajah yang biasa, kemampuan di bawah rata-rata. Tidak pernah, menunjukkan tanda-tanda memiliki jiwa spiritual. Sampai-sampai, tidak memasuki tahap atau ranah apapun di dalam per-kultivasian. Hingga dia disebut sebagai 'sampah masyarakat' di seluruh negeri ini menertawakannya. Membuat keluarga Lu, malu memiliki seorang putri sepertinya.
Tidak seperti nona kelima, meski tidak pandai bela diri. Dia pandai bermain alat musik. Apalagi, permainan kecapinya dipuji orang-orang Istana. Sewaktu umur 12 tahun, disaat ikut menghadiri festival lampion. Ditambah kemampuan menarinya. Namun, yang paling menonjol dari Lu nian atau nona kelima. Parasnya begitu elok dan mempesona. Pantas saja, dari kecil banyak orang yang mau mengajak menikah, tentu saja itu ditolak.
---
Jadi, keluarga Lu Ming bai memiliki satu istri; Xiao meng(sang anak, Xiao li) memiliki 2 selir.
Selir pertama Hua jin(sang anak, Lu an ran dan Lu nian)
Selir kedua, Wen xia(sang anak, Lu bing bin dan Lu ming yi) jadi total anak Lu ming bai ada 5;
Nona pertama= Lu an ran (Hua jin)
Tuan muda kedua= Lu bing bin (Wen xia)
Nona ketiga= Lu ming yi (Wen xia)
Nona keempat= Xiao li (Xiao meng)
Nona kelima= Lu nian (Hua jin)
*..*
Rumbai-rumbai cahaya, menerebos pintu kayu kuning keemasan. Menemani, dua orang di tengah halaman. Ukiran kayu yang cantik nan rumit, inilah keindahan. Tertata, buah dan bunga di meja. Aroma kantung bunga lavendel, terus menari di udara. Sungguh disayangkan, untuk keadaan saat ini, harus ada suara penuh minat. "Kamu harus segera mencari wanita, yang bisa mengamankan dan mengokohkan posisimu. Mengerti!" suara seorang wanita penuh keinginan. Sedikit menekankan kata menikah.Lelaki di depannya, tetap menunduk dan tidak mengiyakan ataupun menolak. Kedua tangan menyatu, diletakkan di depan dada. Sedikit bungkukan, guna memberi hormat lalu pamit keluar.Tepat baru 2 langkah, mencoba melirik ke belakang, memperlihatkan ujung dagu dan ekor mata. "Saya tidak memiliki waktu luang untuk itu," ucapan
Gercikan air terpantul di bebatuan bisa di tangkap telinga Xiao li. Tanpa sadar, larian itu mengarah ke sebuah air terjun. Memang sengaja, 4 Pria itu mengiring Xiao li menuju ke air terjun. Kaki memberat, mau maju ada 4 Pria memasang seringai, siap menerkamnya. Mau mundur, ada jurang air terjun. Terlihat, dari atas tidak bisa melihat dasarnya. 'Bagaimana ini? Apa aku melompat saja, tapi aku masih ingin bersama Ibuku. Meski aku tidak berguna begini!' pikir Xiao li. Mulai memperlihatkan kerutan di dahi.Mereka berempat memiliki perawakan yang beragam. Bila disimpulkan para lelaki itu adalah kultivator tingkat 3 ranah 2. Mungkin dialah pemimpinya, badannya sedikit gemuk. Memiliki wajah kaku dengan warna kulit gandum. Sedangkan pria di sisinya, dia tinggi dan kurus. Auranya tidak terlalu menonjol, pasti baru tahap 2 awal. Kalau yang botak, dia pendek. Memancarkan tekanan yang kuat, tidak sekuat s
"Ssst! Aw, punggungku!"Lirih seorang gadis, mata tertutup, tangan kiri mencoba meraih pinggang. "Bentar, bantalan keras macam apa ini!" melengkingkan suara. Tangannya merasakan bulir-bulir keras di bawah punggung. Membuat punggungnya terasa sakit. Mencoba membangunkan diri, pandangan masih samar-samar. Naas, tubuh tidak mengikuti keinginan. Badan kecilnya, hilang keseimbangan dan tumbang. Kaki di atas, kepala di bawah, tepat di atas bebatuan."Akkkaaaagh!""Adududuh, pinggangku! Kaki siapa? Eh, sepatu macam apa itu? Lebih mirip boots dari modelnya. Kuno sekali," cibirnya. Menatap sebuah kaki di atas dibalut benda berwarna putih, tetapi berubah menjadi cokelat saking kotornya.
Semua angan-angan dipatahkan kucing hitam. Li xiao kembali ke kehidupan nyatanya. "Bentar-bentar aaakkkhhh," teriakan begitu nyaring. Baru menyadari kalau kucing hitam bisa bicara, mulut hatinya sudah berbentuk 0.Serasa ucapannya penuh ledek, "Sudah terlambat! Apa ini kehebatan Assassin? Sepertinya itu terlalu berlebihan. Huuh, dasar manusia tidak memiliki mata yang bagus!" sindir kucing hitam. Mengerti aksi terkejutnya. Sambil mengibaskan ekor dan membuang dagu penuh remeh terhadap Li xiao. Mulut Li xiao kembali komat-kamit, kesal akan ucapan itu, "Sialan, jika bukan dirimu yang menghampiriku! Apa aku akan berada di sini? Siapa si bodoh yang main melompatiku dan berakhir di sini?" tak kalah pedas balasan Li xiao.
Kupu-kupu berubah menjadi kecil, hinggap di telunjuk Li xiao dan menghisap darahnya. Cukup satu suntikan dan hisapan, mampu membuat Li xiao jatuh dari berdirinya. Matanya kian menutup dan tergeletak di bawah. "Hehehe aku menemukan Tuanku." "Bicara apa kau! Meow! Jika aku tidak membunuhmu sekarang, maka kamu menjadi saudaraku. Meow!" Memperlihatkan kuku. Swutt-swuth. Mencakar! "Hey! Hentikan kucing bodoh! Hentikan." Hushh!
Li xiao perlahan-lahan mengangkat kedua tangan, wajahnya sedikit ragu. 'Meski pria itu berlumur darah dan baju terkoyak. Aku bisa merasakan tekanan yang kuat mengintimidasiku. Tatapan mata itu tidak bisa didekati dan disentuh. Jika aku kabur dari sini? Sepertinya ide yang bagus hehe,' batin Li xiao masih mendiam. 'Bila kau kabur dari sini, jangan meninggalkanku,' balas Xia yu. "Ekkkhh!'' Erang Li xiao membuat pria ini semakin mendekatkan pedang. Hanya beberapa langkah dengan Li xiao. "Emmm," geram Li xiao kembali mendiam. 'Bodoh kita bisa mendengar pikiranmu! Maksudku, pikiran kita saling terhubung. Aku bisa me
Memperhatikan seorang gadis tegap dan berani berbicara kepadanya, pria ini menyunggingkan bibir. Lebih membentuk seringai lalu. "Bagaimana kau menyelamatkanku, sedangkan kau tidak bisa menyelamatkan diri sendiri?" Li xiao tidak bisa menjawab, omongan itu memang benar. Rupanya, Li xiao tidak kehilangan akal, dengan cepat memangkas otak. Agar pria ini percaya dengannya. 'Bagaimana caranya aku mengatasi pria ini? Aku baru bereinkarnasi, apa mau mati lagi? Ahh! Bisa-bisa orang lain yang tahu akan menertawaiku,' hati Li xiao. Tangan yang ke atas mulai menurun dan kian merapat satu sama lain. Membentuk genggaman di depan perut. Baru kali ini merasakan kegugupan. Tanpa sadar, meremas jari-jarinya hingga tidak sengaja. Telunjuk kiri, menyentuh cincin Ruby di telunjuk kanan.
Pria ini menghunus pedang ke depan, disaat Li xiao di bawah. Tidak ada rasa kasihan atau bersalah. Pedang itu merobek Hanfu Li xiao, membuat sayatan di tengah Hanfu. Untung saja, dia bergerak cepat membelah kaki. Jika tidak, pedang itu mendarat di paha dan kaki. Tepat di belahan kaki Li xiao, dari paha ke pinggul. "Yaaah! Bajingan!" pekik Li xiao. Memelototi pedang yang merobek Hanfu di sela-sela kakinya. "Boleh juga," tarikan pedang, dibarengi desisan. Pria ini kembali mengangkat pedang, menyerang kedua kalinya. 'Tidak-tidak, aku tidak ingin mati, sial tubuh ini begitu lemah dan lambat!' rutuk hati Li xiao. Swush. "Etss, tidak kena," ledek Li xiao cepat memundur. Lelaki ini kembali mengeluarkan ringisan, ulah luka yan
Dari balikan tirai berdiri 5 orang berjubah hitam. “Sial! Kenapa aku tidak menyadari mereka.” Alis menekuk, mereka tidak terdeteksi, sudah pasti cultivator tingkat 4 ke atas.“Keluar atau ku keluarkan?!” teriak di depan kereta. Li xiao tidak punya pilihan, mau melawan belum pulih seutuhnya, mau lari tidak bisa. “Gimana nih, bedebah itu tidak mau menungguku pulang?” Menebak mereka suruhan Ming yi, siapa lagi yang menaruh dendam lebih besar dari komplotan mereka?Pria berjubah hitam, memegang pedang– tidak menunggu lama. Dia memiliki kesabaran setipis sutra. “Serang! Jangan biarkan dia hidup!” Syut!Saat mereka mulai mengepung kereta, turun pria berbaju hitam menghadang. “Jangan ganggu dia, kalian,” menunjuk semua, “lawan aku!” “Pahlawan dari mana ini?! Mau mati juga? Tinggal tanam!” marah. Menyerang tanpa aba-aba.Pria ini menghindar, di serang dari arah kiri, tinju beruap panas hampir mendarat di pipi. Tinggal 3 cm dari pipi kanan, hawanya terasa menusuk pipi. Melihat dia di kero
Jiang Zu, “Tepat! Nona Keempat jatuh, tapi tidak menyentuh tanah.” Berdiri, turun ke lapangan. Menegaskan, “Apa aku salah lihat, Pengawas Wang?” Seolah darah naik ke permukaan wajah Pengawas Wang, mengatur napas. “Tidak-tidak, saya tidak berani, tapi ini … ini… pertama kali ada hal seperti ini.” Meskipun mata duitan, tetap sadar dalam situasi ini. “Saya takut ada kesalahan, Pangeran Ketujuh ka–”“Pengawas Wang terlalu kaku, kau sendiri yang bicara, peraturan ‘kan emang perlu dilanggar.” “Tidak perlu di tanyakan, dia tidak menyentuh tanah! Sudah jelas, dia menang!” cetusan kata dari Pangeran Kedelapan.Semua orang diam, menerima apa yang terjadi, ‘Apa yang menarik darinya? Semua orang membela!’ batin Pengawas Wang. Tawa terpaksa keluar, “Hahaha, benar juga perkataan para Pangeran, dia,” melirik Li xiao, alis meninggi, sesaat menurun menahan amarah, “Menang.” Bola mata Ming yi mendelik, meraih lengan Pengawas Wang. “Apa?!” Menghentakkan tangan, meski suka uang, mendapat situasi pa
Anak jarum, melempar! Bagi Ming yi, ini bukan apa-apa. “Kau pikir aku buta!” Menangkis!Li xiao mundur, ‘Dia jeli juga, kalau ini?!’ Mengeluarkan jarum dari dua tangan. Melempar satu-satu, mengelilingi udara.Hak! Serbuan anak jarum menghujani Ming yi, bukan hanya dua jurus. Seluruh jurus Li xiao hampir keluar. Semua ini tidak berarti, tersenyum. “Cukup sudah main-mainnya.” Mengeluarkan pedang, di simpan di balik punggung. Mata memicik, sudut mulut kiri meninggi. “Hak!”Serangan begitu cepat, Li xiao tidak bisa menghindar. Gaun hanfu hitam merah tersobek, bagian lengan kiri menimbulkan darah. Merunduk, bertumpu dua kaki. “Aku pasti membalaskan semua yang kuterima! Walau ‘tak sepenuhnya, kupastikan kau mengingat ini!” Meremas jari, menyeka keringat. Tangan menyobek ujung hanfu, membalut luka. Penonton memperhatikan semua gerak-gerik mereka di arena. “Wah lihat itu, adiknya tidak segan-segan di sembelih!”“Untung bisa menghindar kalau tidak, lehernya melayang!”Mulai berbincang, samb
Li xiao dengan Ming yi.Seluruh penonton bergejolak mendengar teriakan pengawas Wang.“Huuuh!”Hampir semua penghuni balai, menebak Li xiao kalah telak dari Mingyi. Bahkan, senyum cerah adik kelima mengumandang. “Haha, dia bisa buat apa lagi?”Mendadak mendapat bertemu di arena yang sama, Li xiao sedikit curiga. ‘Heh! Memangnya aku takut.’ Menurunkan sikapan, mendekati Ming yi.Seolah dia tahu, siapa pertandingan pertama babak kedua ini. “Cepat bersujud, aku tidak akan memberimu belas kasihan … kalau sudah di atas.” Ming yi menggeleng, dia tidak bisa menang.Tidak terpancing, “Owh! Kau bisa melakukannya sekarang.” Malahan membalikan maksudnya.Para penonton semakin bersemangat, meskipun tahu pasti yang kalah, tapi cukup menghibur juga.Masuk bersamaan, pengawas Wang melempar bendera. Dua mata saling menyahut, tidak terlepas dari tatapan tajam.Ming yi menurunkan tangan kanan, sang hewan kontrak langsung muncul. Mengangkat tangan kanan, kuku panjangnya menyentuh ujung dagu, melirik ke
Seorang pria tinggi, bersama pria bertubuh gempal. Sang pengawas memberi abah-abah, mereka memasuki arena.Para penonton di balai Tàiyáng bersorak meriah, menyambut pertarungan babak pertama. Pengawas Wang melempar bendera kecil, ketika bendera mendarat pertarungan dimulai.Kletak.Dua pemuda melangkah ke depan, secara bersamaan mengeluarkan tinju. Namun, bagi pria tinggi yang memiliki bekas luka di pelipis. Sungguh ancaman besar bagi musuhnya, sangat terlihat jelas.Sang lawan terkapar hanya dengan satu pukulan, penonton bersorak. Pemenangnya sudah diputuskan, perkiraan dia baru menggunakan sepertiga kekuatan. Lawan telah tumbang, Bing bin sedikit bersemangat.Prok-prok!Tepukan tangan penonton. “Wah, benar-benar pemuda hebat! Ini seperti bukan bertarung.” Pengawas Wang memuji, melanjutkan ke pertarungan selanjutnya.Hingga puluhan pemain telah tumbang oleh si pria tinggi, babak pertama tentu dimenangkan olehnya. Detik ini, Bing bin memasuki arena, melawan pria seumurannya. “Lebih b
Pangeran ketujuh, Shen Jiang Zu. Li xiao memicingkan mata. “Ka-kamu.”“Adik, cepat masuk– beri hormat pada Pangeran Ketujuh.” An ran memapah masuk.Jiang Zu menepuk kipas. “Tidak masalah, jangan terlalu formal padaku.” Kedipannya membuat bulu berdiri, mau bagaimanapun dia tetap keluarga kerajaan. Memberi hormat, badan lurus 90 derajat, bangun, segera ke kamar.“Aku telah menunggu begitu lama, maukah kamu membuatkanku secangkir teh?”Li xiao terhenti, melirik ke samping. “Hah?” Kurang mengerti, entah trik apalagi yang digunakan.Ming bai menahan marah, melihat gelagat anaknya, tidak mau menyanjung. Mengusulkan, “Pangeran tunggu.” Bergegas ke putri keempat. “Cepat, layani Pangeran dengan baik.”Apa menjual putrinya? Hanya bisa menggeleng, badan di paksa di dudukan. “Pangeran silakan, kalau kurang sesuatu panggil kami.” Ming Bai membawa sisa anaknya keluar.Hanya berdua.Seolah Li xiao ingin ada badai merobohkan rumah, tidak perlu basa-basi. “Untuk apa kau datang? Jangan harap memaksa
Menarik sekuat tenaga!Menghindar ke kiri, mengangkat tangan, jijik disentuh. “Bedebah, hari ini biar aku yang menghukummu!” Sring!Dua jarum emas turun di ujung kanan jemari mungilnya, memutar sekali lempar!Jarum melesat maju, kecepatannya tidak bisa diimbangi mata si gendut. Menancap dua betisnya. “Aghh!”Merunduk, dua tangan menumpu tubuh, kalau tidak— sudah berguling di tanah. Si hitam mendekat. “Kamu kenapa? Cepat bangun!”“Kakiku, sakit! Gak bisa gerak!” Mengusapi dua kaki di balik hanfu coklat. Temannya mengikuti rabaan tangan gemuk. Mencoba mencari akar permasalahan di kaki.Merasakan ada yang ganjal, “Agh!” Tidak bisa dicabut, terlalu sakit. Jarum emas tertancap sepertiga, panjangnya setelunjuk. “Wanita gila, kau tidak tahu siapa ayahnya?” Tidak peduli! Jangankan ayah si pria gendut seorang wakil biro jasa hukum tingkat 3. Bahkan, anak kaisar pun tidak melepaskan begitu mudah.Menyilangkan tangan, bibir kiri meninggi dengan sedikit senyum. “Owh! Kata terakhirmu?” Li xiao
Seluruh keluarga Lu, siap mengadili kesalahan Li xiao. Meng yi paling antusias, sekaligus kesal mengapa masih selamat? “Kakek, lihat dia,” menunjuk. “Kenapa bisa pulang malam?”Lu San Tu memandang penuh, mencoba memberinya pembelaan. Sebelum bisa, dipotong Lu Nian. “Sudah jelas, melakukan perbuatan ‘tak senonoh!”Sang ibu segera meralat tuduhan, “Tunggu, tanyakan lebih dulu. Xiao er, sini.” Penuh lembut memapah masuk.Semakin Li xiao diam, mereka lebih penasaran. “Lihat, aku diantar siapa?”Bing bin mencemooh, “Kereta? Memang, siapa yang mau menampung wanita sepertimu?” Menggeleng, diikuti senyum meremehkan.Kereta belum menghilang sepenuhnya. “Itu saja tidak tahu, apa harus memberimu mata lagi? Atau, menghilangkan mata itu?” Mendengar ucapannya, serasa umpatan. Menambah kekesalan. “Heh! Palingan, pria hidung belang yang menod—agh!”Plak!Tamparan sopan, “Tutup mulutmu! Lihat baik-baik. Siapa yang punya tandu bersimbol singa emas?” Lu san tu, menekankan lambang kereta. Meskipun jarang
“Awas!” Maju, menghadang. Yushen membalikan kursi— cukup satu untasan tangan, dua pria terjatuh. Li xiao terkesima, entah seberapa kuat pria ini?Terpaku dengan kekuatannya, tapi kekesalan dan kejijikan di hati jauh-jauh-jauhhh lebih besar. Mengenali pria berkulit gandum, hampir … hampir melihat aset paling berharga.“Dasar pria lumpuh! Mau ikut campur saja!” Meremehkan, sesaat bangkit, siap menyerang.Swesssh! Selendang mengelebat cepat.“Akhh!”Sebelum tegap berdiri, teman sampingnya kembali terjatuh. Memegangi leher, menguraikan darah segar. Dua tangan bergetar, tidak mungkin. Rupanya salah mencari mangsa. “Si-si-siapa kamu?” suara terbata-bata. Mundur dua langkah, pupil bergetar ketakutan. Aura Yushen semakin pekat, mengambil pedang di bawah. Tanpa omong, membunuh pria tadi, dia selanjutnya. Memegang pedang, memandang ke depan. Mengingat, begitu jijik! Ingin mencabik-cabik sebelum dibunuh. “Terlalu baik, mengirimmu dengan satu tebasan.” Menyeringai, ain mengutuk, pedang terang